Jurnal TESIS Kirim fix

(1)

The Correlation of Educator Nurse and Family Roles toward Schizoprenics’ Adherence in Taking Medications

Siti Maimunah*, Samsi Haryanto**, Nunuk Suryani***

*Mahasiswa Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta

**Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Profesi Kesehatan Universitas Sebelas Maret E-mail zufi.imun@gmail.com

ABSTRACT

Introduction: Schizophrenia mental disorder does not happen by itself for granted. However, many factors cause the symptoms of schizophrenia. In the biological theory, it explains the cause of schizophrenia which focuses on genetic factors, neuronatomi factors and neurochemical (brain structure and function) and imunovirologi or the body's response to exposure to a virus. Nowadays, comprehensive and holistic therapies have been started to be developed including drug therapy anti-schizophrenia (psikofarmaka), psychotherapy, psychosocial therapy and therapeutic psikoreligius. These therapies, particularly psikofarmaka drug must be given within a period of time. If the client is late or disobedient to take medication, the patient may be relapsed. The success of mental disorder schizophrenia therapy is not only determined by psikofarmaka drug therapy and other types of therapy, but also the role of families and communities. The aim of this research is to

analyze the correlation of the nurse educator role and the role of families with schizophrenics’

obedience in taking medication. Methods: The study is quantitative analytic design with cross sectional correlational. It is conducted in December 2015 - February 2016. The sampling technique used is Consecutive Sampling, families of patients aged over 20 years who visited the mental disorder unit in Soeroto Hospital Ngawi. The measurements of role use Likert scale and level of medication adherence with Adhernece Medication Rating Scale (MARS). Results: The study finds a significant correlation between the nurse educator role and level of medication adherence with significant value of p = 0.028 (p <0.05), and the results of logistic regression analysis shows that the value of OR = 4.400. It means the role of a good nurse has the opportunity 4,4 times in increasing medication adherence. There is a significant relationship between the role of the family and the level of adherence to the significance of p = 0.002 (p <0.05), the results of logistic regression analysis obtained by value OR = 8.960, means that the role of an active family had 8.9 times to improve the adherence of taking medications. The results of simultaneously statistical test results between the nurse's role and the role of the family to the level of medication adherence obtain a score OR nurse's roleby 2,198, and the role of the family has a value of OR of 6.703, which means that the role of the family is more influential than the role of nurses in improving medication adherence. Discussion: There is a significant correlation between the role of the nurse educator and family roles with medication adherence with the strength of the family's role is more influential than the role of nurses in improving medication adherence.


(2)

Pendahuluan

Penyakit skizofrenia memang masih kurang populer di kalangan masyarakat awam. Tetapi gangguan jiwa ini sudah mulai mencemaskan karena sampai sekarang penanganannya masih belum memuaskan. Di masa lalu banyak orang menganggap skizofrenia merupakan penyakit yang tidak dapat diobati. Akan tetapi seiring dengan kemajuan di bidang ilmu kedokteran jiwa maka kini anggapan itu berangsur hilang dan diakui skizofrenia sebenarnya termasuk gangguan kesehatan dan termasuk dalam ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) yang penanganannya sesuai dengan terapi kedokteran sebagaimana halnya penyakit fisik lainnya (Hawari, 2001 ).

Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja. Akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala skizofrenia. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk menjelaskan tentang penyebab skizofrenia. Dalam teori biologi menjelaskan penyebab skizofrenia yang berfokus pada faktor genetik, faktor neuronatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak) serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap pajanan suatu virus ( Videbeck, 2008 ).

Terapi yang komperehensif dan holistik, dewasa ini sudah mulai dikembangkan meliputi terapi obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi psikososial dan terapi psikoreligius. Terapi tersebut, khususnya obat psikofarmaka harus diberikan dalam jangka waktu yang lama. Apabila klien sampai telat atau tidak patuh minum obat, maka klien bisa kambuh (relaps). Mereka bisa melakukan perilaku kekerasan, muncul halusinasi dan waham serta pembicaraan yang inkoherensi. Keberhasilan terapi gangguan jiwa skizofrenia tidak hanya terletak pada terapi obat psikofarmaka dan jenis terapi lainnya, tetapi juga peran serta keluarga dan masyarakat turut menentukan (Hawari, 2001).

Ada beberapa factor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di RS yaitu klien gagal memakan obat secara teratur, efek samping pemakain obat neuroleptik yang lama, penanggung jawab klien (perawat puskesmas) dan keluarga. Sullinger(1988) yang dikutip oleh Nasir dan Muhith (2011).

Di Indonesia, sebanyak 1-3 orang dari 1000 penduduk mengalami gangguan jiwa. Dari 1-3 penderita tersebut separuh diantaranya berlanjut menjadi gangguan jiwa berat skizofrenia. Akibatnya jumlah skizofrenia di Indonesia terutama di Jawa Timur mencapai 2% dari populasi (Persi, 2008). Data di Dinas Kesehatan Ngawi pada tahun 2014 ditemukan 480 penduduk yang mengalami gangguan jiwa. Menurut data di Poli Jiwa RSUD dr Soeroto Ngawi rata–rata setiap bulan pada tahun 2015 terdapat 138 klien skizofrenia yang rawat jalan. Survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal Juni 2015 dari 10 klien skizofrenia yang rawat jalan diperoleh hasil 7 klien sering tidak minum obat bila tidak diingatkan dan disiapkan keluarga terlebih dahulu, dalam catatan masa control tidak teratur. Sedangkan 1 klien patuh dalam minum obat yaitu datang sesuai jadwal. Dan 2 klien berkunjung saat pada saat kambuh saja. Dari data di atas dapat dinyatakan bahwa masih cukup banyak klien skizofrenia yang lupa minum obat atau kurang patuh dalam minum obat dengan data klien yaitu kedatangan ke Poli tidak teratur.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien skizofrenia untuk minum obat antara lain yaitu pengetahuan keluarga, peran keluarga, sosial ekonomi, sikap klien, motivasi, ingatan atau memori klien serta informasi dari Perawat/ petugas kesehatan.

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem ( Mubarak, 2005). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007). Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan

merupakan “perawat utama” bagi klien.

Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien dirumah. Keberhasilan perawat dirumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah karena dapat mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien skizofrenia. Karena keluarga merupakan tempat klien memulai hubungan


(3)

interpersonal dengan lingkungan, keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi klien. Sehingga klien skizofrenia yang belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum, maka keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkannya, agar klien skizofrenia dapat minum obat dengan benar dan teratur. Hasil penelitian Sullinger (1988) menunjukkan 25–50% klien pulang dari RS tidak memakan obat secara teratur.

Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/ keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal–hal yang diketahuinya. Informasi merupakan pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman atau instruksi. Dalam terapi pengobatan skizofrenia, peran perawat sebagai pendidik memberikan informasi tidak hanya diberikan kepada klien saja, mengingat klien skizofrenia sulit untuk mengingat dan mempelajari sesuatu, maka sebaiknya informasi juga diberikan kepada keluarga. Mereka bisa memahami tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan kepada klien skizofrenia khususnya dalam hal minum obat, sehingga mereka selalu bisa mengontrol dan membimbing klien dalam minum obat. Pendidikan kesehatan kepada pasien meliputi pengajaran tentang petunjuk minum obat, efek samping, terapi yang dianjurkan, perawatan diri, dan pendidikan kesehatan saat pemulangan dari rumah sakit (Blais et al., 2007).

Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi pasien sebab pasien dapat mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kualitas dalam perawatan diri pasien sehingga pada akhirnya tercapai kesehatan yang optimal dan kemandirian dalam perawatan diri (Potter& Perry, 2006).

Menurut Potter&Perry (2006), pendidikan kesehatan atau pengajaran perawat kepada klien merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal perawat dan klien yang secara bersama terlibat aktif dalam proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilan. Pengajaran sebagai upaya perawat dalam memenuhi perannya sebagai pendidik dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang

terjalin dengan baik antara perawat dengan pasien akan membuat pasien merasa aman dan nyaman (Hegner, 2003). Tren terbaru dalam pelayanan kesehatan menyatakan bahwa pasien dan keluarganya harus siap untuk perawatan anggota keluarga yang sakit dan perawat bertanggungjawab terhadap pemberian pelayanan yang berkualitas . Tren tersebut berfokus kepada keberhasilan pasien dan keluarga pasien dalam penguasaan pengetahuan dan ketrampilan merawat anggota keluarganya yang sakit. Tren dalam pelayanan kesehatan tersebut.

Pendidikan kesehatan kepada pasien menjadi tugas penting perawat dalam menjalankan asuhan di samping sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Saat ini, peran perawat sebagai pendidik bagi pasien, keluarga pasien dan masyarakat umum semakin meningkat seiring perkembangan jaman dan teknologi sehingga fokus peran perawat adalah pengajaran dan pembelajaran. Dampak jika peran perawat sebagai edukator tidak dilakukan adalah pasien akan merasakan cemas, dan tidak adanya kesiapan dalam menerima prosedur keperawatan. Adapun hal lain yang terjadi jika perawat tidak memberikan informasi dan pengajaran kepada pasien maka pasien akan mengalami hari rawat yang lebih lama karena pengetahuan pasien tentang penyakit dan cara perawatan dirinya terbatas dan kemungkinan terjadinya

Salah satu upaya untuk menciptakan kepatuhan klien skizofrenia dalam minum obat adalah dengan meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga oleh perawat dan psikiater . Mereka harus bekerja sama agar klien skizofrenia bersedia minum obat dengan tepat dan teratur. Perawat dan psikiater harus memberikan health education pada keluarga, khususnya tentang pemakaian obat dengan benar dan teratur agar keluarga bisa mengontrol dan membimbing klien dalam minum obat selama di rumah.

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya ( Syakira, 2009).

Menurut Niven (2000) yang dikutip oleh Ghana Syakira (2009) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.


(4)

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner (2002) yang dikutip oleh (Syakira, 2009) adalah :

1. Variabel demografi

Meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial ekonomi dan pendidikan. Menurut Fleischhacker (2003) menguraikan usia, jenis kelamin, gangguan kognitif dan psikologi sebagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Pada pria diusia dewasa awal memiliki kecenderungan tidak patuh karena kegiatan di usia produktifnya. Usia lanjut menunjukkan kepatuhan yang rendah karena penurunan kapasitas fungsi memori dan penyakit degeneratif selain skizofrenia yang dialaminya. Tingkat kepa-tuhan wanita lebih tinggi dari pria, wanita muda lebih patuh dari pada wanita tua. 2. Penyakit

Meliputi keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi mempengaruhi kepatuhan klien terhadap program pengobatan.

Menurut Fleischhacker (2003) menjelaskan dengan gejala negatif dapat memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi ataupun rendah, bisa karena kurangnya motivasi ataupun sebaliknya klien tidak berani menolak anjuran medis dan mengikuti saja. 3. Program terapeutik

Meliputi kompleksitas dan efek samping yang tidak menyenangkan. Menurut Vedebeck(2008) faktor yang mempengaruhi pengobatan meliputi: efek samping, dosis yang diberikan, cara penggunaan, lama pengobatan, biaya pengobatan dan jumlah yang harus diminum. Semakin jumlah obat yang direkomendasi maka kemungkinan besar makin rendah tingkat kepatuhan karena kompleksitas program dan efek samping pengobatan yang harus dijalankan. 4. Psikososial

Meliputi inteligensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regiment.

5. Petugas Kesehatan

Kualitas interaksi antara klien dan petugas kesehatan menentukan derajat

kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi yang lengkap tentang obat dari tenaga kesehatan bisa menjadi penyebab ketidakpatuhan klien minum obatnya.

6. Lingkungan klien

Keluarga dapat mempengaruhi keyakinan, nilai kesehatan dan menentukan program pengobatan yang dapat diterima oleh klien. Keluarga berperan dalam pengambilan keputusan tentang perawatan anggota keluarga yang sakit, menentukann keputusan mencari dan mematuhi anjuran pengobatan.

Penelitian ini untuk menganalisis hubungan peran perawat pendidik dan peran keluarga dengan kepatuhan penderita skizofrenia dalam minum obat.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Desain yang digunakan adalah Analitik korelasional, yaitu penelitian yang mencoba mencari hubungan antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada, dengan pendekatan Cross Sectional Penelitian ini dilakukan di Poli Jiwa RSUD Dr Soeroto Ngawi

Sampel penelitian ini adalah keseluruhan klien dan keluarga klien skizofrenia yang periksa di Poli Jiwa RSUD Dr Soeroto Ngawi yang memenuhi kreteria sejumlah 40 responden.

Sampling dalam penelitian ini sampel diambil dengan cara Consecutive Sampling Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert dan dari Medication Adhernece Rating Scale (MARS) for the psychoses Thompson (1999) untuk tingkat kepatuhannya.

Analisa data Univariat dan Bivariat menggunakan uji Qhi Square dan Multivariat menggunakan Analisis Korelasi Logistik. HASIL PENELITIAN

1. Peran Keluarga

Tabel 1. Distribusi Rata-Rata Peran Keluarga

No Peran keluarga

Frekuensi (n)

Prosentase (%)

1. Tidak Aktif 21 52,5

2. Aktif 19 47,5


(5)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar mempunyai peran keluarga tidak aktif yaitu sebanyak 21 responden (52,5%), dan hampir sebagian lagi berjenis berperan aktif yaitu sebanyak 19 responden (47,5%).

2. Peran Perawat Pendidik

Tabel 2. Distribusi Rata-Rata Peran Perawat Pendidik

No Peran perawat edukator

Frekuensi (n)

Prosentase (%)

1. Tidak Baik 24 60,0

2. Baik 16 40,0

Jumlah 40 100

Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar peran perawat edukator tidak aktif yaitu sebanyak 24 responden (60 %), dan hampir sebagian lagi mempunyai peran yang baik yaitu sebanyak 16 responden (40%).

3. Tingkat Kepatuhan Minum Obat Tabel 3. Distribusi Rata-Rata Tingkat

Kepatuhan Minum Obat No Tingkat

kepatuhan

Frekuensi (n)

Prosentase (%)

1. Tidak patuh 21 52,5

2. Patuh 19 47,5

Jumlah 40 100

Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 40 responden sebagian besar mempunyai tingkat kepatuhan minum obat tidak patuh yaitu sebanyak 21 responden (52,5 %), dan hampir sebagian lagi patuh dalam minum obat yaitu sebanyak 19 responden (47,5%).

A. Pengujian Hipotesis 1. Analisa Bivariat

Untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen dengan skala kategorik maka digunakan uji statistik Chi-Square.

a. Hubungan Antara Peran Perawat Pendidik Dengan Kepatuhan Minum Obat.

Untuk menilai hubungan atau korelasi kedua variabel tersebut dapat dilihat dari hasil uji statistik dibawah ini :

Tabel 4. Hasil Analisis Chi-Square Peran Perawat Pendidik Dengan Kepatuhan Minum Obat

Tingkat kepatuhan minum obat P

value

Tidak

patuh Patuh

N % N %

Peran perawat pendidik

Tidak baik

16 66,7 8 33,3 0,028 baik 5 31,2 11 68,8 Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis hubungan antara peran perawat edukator dengan tingkat kepatuhan minum obat diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (33%) responden patuh terhadap pengobatan dengan peran perawat tidak baik. Sedangkan jumlah responden yang patuh minum obat dengan peran perawat pendidik yang baik sebanyak 11 responden (68,8%). Dari hasil diatas juga didapatkan bahwa nilai p=0,028, dimana p< 0,05 yang mempunyai makna bahwa Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara peran perawat pendidik dengan kepatuhan minum obat.

b. Hubungan Antara Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

Untuk menilai hubungan atau korelasi kedua variabel tersebut dapat dilihat dari hasil uji statistik dibawah ini :

Tabel 5. Hasil Analisis Chi-Square Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

Tingkat kepatuhan minum

obat P

value

Tidak patuh Patuh

N % N %

Peran keluarga

Tidak aktif

16 76,2 5 23,8 0,002 Aktif 5 26,3 14 73,7 Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis hubungan antara peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat diperoleh bahwa ada sebanyak 5 (23,8%) responden patuh terhadap pengobatan dengan peran keluarga tidak baik. Sedangkan jumlah responden yang patuh minum obat dengan peran keluarga yang baik sebanyak 14 responden (73,7%). Dari hasil diatas juga


(6)

didapatkan bahwa nilai p=0,002, dimana p< 0,05 yang mempunyai makna bahwa Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan kepatuhan minum obat.

2. Analisa Multivariat Analisa Regresi Logistik

Untuk mengetahui hubungan antara peran perawat edukator dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat di Poli Jiwa RSUD dr Soeroto Ngawi yang diperoleh dari hasil angket. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran hipotesis yang telah ditentukan yaitu adanya hubungan antara peran perawat pendidik dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat. Analisa multivariat yang digunkan dalam penelitian ini adalah regresi logistik karena variabelnya kategorik dikotom.

Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Perawat Pendidik Dengan Kepatuhan Minum Obat

Tingkat kepatuhan minum obat OR

95% CI P value Tidak

patuh Patuh

n % N %

Peran perawat pendidik

Tidak baik

16 66,7 8 33,3 4,400 (1,134-17,069)

0,028 Baik 5 31,2 11 68,8

Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,028 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kepatuhan minum obat antara peran perawat yang baik dan tidak baik (ada hubungan yang signifian antara peran perawat pendidik dengan kepatuhan minum obat). Dari hasil analisis diperoleh pila nilai OR= 4,400, artinya peran perawat yang baik mempunyai peluang 4,4 kali meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran perawat pendidik yang tidak baik.

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

Tingkat kepatuhan minum obat OR

95% CI P

value

Tidak

patuh Patuh

n % N %

Peran keluarga

Tidak aktif

16 76,2 5 23,8 8,960 (2,140-37,522)

0,002 Aktif 5 26,3 14 73,7

Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kepatuhan minum obat antara peran keluarga yang baik dan tidak baik (ada hubungan yang signifian antara peran perawat keluarga dengan kepatuhan minum obat). Dari hasil analisis diperoleh pila nilai OR= 8,960, artinya peran keluarga yang aktif mempunyai peluang 8,9 kali dalam meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran keluarga yang tidak aktif .

Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Perawat Pendidik dan Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

P

value OR

95% CI lower upper Peran perawat

Peran keluarga 0.322 0.014

2.198 6.703

0.463 1.461

10.439 30.758 Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik regresi logistik secara bersama-sama antara peran perawat dan peran keluarga terhadap tingkat kepatuhan minum obat, didapatkan nilai OR peran perawat = 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepauhan minum obat.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Peran perawat pendidik dengan Tingkat Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan dari peran perawat pendidik dengan tingkat kepatuhan minum obatdapat dilihat pada tabel 4.8 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran perawat pendidik dan tingkat kepatuhan minum obat dimana semakin tinggi peran perawat pendidik maka tingkat kepatuhan minum obat semakin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,028 (p<0,05). Bukti lain juga ditunjukkan pada tabel 4.10 dimana hasil analisa regresi logistik menunjukkan bahwa Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 4,400, artinya peran perawat yang baik mempunyai peluang 4,4 kali meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran perawat pendidik yang tidak baik.


(7)

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fisher 1992 dalam Bastable, 2002 yang berpendapat bahwa perspektif perawat terhadap pengukuran kepatuhan yang dilakukan pada program pengobatan lebih efektif dengan model komunikasi untuk pendidikan yang diberikan kepada pasien. Komunikasi antara perawat dan pasien/keluarga dalam pendidikan kesehatan sangat penting dalam perencanaan pemulangan yang akan memudahkan pasien dalam menerima atau memahami instruksi yang diberikan untuk pasien ketika berada di rumah yang dapat secara mandiri menjaga atau meningkatkan kesehatannya. Komunikasi yang efektif juga akan meningkatkan kapatuhan pasien untuk kontrol. Kontrol dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan pasien karena pasien tidak dapat malaksanakan secara madiri tanpa bantuan petugas kesehatan.

Dampak yang terjadi ketika Pasien/keluarga yang belum mampu untuk melakukan perawatan secara mandiri akan menyebabkan angka kekambuhan pasien karena pasien tidak mampu untuk menjaga atau meningkatkan kesehatannya dan pengetahuan tentang kontrol yang diberikan pada pasien yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi pasien, sehingga angka kekambuhan pasien dapat dicegah .

Pendidikan kesehatan kepada pasien meliputi pengajaran tentang petunjuk minum obat, efek samping, terapi yang dianjurkan, perawatan diri, dan pendidikan kesehatan saat pemulangan dari rumah sakit (Blais et al., 2006). Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi pasien sebab pasien dapat mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kualitas dalam perawatan diri pasien sehingga pada akhirnya tercapai kesehatan yang optimal dan kemandirian dalam perawatan diri (Potter&Perry, 2006).

Menurut Potter&Perry (2006), pendidikan kesehatan atau pengajaran perawat kepada klien merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal perawat dan klien yang secara bersama terlibat aktif dalam proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilan. Pengajaran sebagai upaya perawat dalam memenuhi perannya sebagai pendidik dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang terjalin dengan baik antara perawat dengan

pasien akan membuat pasien merasa aman dan nyaman (Hegner, 2003).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oeh Fleischhacker (2003), yang mengemukakan bahwa kualitas interaksi klien dan tenaga kesehatan menenttukan derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi tentang obat dari perawat bisa menjadi peneyabab ketidakpatuhan klien meminum obatnya. Hubungan yang baik antara klien dan tenaga kesehatan akan mempengaruhi kepatuhan klien dalam menjalani program pengobatan.

Berdasarkan analisa dan pendapat peneliti bahwa perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan klien schizofrenia dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit dan prosedur perawatan, restrukturisasi kognitif dan modifikiasi perilaku, hubungan baik antara klien,keluarga dan perawat melalui konseling serta memberi dukungan emosional. hubungan terapeutik yang dibangun dengan pasien merupakan suatu landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Perhatian perawat kepada pasien, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhan pasien adalah penting. Dengan terciptanya suatu hubungan yang baik merupakan prasyarat untuk masuk kedalam ikatan terapeutik dan memberikan informasi adalah hal yang penting dalam hubungan ini. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi.. Melengkapi informasi juga termasuk mendiskusikan perencanaan pengobatan baik kepada pasien dan keluarga dimana pasien dan keluarga dimana pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya. Dengan demikian Psikoeduksi yang diberikan oleh perawat akan dapat meningkatkan kepatuhan dan secara signifikan mengurangi angka kekambuhan. 2. Hubungan Peran Keluarga dengan

Tingkat Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan dari peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat dapat dilihat pada tabel 4.9 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran keluarga dan tingkat kepatuhan


(8)

minum obat dimana semakin tinggi peran keluarga maka nilai tingkat kepatuhan minum juga semakin tingi dengan signifikansi p = 0,002 (p<0,05). Bukti lain juga ditunjukkan pada tabel 4.11 dimana hasil analisis diperoleh nilai OR= 8,960, artinya peran keluarga yang aktif mempunyai peluang 8,9 kali dalam meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran keluarga yang tidak aktif .

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Ghana Syakira (2009)

Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien skizofrenia. Karena pada umumnya klien skizofrenia belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkannya, agar klien skizofrenia dapat minum obat dengan benar dan teratur.

Kekambuhan yang dialami pasien disebabkan ketidakpatuhan pasien menjalani pengobatan. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari keluarga, orang-orang terdekat dan juga lingkungan sekitar. Melalui pengawasan secara intensif kepada penderita skizofrenia, maka kepatuhannya untuk selalu mengkonsumsi obat bisa juga, sehingga pasien merasa memiliki tambahan kekuatan dari keluarga dan orang terdekatnya (Wulansih, 2008).

Simanjuntak (2008) menyebutkan bahwa dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan psikiatri atau terhadap pasien sendiri dapat mempengaruhi kepatuhan. Interaksi sosial yang penuh dengan stress dapat mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contohnya adalah situasi emosional yang tinggi dan keluarga atau pihak lain yang tidak mau memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Niven (2002), yang menyatakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Hasil penelitian ini didukung juga dengan studi-studi keluarga ( family studi-studies ) yang menunjukan bahwa pasien skizofrenia yang kembali ke lingkungan rumah dimana sering terjadi keadaan kritis, kekerasan atau emosi yang diekspresikan cenderung akan meningkatkan kekambuhan. Simanjuntak (2008) menyebutkan bahwa keluarga sebagai caregiver di rumah dituntut untuk mampu mengatasi masalah ini. Ketidakpatuhan meliputi perilaku tidak patuh, penyebab, dan akibatnya dukungan keluarga didapat dari keluarga dan masyarakat dalam bentuk dukungan instrumental, emosional, informasional, dan penilaian merawat anggota keluarga yang tidak patuh dirasakan sebagai suatu beban sehingga keluarga menggunakan mekanisme koping baik positif maupun negatif. Keluarga mengharapkan mendapatkan pelayanan yang mampu menumbuhkan atau meningkatkan kepatuhan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, penerimaan tanggung jawab dan perubahan sikap merupakan makna pengalaman keluarga dalam merawat pasien.

Dukungan keluarga dapat membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan keluarga juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Dukungan keluarga berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan. Selain itu, interaksi sosial dengan orang-orangyang menyediakan dukungan keluarga dapat memberikan pandangan yang lebih positif mengenai dirinya.

Dukungan keluarga merupakan hubungan interpersonal yang melindungi orang-orang terhadapkonsekuensi negatif dari stres. Dalam hal ini, apabilaterdapat pengurangan stres, maka dapat dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang semakin kuat.

Dukungan penghargaan dapat meningkatkan penerimaan diri pasien yang


(9)

seterusnya juga berimbas pada harga diri dan efikasi dirinya. Dukungan ini sangat berguna saat individu menilai bahwa tuntutan yang ada melebihi kemampuan yang dimiliki. Hal ini dapat dijelaskan karena efikasi diri sebagai salah satu keluaran dari dukungan penghargaan selanjutnya akan berpengaruh terhadap proses coping. Dimana keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan

penderita dan merupakan “perawat utama “

bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan penderita di rumah. (Yosep dan Sutini, 2014).

Dengan hadirnya keluarga untuk memberi dukungan kepada pasien maka akan berdampak pada menurunnya kecemasan yang dialaminya. Kecemasan adalah ekspresi respons emosi normal yang timbul karena kesadaran fungsi kognisi tentang situasi yang mengancam dan adanya ketidakpastian.

Peran keluarga dalam merawat pasien skizofrenia sangat dibutuhkan terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan klien dan memperhatikan kekohesifan dalam keluarga dengan cara belajar ketrampilan merawat klien, memenuhi kebutuhan istirahat dan kebutuhan disaat emergensi, serta memberi dukungan emosional. Keluarga juga berperan dalam hal dukungan finansial untuk perawatan pasien, serta mampu mengembangkan hubungan secara benar untuk membantu klien skizofrenia merubah sikap dan ketrampilan.

3. Hubungan Peran perawat pendidik dan Peran Keluarga dengan Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan peran perawat pendidik dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obatdapat dilihat pada tabel 4.12 yang menunjukkan hasil uji statistik secara bersama-sama antara peran perawat dan peran keluarga terhadap tingkat kepatuhan minum obat, didapatkan nilai OR peran perawat = 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepauhan minum obat. Dengan demikian, semakin tinggi peran perawat dan peran keluarga, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan minum obat, sebaliknya semakin rendah peran perawat

edukator dan peran keluarga, maka semakin rendah tingkat kepatuhan minum obat.

Peran educator perawat dalam meningkatkan kepatuhan pasien dapat dipengaruhi oleh persepsi tentang kerentangan, keyakinan terhadap upaya pengontrolan, dan pencegahan penyakit;kualitas instruksi kesehatan, dan motivasi individu (Carpenito, 2009). Faktor pertama yaitu persepsi pasien tentang masalah kesehatan dapat mempengaruhi penerimaan informasi atau pendidikan kesehatan. Pasien yang kurang memahami tentang kesehatan pada dirinya akan menghiraukan saran dari perawat untuk melaksanakan kontrol dengan patuh.

Faktor kedua yaitu kualitas instruksi, dimana ketidakpatuhan terjadi ketika kondisi individu atau kelompok berkeinginan untuk patuh, akan tetapi ada sejumlah faktor yang menghambat kepatuhan terhadap saran atau pendidikan tentang kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Kualitas instruksi kesehatan berkaitan dengan adanya komunikasi. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampaian pesan atau media (Simamora, 2009). Perawat harus tahu cara menggunakan pendekatan yang singkat, efisien, dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staf dengan memakai metode dan peralatan instruksional saat konseling.

Faktor ketiga yaitu motivasi yang dimiliki oleh individu. Keberhasilan seorang peserta didik dalam belajar tidak terlepas dari peran aktif pengajar yang mampu memberi motivasi atau dorongan untuk mencapai suatu tujuan (Simamora, 2009). Motivasi yang rendah untuk menerima pendidikan kesehatan dalam untuk patuh minum obat demi kesembuhannya dapat mempengaruhi seseorang untuk memahami tentang kesehatannya dan dapat berdampak terjadinya rehospitalisasi pada pasien. Dengan demikian diharapkan perawat dapat memberikan motivasi, dorongan kepada klien dan keluarga tentang manfaat ,inum obat sehingga diharapkan klien akan patuh dalam menjalankan program pengobatannya.

Peran keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya meningkatkan kepatuhan klien skizofrenia dalam minum obat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Clement dan Buchanan (1982)


(10)

dikuti oleh ( Keliat, 1996) menyatakan bahwa pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi yaitu : keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya, keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Yosep I dan Sutini T, 2014) . Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota. Sehingga keluarga merupakan orang pertama yang mampu dan bisa mendorong serta mengontrol pasien agar patuh terhadap program pengobatan yang diajalaninya saat ini.

Keluarga harus merawat anggota keluarganya yang sakit dengan cara memberikan terapi secara holistik seperti kebutuhan fisiknya (makanan, istirahat, latihan fisik, medikasi dalam bentuk kontrol minum obat dan kunjungan ke pelayanan kesehatan atau puskesmas), mental-emosionalnya dan bimbingan sosial (cara bergaul, latihan keterampilan sosial), serta lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung.

Keluarga tidak lain adalah suatu persekutuan hidup yang diikat oleh perkawinan, hubungan darah atau adopsi. Didalamnya terdapat ayah, ibu dan beberapa anak (keluarga inti) serta kakek-nenek atau yang lain (keluarga diperbesar). Pada makna ini, maka keluarga potensi awal yang terus memberikan stimulus terhadap tumbuh kembang individu dan berupaya untuk menselaraskan dengan kebutuhan lingkungan sekitar. Dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi yang dihadapi dan merubah pemahaman dan penilaian dari sebuah situasi. Dukungan emosional menghasilkan antara lain, mengurangi kecemasan pasien, membuat pasien merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai stressor karena akan menjalani operasi. Dukungan emosional akanmembantu individu mengatur emosi dan impuls-impuls dalam dirinya yang menjadi salah satu aspek dalam resiliensi.

Kenyamanan dan ketenteraman yang ditimbulkan dari dukungan emosional akan membantu individu untuk mengatasi berbagai reaksi emosional yang sedang dialami klien skizofrenia.

Peran dan fungsi keluarga, ketika bersentuhan pada proses penanganan gejala-gejala kejiwaan atau sakit jiwa yang dihadapi oleh salah satu anggota keluarganya. Pada tahap ini substansinya keluarga tidak hanya berfungsi sebagai affection, security and acceptance,identity and satisfaction, affiliation and companionship, socialization dan controls, akan tetapi merupakan medan yang memberikan dan berkontribusi terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota keluarga yang lain terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang dihadapi. Kondisi terpenting adalah bagaimana keluarga mampu menjaga dan mempertahankan kesembuhan penderita sakit jiwa, sepulang ke rumah setelah dinyatakan sehat kembali oleh tenaga ahli psikiater, psikolog, neurolog, dokter dan terapis yang menanganinya. Jadi tidak hanya berperan dalam memenuhi kelengkapan-kelengkapan administratif dan finansial pada proses rehabilitasi gangguan kejiwaan yang dihadapi penderita, melainkan lebih mengarah padafungsi rekonstruktif ulang pada nilai-nilai sebelumnya yang perlu dihindari. Sehingga peran keluarga untuk mengontrol kepatatuhan klien minum obat adalah sangat penting untuk peningkatan penyembuahan dan mengurangi resiko kekambuhan klien skizofrenia.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Ada hubungan positif yang signifikan antara peran perawat edukator dengan kepatuhan penderita skizofrenia minum obat dengan hasil uji Qhi Squere nilai signifikansi p = 0,028.

Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita skizofrenia minum obat dengan hasil uji Qhi Square nilai signifikansi p = 0,002.

Kekuatan hubungan peran perawat pendidik terhadap kepatuhan minum obat sebesar nilai OR= 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang


(11)

berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepatuhan minum obat. Saran

Tenaga perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan keluarga sehingga dapat membantu keluarga dalam merawat klien di rumah.

Melakukan home visit atau kunjungan rumah sehingga dapat mengetahui keadaan sesungguhnya dari perawatan yang dilakukan keluarga pada klien skizofrenia sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam perawatan selanjutnya secara optimal.

Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai peran keluarga dalam merawat klien skizofrenia dirumah tentang pentingnay minum obat sehingga kekambuhan klien dapat keluarga atasi dengan baik.

Bagi tempat pelayanan kesehatan (RS) agar lebih meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepada penderita skizofrenia, memberikan media informasi tentang manfaat minum obat teratur serta mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, salah satunya adalah keluarga klien.

DAFTAR PUSTAKA

Baltable,SB (2002) Perawat sebagai Pendidik. Jakarta:EGC

Blais, Kathlee dkk (2007) Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika

Carpenito,LJ (2009) Diagnosa keperawatan Aplikasi pada praktek Klinik, Jakarta: EGC.

Hawari,D (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta :Gaya Baru.,M(20

Fleischhacker, W, Oehl,M.A& Hummer,M (2003) Factors Influencing Comlpiance in Schizohprenia Patients, J Clin Psychiatry,64 Hegner,B (2003) Nursing Assistent: a

nursing

process approach, 6/e, Jakarta: EGC

Keliat, B A (1996) Peran Serta Keluarga

Dalam kerawatan Klien gangguan Jiwa Jakarta: EGC

Mubarak I. W.(2005). Pengantar Keperawatan

Komunitas.Jakarta :CV. Sagung Seto.

Mubarak I W, Santosa, Rasikin dll (2006). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas2 Teori dan Aplikasi dalam praktek dengan penderita asuhan keperawatan Komunitas, Gerontik dan Keluarga. Jogjakarta: Sagung Seto

Muhith dan Nasir (2010) Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori, Jakarta Saalemba Medika Niven (2008). Psikologi Kesehatan:

Pengantar untuk perawat dan Profesional. Jakarta, EGC

Pd.Persi (2008). http// www.persi.com

Perry & Patter (2005). Fundamental Keperawatan(buku I edisi 7). Jakarta: Salemba Medika

Simamora, R (2009) Pendidikan dalam Keperawatan, Jakarta: EGC

Sudiharto (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC

Sullinger (2004) Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC

Syakira, Ghana (2009) Konsep Kepatuhan. http//www.Syakira_blog.blog_spot.c om/konsepKepatuhan html.

Sutini dan Yosef (2014) Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Bandung PT Rafika Aditama

Videbeck,S. L.(2008).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :EGC. Wulansih, D (2008) Pengantar Ilmu

Kejiwaan, Jakarta : EGC.

Yosep I (2007) Keperawatan Jiwa. Bandung: Rafika Aditama.


(1)

didapatkan bahwa nilai p=0,002, dimana p< 0,05 yang mempunyai makna bahwa Ho ditolak artinya terdapat hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan kepatuhan minum obat.

2. Analisa Multivariat Analisa Regresi Logistik

Untuk mengetahui hubungan antara peran perawat edukator dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat di Poli Jiwa RSUD dr Soeroto Ngawi yang diperoleh dari hasil angket. Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran hipotesis yang telah ditentukan yaitu adanya hubungan antara peran perawat pendidik dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat. Analisa multivariat yang digunkan dalam penelitian ini adalah regresi logistik karena variabelnya kategorik dikotom.

Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Perawat Pendidik Dengan Kepatuhan Minum Obat

Tingkat kepatuhan minum obat OR

95% CI P value Tidak

patuh Patuh

n % N %

Peran perawat pendidik

Tidak baik

16 66,7 8 33,3 4,400 (1,134-17,069)

0,028 Baik 5 31,2 11 68,8

Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,028 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kepatuhan minum obat antara peran perawat yang baik dan tidak baik (ada hubungan yang signifian antara peran perawat pendidik dengan kepatuhan minum obat). Dari hasil analisis diperoleh pila nilai OR= 4,400, artinya peran perawat yang baik mempunyai peluang 4,4 kali meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran perawat pendidik yang tidak baik.

Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

Tingkat kepatuhan minum obat OR

95% CI P value Tidak

patuh Patuh

n % N %

Peran keluarga

Tidak aktif

16 76,2 5 23,8 8,960 (2,140-37,522)

0,002 Aktif 5 26,3 14 73,7

Total 21 52,5 19 47,5

Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,002 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kepatuhan minum obat antara peran keluarga yang baik dan tidak baik (ada hubungan yang signifian antara peran perawat keluarga dengan kepatuhan minum obat). Dari hasil analisis diperoleh pila nilai OR= 8,960, artinya peran keluarga yang aktif mempunyai peluang 8,9 kali dalam meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran keluarga yang tidak aktif .

Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Logistik Peran Perawat Pendidik dan Peran Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat.

P

value OR

95% CI lower upper Peran perawat

Peran keluarga 0.322 0.014

2.198 6.703

0.463 1.461

10.439 30.758 Tabel diatas menunjukkan hasil uji statistik regresi logistik secara bersama-sama antara peran perawat dan peran keluarga terhadap tingkat kepatuhan minum obat, didapatkan nilai OR peran perawat = 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepauhan minum obat.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Peran perawat pendidik dengan Tingkat Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan dari peran perawat pendidik dengan tingkat kepatuhan minum obatdapat dilihat pada tabel 4.8 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran perawat pendidik dan tingkat kepatuhan minum obat dimana semakin tinggi peran perawat pendidik maka tingkat kepatuhan minum obat semakin tinggi yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,028 (p<0,05). Bukti lain juga ditunjukkan pada tabel 4.10 dimana hasil analisa regresi logistik menunjukkan bahwa Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR= 4,400, artinya peran perawat yang baik mempunyai peluang 4,4 kali meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran perawat pendidik yang tidak baik.


(2)

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fisher 1992 dalam Bastable, 2002 yang berpendapat bahwa perspektif perawat terhadap pengukuran kepatuhan yang dilakukan pada program pengobatan lebih efektif dengan model komunikasi untuk pendidikan yang diberikan kepada pasien. Komunikasi antara perawat dan pasien/keluarga dalam pendidikan kesehatan sangat penting dalam perencanaan pemulangan yang akan memudahkan pasien dalam menerima atau memahami instruksi yang diberikan untuk pasien ketika berada di rumah yang dapat secara mandiri menjaga atau meningkatkan kesehatannya. Komunikasi yang efektif juga akan meningkatkan kapatuhan pasien untuk kontrol. Kontrol dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan pasien karena pasien tidak dapat malaksanakan secara madiri tanpa bantuan petugas kesehatan.

Dampak yang terjadi ketika Pasien/keluarga yang belum mampu untuk melakukan perawatan secara mandiri akan menyebabkan angka kekambuhan pasien karena pasien tidak mampu untuk menjaga atau meningkatkan kesehatannya dan pengetahuan tentang kontrol yang diberikan pada pasien yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi pasien, sehingga angka kekambuhan pasien dapat dicegah .

Pendidikan kesehatan kepada pasien meliputi pengajaran tentang petunjuk minum obat, efek samping, terapi yang dianjurkan, perawatan diri, dan pendidikan kesehatan saat pemulangan dari rumah sakit (Blais et al., 2006). Pendidikan kesehatan sangat bermanfaat bagi pasien sebab pasien dapat mengurangi biaya perawatan, meningkatkan kualitas dalam perawatan diri pasien sehingga pada akhirnya tercapai kesehatan yang optimal dan kemandirian dalam perawatan diri (Potter&Perry, 2006).

Menurut Potter&Perry (2006), pendidikan kesehatan atau pengajaran perawat kepada klien merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal perawat dan klien yang secara bersama terlibat aktif dalam proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilan. Pengajaran sebagai upaya perawat dalam memenuhi perannya sebagai pendidik dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang terjalin dengan baik antara perawat dengan

pasien akan membuat pasien merasa aman dan nyaman (Hegner, 2003).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oeh Fleischhacker (2003), yang mengemukakan bahwa kualitas interaksi klien dan tenaga kesehatan menenttukan derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi tentang obat dari perawat bisa menjadi peneyabab ketidakpatuhan klien meminum obatnya. Hubungan yang baik antara klien dan tenaga kesehatan akan mempengaruhi kepatuhan klien dalam menjalani program pengobatan.

Berdasarkan analisa dan pendapat peneliti bahwa perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan klien schizofrenia dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit dan prosedur perawatan, restrukturisasi kognitif dan modifikiasi perilaku, hubungan baik antara klien,keluarga dan perawat melalui konseling serta memberi dukungan emosional. hubungan terapeutik yang dibangun dengan pasien merupakan suatu landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Perhatian perawat kepada pasien, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhan pasien adalah penting. Dengan terciptanya suatu hubungan yang baik merupakan prasyarat untuk masuk kedalam ikatan terapeutik dan memberikan informasi adalah hal yang penting dalam hubungan ini. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik dalam jadwal konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi.. Melengkapi informasi juga termasuk mendiskusikan perencanaan pengobatan baik kepada pasien dan keluarga dimana pasien dan keluarga dimana pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya. Dengan demikian Psikoeduksi yang diberikan oleh perawat akan dapat meningkatkan kepatuhan dan secara signifikan mengurangi angka kekambuhan.

2. Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan dari peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat dapat dilihat pada tabel 4.9 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran keluarga dan tingkat kepatuhan


(3)

minum obat dimana semakin tinggi peran keluarga maka nilai tingkat kepatuhan minum juga semakin tingi dengan signifikansi p = 0,002 (p<0,05). Bukti lain juga ditunjukkan pada tabel 4.11 dimana hasil analisis diperoleh nilai OR= 8,960, artinya peran keluarga yang aktif mempunyai peluang 8,9 kali dalam meningkatkan kepatuhan minum obat dibandingkan dengan peran keluarga yang tidak aktif .

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Ghana Syakira (2009)

Peran keluarga sangat penting terhadap pengobatan pasien skizofrenia. Karena pada umumnya klien skizofrenia belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkannya, agar klien skizofrenia dapat minum obat dengan benar dan teratur.

Kekambuhan yang dialami pasien disebabkan ketidakpatuhan pasien menjalani pengobatan. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari keluarga, orang-orang terdekat dan juga lingkungan sekitar. Melalui pengawasan secara intensif kepada penderita skizofrenia, maka kepatuhannya untuk selalu mengkonsumsi obat bisa juga, sehingga pasien merasa memiliki tambahan kekuatan dari keluarga dan orang terdekatnya (Wulansih, 2008).

Simanjuntak (2008) menyebutkan bahwa dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan psikiatri atau terhadap pasien sendiri dapat mempengaruhi kepatuhan. Interaksi sosial yang penuh dengan stress dapat mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contohnya adalah situasi emosional yang tinggi dan keluarga atau pihak lain yang tidak mau memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Niven (2002), yang menyatakan bahwa keluarga dapat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Hasil penelitian ini didukung juga dengan studi-studi keluarga ( family studi-studies ) yang menunjukan bahwa pasien skizofrenia yang kembali ke lingkungan rumah dimana sering terjadi keadaan kritis, kekerasan atau emosi yang diekspresikan cenderung akan meningkatkan kekambuhan. Simanjuntak (2008) menyebutkan bahwa keluarga sebagai caregiver di rumah dituntut untuk mampu mengatasi masalah ini. Ketidakpatuhan meliputi perilaku tidak patuh, penyebab, dan akibatnya dukungan keluarga didapat dari keluarga dan masyarakat dalam bentuk dukungan instrumental, emosional, informasional, dan penilaian merawat anggota keluarga yang tidak patuh dirasakan sebagai suatu beban sehingga keluarga menggunakan mekanisme koping baik positif maupun negatif. Keluarga mengharapkan mendapatkan pelayanan yang mampu menumbuhkan atau meningkatkan kepatuhan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, penerimaan tanggung jawab dan perubahan sikap merupakan makna pengalaman keluarga dalam merawat pasien.

Dukungan keluarga dapat membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan keluarga juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Dukungan keluarga berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan. Selain itu, interaksi sosial dengan orang-orangyang menyediakan dukungan keluarga dapat memberikan pandangan yang lebih positif mengenai dirinya.

Dukungan keluarga merupakan hubungan interpersonal yang melindungi orang-orang terhadapkonsekuensi negatif dari stres. Dalam hal ini, apabilaterdapat pengurangan stres, maka dapat dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang semakin kuat.

Dukungan penghargaan dapat meningkatkan penerimaan diri pasien yang


(4)

seterusnya juga berimbas pada harga diri dan efikasi dirinya. Dukungan ini sangat berguna saat individu menilai bahwa tuntutan yang ada melebihi kemampuan yang dimiliki. Hal ini dapat dijelaskan karena efikasi diri sebagai salah satu keluaran dari dukungan penghargaan selanjutnya akan berpengaruh terhadap proses coping. Dimana keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan

penderita dan merupakan “perawat utama “

bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan penderita di rumah. (Yosep dan Sutini, 2014).

Dengan hadirnya keluarga untuk memberi dukungan kepada pasien maka akan berdampak pada menurunnya kecemasan yang dialaminya. Kecemasan adalah ekspresi respons emosi normal yang timbul karena kesadaran fungsi kognisi tentang situasi yang mengancam dan adanya ketidakpastian.

Peran keluarga dalam merawat pasien skizofrenia sangat dibutuhkan terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan klien dan memperhatikan kekohesifan dalam keluarga dengan cara belajar ketrampilan merawat klien, memenuhi kebutuhan istirahat dan kebutuhan disaat emergensi, serta memberi dukungan emosional. Keluarga juga berperan dalam hal dukungan finansial untuk perawatan pasien, serta mampu mengembangkan hubungan secara benar untuk membantu klien skizofrenia merubah sikap dan ketrampilan.

3. Hubungan Peran perawat pendidik dan Peran Keluarga dengan Tingkat kepatuhan minum obat

Hubungan peran perawat pendidik dan peran keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obatdapat dilihat pada tabel 4.12 yang menunjukkan hasil uji statistik secara bersama-sama antara peran perawat dan peran keluarga terhadap tingkat kepatuhan minum obat, didapatkan nilai OR peran perawat = 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepauhan minum obat. Dengan demikian, semakin tinggi peran perawat dan peran keluarga, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan minum obat, sebaliknya semakin rendah peran perawat

edukator dan peran keluarga, maka semakin rendah tingkat kepatuhan minum obat.

Peran educator perawat dalam meningkatkan kepatuhan pasien dapat dipengaruhi oleh persepsi tentang kerentangan, keyakinan terhadap upaya pengontrolan, dan pencegahan penyakit;kualitas instruksi kesehatan, dan motivasi individu (Carpenito, 2009). Faktor pertama yaitu persepsi pasien tentang masalah kesehatan dapat mempengaruhi penerimaan informasi atau pendidikan kesehatan. Pasien yang kurang memahami tentang kesehatan pada dirinya akan menghiraukan saran dari perawat untuk melaksanakan kontrol dengan patuh.

Faktor kedua yaitu kualitas instruksi, dimana ketidakpatuhan terjadi ketika kondisi individu atau kelompok berkeinginan untuk patuh, akan tetapi ada sejumlah faktor yang menghambat kepatuhan terhadap saran atau pendidikan tentang kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Kualitas instruksi kesehatan berkaitan dengan adanya komunikasi. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampaian pesan atau media (Simamora, 2009). Perawat harus tahu cara menggunakan pendekatan yang singkat, efisien, dan tepat guna untuk pendidikan pasien dan staf dengan memakai metode dan peralatan instruksional saat konseling.

Faktor ketiga yaitu motivasi yang dimiliki oleh individu. Keberhasilan seorang peserta didik dalam belajar tidak terlepas dari peran aktif pengajar yang mampu memberi motivasi atau dorongan untuk mencapai suatu tujuan (Simamora, 2009). Motivasi yang rendah untuk menerima pendidikan kesehatan dalam untuk patuh minum obat demi kesembuhannya dapat mempengaruhi seseorang untuk memahami tentang kesehatannya dan dapat berdampak terjadinya rehospitalisasi pada pasien. Dengan demikian diharapkan perawat dapat memberikan motivasi, dorongan kepada klien dan keluarga tentang manfaat ,inum obat sehingga diharapkan klien akan patuh dalam menjalankan program pengobatannya.

Peran keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya meningkatkan kepatuhan klien skizofrenia dalam minum obat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Clement dan Buchanan (1982)


(5)

dikuti oleh ( Keliat, 1996) menyatakan bahwa pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi yaitu : keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya, keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Yosep I dan Sutini T, 2014) . Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota. Sehingga keluarga merupakan orang pertama yang mampu dan bisa mendorong serta mengontrol pasien agar patuh terhadap program pengobatan yang diajalaninya saat ini.

Keluarga harus merawat anggota keluarganya yang sakit dengan cara memberikan terapi secara holistik seperti kebutuhan fisiknya (makanan, istirahat, latihan fisik, medikasi dalam bentuk kontrol minum obat dan kunjungan ke pelayanan kesehatan atau puskesmas), mental-emosionalnya dan bimbingan sosial (cara bergaul, latihan keterampilan sosial), serta lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung.

Keluarga tidak lain adalah suatu persekutuan hidup yang diikat oleh perkawinan, hubungan darah atau adopsi. Didalamnya terdapat ayah, ibu dan beberapa anak (keluarga inti) serta kakek-nenek atau yang lain (keluarga diperbesar). Pada makna ini, maka keluarga potensi awal yang terus memberikan stimulus terhadap tumbuh kembang individu dan berupaya untuk menselaraskan dengan kebutuhan lingkungan sekitar. Dukungan informasi dapat membantu individu untuk merubah situasi yang dihadapi dan merubah pemahaman dan penilaian dari sebuah situasi. Dukungan emosional menghasilkan antara lain, mengurangi kecemasan pasien, membuat pasien merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai stressor karena akan menjalani operasi. Dukungan emosional akanmembantu individu mengatur emosi dan impuls-impuls dalam dirinya yang menjadi salah satu aspek dalam resiliensi.

Kenyamanan dan ketenteraman yang ditimbulkan dari dukungan emosional akan membantu individu untuk mengatasi berbagai reaksi emosional yang sedang dialami klien skizofrenia.

Peran dan fungsi keluarga, ketika bersentuhan pada proses penanganan gejala-gejala kejiwaan atau sakit jiwa yang dihadapi oleh salah satu anggota keluarganya. Pada tahap ini substansinya keluarga tidak hanya berfungsi sebagai affection, security and acceptance,identity and satisfaction, affiliation and companionship, socialization dan controls, akan tetapi merupakan medan yang memberikan dan berkontribusi terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota keluarga yang lain terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang dihadapi. Kondisi terpenting adalah bagaimana keluarga mampu menjaga dan mempertahankan kesembuhan penderita sakit jiwa, sepulang ke rumah setelah dinyatakan sehat kembali oleh tenaga ahli psikiater, psikolog, neurolog, dokter dan terapis yang menanganinya. Jadi tidak hanya berperan dalam memenuhi kelengkapan-kelengkapan administratif dan finansial pada proses rehabilitasi gangguan kejiwaan yang dihadapi penderita, melainkan lebih mengarah padafungsi rekonstruktif ulang pada nilai-nilai sebelumnya yang perlu dihindari. Sehingga peran keluarga untuk mengontrol kepatatuhan klien minum obat adalah sangat penting untuk peningkatan penyembuahan dan mengurangi resiko kekambuhan klien skizofrenia.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Ada hubungan positif yang signifikan antara peran perawat edukator dengan kepatuhan penderita skizofrenia minum obat dengan hasil uji Qhi Squere nilai signifikansi p = 0,028.

Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita skizofrenia minum obat dengan hasil uji Qhi Square nilai signifikansi p = 0,002.

Kekuatan hubungan peran perawat pendidik terhadap kepatuhan minum obat sebesar nilai OR= 2,198, dan peran keluarga mempunyai nilai OR sebesar 6,703 yang


(6)

berarti bahwa peran keluarga lebih berpengaruh dibandingkan peran perawat dalam meningkatkan kepatuhan minum obat. Saran

Tenaga perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan keluarga sehingga dapat membantu keluarga dalam merawat klien di rumah.

Melakukan home visit atau kunjungan rumah sehingga dapat mengetahui keadaan sesungguhnya dari perawatan yang dilakukan keluarga pada klien skizofrenia sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam perawatan selanjutnya secara optimal.

Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga mengenai peran keluarga dalam merawat klien skizofrenia dirumah tentang pentingnay minum obat sehingga kekambuhan klien dapat keluarga atasi dengan baik.

Bagi tempat pelayanan kesehatan (RS) agar lebih meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepada penderita skizofrenia, memberikan media informasi tentang manfaat minum obat teratur serta mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, salah satunya adalah keluarga klien.

DAFTAR PUSTAKA

Baltable,SB (2002) Perawat sebagai Pendidik. Jakarta:EGC

Blais, Kathlee dkk (2007) Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika

Carpenito,LJ (2009) Diagnosa keperawatan Aplikasi pada praktek Klinik, Jakarta: EGC.

Hawari,D (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta :Gaya Baru.,M(20

Fleischhacker, W, Oehl,M.A& Hummer,M (2003) Factors Influencing Comlpiance in Schizohprenia Patients, J Clin Psychiatry,64 Hegner,B (2003) Nursing Assistent: a

nursing

process approach, 6/e, Jakarta: EGC

Keliat, B A (1996) Peran Serta Keluarga

Dalam kerawatan Klien gangguan Jiwa Jakarta: EGC

Mubarak I. W.(2005). Pengantar Keperawatan

Komunitas.Jakarta :CV. Sagung Seto.

Mubarak I W, Santosa, Rasikin dll (2006). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas2 Teori dan Aplikasi dalam praktek dengan penderita asuhan keperawatan Komunitas, Gerontik dan Keluarga. Jogjakarta: Sagung Seto

Muhith dan Nasir (2010) Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Teori, Jakarta Saalemba Medika Niven (2008). Psikologi Kesehatan:

Pengantar untuk perawat dan Profesional. Jakarta, EGC

Pd.Persi (2008). http// www.persi.com

Perry & Patter (2005). Fundamental Keperawatan(buku I edisi 7). Jakarta: Salemba Medika

Simamora, R (2009) Pendidikan dalam Keperawatan, Jakarta: EGC

Sudiharto (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC

Sullinger (2004) Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC

Syakira, Ghana (2009) Konsep Kepatuhan. http//www.Syakira_blog.blog_spot.c om/konsepKepatuhan html.

Sutini dan Yosef (2014) Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Bandung PT Rafika Aditama

Videbeck,S. L.(2008).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :EGC. Wulansih, D (2008) Pengantar Ilmu

Kejiwaan, Jakarta : EGC.

Yosep I (2007) Keperawatan Jiwa. Bandung: Rafika Aditama.