POLA PEMANFAATAN RUANG PADA PERUMAHAN MASSAL VERTIKAL SEBAGAI REFLEKSI GAYA HIDUP PENGHUNINYA.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK iv
PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xix
DAFTAR LAMPIRAN xx
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.1.1. Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan 1
1.1.2. Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan
Lahan/Ruang Kota 3
1.1.3. Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab
Tantangan Kota 7
1.1.4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur,
Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 18
1.2. Rumusan Masalah 19
1.3. Tujuan, Signifikansi, dan Manfaat Penelitian 19
1.3.1. Tujuan Penelitian 19
1.3.2. Signifikansi dan Manfaat Penelitian 20
1.4. Asumsi 22
1.5. Hipotesis 23
1.6. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Pendekatannya 24
1.6.1. Metode Penelitian 24
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data 24
1.6.3. Pengembangan Instrumen 24
1.6.4. Teknik Analisis 25
1.6.5. Variabel Penelitian 25
1.7. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 26
1.7.1. Lokasi Penelitian 26
(2)
viii
BAB II
REFLEKSI GAYA HIDUP DAN POLA PEMANFAATAN RUANG
PADA PERUMAHAN MASSAL VERTIKAL 28
2.1. Gaya Hidup (Lifestyle) 29
2.1.1. Pengertian Gaya Hidup (GH) 31
2.1.2. Gaya Hidup dalam Konteks Urban dan Perumahan 36
2.1.3. Perkembangan Penelitian tentang Gaya Hidup 38
2.1.4. Faktor Penentu Gaya Hidup 42
2.1.5. Media Refleksi Gaya Hidup 48
2.1.6. Variabel Gaya Hidup 52
2.2. Perumahan Massal Vertikal (PMV) 53
2.2.1. Pengertian Perumahan Massal Vertikal 53
2.2.2. Perkembangan Paradigma tentang PMV di Indonesia 57
2.2.3. Perkembangan Penelitian tentang PMV di Indonesia 76 2.2.4. PMV sebagai Salah Satu Media Rekleksi Gaya Hidup 86
2.2.5. Profil PMV sebagai Salah Satu Representasi Preferensi
Penghuni 90
2.2.6. Variabel Profil Perumahan Massal Vertikal 94
2.3. Pemanfaatan Ruang 95
2.3.1. Pengertian Pemanfaatan Ruang 95
2.3.2. Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal Vertikal di
Indonesia. 97 2.3.3. Pemanfaatan Ruang pada Skala Kota, Lingkungan,
dan Skala Ruangan 102
2.3.4. Pemanfaatan Ruang sebagai Salah Satu Indikator Refleksi
Gaya Hidup Penghuni PMV 109
2.3.5. Variabel Pemanfaatan Ruang 111
2.4. Posisi Gaya Hidup, PMV, dan Pola Pemanfaatan Ruang pada
Tataran Teori IPS dan P-IPS 113
2.4.1. Desain Arsitektur Hunian Vertikal sebagai Simbol
Pergeseran Nilai 113
2.4.2. Hunian Vertikal sebagai Wadah/Ajang Pendidikan
Berkehidupan Multikultural 120
2.4.3. Hunian Vertikal sebagai Wadah/Ajang Pendidikan
Kecerdasan Spatial 121
2.5. Penelitian Gaya Hidup dan Pemanfaatan Ruang Memperkaya
Materi Studi Sosial 123
(3)
ix
BAB III
METODE PENELITIAN 131
3.1. Kerangka Konseptual 131
3.2. Variabel Penelitian 133
3.2.1 Variabel Independen X: Gaya Hidup Penghuni
Pemilik/Penyewa - P3. 133
3.2.2 Variabel Dependen Y: Pola Pemanfaatan Ruang 136
3.3. Definisi Operasional dan Ukuran Variabel Independen (X) Gaya
Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa (P3) 137
3.4. Definisi Operasional Variabel Dependen (Y) Pola Pemanfaatan
Ruang 146
3.5. Jenis Data, Ukuran, dan Coding Unit Analisis 148
3.6. Populasi dan Sampel Penelitian 154
3.6.1. Populasi dan Sampel Penelitian yang Berkaitan dengan
Variabel Gaya Hidup di PMV 154
3.6.2. Populasi dan Sampel Penelitian yang Berkaitan dengan
Variabel Pemanfaatan Ruang di PMV 155
3.7. Instrumen Penelitian 160
3.8. Metode Analisis 162
3.8.1. Teknik Analisis 162
3.8.2. Langkah-langkah Analisis 166
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA 167
4.1 Profil Perumahan Massal Vertikal 167
4.1.1 Lingkup Kota 167
4.1.2 Lingkup Tapak 172
4.1.3 Lingkup Bangunan 183
4.1.4 Lingkup Unit Hunian 191
4.2 Profil Penghuni Pemilik/Penyewa (P3) PMV 209
4.2.1 Atribut P3 (Data Demografis) 210
4.2.2 Properti 224
(4)
x
4.2.4 Tingkat Konsumsi P3 259
4.2.5 Fasilitas yang Ada di Sekitar PMV 264
4.2.6 Persepsi Ruang 270
4.2.7 Persepsi Responden Berkaitan dengan Energi 289
4.3 Profil Pola Pemanfaatan Ruang 294
4.3.1 PPR pada Ruang Privat/Individu 294
4.3.2 PPR pada Ruang Komunal/Publik 296
4.3.3 Pemisahan Ruang Privat dan Publik di dalam Unit Hunian 297 4.3.4 Persentase Proporsi Ruang Tertutup Perabot di dalam Unit
Hunian 298 4.3.5 Presentase Proporsi Ruang Sirkulasi di Unit Hunian 302
4.3.6 Efisiensi Pemanfaatan Ruang 305
4.4 Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni PMV dengan Pola
Pemanfaatan Ruang 307
4.4.1 Korelasi antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan Ruang
Publik dan Privat 315
4.4.2 Hubungan antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan
Ruang (PPR) pada Ruang Privat 316
4.4.3 Hubungan antara Profil P3 dengan Pola Pemanfaatan
Ruang (PPR) pada Ruang Publik 321
4.4.4 Hubungan antara Profil PMV dengan Pola Pemanfaatan
Ruang (PPR) pada Ruang Privat 324
4.4.5 Hubungan antara Profil PMV dengan Pola Pemanfaatan
Ruang (PPR) pada Ruang Publik 326
4.4.6 Hubungan antara Profil P3 dengan Profil PMV 328
4.4.7 Hubungan antara Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang
Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang Privat 332
4.4.8 Hubungan antar Variabel dalam Kelompok 333
BAB V
KESIMPULAN 337
5.1 Temuan Makna dan Temuan Masalah 341
5.1.1 Temuan Makna: Refleksi Gaya Hidup Penghuni pada Pola
Pemanfaatan Ruang di PMV 341
5.1.2 Temuan Masalah (1 dan 2): Korelasi antara Profil P3
dengan Pola Pemanfaatan Ruang Publik dan Privat 342 5.1.3 Temuan Masalah (3 dan 4): Korelasi antara Profil PMV
dengan Pola Pemanfaatan Ruang Publik dan Privat 345 5.1.4 Temuan Masalah (5): Korelasi antara Profil P3 dengan
Profil PMV 346
(5)
xi
Ruang Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang Privat 5.1.6 Temuan Masalah (7): Korelasi antar Variabel dalam
Kelompok 348
5.2 Implikasi dari Temuan Penelitian 350
5.3 Saran 355
5.4 Rekomendasi 359
5.4.1 Refleksi Gaya Hidup pada Pola Pemanfaatan Ruang
sebagai Bahan Pembelajaran Bagi Masyarakat Urban 359 5.4.2 Refleksi Gaya Hidup pada Pola Pemanfaatan Ruang
sebagai Penelitian Multidisiplin untuk Objek Multikultural 364
5.5 Penutup 365
DAFTAR PUSTAKA 367
RIWAYAT HIDUP PENULIS 376
LAMPIRAN
(6)
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Tabel Hal
1. 1 Populasi dan Sampel PMV 27
2.1 Penelitian tentang Gaya Hidup 39
2.2 Jenis Perumahan Vertikal dan Jenis Perumahan Massal Vertikal 56
2.3 Penelitian tentang PMV di Indonesia 77
2.4 Penelitian tentang Pemanfaatan Ruang 99
3.1 Matriks Sub-Variabel Gaya Hidup Penghuni dengan Pola
Pemanfaatan Ruang 134
3.2 Operasionalisasi Variabel 149
3.3 Daftar Alamat PMV di Kota Bandung yang Telah Dihuni 154 3.4 Daftar Alamat PMV di Kota Bandung yang Masih dalam Tahap
Perencanaan/Pembangunan 155 3.5 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta tahapan
penyediaannya 157 3.6 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta
Pengelolanya 157 3.7 Daftar PMV di Kota Bandung dan Sekitarnya, serta Status
Kepemilikannya 158 3.8 Perhitungan Unit Hunian yang Diambil sebagai Objek Studi 159
3.9 Teknik Analisis 164
3.10 Hipotesis dan Teknik Analisis 165
4.1. Alamat dan Jarak PMV ke CBD 169
4.2. Frekuensi Jarak Tempat Tinggal Penghuni PMV yang Menjadi
Sampel Penelitian ke CBD 169
4.3. Fasilitas Lingkungan (1) 171
4.4. Fasilitas Lingkungan (2) 172
4.5. Fasilitas Lingkungan (3) 173
4.6. Tipe Pencapaian ke PMV (1) 174
4.7. Frekuensi Tipe Pencapaian ke PMV (2) 174
4.8. Jumlah Massa Bangunan pada PMV (1) 175
4.9. Jumlah Massa Bangunan pada PMV (2) 175
4.10. Frekuensi Jumlah Massa Bangunan (3) 176
4.11. Sistem Sebaran Massa PMV (1) 176
4.12. Sistem Sebaran Massa PMV (2) 177
4.13. Proporsi Luas Lahan Tertutup Bangunan (1) 178
4.14. Proporsi Luas Lahan Tertutup Bangunan (2) 178
(7)
xiii
4.16. Proporsi Luas Lahan Ruang Terbuka 180
4.17. Persentase Ruang Terbuka 180
4.18. Data PMV pada Lingkup Tapak 181
4.19. Gaya Bangunan PMV di Bandung 181
4.20. Luas Lahan, Jumlah Blok Bangunan, Luas Lantai Bangunan,
dan Jumlah Unit Hunian 184
4.21. Posisi Bukaan Dominan pada Unit Hunian 185
4.22. Fasilitas Primer yang Disediakan dalam Kompleks PMV (1) 188 4.23. Fasilitas Primer yang Disediakan dalam Kompleks PMV (2) 189 4.24. Fasilitas Sekunder yang Disediakan dalam Kompleks PMV 190
4.25. Jenis Ruang yang Ada pada Unit Hunian 195
4.26. Luas Unit Hunian di PMV 196
4.27. Luas Unit yang Dihuni Responden 198
4.28. Kondisi Pencahayaan Berdasarkan Gambar Brosur 200
4.29. Ruang dengan Cukup Cahaya Matahari 202
4.30. Kondisi Penghawaan Berdasarkan Gambar Brosur 203
4.31. Ruang dengan Penghawaan Cukup 205
4.32. Ruang Mendapatkan Penghawaan Kipas/AC 206
4.33. Kondisi View Berdasarkan Gambar Brosur 207
4.34. Ruang dengan View yang Baik 209
4.35. Jenis Kelamin Responden 210
4.36. Usia Responden 210
4.37. Pendidikan Responden 211
4.38. Pekerjaan Responden 212
4.39. Status Perkawinan Responden 213
4.40. Agama Responden 213
4.41. Asal dan Etnik Responden 214
4.42. Keanggotaan Asosiasi Responden 215
4.43. Penghasilan Responden 216
4.44. Pengeluaran Responden 217
4.45. Kemampuan Menabung Responden 217
4.46. Tempat Lahir Responden 218
4.47. Tempat Responden Dibesarkan 218
4.48. Hobi Responden 219
4.49. Pemanfaatan Waktu Luang Responden 220
4.50. Hereditas Responden 221
4.51. Bahasa yang Digunakan Responden di Rumah 222
4.52. Bahasa yang Digunakan Responden di Tempat Kerja 222
4.53. Bacaan yang Dilanggan Responden 223
4.54. Status Kepemilikan Hunian Responden 224
4.55. Kepemilikan Unit Hunian Lain 225
4.56. Alasan Responden Memiliki Hunian di PMV 227
(8)
xiv
4.58. Responden Penyewa yang Berencana Memiliki Unit Hunian
pada PMV 229
4.59. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian pada PMV 229
4.60. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Lokasi 230
4.61. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Tetangga 231
4.62. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Fasilitas 232
4.63. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Harga 233
4.64. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Posisi/Arah Hadap Hunian 233
4.65. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Luas Unit Hunian 234
4.66. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Desain Bangunan 235
4.67. Alasan Responden Memiliki Unit Hunian di PMV Berkaitan
dengan Desain Unit Hunian 235
4.68. Penghawaan Unit Hunian Responden 236
4.69. Penghawaan pada Unit Hunian Responden yang Tidak Ber AC 236 4.70. Penghawaan pada Unit Hunian Responden yang Ber AC 237
4.71. Luas Unit Hunian Ideal Menurut Responden 238
4.72. Keleluasan Unit hunian yang Dirasakan Responden 238
4.73. Bukaan pada Unit Hunian Responden (Berkaitan dengan View) 239 4.74. Bukaan Unit Hunian Responden (Berkaitan dengan
Pencahayaan) 240
4.75. Jumlah Anggota Keluarga 242
4.76. Keberadaan Pembantu yang tinggal di unit hunian di PMV 243
4.77. Keberadaan Saudara yang Ikut Tinggal di PMV 243
4.78. Tipe Keluarga Responden 244
4.79. Lama Responden Tinggal pada Unit Hunian di PMV 244
4.80. Ruang untuk Kegiatan Khusus di dalam Unit Hunian yang
Disediakan Responden 245
4.81. Pengetahuan Responden tentang Suku Bangsa Tetangganya 245 4.82. Pengetahuan Responden tentang Suku Bangsa Tetangganya 246
4.83. Pengetahuan Responden tentang Agama Tetangganya 246
4.84. Pengetahuan Responden tentang Agama Tetangganya 247
4.85. Pengetahuan Responden tentang Pendidikan Tetangganya 247 4.86. Pengetahuan Responden tentang Pendidikan Tetangganya 247 4.87. Pengetahuan Responden tentang Taraf Ekonomi Tetangganya 248 4.88. Pengetahuan Responden tentang Taraf Ekonomi Tetangganya 248
4.89. Kepuasan Responden terhadap Kondisi Unit Hunian 249
(9)
xv
4.91. Kepuasan Responden terhadap Lingkungan Tetangga Tempat
Tinggalnya 250 4.92. Kepuasan Responden terhadap Keseluruhan Fasilitas di sekitar
Tempat Tinggalnya 250
4.93. Kepuasan Responden terhadap Lokasi Rumahnya 251
4.94. Perbandingan Mean Pengeluaran Penghuni PMV 251
4.95. Rencana Responden untuk Pindah Rumah dalam Jangka Waktu
5 Tahun Mendatang 252
4.96. Tipe Unit Hunian yang Diinginkan Responden jika Ingin
Pindah 253 4.97. Masalah yang Dirasakan Responden di Lingkungan Tempat
Tinggalnya 253
4.98. Kepuasan Responden terhadap Pola Hidupnya 254
4.99. Penggunaan Waktu Kepala Keluarga Perminggu 254
4.100. Pilihan Pertama Hobi Utama Anggota Keluarga Responden 255
4.101. Hobi Anggota Keluarga Responden 255
4.102. Tinggal di PMV sebagai Ajang Pembelajaran tentang
Kehidupan 256 4.103. Nuansa Acara TV yang Paling Sering Dilihat oleh Responden 257 4.104. Persepsi tentang Pelajaran yang Paling Penting Diberikan untuk
Generasi Muda. 258
4.105. Harga Sewa Sewa/Cicilan/Beli Unit Hunian 259
4.106. Harga Sewa Unit Hunian 260
4.107. Harga Cicilan Unit Hunian 260
4.108. Harga Beli Unit Hunian 261
4.109. Harga Strata Title Unit Hunian 261
4.110. Pengeluaran Responden untuk Kegiatan Keagamaan 263
4.111. Pengeluaran Responden untuk Biaya Pengembangan
Diri/Pendidikan 264 4.112. Perbandingan Rentang Biaya Pengeluaran Penghuni PMV 264 4.113. Fasilitas di Sekitar PMV Menurut Informasi Penghuni PMV 270 4.114. Pro dan Kontra antara Responden tentang Pengertian Efisien 271
4.115. Pro dan Kontra tentang Pengertian Efektif 271
4.116. Pro dan Kontra tentang Pengertian Ruang yang Efisien 272 4.117. Pro dan Kontra tentang Pengertian Ruang yang Efektif 273 4.118. Pro dan kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang
Sebuah Blok Bangunan PMV Berkaitan dengan Perbandingan
antara Ruang Bersama dengan Ruang Individu 273
4.119. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Sebuah Blok Bangunan Perumahan Vertikal Berkaitan dengan
(10)
xvi
4.120. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Sebuah Unit Hunian di Perumahan Vertikal Berkaitan dengan Perbandingan antara Ruang yang Terisi Perabot dengan Ruang
Sirkulasi 275 4.121. Perbandingan antara Ruang Terbangun dengan Ruang Terbuka
agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Sebuah PMV Disebut
Tinggi Menurut Pendapat Responden 276
4.122. Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Menurut Responden pada
Kompleks Perumahan Vertikalnya 276
4.123. Perbandingan antara Ruang Bersama dengan Ruang Individu agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang pada Bangunan di Kompleks Perumahan Vertikal Disebut Tinggi Menurut
Responden 277 4.124. Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Menurut Responden pada
Blok Bangunan di Kompleks Perumahan Vertikalnya 278 4.125. Perbandingan antara Ruang Terisi Perabot dengan Ruang
Sirkulasi agar Tingkat Efisiensi Penggunaan Sebuah Unit
Hunian Disebut Tinggi Menurut Responden 279
4.126. Pendapat Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Ruang Sebuah Unit Hunian pada Blok Bangunan di Kompleks
Perumahan Vertikalnya 280
4.127. Pendapat Responden tentang Pembelajaran Memanfaatkan Ruang Secara Lebih Efisien Melalui Tinggal di Perumahan
Vertikal 280 4.128. Pemanfaatan Halaman di Kompleks PMV oleh Anggota
Keluarga Responden untuk Keperluan Pribadi/Keluarga 281 4.129. Pemanfaatan Halaman untuk Keperluan Pribadi oleh Anggota
Keluarga Responden 282
4.130. Pengetahuan Responden tentang Penghuni PMV yang Memanfaatkan Halaman Kompleks untuk Keperluan
Pribadi/Keluarga 283 4.131. Pemanfaatan Halaman oleh Penghuni PMV untuk Keperluan
Pribadi Sepengetahuan Responden 284
4.132. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Halaman PMV
tetapi Tidak Dapat Dilakukan 284
4.133. Pemanfaatan Ruang Bersama di PMV untuk Keperluan
Pribadi/Keluarga oleh Responden/Anggota Keluarganya 285 4.134. Pemanfaatan Ruang-Bersama oleh Anggota Keluarga
Responden 286 4.135. Pengetahuan Responden tentang Pemanfaatan Ruang Bersama
untuk Keperluan Pribadi/Keluarga oleh Penghuni PMV 287 4.136. Pemanfaatan Ruang Bersama pada PMV oleh Penghuni
Menurut Responden 288
4.137. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Ruang Bersama
(11)
xvii
4.138. Kegiatan yang Ingin Dilakukan Responden di Unit Hunian
tetapi Tidak Dapat Dilakukan 289
4.139. Pro dan Kontra tentang Arti Efisien dalam Penggunaan Energi 289 4.140. Pro dan Kontra tentang Arti Efektif dalam Penggunaan Energi 290 4.141. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan
Energi pada Kompleks Perumahan Vertikal Berkaitan dengan
Konsumsi Energi dalam Kegiatan Sehari-Hari 290
4.142. Pro dan Kontra tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan Energi Berkaitan dengan Perbandingan antara Penggunaan Energi
Buatan dengan Penggunaan Energi Alami 291
4.143. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan
Energi Alami pada Kompleks Perumahan Vertikalnya 292 4.144. Persepsi Responden tentang Tingkat Efisiensi Penggunaan
Energi pada Blok Bangunan di Kompleks Perumahan
Vertikalnya 292 4.145. Tingkat Efisiensi Penggunaan Energi Alami pada Unit Hunian
Menurut Responden 293
4.146. Persepsi Responden bahwa Tinggal di Perumahan Vertikal Sekaligus Belajar Memanfaatkan Energi Alami Secara Lebih
Efisien 293 4.147. Persentase Ruang Privat di dalam Bangunan (Berdasarkan
Denah) 294 4.148. Persentase Ruang Privat (Berdasarkan Gambar Brosur) 294
4.149. Luas Ruang Privat di Unit Hunian 295
4.150. Persentase Ruang Publik (Berdasarkan Denah) 296
4.151. Persentase Ruang Publik di dalam Bangunan (Berdasarkan
Gambar Brosur) 296
4.152. Luas Ruang Publik di Unit Hunian 297
4.153. Ruang Publik dan Ruang Privat (Berdasarkan Jawaban
Responden) 298 4.154. Ruang Tertutup Perabot pada Unit Hunian (Berdasarkan
Gambar Brosur) 299
4.155. Proporsi Ruang Tertutup Perabot dengan Luas Unit Hunian
(Berdasarkan Pendapat Responden) 300
4.156. Luas Lantai Tertutup Perabot (%) Berdasarkan Gambar Denah 301 4.157. Ruang Sirkulasi Unit Hunian Berdasarkan Gambar Brosur (1) 302
4.158. Ruang Sirkulasi pada PMV 303
4.159. Proporsi Ruang Sirkulasi dengan Luas Unit Hunian
(Berdasarkan Pendapat Responden) 304
4.160. Persentase Luas Lantai Ruang Sirkulasi Berdasarkan Gambar
Denah 305
4.161. Efisiensi Pemanfaatan Ruang 305
4.162. Efisiensi Ruang 307
4.163. Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni dengan
(12)
xviii
4.164. Jumlah Korelasi Signifikan antara Gaya Hidup Penghuni
dengan Pola Pemanfaatan Ruang 310
4.165. Peringkat dan Rentang Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya
Hidup Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang 311
4.166. Nilai Koefisien Korelasi antara Sub-Variabel Gaya Hidup Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang dan Nilai
Signifikansinya 312 4.167. Nilai Koefisien Korelasi antara Sub-Variabel Gaya Hidup
Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang 314
4.168. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Pola
Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Privat 317
4.169. Korelasi antara Proporsi Ruang dengan Profil Penghuni
Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 317
4.170. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Aktivitas di Ruang
Privat Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 319
4.171. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Pola
Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Publik 321
4.172. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Proporsi Ruang Publik
Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 322
4.173. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Aktivitas di Ruang
Publik Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 323
4.174. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil PMV dengan Pola
Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Privat 324
4.175. Korelasi antara Profil PMV dengan Proporsi Ruang Privat
Berdasarkan Urutan Koefisien Korelasi 325
4.176. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil PMV dengan Pola
Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Ruang Publik 327
4.177. Nilai Koefisien Korelasi antara Profil P3 dengan Profil PMV 329 4.178. Korelasi antara Profil Penghuni dengan Profil PMV
Berdasarkan Urutan Peringkat Koefisien Korelasi 330 4.179. Nilai Koefisien Korelasi antara Pola Pemanfaatan Ruang pada
Ruang Publik dengan Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang
Privat 333 4.180. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Profil Penghuni 334 4.181. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Profil PMV 337 4.182. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Pola pemanfaatan
Ruang Publik (PPR Publik) 338
4.182. Nilai Koefisien Korelasi antar Variabel Pola Pemanfaatan
(13)
xix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Gambar Hal
1.1. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Penelitian 17
1.2. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu P-IPS, Planologi,
dan Arsitektur 18
1. 3. Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/KoVariasional)
Multilinear antar Variabel 26
2.1. Diagram Hirarki Ruang Publik-Privat pada Bangunan
Apartemen 110 2.2. Diagram Hirarki Publik-Privat pada Unit Hunian Apartemen 111 2.3. Diagram Posisi Penelitian dalam Kerangka Teoretik Hubungan
antara Penghuni dan Pemanfaatan Perumahan. 132
3.1 Diagram Hubungan antar Variabel sebagai Turunan dari
Kerangka Konseptual Penelitian 133
3.2 Bagan Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/KoVariasional) Multilinear antar Variabel, Sub Variabel, dan Unit Analisis 153
4.1. Peta Penyebaran Lokasi Perumahan Massal Vertikal di Kota
Bandung 168 4.2. Diagram Nilai Koefisien Korelasi antara Gaya Hidup Penghuni
dengan Pola Pemanfaatan Ruang 305
4.3. Koreksi Hubungan antar Variabel Penelitian 315
(14)
xx
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN BAB 1
01. Demografi Kota dan Dunia 02. Definisi Kota dan Perkotaan
03. Urbanisasi, Gaya Hidup, Ekstensifikasi, dan Intensifikasi Kota 04. Rumah Susun Sederhana
LAMPIRAN BAB 2
01. Sarana sebagai Tuntutan Gaya Hidup 02. Jenis Perumahan Vertikal
03. Jenis Perumahan Massal Vertikal
04. Perumahan Massal Vertikal dan Teori Modern 05. Pengertian Ruang
LAMPIRAN BAB 3 01.Instrumen Penelitian
LAMPIRAN BAB 4
01.Perkembangan PMV di Bandung
02.Korelasi Rinci Gaya Hidup dengan Pola Pemanfaatan Ruang
(15)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan perumahan massal vertikal (PMV) di kota-kota besar di
Indonesia merupakan salah satu jawaban dari masalah yang ditimbulkan oleh
peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi, meningkatnya kebutuhan perumahan di
kota, persaingan okupasi lahan, kelangkaan lahan untuk perumahan, merebaknya
permukiman liar dan kumuh, konversi lahan di pinggiran kota, serta meluasnya
kota. Gaya hidup tinggal di PMV merupakan konsekuensi turutan dari jawaban
permasalahan tersebut. Tinggal di perumahan massal vertikal (PMV) bukan
merupakan hal baru di kota-kota besar di Indonesia, namun sampai kini masih
saja dipertanyakan tentang kesesuaiannya dengan cara dan kebiasaan hidup atau
gaya hidup (GH) penghuninya. Oleh karena itu, penelitian tentang gaya hidup di
PMV menarik dan penting untuk dilakukan. Mengingat persoalan gaya hidup di
perumahan massal vertikal bukan merupakan domain tunggal satu disiplin ilmu,
maka dalam penelitian ini kajian didekati dari ranah ilmu sosial, P-IPS, geografi,
antropologi, dan arsitektur.
1.1.1. Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan
Teori urbanisasi dalam arti seluas-luasnya adalah berkaitan dengan
fenomena arus manusia ke kota, pertumbuhan kawasan/areal perkotaan, dan gaya
hidup kota atau gaya hidup kaum urbanis (Sumaatmaja, 2005). Ketiga fenomena
(16)
2 bertempat tinggal di kawasan perkotaan, baik secara mondial, nasional, maupun
regional. (2) Proses perubahan wilayah non perkotaan menjadi wilayah perkotaan,
karena pertumbuhan dan pertambahan penduduk (3) Berpindahnya penduduk ke
kota-kota dari perdesaan. (4) Bertambahnya penduduk bermata pencaharian
non-agraris di kawasan perdesaan. (5) Tumbuhnya suatu permukiman menjadi kota.
(6) Mekarnya atau meluasnya struktur artefaktial-morfologis (wilayah terbangun)
suatu kota di kawasan sekelilingnya. (7) Meluasnya pengaruh suasana ekonomi
kota ke perdesaan. (8) Meluasnya pengaruh suasana sosial, psikologis, dan
kultural kota ke perdesaan, atau dengan kata lain meluasnya nilai-nilai dan
norma-norma ke kotaan ke kawasan luarnya (Bruijne, Hademans, dan Heins 1976). (9)
Berubahnya dominasi tatanan masyarakat perdesaan menjadi perkotaan. (10)
perubahan cara hidup (way of life), yang berkaitan dengan irama dan tatacara
kehidupan kota yang cepat, efektif, efisien, produktif, individualistik, penuh
kewaspadaan, rasional, ekonomis, mandiri.
Urbanisasi dan memadatnya kota merupakan fenomena yang terus
berlangsung baik pada skala dunia, Indonesia, maupun pada skala kota Bandung.
Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan, eksploitasi, dan konsumsi dengan
tersedianya sumber daya alam. Terutama ketidak seimbangan antara sumber daya
alam berupa lahan atau ruang kota yang terbatas dan relatif tidak dapat
terbarukan; dengan kebutuhan ruang atau lahan bagi pembangunan perumahan.
Di dunia, untuk mencapai jumlah penduduk sebanyak dua milyar dari satu
(17)
3 empat, dan lima milyar dibutuhkan hanya 33, 14, dan 13 tahun. Satu milyar
berikutnya hanya membutuhkan waktu 11 tahun. Pada tahun 2015 PBB
memprediksikan penduduk dunia berkisar antara tujuh milyar (perkiraan rendah)
sampai 10 milyar (perkiraan tinggi) (Kompas, 1996).
Di Indonesia, ledakan penduduk terjadi mulai tahun 1970an. Pada tahun
1970 penduduk kota sekitar 30 juta atau 17,1% jumlah penduduk seluruh
Indonesia. Meningkat sebanyak 22,4 % pada tahun 1980, dan pada tahun 1990
telah mencapai 30,9 %.
Pada tahun 1980, terdapat delapan kota besar di Indonesia yang
penduduknya lebih dari 500 ribu jiwa, termasuk kota di luar Jawa seperti Medan
dan Ujung Pandang, selain lima kota di Jawa yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung,
Semarang, dan Malang. Pada tahun 2004, Bandung merupakan salah satu dari 5
kota besar di Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari satu juta jiwa selain
kota Jakarta, Surabaya, Medan, dan Semarang.
Pada studi ini, urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan
merupakan titik berangkat permasalahan tentang berkehidupan secara vertikal
dengan gaya hidup perkotaan.
1.1.2. Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan Lahan/Ruang Kota
Fenomena urbanisasi membawa konsekuensi pada tuntutan penyediaan
ruang (space) kawasan perkotaan bagi penyediaan dan pembangunan prasarana
(infrastruktur dan utilitas) serta sarana (fasilitas dan amenitas) kota.
Secara kualitatif, fenomena urbanisasi diikuti oleh meningkatnya
(18)
4
hypermarket, arena-arena hiburan dan olah raga, seperti sirkuit balap motor/mobil,
arena menara bungge-jumping, sea-world, berbagai restoran dan cafe franchise
(semacam Mc Donald dan Hardrock Cafe), dan lainnya. Itu semua membutuhkan
daya dukung ruang beserta infrastrukturnya, sehingga menimbulkan persaingan
untuk okupasi dan pemanfaatan ruang/lahan kota. Semua itu, beriringan dengan
keharusan menyediakan lahan perumahan sebagai kebutuhan primer sebuah kota
berpenduduk padat.
Kebutuhan rumah dapat diperhitungkan dari 5 komponen, yaitu: (1)
Jumlah unit rumah yang dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan (backlog); (2)
Rumah yang harus segera diganti (immediate replacement); (3) Rumah yang
segera harus diganti sesuai dengan perencanaan (normal replacement); (4) Rumah
yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (new households); dan (5)
Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah sejak tahun tahun
sebelumnya (fulfillment of housing deficit).
Di Indonesia, pertambahan penduduk periode 1989-2000 adalah 42,8 juta
(175,6 juta ke 218,4 juta). Rata-rata jumlah jiwa/KK adalah 4,4, maka kebutuhan
rumah selama 11 tahun adalah sebanyak 9,73 juta unit atau 884.545 unit pertahun
(dibulatkan menjadi 900.000 unit pertahun). Kebutuhan rumah untuk menutupi
kekurangan rumah sebanyak 3 juta unit pada tahun 1989 (termasuk kebutuhan
rumah bagi rumahtangga yang selama ini tinggal bersama rumahtangga lain),
akan dipenuhi selama 10 tahun sehingga kebutuhan rumah pertahun 300.000 unit.
Kebutuhan rumah untuk mengganti rumah tua yang sudah tidak memenuhi
(19)
5 akan rusak dalam 20 tahun, maka penggantian rumah pertahun adalah 1,7 juta unit.
Dari tiga perhitungan itu terlihat bahwa kebutuhan rumah pertahun sampai dengan
tahun 2000 adalah sebanyak 2,9 unit. Dari kebutuhan 2,9 unit/tahun tersebut,
kebutuhan rumah di kawasan perkotaan sekitar 900.000 unit pertahun. Pemerintah
hanya sanggup mentargetkan 10% dari kebutuhan rumah di kawasan perkotaan,
yaitu 90.000 unit pertahun atau 450.000 unit perlima tahunan (330.000 unit akan
dibangun oleh swasta dan 120.000 unit oleh Pemerintah).
Artinya, jika angka pertumbuhan penduduk diterjemahkan kedalam
kebutuhan akan shelter (dalam hal ini, rumah) di kota, ditambah dengan
kebutuhan sarana dan prasarana, maka permasalahan yang harus ditanggulangi
oleh pengelola kota adalah masalah efisiensi dan perlunya intensifikasi
pemanfaatan lahan untuk pengadaan perumahan yang layak di kawasan perkotaan.
Di kawasan perkotaan, lahan makin langka, karena itu harganya makin
mahal, padahal kebutuhan perumahan meningkat; sehingga tanah pertanian dan
perkebunan setiap tahun diambil/terambil untuk perumahan sebanyak 7.000 ha per
tahun, hal ini sekaligus dapat menyebabkan produksi bahan pangan menurun.
Makin banyak perumahan; maka makin banyak pula membutuhkan sarana dan
prasarana lingkungan; maka makin banyak lagi tanah pertanian dan perkebunan
diambil/terambil. Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan masalah mahalnya
harga tanah/lahan, yang biasanya diikuti dengan masalah sengketa tanah,
(20)
6 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah dan tantangan
kota berpenduduk padat sangatlah rumit dan dapat ditinjau dari berbagai aspek
seperti aspek spasial; sosial, ekonomi, politik, lingkungan kota, dan kultural.
Dari aspek spasial, tantangan kota berpenduduk padat adalah dalam hal
kelangkaan lahan untuk perumahan/permukiman, meluasnya ukuran kota,
menjauhnya tempat kerja dengan tempat bermukim, meningkatnya arus ulang-alik
dari pinggiran ke pusat kota, meningkatkan kemacetan lalu lintas, tidak efisiennya
penyediaan infrastruktur, meningkatnya kawasan permukiman kumuh.
Dari aspek sosial, tantangan kota yang disebutkan di atas akan menjadi
ajang pembelajaran secara tidak langsung pada masyarakat tentang ketidak
efisienan pemanfaatan ruang kota; menjadikan ajang pembelajaran secara tidak
langsung akan kehidupan urban yang semakin individualistik dan menghilangkan
rasa kebersamaan dalam kehidupan urban. Selain itu keterpaksaan menjalani
kegiatan ulang-alik dari tempat tinggal ke tempat kerja akan menyebabkan dan
menambah tingkat stress masyarakat.
Dari aspek ekonomi, masyarakat terbebani oleh biaya transportasi yang
bahkan dapat mencapai 60% dari seluruh penghasilan untuk keperluan ulang-alik,
sehingga tidak ada kesempatan untuk menabung dan mempersiapkan biaya untuk
kesejahteraan yang lebih baik untuk pendidikan bagi dirinya atau bagi keluarga
dan putra-putrinya; atau untuk investasi di bidang lainnya.
Waktu yang terbuang di perjalanan dari pinggiran ke pusat kota (central
business district-CBD) menyebabkan menurunnya keefektifan produksi, karena
(21)
7 menjadi lebih boros dan tidak efisien, karena kota menjadi tidak kompak akibat
kota terlalu melebar atau meluas.
Secara politik, kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi memberi
tantangan dan ujian bagi pengelola atau pemerintah kota, dalam hal komitmen
politiknya dalam: (1) mewujudkan kepedulian pemerintah untuk mengatasi
permukiman kumuh, sebagai tempat hunian yang selain tidak layak dari segi
kesehatan, kenyamanan, dan keindahan, tetapi juga memiliki peluang sebagai
tempat terjadinya kriminalitas dan gangguan keamanan lainnya; (2) memberikan
keadilan, dalam hal memberi kesempatan yang sama untuk tinggal di pusat kota
bagi berbagai strata sosial-ekonomi penduduk kota; (3) mewujudkan efisiensi
pegelolaan kota dalam peremajaan bagian kota sehingga tercapai "the highest and
the best use" dari lahan yang diremajakan.
Dari aspek lingkungan, kota dengan kepadatan yang tinggi memberi
tantangan dalam hal semakin berkurangnya ruang terbuka kota, sehingga bidang
resapan air tanah dan penyerapan polusi udara juga berkurang. Kepadatan yang
tinggi mengakibatkan tidak tersedianya atau tidak tersisa lagi jarak antar
bangunan, sehingga sirkulasi udara dan kebutuhan akan pencahayaan alami tidak
dapat terpenuhi secara optimal. Selain itu secara visual, kawasan dengan
kepadatan yang tinggi secara estetika memberikan kesan yang tidak baik.
1.1.3. Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab Tantangan Kota Masalah persaingan dalam okupasi dan pemanfaatan lahan atau ruang kota
merupakan tantangan kota sebagai konsekuensi dari peningkatan jumlah
(22)
8 Berbagai teori penyelesaian masalah kota berpenduduk padat dari masa ke
masa dicanangkan dan diimplementasikan. Secara teoretik, penyelesaian masalah
kota berpenduduk padat dari masa ke masa dapat dikategorikan dengan dua
pendekatan, yaitu (1) dengan cara ekstensifikasi-dekonsentrasi; dan (2) dengan
cara intensifikasi-rekonsentrasi. Dalam pelaksanaannya, ada yang menerapkannya
dengan memilih salah satu atau dengan mengkombinasikan keduanya.
Cara ekstensifikasi dalam menghadapi permasalahan kota dengan
kepadatan penduduk tinggi adalah dengan melakukan perluasan kota secara
horisontal, sehingga angka kepadatan (jumlah penduduk per satuan luas) dapat
ditekan. Biasanya cara ekstensifikasi diiringi dengan dekonsentrasi pusat-pusat
kegiatan dan pelayanan kota (seperti Central Business District; pusat hiburan,
perdagangan, perkantoran pemerintahan, dan lainnya). Sebaliknya, cara
intensifikasi, justru menerapkan kebijakan untuk mengisi ruang kota dengan lebih
optimal secara vertikal, sehingga kota menjadi lebih kompak. Atau dengan kata
lain mendistribusikan kepadatan buka kearah pinggiran tetapi kearah atas atau
bawah. Oleh karena itu cara ini biasanya diiringi dengan rekonsentrasi, atau
pemusatan kembali atau menambah lagi pusat-pusat kegiatan di kawasan pusat
kota, yang biasanya dikombinasikan dengan pembangunan perumahan vertikal,
mixed-use dengan pusat perdagangan dan fasilitas perkotaan lainnya dalam mega-structure.
Sejarah menunjukkan bukti-bukti dari penerapan kedua cara tersebut. Pada
kota-kota klasik, contoh penerapan cara ekstensifikasi adalah perluasan kota atau
(23)
9 kota yang berkepadatan tinggi yang menerapkan cara intensifikasi pula dengan
pembuatan perumahan vertikal. Pada kota-kota modern, penanganan masalah kota
berpenduduk padat yang kondisi lingkungannya telah merosot adalah dengan cara
membangun kota-kota satelit dipinggiran kota induk, dikenal dan dimulai di
Inggeris dengan konsep Garden City, yang dicetuskan oleh Ebenezer Howard.
Selain itu pembangunan perumahan massal vertikal sebagai cara intensifikasipun
diberlakukan, terutama untuk para pekerja industri yang membutuhkan kedekatan
dengan tempat bekerjanya. Pada kota-kota post-modern, kedua pendekatan
tersebut silih berganti atau kadang secara simultan diberlakukan. Cara
ekstensifikasi dilakukan terutama oleh gerakan new-urbanism di Amerika
(post-modernism di bidang perkotaan) yang memfokuskan pada romantisme suasana
kota-kota klasik namun dengan konteks modern. Sementara itu, pembangunan
perumahan massal vertikal pun sebagai usaha intensifikasi tetap saja dilakukan,
dengan memperbaikinya dari kegagalan yang dicapkan pada perumahan massal
vertikal pada masa modern.
Di Indonesia, kebijakan ekstensifikasi melalui konsep kota raya atau kota
metropolitan pernah diterapkan seperti konsep sistem kota-kota Jabodetabek,
Bandung Raya, Gerbangkertasusila dan Medan Metropolitan. Pada kota–kota
besar itu pula kebijakan intensifikasi diberlakukan. Pembangunan perumahan
massal vertikal mulai dilakukan sejak tahun 1956-an, dan marak pada tahun
1990-an sampai sekar1990-ang, sekaligus sebagai usaha dari kebijak1990-an peremaja1990-an kota
(24)
10 Untuk kota Bandung pernah diberlakukan kebijakan ekstensifikasi melalui
konsep Bandung Raya atau Metropolitan Bandung pada tahun 1980-an,
mengiringi pemekaran area kotamadya Bandung dari sekitar delapan ribu hektar,
menjadi sekitar 17 ribu hektar. Di samping itu di kota Bandungpun diterapkan
pula intensifikasi berupa peremajaan kota di beberapa lokasi, dengan
pembangunan perumahan vertikal beserta pusat kegiatan lainnya, juga secara
vertikal.
Setelah berlangsung sekitar 20 tahun, kebijakan ekstensifikasi tersebut
telah dievaluasi dalam sebuah disertasi yang mengkaji keefektifan dari
penyebaran pusat-pusat kegiatan kota tersebut (urban core distribution)
(Kombaitan, 1999). Hasil dari studi tersebut menyatakan bahwa keefektifan
penyebaran inti kota tersebut tidak signifikan. Ketidakberhasilan cara
ekstensifikasi-desentralisasi itu ditandai dengan tidak terwujudnya konsep
perwilayahan (zoning) yang awalnya dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan
commuting masyarakatnya, namun kenyataannya hal itu tetap berlangsung sampai
kini.
Dengan kata lain, kebijakan ekstensifikasi dan dekonsentrasi inti kota
tersebut masih dianggap memiliki kekurangan antara lain: sebagai penyebab
penyebaran lokasi perumahan baru ke pinggiran kota yang tidak terkendali,
bahkan sampai merambah ke tempat-tempat yang seharusnya menjadi kawasan
resapan air tanah (diatas 700 meter di atas permukaan laut); sebagai penyebab
kota yang tidak efisien, karena kota melebar ke pinggiran kota sekaligus juga
(25)
11 Pembangunan jaringan prasarana menjadi mahal dan tidak terintegrasi. Biaya
transportasi, social cost yang disandang masyarakat dan kota menjadi lebih besar.
Tempat kerja makin jauh. Kota menjadi tidak efisien dan mahal.
Sementara itu, keberhasilan cara intensifikasi-rekonsentrasi pun masih
dipertanyakan dan diperdebatkan. Walaupun akhir-akhir ini, anggapan bahwa cara
intensifikasi-rekonsentrasi ini akan lebih berpeluang berhasil dalam menjawab
tantangan kota. Hal itu pula yang mendorong, wakil presiden Jusuf Kalla, dengan
program 1000 tower, mencanangkan akan membangun rumah susun (selanjutnya
disebut rusun) 20 lantai di beberapa kota besar berpenduduk dua juta jiwa atau
lebih (Kompas, 2006). Hal itu merupakan salah satu perwujudan cara
intensifikasi-rekonsentrasi melalui pembangunan perumahan massal vertikal
(PMV).
Terjadi fenomena yang unik di kota besar seperti di Jakarta dan sudah
dimulai pula di Bandung, yaitu menjamurnya perumahan massal vertikal
(selanjutnya disebut PMV) berupa rumah susun, flat, atau apartemen. Baik yang
dihuni oleh kalangan menengah atas, maupun menengah bawah. Hal itu
menunjukkan berubahnya gaya hidup (selanjutnya disebut GH) dalam hal
menguasai dan memanfaatkan space/lahan yang disesuaikan dengan cara tinggal
baru di kawasan perkotaan, dari cara hidup secara horisontal menjadi cara hidup
secara vertikal.
Pembangunan PMV diyakini bermanfaat dalam menjawab tantangan kota.
Manfaatnya tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu: secara spasial,
(26)
12 Secara spasial, manfaat PMV adalah: menghemat lahan dan intensifkasi
ruang kota dengan kepadatan bangunan tinggi; mengendalikan dan intensifikasi
kepadatan penduduk; mengurangi kemacetan lalu lintas; mendekatkan penghuni
dengan tempat kerja, dan fasilitas umum; mengurangi frekuensi ulang-alik
(commuting) penduduk dari pinggiran ke tempat kerja di pusat kota; mengganti
permukiman kumuh, menjadikan kota yang lebih tertata rapi; serta mengurangi
tuntutan akan lebih banyaknya jaringan jalan dan jaringan infrastruktur lainnya
karena proses perluasan kota.
Secara sosial, PMV bermanfaat berperan sebagai: ajang
pendidikan/pembelajaran tentang efisiensi bagi masyarakat urban; dan sebagai
ajang pendidikan/pembelajaran tentang bagaimana menjalin kehidupan bersama
dalam sebuah gedung/bangunan milik bersama. Selain itu, bermanfaat dalam hal
mengurangi tingkat ‘stress’ masyarakat yang harus ulang alik dari tempat tinggal
ke tempat kerja. Bagi anak-anak yang sejak kecil tinggal di PMV terlatih untuk
turun naik tangga, yang diyakini secara tidak langsung melatih kekuatan otot kaki,
yang baik untuk kesehatan di masa tuanya.
Secara ekonomis, manfaat pembangunan PMV adalah: sebagai investasi
pemiliknya yang dapat memberi keuntungan finansial, baik bagi kalangan
menengah keatas, maupun bagi kalangan menengah kebawah.; meringankan biaya
transportasi; meningkatkan peluang tenaga kerja dengan adanya pembangunan
PMV; mendapatkan lingkungan permukiman yang dilengkapi dengan fasilitas;
menghemat biaya untuk penyediaan infrastruktur kota, karena bersifat kompak;
(27)
13 terbuang karena perjalanan dari pinggiran ke pusat kota (central business
district-CBD).
Secara politis, manfaat pembangunan PMV adalah: sebagai perwujudan
kepedulian pemerintah untuk mengatasi permukiman kumuh; mengurangi tingkat
kriminalitas yang biasanya lebih banyak terjadi pada kawasan kumuh;
memberikan keadilan, dalam hal memberi kesempatan yang sama untuk tinggal di
pusat kota bagi berbagai strata sosial-ekonomi penduduk kota; merupakan
kepedulian pemerintah dalam penyediaan perumahan massal di kota; merupakan
perwujudan efisiensi pegelolaan kota dalam peremajaan bagian kota sehingga
tercapai "the highest and the best use" dari lahan yang diremajakan.
Secara ekologis, manfaat pembangunan perumahan massal vertikal (PMV)
adalah: memberi peluang mendapatkan view kota dan lingkungan; mendapatkan
udara yang lebih bersih/kurang polusi dan cahaya yang lebih optimal;
memperbanyak ruang terbuka kota, memperbanyak bidang resapan air tanah;
memperbanyak area penghijauan; memberi peluang bagi penghuni PMV
menikmati halaman atau ruang terbuka hijau yang sulit didapat pada perumahan
non-vertikal; secara estetika lingkungan memberikan kenyamanan visual bagi
masyarakat keseluruhan; memperbanyak rumah/tempat tinggal yang lebih sehat,
aman dan nyaman (dibanding dengan tinggal di kawasan kumuh yang
berdesak-desakan/berhimpitan); meningkatkan peluang bagi penghuni PMV menikmati
fasilitas lingkungan yang lebih higienis (bersih dan sehat) dengan sanitasi
(28)
14 Secara kultural-edukasional, PMV merupakan: ajang pembelajaran bagi
masyarakat urban dalam menghadapi masalah dan tantangan perkotaan di masa
depan; ajang pembelajaran perubahan budaya agraris menjadi budaya urban;
ajang pembelajaran bahwa masa depan perkotaan akan sampai pada titik masa
dimana hidup secara vertikal tidak dapat terhindarkan; ajang pembelajaran
budaya yang kental dengan persoalan tarik-ulur batas antara kepentingan
privat/individu dengan kepentingan publik/bersama; ajang pembelajaran
pemanfaatan ruang secara lebih efisien dan efektif; serta sosok bangunan PMV
yang berperan sebagai simbol kultural.
Bila wujud fisik bangunan dan lingkungan dipercaya sebagai simbol
kultural dan sebagai pengejawantahan dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya
penghuni dan masyarakatnya, maka PMV sebagai salah satu wujud fisik
bangunan berupa lingkungan binaan artinya juga dapat dianggap sebagai
pengejawantahan dari karakter dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya komunitas
penghuninya. Demikian pula, cara memanfaatkan dan melakukan kegiatan pada
ruang di bangunan PMV, dapat dikatakan sebagai bentuk refleksi gaya hidup
penghuninya.
Di Bandung, pembangunan PMV telah berlangsung sejak tahun 1956,
marak pada tahun 1970-an, kemudian sempat terhenti, lalu marak kembali pada
tahun 2000-an. Sampai kini terhitung ada 15 PMV yang telah dan sedang
dibangun. Hal itu menunjukkan adanya fluktuasi penerimaan (acceptancy) dan
penolakan (resistancy) terhadap keberadaan PMV, dalam hal kesediaan untuk
(29)
15 Mengingat kelangkaan lahan/ruang menjadi issue perkotaan padat
penduduk yang paling rumit untuk diselesaikan, maka keberadaan PMV dianggap
sebagai salah satu jawabannya. Maraknya kembali pembangunan PMV di kota
Bandung, merupakan isyarat bahwa PMV makin diterima oleh masyarakat.
Tingkat penerimaan masyarakat terhadap PMV, diindikasikan oleh tingkat
okupasi unit hunian yang terjual atau disewa. Tingkat okupasi PMV sangat
ditentukan oleh kesesuaiannya dengan kebutuhan, keperluan atau bahkan selera
dan gaya hidup (GH) dari masyarakat pembeli, penyewa atau penghuni untuk
memanfaatkannya.
Untuk mengantisipasi kehidupan vertikal di masa mendatang yang
diasumsikan tidak dapat terhindarkan, maka diperlukan studi yang mendalam
tentang bagaimana adaptasi masyarakat dalam mengalami perubahan budaya
berkehidupan secara horisontal menjadi budaya berkehidupan secara vertikal.
Hal itu dapat terjawab dengan melakukan penelitian yang mengkaji tentang
hubungan antara kelompok masyarakat dengan gaya hidup (lifestyle) yang
“bagaimana” yang dapat beradaptasi dan merasa cocok dengan kehidupan pada
bangunan PMV yang “bagaimana”. Oleh karena itu, sangat diperlukan
pengetahuan yang mendalam tentang kesesuaian antara gaya hidup penghuni
PMV dengan pola pemanfaatan ruang di PMV. Atau dengan kata lain,
bagaimanakah pola pemanfaatan ruang di PMV oleh masing-masing kelompok
masyarakat dengan gaya hidup tertentu tersebut?
Maka dari itu, penelitian ini mengangkat topik tentang wujud fisik
(30)
16 penghuninya. Pola pemanfaatan ruang merupakan suatu bentuk dari wujud fisik
bangunan yang diduga dipengaruhi oleh sosial-ekonomi-budaya penghuninya
yang biasanya direpresentasikan melalui gaya hidupnya.
Topik tersebut diturunkan menjadi lebih operasional dengan judul: Pola
Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal Vertikal sebagai Refleksi Gaya
Hidup Penghuninya.
Untuk lebih jelasnya, latar belakang pemilihan topik penelitian tersebut
(31)
17
(32)
18 1.1.4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur, Planologi, dan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Hubungan antara gaya hidup di PMV dengan pola pemanfaatan ruang
merupakan objek yang berada dalam domain ilmu Arsitektur, Planologi, dan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, dengan pendekatan dan tujuan
masing-masing. Semuanya memiliki kesamaan yaitu menuju situasi masyarakat dan
lingkungan hidupnya yang lebih baik di masa datang.
(33)
19 1.2. Rumusan Masalah
Seperti telah dikemukakan di atas, topik yang diangkat dalam penelititan
ini mengenai wujud fisik perumahan massal vertikal (PMV) sebagai manifestasi
karakter sosial-ekonomi-budaya penghuninya (pemilik/penyewa). Topik tersebut
diturunkan menjadi judul: Pola Pemanfaatan Ruang pada Perumahan Massal
Vertikal (PMV) sebagai Refleksi Gaya Hidup (GH) Penghuni Pemilik/Penyewa
(P3).
Dengan demikian, masalah yang diangkat dalam penelitian ini mengenai
hubungan antara pola pemanfaatan ruang pada PMV dengan gaya hidup P3, dengan pertanyaan penelitian “Bagaimanakah hubungan antara gaya hidup
penghuni PMV dengan pola pemanfaatan ruang di PMV?”
1.3. Tujuan, Signifikansi dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan temuan tentang hubungan antara:
(1)Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu.
(2)Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal.
(3)Profil PMV dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu.
(4)Profil PMV dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal.
(5)Profil P3 dengan profil PMV.
Adapun sasaran penelitian ini untuk:
(1)Memperoleh gambaran mengenai:
(34)
20 (1.2) Pola pemanfaatan ruang di PMV pada ruang privat/individu dan
publik/komunal.
(2)Menghasilkan temuan berupa kadar korelasi antara:
(2.1) Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang privat/individu.
(2.2) Profil P3 dengan pola pemanfaatan ruang publik/komunal.
(2.3) Profil PMV terhadap pola pemanfaatan ruang privat/individu.
(2.4) Profil PMV terhadap pola pemanfaatan ruang publik/komunal.
(2.5) Profil P3 dengan profil PMV.
(3)Mengetahui perbandingan antara keunikan/perbedaan dan universalitas/
persamaan PMV yang ada di kota Bandung dalam hal korelasi antara pola
pemanfaatan ruang dengan gaya hidup P3nya.
1.3.2. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa tantangan terbesar dan
paling rumit untuk sebuah kota yang padat penduduk adalah masalah kelangkaan
lahan sehingga mau tidak mau akan sampai pada titik masa di mana harus terjadi
transformasi budaya dari kehidupan secara horisontal menjadi kehidupan secara
vertikal. Oleh karena itu antisipasi untuk siap dengan perubahan mind-set dan
menciptakan lingkungan hidup dengan budaya ‘baru’ tersebut sangatlah penting.
Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan tentang korelasi antara
kelompok masyarakat dengan gaya hidup yang ‘bagaimana’ yang tinggal pada
bangunan PMV yang ‘bagaimana’. Selain itu, penelitian ini diharapkan
menghasilkan temuan berupa pola pemanfaaan ruang oleh masing-masing
(35)
21 Hasil temuan penelitian ini akan menambah khasanah pengetahuan yang
mendalam tentang kesesuaian antara gaya hidup (GH) penghuni PMV dan pola
pemanfaatan ruangnya dengan tipologi bangunan PMV. Dengan demikian
penelitian ini merupakan kajian interdisiplin yang tentunya akan bermanfaat
dalam pengembangan ilmu di bidang sosial-budaya, perencanaan wilayah dan
kota, serta arsitektur. Ketiga bidang tersebut adalah bidang yang selama ini
digeluti dan dicita-citakan untuk didalami dan dikembangkan oleh penulis.
Bagi ranah pendidikan, hasil penelitian ini penting artinya sebagai bahan
pembelajaran masyarakat urban tentang perubahan budaya berkehidupan secara
horisontal menjadi budaya berkehidupan secara vertikal. Dengan demikian, hasil
temuan ini juga penting dalam ikut membantu kesiapan masyarakat urban untuk
menjelang kehidupan dengan budaya vertikal tersebut, baik untuk kalangan
menengah atas, maupun untuk kalangan menengah bawah. Bagi masyarakat
urban hasil penelitian ini penting sebagai preseden dalam proses menentukan
preferensi lingkungan PMV yang akan menjadi pilihannya.
Selain itu, pada tataran pendidikan IPS, hasil penelitian ini berguna bagi
pembelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan spasial, kecerdasan sosial, dan
kecerdasan lingkungan (Gardner, 2003).
Bagi pihak yang bergerak dalam pengembangan PMV, hasil penelitian ini
penting dan sangat berguna bagi keperluan analisis, prediksi dan proyeksi
segmentasi pasar kelompok sasaran konsumen.
Bagi pihak pengelola kota, hasil penelitian ini berguna untuk
(36)
22 mau harus diantisipasi, sehingga maraknya pembangunan PMV dapat berlangsung
secara sustainable, mengingat pentingnya keberadaan PMV bagi kehidupan
perkotaan, yang diharapkan memberi dampak yang sebaik-baiknya bagi kota dan
masyarakatnya. Selain itu, penelitian ini juga berguna agar pada perencanaan dan
perancangan PMV dapat diantisipasi bahwa hasilnya di kemudian hari tidak luput
sasaran.
1.4. Asumsi
Di satu pihak, manusia mengubah dan menggubah ruang dan lingkungan
tempat tinggalnya. Di lain pihak, ruang dan lingkungan dapat menentukan
perilaku pemanfaatan ruang. Ruang awalnya merupakan sesuatu yang natural,
namun lebih lanjut penataan dan pemanfaatannya merupakan produk dari cara,
kebiasaan, dan gaya hidup pengguna ruang tersebut.
Gaya hidup terbentuk secara berangsur, tergantung pada banyak hal. Pada
penelitian ini faktor pengaruh dianggap seragam untuk variabel profil P3 dan
profil PMV.
Atribut demografi penghuni, properti, tingkat konsumsi, fasilitas yang
digunakan penghuni, selera-sikap-pilihan, perhatian terhadap ruang dan
lingkungan, diasumsikan dapat mewakili objektivitas pengukuran sebagian gaya
hidup penghuni PMV, karena didasarkan kondisi yang melekat pada profil diri
penghuni yang telah merasakan tinggal di PMV.
Situasi dan kondisi pada lingkup kota, lingkup compound, lingkup
bangunan, lingkup unit hunian, dan lingkup ruang pada unit hunian, diasumsikan
(37)
23 merupakan salah satu pilihan penghuni yang didasarkan pada kondisi yang
melekat pada masing-masing PMV dimana penghuni tinggal.
Pola pemanfaatan ruang di PMV dapat diasumsikan terwakili oleh variabel
pemanfaatan ruang individu dan pemanfaatan ruang publik, mengingat isu publik
dan privat pada PMV merupakan hal penting.
1.5. Hipotesis
Merujuk perumusan masalah di atas, maka dirumuskan hipotesis utama
penelitian ini, yaitu: terdapat korelasi antara gaya hidup penghuni PMV dengan
pola pemanfaatan ruang huniannya. Hipotesis utama tersebut diturunkan menjadi
beberapa hipotesis, sebagai berikut:
(1)Pola pemanfaatan ruang pada perumahan massal vertikal berkorelasi dengan
gaya hidup penghuni pemiliki/penyewa (r).
(2)Pola pemanfaatan ruang privat pada perumahan massal vertikal dipengaruhi
oleh profil penghuni pemilik/penyewa-nya (r1).
(3)Pola pemanfaatan ruang publik pada perumahan massal vertikal dipengaruhi
oleh profil penghuni pemilik/penyewa-nya (r3).
(4)Pola pemanfaatan ruang privat pada perumahan massal vertikal dipengaruhi
oleh profil perumahan massal vertikal (r2).
(5)Pola pemanfaatan ruang publik pada perumahan massal vertikal dipengaruhi
oleh profil perumahan massal vertikal (r4).
(6)Profil penghuni pemilik/penyewa berhubungan dengan profil perumahan
(38)
24 (7)Terdapat perbedaan/keunikan dan persamaan/universalitas pola pemanfaatan
ruang (PPR) pada berbagai tipe wujud bangunan perumahan massal vertikal.
1.6. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pendekatannya 1.6.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif korelasional dan
komparatif, dengan menggunakan kombinasi data kuantitatif dan data kualitatif
yang dikuantitatifkan. Hubungan antar variabel berupa korelasi Kanonikal
(Asosiasi/Kovariasional) Multilinear.
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Sampel yang dibutuhkan terdiri dari dua jenis, yaitu (1) masyarakat
penghuni pemilik/penyewa (P3), dengan unit analisis berupa individu penghuni
pemilik/penyewa, untuk mendapatkan data tentang profil dan atribut P3; serta (2)
unit PMV dengan unit analisis berupa unit hunian yang dihuni oleh P3, untuk
mendapatkan data tentang profil PMV dan pola pemanfaatan ruangnya.
1.6.3. Pengembangan Instrumen
(1) Instrumen untuk variabel dependen (Y): pola pemanfaatan ruang
Untuk mendapatkan data untuk variabel dependen ini, dilakukan
pencatatan secara grafis/gambar dan perekaman foto/audio/video, yang
mencakup: pola pemanfaatan ruang pada ruang privat/individu; dan pola
(39)
25 (2) Instrumen untuk variabel independen (X): gaya hidup penghuni PMV
Untuk mendapatkan data untuk variabel independen dalam hal ini variabel
penjelas, yaitu gaya hidup penghuni, dilakukan dengan menyebarkan
angket/kuesionair kepada P3 unit PMV, mencakup data tentang: profil P3; properti P3; tingkat konsumsi P3; dan fasilitas yang digunakan P3.
1.6.4. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi kanonikal, yaitu
analisis yang melibatkan lebih dari dua variabel independen dan dua variabel
dependen (Silalahi, 2006). Analisis korelasi yag digunakan adalah korelasi
Kendall Tau-b.
1.6.5. Variabel Penelitian
(1) Variabel independen/penjelas X1: gaya hidup penghuni pemilik/penyewa – P3.
Variabel gaya hidup P3 direpresentasikan melalui sub variabel: profil P3
(x1), terdiri dari: atribut demografi P3; properti P3; tingkat konsumsi P3; fasilitas
yang digunakan P3; selera-sikap-pilihan P3; serta perhatian P3 terhadap
lingkungan dan ruang.
(2) Variabel independen/penjelas X2: profil PMV sebagai preferensi properti P3.
Profil PMV sebagai preferensi properti P3 (x2), diklasifikasikan
berdasarkan tipologi PMV, yaitu dalam tingkatan lingkup kota, kompleks tapak,
bangunan, lantai, unit hunian dan ruang.
(4)Variabel dependen Y: pola pemanfaatan ruang.
Pola pemanfaatan ruang pada unit PMV adalah cara yang teratur dan
(40)
26 dilakukan oleh penghuni PMV. Pola pemanfaatan ruang pada unit PMV
direpresentasikan melalui sub variabel: pola pemanfaatan ruang pada ruang
privat/individu (y1); dan pola pemanfaatan ruang pada ruang komunal/publik (y2).
Skema hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3. Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/Kovariasional) Multilinear antar
Variabel
1.7. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1.7.1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, PMV yang diambil sebagai lokasi populasi penelitian
adalah PMV di Bandung yang telah dan masih dihuni.
1.7.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang berkaitan dengan variabel pemanfaatan ruang di
PMV, diambil dari 18 PMV yang telah dan masih dihuni. Sampel penelitian yang
berkaitan dengan variabel gaya hidup adalah penghuni pemilik/penyewa P3 yang
(41)
27 Faktor yang menjadi patokan dalam pemilihan sampel adalah hal yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang, yaitu tipe unit hunian, kemudian dari
sampel tersebut, dibagi secara purposif berdasarkan jenis pengelolaan PMV dan
status kepemilikannya. Untuk lebih jelasnya, hal itu dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1.1. Populasi dan Sampel PMV
No Nama PMV unit hunian Jumlah Jumlah unit yang dihuni (kepala keluarga dan unit hunian) Jumlah sampel penelitian
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Angkasa Setiabudi 132 6
2 Antapani 242 9 24 jadi 9
3 Braga City Walk
Aston Apartment 308 24
4 Cigugur Cimahi 192 192 6
5 Cipaku 36 6 12 jadi 6
6 Rusun Cingised 192 192 6
7 Galeri Ciumbuleuit 362/380 24
8 Dago Butik 112 5 24 jadi 5
9 Industri Dalam 160 160 24
10 Kimia Farma 21 21 12
11 Kulalet Soreang 150 150 6
12 Majesty 341 24
13 Martanegara 272 272 12
14 Samoja 144 144 6
15 Sarijadi 864 864 18
16 Seriti Hegarmanah 8 8 6
17 Setiabudi 235 24
18 Turangga 16 16 6
jumlah 224 unit/kk
Keterangan:
(5) Jumlah sampel penelitian
Diambil 6 unit per tipe unit hunian,
pengecualian untuk PMV Antapani, Cipaku, Dago Butik (karena jumlah unit yang dihuninya memang sedikit)
(42)
28 DAFTAR PUSTAKA BAB 1
Bailey, K.D. (1982). Methods of Social Research. (2nd ed.). New York: The Free Press.
Bruijne, G.A. de. Hademans, J. dan Heins, J.J.F. (1976). Perspectief op
Ontwikkeling. Bussum: Rome. 118-132. Seperti yang dikutip oleh Daldjoeni.
Djarwanto. (1999). Statistik Non-Parametrik. Yogyakarta: BPFE, 84-85. Featherstone, Mike. (1991). Consumer Culture dan Postmodernism. London: Sage Publications.
Gardner, Howard. (2003). Multiple Intelligences. Lyndon. Versi alih bahasa. Sindoro, Alexander. (Ed). Saputra. (2003). Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.
Kombaitan. (1999)
Kumar, Arvind. (2002). Modern Sociological Theory. New Delhi: Sarup dan Sons. [Online] Tersedia: http://www.vedamsbooks.com/no28126.htm.
Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial, Bandung: Unpar Press. Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 58-59. Mengutip dari Altherton, C.R., dan Klemmack, D.L. (1982).
Research Methods in Social Work: An Introduction. Lexington, Massachussetts:
D.C. Heath 7 Co. Serta Goode, W.J., dan Hatt, P.K. (1952). Methods in Social
Research. McGraw Hill, New York.
Solomon, Michael R. (1994). Consumer Behavior (2nd ed.). USA: Allyn dan Bacon.
Sugiyono. (2005). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 18. Lihat juga Djarwanto. (1990). Statistik Non-Parametrik. Yogyakarta: BPFE.
Sumaatmadja, Nursid. (2005). Hand-out kuliah Urban Geografi, program S3 IPS angkatan 2005. Tidak diterbitkan.
The American Heritage Dictionary of the English Language, 3rd edition.
(43)
i DAFTAR ISI
BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1 1.1.1. Urbanisasi dan Kepadatan Penduduk Perkotaan ... 1 1.1.2. Peningkatan Kebutuhan Perumahan Versus Keterbatasan Lahan/Ruang Kota 3
1.1.3. Respon dan Sikap Pengelola Kota dalam Menjawab Tantangan Kota . 7 1.1.4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu Arsitektur, Planologi, dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 18 1.2. Rumusan Masalah ... 19 1.3. Tujuan, Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 19 1.3.1. Tujuan Penelitian ... 19 1.3.2. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 20 1.4. Asumsi ... 22 1.5. Hipotesis ... 23 1.6. Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Pendekatannya ... 24 1.6.1. Metode Penelitian ... 24 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data... 24 1.6.3. Pengembangan Instrumen ... 24 1.6.4. Teknik Analisis ... 25 1.6.5. Variabel Penelitian ... 25 1.7. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 26 1.7.1. Lokasi Penelitian ... 26 1.7.2. Sampel Penelitian ... 26
Tabel 1.1. Populasi dan Sampel PMV ... 27 Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Latar Belakang Penelitian... 17 Gambar 1.2. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Ilmu P-IPS, Planologi, dan
Arsitektur 18
Gambar 1.3. Hubungan Korelasi Kanonikal (Asosiasi/Kovariasional dan Regresi/Kausal) Multilinear antar Variabel ... 26
(44)
131
BAB III
METODE PENELITIAN
Seperti yang telah dikemukakan pada Bab 1, penelitian ini mengangkat
topik tentang wujud fisik perumahan massal vertikal sebagai manifestasi karakter
sosial-ekonomi-budaya penghuninya. Topik tersebut diturunkan menjadi lebih
operasional dengan judul pola pemanfaatan ruang pada perumahan massal vertikal
sebagai refleksi gaya hidup penghuninya. Pola pemanfaatan ruang merupakan
suatu bentuk dari wujud fisik bangunan yang dipengaruhi oleh
sosial-ekonomi-budaya (sosekbud) penghuni pemilik/penyewa-nya (P3) yang biasanya
direpresentasikan melalui gaya hidupnya.
3.1. Kerangka Konseptual
Banyak cara untuk mengejawantahkan karakter sosial, ekonomi, dan
budaya sebuah masyarakat atau komunitas pada wujud fisik lingkungan
binaannya (bangunan atau lingkungannya). Dari taraf yang paling mendasar
sampai taraf ’permukaan’, yaitu sebagai refleksi kebutuhan dasar (biologis),
sampai sebagai refleksi self esteem, aktualisasi diri, dan prestise. Perwujudannya
pada bangunanpun demikian, dari hal yang paling mendasar secara fungsional dan
rasional, yaitu pola pemanfaatan ruang, sampai dengan hal yang bersifat artifisial
dan emosional seperti polesan facial berupa gaya bangunan atau penataan interior
yang dianggap mengikuti trend untuk tujuan prestisius. Hal itulah yang
menjadikan setiap tipe kelompok masyarakat dengan karakter dan status sosial
(45)
132 pilihan tipe dan profil lingkungan huniannya sebagai wahana untuk
mengekspresikan karakter sosekbudnya tersebut. Baik lingkungan hunian yang
dibangun secara horisontal (non-PMV), maupun lingkungan hunian yang
dibangun secara vertikal (PMV).
Karakter dan status sosial ekonomi tiap tipe kelompok masyarakat tersebut
populer disebut sebagai pembentuk gaya hidup. Selanjutnya pola pemanfaatan
ruang pada unit hunian dapat dikatakan sebagai refleksi dari gaya hidup
penghuninya. Oleh karena itu, untuk mengetahui manifestasi sosekbud terhadap
kondisi fisik lingkungan binaan, salah satunya dapat dilakukan melalui penelitian
tentang refleksi gaya hidup penghuni PMV dalam pemanfaatan ruang di PMV.
Secara diagramatik, kerangka konseptual dalam penentuan masalah penelitian dan
turunannya menjadi variabel penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
Hubungan antar variabel berupa korelasi kanonikal dipilih, karena terdapat
dua variabel independen/penjelas (X1 profil penghuni dan X2 profil PMV) dan dua
variabel dependen (Y1 pola pemanfaatan ruang publik dan Y2 pola pemanfaatan
ruang privat). Secara garis besar hubungan antar variabel dalam penelitian ini
(46)
133
Gambar 3.1.Diagram Hubungan antar Variabel sebagai Turunan dari Kerangka Konseptual
Penelitian
3.2. Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Independen X: Gaya Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa – P3 Variabel gaya hidup penghuni direpresentasikan melalui sub-variabel
yang meliputi X1 profil penghuni pemilik/penyewa (selanjutnya disebut profil P3)
dan X2 profil perumahan massal vertikal (selanjutnya disebut profil PMV) sebagai
(47)
134
Tabel 3.1. Matriks Sub-variabel Gaya Hidup Penghuni dengan Pola Pemanfaatan Ruang
Gaya Hidup Penghuni Pemilik/Penyewa PMV Pola Pemanfaatan Ruang X1 PROFIL PENGHUNI X2 PROFIL PMV Y1 PPR PUBLIK Y2 PPR PRIVAT x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x21 x22 x23 x24 x25 y11 y12 y21 y22
Correlations Kendall's tau_b 002 atri but de m ogra fi peng hu ni 003 p roperti 004 k ons um si 005 fas ili tas 006 s el
era, s
ik ap, pi liha n 007 perh ati
an l
ing ku ng an 008 perh ati
an ruang
009 l ingk up k ota 010 l ingk up co mp ou nd 011 l ingk up b angunan 012 l ingk up u ni t 013 l ingk up ru ang 014 a kti vi tas pen ghuni 015 p ropors i ru an g
016 ak
tiv ita s penghun i 017 p ropors i ru an g
x11 002 Atribut demografi penghuni 1 x12 003 properti 1
x13 004 konsumsi 1
x14 005 fasilitas 1
x15 006 selera, sikap, pilihan 1 x16 007 perhatian lingkungan 1
x17 008 perhatian ruang 1
x21 009 lingkup kota 1
x22 010 lingkup compound 1
x23 011 lingkup bangunan 1
x24 012 lingkup unit 1
x25 013 lingkup ruang 1
y11 014 aktivitas penghuni 1
y12 015 proporsi ruang 1
y21 016 aktivitas penghuni 1
y22 017 proporsi ruang 1
(1) Profil P3 (X1)
Profil P3 terdiri dari x11 atribut demografi penghuni pemilik/penyewa; x12
properti; x13 tingkat konsumsi penghuni; x14 fasilitas yang digunakan penghuni;
x15 selera, sikap, dan pilihan penghuni; x16 perhatian penghuni terhadap
lingkungan; serta x17 perhatian penghuni terhadap ruang.
Atribut penghuni pemilik/penyewa (P3), dengan indikator mencakup jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, etnik, hereditas,
keanggotaan asosiasi, penghasilan/pengeluaran/saving, tempat kelahiran, hobi,
bahasa/dialek/logat yang digunakan, dan koran/majalah yang dibaca/dilanggan.
(48)
135 data demografi tersebut secara langsung berperan sebagai indikator gaya hidup,
maka dikelompokkan dalam variabel atribut penghuni. Properti mencakup status
kepemilikan ruang unit hunian, besar sewa, cicilan, harga unit, biaya
pemeliharaan, biaya keamanan. Tingkat konsumsi penghuni mencakup makanan,
pakaian, transportasi. Fasilitas yang digunakan penghuni mencakup tempat
berbelanja, tempat merawat tubuh, tempat hiburan, tempat ibadah.
Selera-sikap-pilihan penghuni mencakup alasan tinggal di PMV; sikap terhadap penghawaan,
pencahayaan, dan view huniannya; preferensi penghuni mengenai tetangga;
kepuasan penghuni terhadap kehidupan, lingkungan, dan hunian; serta pandangan
penghuni tentang hemat energi.
(2) Profil PMV (X2)
Profil perumahan massal vertikal (PMV) sebagai preferensi properti P3
(X2), diklasifikasikan berdasarkan tipologi PMV, yaitu dalam x21 tingkatan
lingkup kota, x22 kompleks tapak (compound), x23 bangunan, x24 unit hunian, serta
x25 ruang.
Pada lingkup kota, PMV diklasifikasikan berdasarkan posisinya/lokasinya
di kota (jarak dari CBD, tipe pencapaian & posisinya terhadap jalan, terhadap
fasilitas sekitar, terhadap tempat kerja, tempat belanja, dan tempat hiburan).
Pada lingkup kompleks tapak/compound, klasifikasi PMV berdasarkan
susunan bentuk massa & ruangnya (jumlah & sebaran massa; posisi ruang
terhadap massa/sebaliknya).
Pada lingkup bangunan, klasifikasi PMV berdasarkan susunan/konfigurasi
(49)
136
core/inti bangunan dengan ruang sirkulasi horisontal dan vertikal; tatanan slab
atau double/single loaded).
Pada lingkup unit hunian, klasifikasi PMV berdasarkan tipologi prototip &
susunan ruangnya (size/tipe unit hunian; jumlah ruang tidur; jenis/fungsi ruang
yang ada & susunannya).
Pada lingkup ruang mencakup tipe konfigurasi (pola susunan) ruang
publik dan ruang privat.
3.2.2 Variabel Dependen Y: Pola Pemanfaatan Ruang
Pola pemanfaatan ruang pada unit PMV adalah cara yang teratur dan
berulang dalam pengaturan penempatan kegiatan dalam unit hunian yang
dilakukan oleh penghuni PMV.
Pola pemanfaatan ruang direpresentasikan melalui variabel Y1 pola
pemanfaatan ruang pada ruang privat/individu dan Y2 pola pemanfaatan ruang
pada ruang komunal/publik.
(1) Pola Pemanfaatan Ruang pada Ruang Privat/Individu (Y1)
Variabel Y1 pola pemanfaatan ruang pada ruang privat/individu terdiri dari
sub-variabel: y11 jenis kegiatan, frekuensi dan durasi kegiatan pada masing
masing ruang di unit hunian; dan y12 jenis perabot dan cara peletakkannya pada
ruang unit hunian (lobby, ruang tamu, ruang tidur, ruang makan, dapur, toilet,
(1)
370
Michman, R.D. (1984). "New Directions for Lifestyle Behavior Patterns". BusinessHorizons. 27 (July-August). 59-64.
Michman, R.D. (1991). Life Style Market Segmentation. New York: Praeger. Microsoft® Encarta® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation.
Mitchell, Arnold. (1983). The Nine American American Lifestyles; Who We Are and Where We Are Going. New York: MacMillan.
Moore, Jr, B. (1972). Social Origins of Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern World. Boston: Beacon Press.
Morris, E.W. dan Winter, Mary. (1978). Housing. Family and Society. Toronto: John Wiley and Sons.
Mougenot, Catherine. (1988). "Building a House or a Social Universe?”. Dalam Canter, D., Krampen, M. dan Stea, D. (Eds) Environmental Perspectives. Aldershot: Avebury. 110-122.
Olson, S.H. dan Kobayashi, A.L. (1993). "The Emerging Ethnocultural Mosaic”. Dalam Bourne, Larry S. dan Ley, David F. (Eds) Twig Changing Social
Geographv of Canadian Cities. Kingston: McGill-Queen's University Press.
Parimin, A. Pardiman. (1987). Fundamental Studies on Spatial Formation of Island Village: Environmental Hierarchy of Sacred Profane Concept in Bali. Disertasi Doktoral pada University of Osaka, Japan: tidak diterbitkan.
Poespowardojo, Soerjanto. et al. (1982). Studi Sosio-Filosofis Pembangunan
Perumahan Susun. Jakarta: Jurusan Filsafat Fakultas Sastra Universitas
Indonesia.
Pranaji, Tri. (2003). ”Reformasi Kelembagaan dan Kemandirian Perekonomian Pedesaan, Kajian pada Kasus Agribisnis Padi Sawah”. Makalah dalam Seminar Nasional Peluang Indonesia untuk Mencukupi Sendiri Kebutuhan Nasionalnya, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jumat, 2 Oktober 2003 di Bogor.
Preiser, Wolfgang F.E. et.al. (1991). Design Intervention, Toward a More Humane
Architecture. NewYork: Van Nostrand Reinhold.
Rapoport, Amos (1990). The Meaning of the Built Environment. Tucson: The University of Arizona Press.
Rapoport, Amos dan Hardie, Graeme. (1991). "Cultural Change Analysis". Dalam Tipple, A. Graham dan Willis, Kenneth G. (Eds) Housing the Poor in
Developing World: Methods of Analysis. Case Studies and Policy. New York:
Routledge.
Rapoport, Amos dan Watson, Newton. (1972). "Cultural Variability in Physical Standards". Dalam Gutman, Robert. (Ed) People and Building. New York: Basic Books. 33-53.
Rapoport, Amos. (1969). House Form and Culture. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. 47
(2)
371
Rapoport, Amos. (1977). Human Aspects of Urban Form. Oxford: Pergamon.Rapoport, Amos. (1983). "Development, Culture Change and Supportive Design".
Habitat International. -, (7), 249-268.
Rapoport, Amos. (1985). "On diversity" and "Designing for Diversity”. Dalam Judd, B., Dean, J. dan Brown, D. (Eds) Housing Issues I: Design, for
Diversivication. Canberra: Royal Australian Institute of Architects.
Rapoport, Amos. (1986). "Culture and Built Form - a Consideration”. Dalam Salle, D.G. (Ed) Architecture in Cultural Change: Essays in Built Form and Culture
Research. Lawrence: University Press of Kansas.
Rapoport, Amos. (1989). "Foreword". Dalam Low, Setham M. dan Chambers, Erve. (Eds) Housing, Culture, and Design. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. xi-xxi.
Reed, Paul. (1976). Life Style as an Element of Social Logic: Patterns of Activity, Social Characteristics and Residential Choice. Ph.D. Thesis pada Department of Sociology University of Toronto: tidak diterbitkan.
Reis, John M. (1983). Culture as a Determinant of Housing Design: a Case Study of the Portuguese Community of the City of Toronto. Thesis pada University of Waterloo: tidak diterbitkan.
Roberts, M.L. dan Wortzel, L. (1979). "New Life Style Determinants of Women's Food Shopping Behavior”. Journal of Marketing. 43, (-), 28-39.
Robin, Jonathan. (1987). PRIZM (Census Demography). Claritas Corp.
Rojek, Chris., Calhoun, Craig., S Turner, Bryan. (2006). The SAGE Handbook of
Sociology. SAGE Publications.
Sastrosasmita, Sudaryono dan Nurul Amin, A.T.M. (1990). "Housing Needs of Informal Sector Workers: The Case of Yogyakarta, Indonesia”. Habitat
International. 14, ( 4), 77-88.
Saunders, P. (1989). "The Meaning of Home in Contemporary English Culture”.
Housing Studies.4, (3),177-192.
Schreiber, Alfred L. (1994). Lifestyle and Event Marketing. New York: McGraw Hill Book Co.
Seal, H. (1975). Alternative Life Styles, New Zealand: Hamilton.
Sherwood, Roger. (1981). Modern Housing Prototypes. USA: Harvard University Press.
Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.
Sills, David L. (1968). International Encyclopedia of the Social Sciences. New York: Macmillan and Free Press.
Sobel, Michel E. (1981). Lifestyle and Social Structure: Concepts, Definitions. Analyses. Toronto: Academic Press.
(3)
372
Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT RemajaRosdakarya. 58-59. Mengutip dari Altherton, C.R. dan Klemmack, D.L. (1982). Research Methods in Social Work: An Introduction. Lexington, Massachussetts: D.C. Heath 7 Co. Serta Goode, W.J.dan Hatt, P.K. (1952).
Methods in Social Research. New York: McGraw Hill.
Soen, Dan. (1979). "Habitability - Occupant's Needs and Dwelling Satisfaction”. Dalam Dan Soen. (Ed) New Trends in Urban Planning: Studies in Housing.
Urban Design and Planning. Oxford: Pergamon Press.
Solomon, Michael R. (1994). Consumer Behavior. (2nd ed.). USA: Allyn & Bacon. Sugiyono. (2005). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 18.
Sumaatmadja, Nursid. (2005). Hand-out kuliah Urban Geografi, Program S3 IPS Angkatan 2005. Tidak diterbitkan.
Sumintardja, Jauhari. (1979). Kompendium Arsitektur. Bandung. 138.
Surbakti, Ramlan. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.
Suriansyah, Y. (1999). ”Lifestyle: Isu Kontemporer dalam Arsitektur”. Jurnal
Arsitektur Tatanan. 01, (01). Bandung: Jurusan Arsitektur UNPAR. 69-76.
Suriansyah, Y. (1998). Bentuk dan Spesifikasi Bangunan Delapan Rumah Susun di Empat Kota Besar di Indonesia. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. Taylor, J. (1987). "Evaluation of the Jakarta Kampung Improvement Program" dalam
Skinner, R.J., Taylor, J. dan Wegelin, E.A. (Eds). Shelter Upgrading for the
Urban Poor: Evaluation of Third World Experience. Manila: Island
Publishing House. 39-68.
Taylor, J.L. dan Williams, D.G. (Eds) (1982). Urban Planning Practice in
Developing Countries. Toronto: Pergamon Press.
Taylor, Lisa. (Ed) (1989). Housing: Symbol. Structure. Site. New York: The Smithsonian Institution's National Museum of Design.
Tn. (1959). ”Flat Kementrian Luar Negeri, Perentjana: PT Pembangunan Perumahan”.
Majalah Arsitektur. Bandung (Januari 1959). 2, (1), -.
Tn. (1959). ”Perumahan Flat di Djalan Dago 104 Bandung, Perentjana NV Sangkuriang”. Majalah Arsitektu. Bandung (Oktober 1959). 2, (2), -.
Tn. (1996). “Hari Kependudukan Dunia, Pertumbuhan Penduduk Kota, Ancaman atau Tantangan?”. Kompas (11 Juli 1996).
Tn. (1997). ”Apartment, Office Space, and Shoping Centre Directory 1997, Directory Data at a Glance”. Majalah Property Indonesia. Jakarta. 21-22.
Tn. (1998). Majalah Properti (Juni1998).
Tn. (2006). ”-”. Kompas (Kamis, 28 Desember 2006)
Tn. (2007). ”Melepas Potensi Pertumbuhan Perkotaan”. Kompas (Selasa, 03 Juli 2007).
(4)
373
Tn. (1995). Sejarah Korea. Seoul: Radio Korea International.Weber, M. (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Terjemahan oleh Henderson A.M. dan Parson, T. New York: The Free Press. 428
Weber, Max. (1966). "Class, Status and Party" dalam Bendix, R. and Lipset, S.M. (Eds) (1966). Class, Status, and Power. New York: The Free Press.21-28. Weiss, Michael J. (1988). The Clustering of America. New York: Harper & Row,
Publishers.
Wells, William D. (Ed.). (1974), ”Life Style and Psychographics”. American
Marketing Association. 11-30, 71-95, 167-169, 225-232, 235-256.
Wilianto, Herman. (1989). “Tuntutan Postmodern: Segmentasi Pasar Perumahan Berdasarkan Lifestyle”. Makalah pada seminar Tridasawarsa pendidikan Teknik Planologi, ITB, 15 Maret 1989, Bandung.
Wilianto, Herman. (1994). Life Style and Housing Choice in the City of Bandung,
Indonesia. Disertasi Program Doktor Regional Planning and Resource
Development, University of Waterloo, Ontario, Canada. Tidak dipublikasikan. Wirth, Louis. (1938). ”Urbanism as a Way of Life”. American Journal of Sociology.
44, (-), Juli 1938. 1-24.
Yudohusodo, Siswono dan Salam, Soearli. (Eds) (1991). Perumahan untuk Seluruh
Rakyat (Housing for All People). Jakarta: Yayasan Padamu Negeri.
Yudohusodo, Siswono. et.al. (1991). Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: INKOPPOL, Unit Percetakan Bhakerta.
Data Statistik Indonesia. (2007). [Online]. Tersedia: http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/928/950/ [16 Jun 2007 22:26:20 GMT]
Davidson, I. (2000). I, Space, Place and Subversion. [Online]. Tersedia: http:/www.ijull.org/vol2/2/000015.htm.
Departemen Pekerjaan Umum. (2001). Penataan Ruang. Diskusi Teknis Sosialisasi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi, Kabupaten,dan Kota Di Wilayah Tengah. [Online]. Tersedia: http://www.pu.go.id/Humas/infoterkini/ppw2707011.htm [12 Jun 2007 22:23:08 GMT]
Department of the Treasury, Office of the Curator. [Online]. Tersedia: http://www.ustreas.gov/offices/management/curator/exhibitions/openspace/bo ard_1/exhibition1.htm [28 Mei 2007].
Emalisa. (-). Pola dan Arus Migrasi di Indonesia. Medan: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. [Online]. Tersedia: http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=in dex&req=getit&lid=607.
Encarta World English Dictionary [North American Edition]. (2007). Microsoft
(5)
G g G H h h K L M M N N S T http:/ d=18 General Reg Area Gene scotla 07:02 godam64. (2 Ilmu http:/ ajara Guspur. (200 [Onli GMT Harun, Uton 21 http:/ http://id.wiki http://library q=ge Kumar, Arv [Onli Liechty, Ma Cons http:/ Maharika, Ily Jun 2 Missouri Cen [Onli Jun http:/ http:/ National Cou Stand http:/ NUDS. (200 Mei 2 Shubhru Gu kepad Team Pelay perko //encarta.msn 861710990 [ gister Office as in Scotland
eral Register and.gov.uk/s 2:46 GMT] 2006). Penge
Sos //organisasi.o an_ilmu_sosio 07). Prediksi ine]. Tersedi T] Rustan (Tea Maret 2000 //www.geoci ipedia.org/wi .usu.ac.id/mo etit&lid=607. ind. (2002). ine] Tersedia
ark. (2003). S
sumer Socie
//press.prince ya F. (2007). 2007 18:35:5 nsus Data Ce
ine]. Tersed
2007 //www.censu //www.censu uncil for So
dards for //www.social 7). [Online]. 2007 00:36:3 upta. (2006, daJoshima M yanan Masy otaan biasa n.com/encnet 24 Jun 2007 for Scotland d. Annex B r Office for statistics/geog
ertian, Arti d iologi
org/pengertia ologi_geogra
Kota Satelit
ia: http://gu am Leader N 0, PU-CK ities.com/nud iki/Kekuasaa odules.php?o . Modern So a: http://www Suitably Mo ety. Princ
eton.edu/chap . [Online]. Te
7 GMT]. enter. (2003) dia: http://m
21:2 us.gov/popula us.gov/geo/w cial Studies. Social lstudies.org/m Tersedia: ht 33 GMT]. 09 Agustus) Mohan. yarakat Pem anya menja t/features/dic 06:56:25]. d. (2007). Sc
- History o Scotland. [O graphy/scose
dan Definisi D Geografi.
an_arti_dan_d afi [17 Jun 20
t 20 tahun ke
uspur.info/bu NUDS-2). (20 Jl. Pattim ds2/21maret.h an_politik op=modload&
ciological T
w.vedamsboo
odern: Makin
enton Univ pters/s7365.h ersedia: http ). Metropolit mcdc2.missou 24:19 ation/www/c www/ua/ua_2k (2006). Exp Studies. membership ttp://www.ge
). Archnet w merintah Kab adi tujuan ctionary/Dict cottish Settlem f Definition Online]. Ters ett/annex-b/in
Desa dan Ko
[On definisi_desa 007 03:34:28
depan. Gusp
uku/?cat=3 [ 000). Diskusi mura No.18
html [26 Me
&name=Dow
Theory. New
oks.com/no28
ng Middle-C
versity Press html [20 Mei p://nurpud.trip tan, Urban/R uri.edu/starte GMT]. censusdata/ur k.html pectations of Maryland. [16 Jun 2007 eocities.com/n web site, dis
bupaten Ma
urbanisasi.
tionaryResult ments Urban of 'Urban' A sedia: http:/ ndex.html [1
ota - Belajar nline].
a_dan_kota_b 8 GMT] pur’s Diary 2 [14 Jun 200
i NUDS, Dis
. [Online]. i 2007 00:36
wnloads&file Delhi: Saru 8126.htm.
Class Culture
s. [Online]. i 2007 22:06 pod.com/wak
Rural and PU
ers/metros_et Lihat r-def.html
f Exelence: C
[Online]. 7 07:27:55 G nuds2/21mar scussion foru alang. (2007
. [Online].
374
ts.aspx?refi n and Rural Areas at the //www.gro-3 Jun 2007r Pelajaran Tersedia: belajar_pel 2007-04-04. 7 06:01:13 skusi Panel, Tersedia: 6:33 GMT] e=index&re up & Sons.
e in a New
Tersedia: :32 GMT]. ktu.htm [17 UMA Areas. tc.html [17 juga: dan Curriculum Tersedia: GMT]. ret.html [26 um. E-mail 7). Daerah
(6)
375
http://www.kabmalang.go.id/suratwarga/index.cfm?xurl=tanggapan.cfm&xid =210 [7 Mei 2007 15:11:38 GMT]The American Heritage® Dictionary of the English Language (4th ed.). (2000). Houghton Mifflin Company.
Tn. (2005). Kekuasaan Politik. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_politik
Tn. (2005). Pengertian Kota dan Permukiman, Materi Kuliah Kota dan Permukiman.
[Online]. Tersedia:
http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/8/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-354-kotkim-1.ppt. [14 Jun 2007 06:01:13 GMT]
Tn. (2006). ”Taksonomi Kota”. Jurnal Balairung. BPPM Balairung UGM. [Online]. Tersedia: http://www.balairung.web.id/ [15 Jun 2007 08:26:46 GMT]
Tn. (2007). City. Wikipedia. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/city [17 Jun 2007 05:09:45 GMT]
Tn. (2007). Kota. Wikipedia. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kota [16 Jun 2007 05:09:45 GMT]
US Census Bureau. (1995). Urban and Rural Definitions. [Online]. Tersedia: http://www.census.gov/population/censusdata/urdef.txt [16 Jun 2007 22:46:59 GMT]
Ven, C van der. (2000). Space in Architecture. [Online]. Tersedia: http://www/embeddedsaces.dk. [15 Jun 2007 07:27:55 GMT].
Virola, Romulo A. (2003). ”Adoption of the Operational Definition of Urban Areas in the Philippines”. NSCB Resolution No. 9, Series of 2003. Philippines: National Statistical Coordination Board Makati City. [Online]. Tersedia: http://www.nscb.gov.ph/resolutions/2003/9.asp [15 Jun 2007 07:27:55 GMT].