Hubungan Antara Tipe-tipe Pola Asuh Orangtua dan Kemandirian Emosional pada Siswa SMA "X" Yogyakarta yang Indekost.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai hubungan antara tipe pola asuh orangtua dan kemandirian emosional siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost. Pemilihan sampel menggunakan snowball sampling, yang berjumlah 100 orang.

Berdasarkan uji reliabilitas alat ukur pola asuh didapatkan skor 0,712 untuk dimensi kontrol dan 0,720 untuk dimensi afeksi, sedangkan untuk alat ukur kemandirian emosional didapatkan skor 0,816. Untuk validitas pada alat ukur pola asuh berkisar 0,446-0,714 untuk dimensi kontrol dan 0,452-0,730 untuk dimensi afeksi, sedangkan validitas untuk alat ukur kemandirian emosional berkisar antara 0,340-0,655.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik maka terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritative dan kemandirian emosional(sig 0,002), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh authoritarian dan kemandirian emosional(sig 0,558), terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh permissive indulgent dan kemandirian emosional(sig 0,001), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh permissive neglectful dan kemandirian emosional(sig 0,240).

Peneliti mengajukan saran kepada pihak orangtua agar meningkatkan kemandirian emosional siswa. Selain itu, kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai pola asuh orangtua dan kemandirian emosional agar memertimbangkan faktor lain yang dapat memengaruhi kemandirian emosional.

v


(2)

ABSTRACT

This studies to determine the correlation between parenting style and emotional autonomy of boarding student in SMA “X” in Yogyakarta, using snowball sampling and the population consists of 100 students. The data are processed using Chi-square test.

The value of parenting style based on reliability test is 0,712 for controls dimension and 0,720 for affective dimension. And the value of emotional autonomy is 0,816. Validation value for parenting style between 0,446-0,714 for controls dimension and 0,452-0,730 for affective dimension. And the validation for emotional autonomy between 0,340-0,655.

Based on the data that have been processed statistically, we get significant correlation between authoritative parenting and emotional autonomy (sig 0,002), non-significant correlation between authoritarian parenting and emotional autonomy (sig 0,558), significant correlation between permissive indulgent parenting and emotional autonomy (sig 0,001), non-significant correlation between permissive neglectful parenting and emotional autonomy (sig 0,240).

The suggestion for parent is to improve their emotional autonomy. In addition, to the next researchers who want to study about parenting style and emotional autonomy should consider other factors that can influence the emotional autonomy.

vi


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI...iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI...iv

ABSTRAK...v

ABSTRACT...vi

KATA PENGANTAR ... ...vii

DAFTAR ISI ... ...ix

DAFTAR BAGAN...xiv

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN ... ...1

1.1 Latar Belakang masalah ... ...1

1.2 Identifikasi Masalah ... ...8

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian ... ...8

1.3.1 Maksud Penelitian ... ...8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... ...8

1.4 Kegunaan Penelitian ... ...9

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... ...9 ix


(4)

1.4.2 Kegunaan Praktis ... ...9

1.5 Kerangka Pemikiran ... ...9

1.6 Asumsi ... ...17

1.7 Hipotesis...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ...19

2.1 Pola Asuh Orang Tua ... ...19

2.1.1 Definisi Pola Asuh...19

2.1.2 Dimensi-Dimensi Pola Asuh ... ...20

2.1.3 Tipe-Tipe Pola Asuh... ...23

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh...30

2.2 Kemandirian Emosional ... ...31

2.2.1Pengertian Kemandirian Emosional ... ...31

2.2.2 Perkembangan Kemandirian Emosional ... ...32

2.2.2.1 Emotional Autonomy dan Detachment...33

2.2.2.2 Emotional Autonomy dan Individuation...34

2.2.3 Komponen Kemandirian Kemandirian Emosional ... ...36

2.2.4 Kemandirian Emosional Pada Remaja...37

2.3 Remaja (Adolescence) ... ...38

2.3.1 Definisi Remaja ... ...38

2.3.2 Karakteristik Perkembangan Masa Remaja... ...38

2.3.3 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja ... ...40

x


(5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... ...43

3.1 Rancangan Penelitian ... ...43

3.2 Prosedur Penelitian ... ...43

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ...44

3.3.1 Variabel Penelitian ... ...44

3.3.2 Definisi Konseptual...44

3.3.3 Definisi Operasional ... ...44

3.3.2.1 Pola Asuh Orang Tua ... ...44

3.3.2.2 Kemandirian Emosional ... ...45

3.4 Alat Ukur ... ...46

3.4.1 Alat Ukur Tipe-Tipe Pola Asuh Orang Tua ... ...46

3.4.1.1 Sistem Penilaian Alat Ukur Pola Asuh Orangtua...48

3.4.2 Alat Ukur Kemandirian Emosional ... ...49

3.4.2.1 Sistem Penilaian Alat Ukur Kemandirian Emosional...50

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... ...51

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... ...52

3.4.4.1 Uji Validitas ... ...52

3.4.4.2 Uji Reliabilitas ... ...53

3.5 Populasi Dan Teknik Penarikan Sampel ... ...54

3.5.1 Populasi Sasaran ... ...54

3.5.2 Karakteristik Populasi ... ...54

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... ...54 xi


(6)

3.6 Teknik Analisis Data ... ...55

3.7 Hipotesis Statistik...55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...57

4.1 Hasil Penelitian...57

4.1.1 Data Demografik Responden...57

4.1.1.1 Gambaran Mengenai Usia Responden...57

4.1.1.2 Gambaran Mengenai Lama Tinggal di Kost...58

4.1.1.3 Gambaran Mengenai Urutan Anak Responden...59

4.1.2 Hasil Penelitian Hubungan Antara Pola Asuh dan Kemandirian Emosional...60

4.1.2.1 Hasil Penelitian Hubungan Antara Pola Asuh Authoritative dan Kemandirian Emosional...60

4.1.2.2 Hasil Penelitian Hubungan Antara Pola Asuh Authoritarian dan Kemandirian Emosional...61

4.1.2.3 Hasil Penelitian Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Indulgent dan Kemandirian Emosional...62

4.1.2.4 Hasil Penelitian Hubungan Antara Pola Asuh Permissive Neglectful dan Kemandirian Emosional...63

4.2 Pembahasan...64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...68

5.1 Simpulan...68 xii


(7)

5.2 Saran...68

5.2.1 Saran Teoritis...68

5.2.2 Saran Praktis...69

5.3 Diskusi...69

DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR RUJUKAN ... ...

xiii


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Bagan Kerangka Pikir...16 Bagan 3.2 Prosedur Penelitian...43


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

L. I Pengertian Rumah Kost...80

L.II Kuesioner Pola Asuh Orangtua...81

L.III Kuesioner Kemandirian Emosional...86

L.IV Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Variabel Pola Asuh Orangtua...89

L.V Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemandirian Emosional...90

L.VI Hasil Data Utama Variabel Pola Asuh Orangtua...91

L.VII Hasil Data Utama Variabel Kemandirian Emosional...99

L.VIII Pengujian Statistik Chi Square...102

L.IX Tabulasi Silang...107


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Alat Ukur Tipe – Tipe Pola Asuh...47

Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Pola Asuh...48

Tabel 3.3 Pembagian Tipe Pola Asuh Berdasarkan Dimensi...49

Tabel 3.4 Kisi – Kisi Alat Ukur Kemandirian Emosional...50

Tabel 3.5 Penilaian Alat Ukur Kemandirian Emosional...51

Tabel 4.1 Usia Responden...57

Tabel 4.2 Lama Tinggal di Indekost...58

Tabel 4.3 Urutan Dalam Keluarga...59

Tabel 4.4 Analisis Hubungan Pola Asuh Authoritative dan Kemandirian Emosional...60

Tabel 4.5 Analisis Hubungan Pola Asuh Authoritarian dan Kemandirian Emosional...61 Tabel 4.6 Analisis Hubungan Pola Asuh Permissive Indulgent dan Kemandirian Emosional 62 Tabel 4.7 Analisis Hubungan Pola Asuh Permissive Neglectfuldan Kemandirian Emosional63


(11)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan anaknya kesekolah yang terbaik meskipun sekolah tersebut berada di luar kota. Tidak adanya sanak saudara yang berada di kota tersebut mengharuskan anak untuk menjalani kehidupan kost. Tempat indekost merupakan rumah kedua bagi siswa yang sedang menempuh pendidikannya di luar kota. Tinggal di indekost merupakan sarana untuk melatih kemandirian dalam kehidupan sehari-hari yang jauh dan bahkan tanpa pengawasan dari orangtua. Indekost juga menjadi tempat untuk mengembangkan jiwa kemandirian siswa. Selama kost, siswa dituntut untuk mengerjakan segala aktivitasanya tanpa bantuan orangtua. Disini siswa harus mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya, sehingga siswa harus dapat menerima dan bergaul dengan teman-teman yang mempunyai latar belakang budaya, kebiasaan, dan karakter diri yang beragam. Selama kost, siswa juga dituntut untuk dapat mengelola diri dan waktu dengan efektif dan efisien. Hal-hal semacam inilah, jika dipahami dan dilakukan dengan baik akan mampu dengan sendirinya mengembangkan jiwa kemandirian siswa.

Di SMA “X” Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015 terdapat 60% siswa yang

berasal dari luar kota Yogyakarta. Menurut salah seorang Guru yang mengajar di SMA “X” tersebut, keunikan yang menjadi daya tarik siswa untuk melanjutkan jenjang pendidikan di


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

tinggi, dan sekolah SMA “X” Yogyakarta ini adalah sekolah homogen khusus putri. Selain

karena kemauan siswa itu sendiri untuk memilih SMA “X”, terdapat beberapa orangtua yang

menginginkan anakanya untuk bersekolah di SMA tersebut. Banyaknya siswa yang berasal dari luar kota Yogyakarta dan tidak adanya sanak saudara di kota tersebut membuat siswa

yang akan masuk ke sekolah SMA “X” tersebut harus tinggal di tempat kost.

Masalah yang timbul dari siswa-siswa SMA “X” yang indekost adalah banyak dijumpai siswa masih menunjukan ketergantungan dengan orangtuanya, orangtua masih banyak berperan dalam hidup mereka (contohnya, dalam hal pemilihan kegiatan ekstrakulikuler atau bidang penjurusan pelajaran), dalam hal menyelesaikan masalah yang dialami siswa tersebut ketika memiliki masalah siswa langsung meminta bantuan dari orangtuanya. Sebagian dari mereka juga merasa homesick, ketika harus tinggal di tempat indekost dan berpisah dengan orangtuanya, dan ada beberapa siswa yang meminta untuk pulang ke rumahnya setiap dua minggu sekali di akhir pekan hanya untuk bertemu dengan orangtuanya dan ada juga yang hanya untuk dapat pergi ke gereja bersama kedua orangtuanya. Siswa-siswa tersebut juga mengungkapkan ketika mereka indekost, semua pengluaran harus serba dihemat. Apalagi bila orangtua telat mengirimkan uang bulanan, siswa akan menjadi panik karena sudah tidak mempunyai uang sehingga mereka menelepon orangtuanya dan menjadi kesal karena uangnya telah habis.

Selama menjalani kehidupan indekost tidak semua siswa bisa cepat beradaptasi, baik di lingkungan baru dengan budaya yang baru, dengan teman-teman kost, maupun dengan aturan yang diberlakukan di kost. Siswa yang sudah terbiasa mandiri ketika berada di rumah maupun yang pernah mengalami kehidupan indekost sebelumnya atau jauh dari orangtua tidak mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan indekost dan rata-rata dari mereka mampu menyelesaikan masalahnya sendiri ketika sedang berada di kost. Sedangkan untuk siswa yang baru pertama kali tinggal indekost dan tinggal terpisah dari orangtua lebih


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha

cenderung meminta bantuan ataupun dukungan kepada orangtua setiap kali mereka menghadapi masalah di indekost maupun di sekolah. Siswa selalu meminta bantuan maupun saran untuk mencari jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya, tanpa berusaha menyelesaikannya sendiri.

Tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada masa remaja adalah salah satu mencapai kemandirian emosional. Kemandirian emosional adalah kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggungjawab dalam ketidakhadiran atau jauh dari pengawasan orangtua maupun orang dewasa lainnya (Steinberg, 1993). Kemandirian emosional merupakan hal yang penting karena anak akan berpisah dari orangtuanya dan anak menjalani kehidupannya sendiri dan akan menempati posisi baru yang menuntut tanggungjawab. Perkembangan kemandirian emosional remaja di mulai dari proses perubahan hubungan emosional antara remaja dengan orangtua. Remaja mulai mengambil jarak dalam berinteraksi dengan orangtua, tetapi tidak putus hubungan. Meskipun memiliki sedikit konflik, remaja merasa bebas mengemukakan pendapatnya, dapat berdiskusi dan saling menyayangi.

Kemandirian emosional merupakan aspek penting yang harus dicapai individu pada masa remaja. hal ini sesuai dengan pandangan Mutadin (2002) yang menyatakan bahwa jika kemandirian emosional tidak dapat dicapai, hal ini dapat menghambat psikologis remaja di masa mendatang. Remaja yang tetap tergantung secara emosional pada orangtuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibandingkan remaja yang mencapai kemandirian emosional.

Mekanisme perkembangan kemandirian emosional dapat terlihat dari perubahan hubungan kedekatan emosional antara remaja dan orangtua mereka. Steinberg (1993)


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

memandang perubahan hubungan itu sebagai proses transformasi. Menurutnya meskipun remaja dan orangtua mengubah hubungan kedekatan emosional mereka ketika anak mereka berusia remaja, ikatan emosional di antara orangtua dan anak bagaimanapun tidak akan putus. Ini merupakan suatu pernyataan penting, karena berarti kemandirian emosi pada masa remaja mengalami transformasi, bukan pemutusan hubungan keluarga. Remaja menjadi lebih mandiri secara emosi dari orangtua mereka tanpa pemutusan hubungan diantara mereka.

Secara operasional terdapat empat komponen kemandirian emosional yang terdiri dari: de-idealized artinya remaja memandang orangtua apa adanya, maksudnya tidak memandang orangtua sebagai orang yang sempurna dan serba tahu, parent as people artinya remaja melihat orangtua sebagai orang dewasa lainnya yang juga pernah melakukan kesalahan, non-dependency artinya remaja dapat mengandalkan dirinya sendiri daripada bergantung pada orangtuanya, dan individualized artinya remaja menunjukan „pribadi‟ yang berbeda dengan orangtuanya atau memiliki privacy yang tidak ingin diketahui orangtuanya.

Kemandirian emosional dapat terjadi karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi. Ada dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kemandirian emosional yaitu dorongan dari dalam diri remaja itu sendiri. sedangkan faktor eksternal yaitu berbagai stimulasi yang datang dari lingkungan seperti pola asuh orangtua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat. Diantara faktor internal dan eksternal tersebut, faktor pola asuh orangtua dianggap sebagai faktor yang paling menentukan dalam pembentukan kemandirian emosional remaja (Steinberg, 1993). Menurut Steinberg (1993), bahwa pola asuh orangtua dipandang sebagai faktor penentu (determinant factor) yang mempengaruhi proses kemandirian emosional remaja karena orangtua merupakan lingkungan yang paling dekat dengan remaja.


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha

Menurut Diana Baumrind (1991) pola asuh adalah cara yang digunakan orangtua dalam usaha membantu tumbuh dan berkembang dengan merawat, membimbing, dan mendidik anak agar mampu mandiri sehingga dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Terdapat empat tipe pola asuh yaitu pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent dan permissive neglectful. Dalam pengasuhan authoritative, orangtua memberikan kebebasan terhadap anak namun diharapkan anak mampu bertanggung jawab terhadap segala perilakunya. Orangtua akan bersikap tegas ketika perilaku anak dianggapnya kurang sesuai. Pada pola pengasuhan authoritative orangtua menghargai pandangan atau gagasan-gagaan dari sang anak dan bersikap tanggap terhadap kebutuhan anak. Pada pola asuh authoritarian, orangtua mengharuskan anak untuk mengikuti segala kehendak orangtua atau aturan-aturan yang dibuat orangtua karena menganggap hal tersebut merupakan suatu kebenaran dan demi untuk kebaikan anak itu sendiri, persepsi atau gagasan-gagasan anak kurang dihargai, dan orangtua kurang tanggap terhadap kebutuhan sang anak. Pada pengasuhan authoritarian, anak dikenakan hukuman manakala anak melakukan pelanggaran aturan. Dalam pengasuhan permissive terdapat dua bentuk, yaitu permissive indulgent dan permissive neglectful. Pola pengasuhan permissive indulgent atau yang sering disebut pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan yang memanjakan anak. Sedangkan permissive neglectful atau yang sering dikenal dengan pengasuhan yang mengabaikan, dimana orangtua tidak terlibat dalam kehidupan anak sehingga anak terkesan ditelantarkan.

Survei awal dengan wawancara yang dilakukan peneliti kepada 10 siswa SMA “X”

Yogyakarta yang indekost menunjukkan hasil sebagai berikut: 70% siswa menghayati bahwa orang tuanya memberikan kebebasan namun orang tua tetap mengontrol dan memberikan batasan-batasan kepada siswa, misalnya tidak boleh pulang malam atau melebihi jam malam kost. Komunikasi yang baik membuat mereka berani dan merasa nyaman untuk bercerita mengenai dirinya kepada orang tuanya, selain itu tidak adanya tuntutan dari orang tua


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

membuat mereka bebas mengeksplor dirinya sendiri. Siswa-siswa tersebut merasa orang tuanya sangat care dan tepat dalam pemenuhan kebutuhan mereka baik secara materi atau psikis (tipe pola asuh authoritative). Dari 70% siswa, 5 di antaranya memandang orang tuanya de-idealized, orang tua pernah melakukan kesalahan, tidak hanya mendengar pendapat orang tuanya, tidak mengandalkan orang tuanya dan dapat mengerti keterbatasan orang tua. Memandang parents as people, mereka dapat menolak pendapat orang tuanya dan mereka dapat mengungkapkan perasaannya dengan bebas kepada orang tua. Mereka akan lebih mengandalkan dirinya sendiri dan mampu bertanggung jawab (non dependency), mereka dapat mengatasi perasaannya sendiri dan membuat suatu keputusan berdasarkan dirinya sendiri secara bertanggung jawab. Mereka mampu melalukan individualisasi di dalam hubungannya dengan orang tua (individuated), mereka mempunyai pandangan berbeda dengan orang tuanya, mereka ingin mempunyai privasi sendiri dan mereka merasa berhak untuk mengatur keuangannya sendiri, sedangkan 2 siswa masih mengidealkan orang tuanya, mereka merasa orang tuanya tahu mengenai dirinya dan memiliki kekuasaan (de-idealized). Selain itu kedua siswa tersebut juga masih mengharapkan dan cukup bergantung pada orang tuanya dalam hal dukungan ataupun masukan-masukan ketika mereka mengalami masalah, seperti masalah dalam kesulitan belajar (non dependency).

Sebanyak 10% siswa menghayati bahwa orang tuanya memberikan batasan-batasan tertentu dan aturan yang tegas dan mutlak terhadap anaknya, ia juga harus menghormati pekerjaan serta usaha orang tua. Jika siswa melakukan kesalahan, orang tua dengan cepat memberikan hukuman kepadanya (tipe pola asuh authoritarian). Dari 10% siswa tersebut, siswa merasakan ketakutan yang membuat ia selalu mengidealkan orang tuanya karena orang tuanya mempunyai kekuasaan terhadap dirinya (de-idealized), siswa tidak dapat menolak pendapat yang diungkapkan oleh orang tua kepada dirinya karena takut orang tua akan menghukum apabila ia tidak menuruti perkataan orang tua dan siswa kurang dapat


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha

mengungkapkan perasaannya dengan bebas kepada orang tua (parent as people). Siswa kurang dapat mengandalkan dirinya sendiri dan harus bergantung kepada orang tua dan kurang mampu bertanggung jawab (non dependency), selain itu mereka akan memiliki pribadi yang berbeda (individuated).

Sebanyak 10% siswa menghayati bahwa orang tuanya sangat menyayanginya, memberikan segala keinginannya dan orang tua membebaskan dirinya untuk melalukan apa saja yang sesuai dengan keinginannya tanpa adanya kontrol dan tuntutan apa pun (tipe pola asuh permissive indulgent). Dari 10% siswa tersebut, memandang bahwa orang tuanya adalah figur yang sempurna dan sangat dikagumi, selalu mengidealkan orang tuanya bahwa hanya orang tualah yang mengerti dirinya (de-idealized). Siswa akan dengan bebas mengutarakan setiap pendapat dan keinginannya kepada orang tua namun tidak mampu menolak pendapat orang tuanya karena siswa percaya bahwa pendapat yang disampaikan orang tuanya itu adalah yang terbaik bagi dirinya (parents as people). Ia selalu membutuhkan orang tuanya meskipun tidak selalu hadir secara fisik, namun ia mengharapkan orang tuanya selalu ada ketika ia menelpon orang tua. Ia akan menceritakan segala perasaan yang menjadi sumber kegelisahannya dengan leluasa karena ia kurang mampu untuk mengatasinya sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya. Dirinya meyakini ketika orang tua membantunya, orang tua juga akan ikut bertanggung jawab pada apa yang dilakukan oleh dirinya (non dependency). Ia mengatakan bahwa orang tua berhak tahu segalanya tentang dirinya (individuated).

Sebanyak 10% siswa yang diwawancara menghayati bahwa orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga orang tua memberi kebebasan sepenuhnya kepada mereka untuk dapat melakukan banyak hal tanpa adanya kontrol dari orang tua. Mereka dapat dengan mudah untuk menentukan pilihan sesuai keinginan mereka tanpa diketahui oleh orang tua (tipe pola asuh permissive neglectful). Dari 10% siswa tersebut, dapat diketahui bahwa ia memandang orang tuanya terlalu sibuk sehingga ia tidak lagi dapat mengandalkan orang


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

tuanya dan ia mengerti bahwa orang tuanya memiliki keterbatasan (de-idealized). Ia juga memandang orang tuanya sebagaimana orang lain pada umumnya. Ia dengan mudah menolak pendapat mereka ketika pendapat orang tua berbeda dengan pendapatnya (parents as people). Ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lebih dapat mengatasi perasaannya sendiri (non dependency). Ia juga merasa berhak untuk mengatur hidupnya sendiri (individuted).

Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana

hubungan antara tipe pola asuh orangtua dan kemandirian emosional siswa SMA “X”

Yogyakarta yang indekost.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Dari penelitian ini ingin diketahui apakah ada hubungan antara tipe-tipe pola asuh orangtua dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai tipe-tipe pola asuh

orangtua dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara tipe-tipe pola asuh orangtua


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi bagi bidang ilmu Psikologi Keluarga dan Psikologi Pendidikan mengenai hubungan antara pola asuh orangtua dan kemandirian

emosional SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara pola asuh orangtua dan kemandirian emosional.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Untuk memberikan informasi kepada orangtua mengenai kemandirian emosional siswa indekost sehingga orangtua dapat mendukung siswa dalam mengembangkan kemandirian emosional.

Sebagai masukan bagi siswa indekost mengenai kemandirian emosional, agar mereka dapat mengembangkan diri menjadi pribadi yang mandiri secara emosional.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini, seorang individu akan mengalami perubahan dari individu yang tidak mandiri menjadi individu yang menunjukkan kemandirian. Kemandirian merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja, karena kemandirian merupakan bagian dari tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja sebagai persiapan untuk melangkah ke masa dewasa. Steinberg (1993) menyatakan bahwa meskipun perkembangan kemandirian merupakan isu psikososial yang penting sepanjang rentang kehidupan, perkembangan


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

kemandirian yang menonojol adalah selama masa remaja karena perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial terjadi pada periode ini. Oleh karena itu, kemandirian remaja dipandang sebagai hal mendasar yang patut mendapat perhatian, agar para remaja nantinya dapat dengan mantap memasuki dunia yang baru yaitu masa dewasa.

Steinberg (1993) membagi kemandirian menjadi tiga jenis, yaitu kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Ketiga jenis kemandirian itu berkembang secara berturut-turut sejak masa remaja awal hingga remaja akhir. Diantara ketiganya, kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan kemandirian nilai (Steinberg, 1993). Oleh karena itu, penelitian ini akah difokuskan pada kemandirian emosional saja.

Kemandirian emosional didefinisikan oleh Steinberg (1993) sebagai aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antara individu, seperti hubungan emosional antara remaja dengan ibunya dan hubungan emosional antara ayah dan remaja. Remaja mengartikan kemandirian emosional sebagai individuasi atau melepaskan diri dari ketergantungan remaja terhadap orangtua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orangtua (Steinberg & Silverberg 1986, dalam Steinberg 1993)

Mekanisme perkembangan kemandirian emosional remaja dapat dilihat dari perubahan hubungan kedekatan emosional antara remaja dan orangtua mereka. Steinberg (1993) memandang perubahan hubungan itu sebagai proses transformasi. Menurutnya meskipun remaja dan orangtua mengubah hubungan kedekatan emosional mereka ketika anak mereka berusia remaja, ikatan emosional di antara orangtua dan anak bagaimanapun tidak akan putus. Ini merupakan suatu pernyataan penting, karena berarti kemandirian emosi pada masa remaja mengalami transformasi, bukan pemutusan hubungan keluarga. Remaja menjadi mandiri secara emosi dari orangtua mereka tanpa pemutusan hubungan di antara mereka.


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha

Keberhasilan seorang anak memiliki kemandirian emosional dalam dirinya ditandai dengan empat komponen utama yang apabila diterapkan pada kemandirian emosional siswa SMA yang tinggal indekost, yaitu De-idealized, yaitu kemmapuan siswa memandang orangtua sebagaimana adanya, tidak mengidealkan orangtuanya, menganggap orangtua tidak berbeda dari dirinya dan orang lain pada umumnya yang bisa berbuat kesalahan, serta orangtua bukanlah figur yang tahu akan segala hal. Contoh, tidak akan langsung menerima informasi yang diberikan oleh orangtua tetapi diolah terlebih dahulu dan mencari tahu dari sumber lain mengenai kebenaran informasi yang diterima.

Aspek kedua adalah Parent as people, yaitu siswa memandang orangtua seperti memandang orang dewasa pada umumnya. Siswa dapat berinteraksi dengan orangtua secara leluasa. Contohnya, siswa bisa dengan leluasa berdiskusi dan membahas mengenai topik apapun (sekolah, cita-cita, teman, dll) dengan orangtua.

Aspek ketiga adalah Non dependency, yaitu siswa lebih mengandalkan dirinya sendiri dibandingkan bergantung pada bantuan dari orangtua untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Siswa berupaya untuk lebih mengandalkan dirinya sendiri daripada harus meminta bantuan orangtua, sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakan yang sudah dilakukannya. Contoh, ketika siswa harus mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, siswa akan memilih sendiri kegiatan yang akan dilakukannya tanpa harus bertanya terlebih dahulu kepada orangtua. Siswa yang kurang memiliki kemandirian emosional tidak akan berupaya untuk menyelesaikan masalahnya dan membiarkan orangtua mengambil keputusan untuk dirinya. Contoh, siswa lebih menyukai mata pelajaran IPS tetapi siswa lebih memilih masuk kelas IPA karena orangtua ingin ketika kuliah, siswa mengambil jurusan kedokteran.

Aspek terakhir adalah Individuated, yaitu siswa memperlihatkan kepribadian yang

„berbeda‟ dan „terpisah‟ dengan orangtua dengan cara menjaga privacy mereka dari orangtua. Remaja merasa hal yang wajar apabila ia memiliki ruang privacy pada diri mereka yang tidak


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

diketahui oleh orangtua karena pada dasarnya remaja dan orangtua adalah dua individu yang berdiri sendiri serta siswa berani intuk menunjukkan jati dirinya. Contoh, siswa tidak menceritakan secara jelas kepada orangtuanya ketika mereka sedang dekat dengan lawan jenisnya.

Ciri-ciri siswa yang memiliki kemandirian emosional yang rendah yaitu, siswa akan bergantung pada orangtua untuk menyelesaikan masalah, siswa juga memandang orangtua selalu benar dan memiliki hak untuk mengetahui segala hal yang terjadi pada dirinya. Sedangkan, siswa yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi memiliki ciri-ciri yaitu, siswa berusaha mencari jalan keluar sendiri atas masalah yang sedang terjadi, tidak memandang bahwa orangtua adalah orang yang selalu benar, dan tidak semua hal dalam diri siswa harus diketahui oleh orangtua.

Perkembangan kemandiran emosional siswa tentu tidak lepas dari interaksi antara siswa dengan orangtuanya, baik ayah maupun ibu melalui tipe pengasuhan yang diterapkan sehari-hari. Interaksi dalam keluarga yang memberi peluang kepada anak-anaknya untuk menyatakan keberatan atas aturan yang ditetapkan orangtua, serta membiarkan anak mengatur dan menampilkan dirinya sendiri dan memberikan kehangatan maupun dukungan. Orangtua yang mengarahkan anaknya untuk menunjukkan kematangan akan menjadikan anak secara berangsur-angsur mengurangi ketergantungan pada arahan dan bimbingan orangtua dan juga mengurangi pandangan bahwa orangtua adalah orang yang serba ideal. Oleh karena itu, gaya pengasuhan mempunyai peran yang besar dalam pembentukan kemandirian emosional siswa. Setiap orangtua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mendidik anak. Tipe pengasuhan orangtua pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk interaksi antara orangtua dan anaknya. Orangtua pada umumnya, disadari atau tidak telah meletakkan dasar-dasar perkembangan pola, sikap dan perilaku bagi para remajanya sejak awal kehidupan mereka di lingkungan keluarga. Menurut Baumrind (1991) terdapat empat tipe pola asuh yaitu


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha

authoritative, authoritarian, permissive indulgent, dan permissive neglected. Setiap tipe pola asuh mengandung dimensi pola asuh yang membedakan tipe-tipe pola asuh tersebut. Terdapat dua dimensi dalam pola asuh yaitu dimensi kontrol yang bergerak antara permisif sampai restriktif, yang berarti kontrol orangtua bernuansa dari kontrol yang lemah sampai yang kuat. Ada orangtua yang memberi kebebasan sangat besar sedangkan yang lain sangat mengendalikan tingkah laku anaknya. Pada umumnya, kontrol yang diberikan orangtua tidak murni permisif atau restriktif, tetapi merupakan perpaduan antara keduanya. Dimensi yang kedua yaitu dimensi afeksi. Dalam dimensi ini tingkah laku orangtua bergerak mulai dari memberi kehangatan sampai penolakan. Aspek-aspek yang tercakup dalam dimensi ini adalah perhatian terhadap kesejahteraan anak, kepekaan terhadap kebutuhan anak, kesediaan untuk meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama anak, kepekaan terhadap keadaan emosi anak, dan kesediaan menanggapi prestasi dan keberhasilan yang dicapai anak.

Tipe pola asuh authoritative lebih fleksibel. Seimbang dalam kedua dimensi baik dimensi kontrol dan afeksi. Pola asuh ini dicirikan dengan tututan dari orangtua yang disertai dengan komunikasi terbuka antara orangtua dan anak dengan disertai kehangatan dari orangtua. Orangtua memberikan tututan namun tetap merespon keinginan siswa, mau mendengarkan pendapat siswa dan mau berdiskusi dengan siswa. Orangtua juga memberi afeksi, misalnya dalam bentuk perhatian dan semangat kepada siswa. Keadaan yang demikian membuat siswa merasa dihargai dan diberi kepercayaan oleh orangtua, oleh karena itu menjadikan siswa lebih percaya diri, terbiasa untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, seta mampu mengutarakn pendapat. Saat siswa tersebut kost, orangtua akan memberikan nasehat, pendapat, serta mau meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah anak mengenai kesulitan dan masalah yang dihadapi di sekolah maupun di luar kegiatan sekolah. Orangtua akan menerapkan komunikasi timbal balik di dalam keluarga, salah satunya dengan melibatkan siswa dalam diskusi pengambilan keputusan dan


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

menanyakan pendapat serta pertimbangan siswa dalam membuat keputusan akhir, oleh karena itu siswa akan menunjukkan peningkatan dalam kemandirian emosionalnya dan cenderung akan memiliki kemandirian emosional yang tinggi.

Tipe pola asuh authoritarian mengkombinasikan tingginya kontrol dan rendahnya afeksi dicirikan dengan orangtua yang selalu menuntut anak tanpa memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak juga kehanagatan dari orangtua. Orangtua banyak menuntut kepada anak tanpa memberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, komunikasi cenderung satu arah, selain itu siswa kurang mendapatkan respon dan kurang mendapatkan perhatian dari orangtua. Tingkah laku orangtua tersebut dapat membuat siswa merasa cemas, stress dan tertekan karena banyaknya tuntutan, sehingga membuat siswa tidak dapat mengemukakan keinginannya. Siswa terbiasa untuk mengikuti tuntutan dan keinginan orangtua. Adanya kontrol yang kuat dapat membuat siswa menjadi dependent karena tidak terbiasa untuk mengambil keputusan sendiri. sebagai siswa yang dituntutk untuk dapat mandiri, siswa menjadi kesulitan untuk mengatur waktu dan sulit untuk memprioritaskan kegiatan yang semestinya dilakukan karena terbiasa diatur oleh orangtuanya. Siswa tidak terbiasa untuk berinisiatif sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kemandirian emosionalnya. Dengan tipe pola asuh authoritarian, siswa cenderung akan memiliki kemandirian emosional yang rendah. siswa akan takut untuk mengemukakan pendapatnya dan kesulitan dalam pengambilan keputusan karena merka bergantung pada aturan yang dibuat oleh orangtua mereka.

Tipe pola asuh permissive indulgent, mengandung kontrol yang rendah dan afeksi yang tinggi. Dicirikan dengan orangtua yang terlalu membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun kontrol, anak dibolehkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Orangtua memberi kasih sayang kepada anaknya, namun kurang disertai


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha

batasan dalam bertingkah laku. Hal ini mengakibatkan siswa kurang dapat mengandalkan dirinya sendiri, suka mendominasi orang lain ataupun suka melawan. Tingkah laku yang demikian dapat berpengaruh dalam kehidupan siswa saat indekost. Siswa terbiasa untuk dikabulkan semua keinginannya, dimanjakan, dan tidak terbiasa dengan tuntutan dan disiplin. Dengan tipe pola asuh permissive indulgent, siswa akan cenderung memiliki kemandirian emosional yang rendah. Orangtua dengan tipe pola asuh permissive indulgent akan memanjakan siswa dengan membiarkan siswa melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya siswa tidak pernah belajar bagaimana mengendalikan perilaku dan emosinya sendiri dan selalu berharap bisa mendapatkan semua keinginannya.

Tipe pola asuh permissive neglectful, mengkombinasikan rendahnya kontrol dan rendahnya afeksi. Tipe pola asuh ini dicirikan dengan orangtua yang bersikap mengabaikan, lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan orangtua daripada kebutuhan dan keinginan anak, tidak adanya tuntutan, larangan ataupun komunikasi terbuka antara orangtua dan anak. Siswa yang orangtuanya menerapkan tipe pola asuh permissive neglectful mengembangkan suatu perasaan bahwa kehidupan orangtua lebih penting daripada siswa. Selain itu, siswa tersebut akan tidak cakap secara sosial, memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian emosional dengan baik, serta siswa akan sangat kurang dalam hal tanggung jawab sosial.

Melalui pola asuh yang berbeda, dapat dimaknai secara positif ataupun sebaliknya. Orangtua yang memilih untuk memasukan anaknya di dalam kehidupan indekost akan membuat siswa semakin memiliki kemandirian secara emosional dan mengurangi pandangan bahwa orangtua adalah orang yang paling ideal. Oleh karena itu, dengan penelitian ini ingin diketahui sejauhmana hubungan antara tipe pola asuh orangtua dan kemandirian emosional


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran Permissive Indulgent Permissive Neglectful Siswa SMA

“X”

Yogyakarta yang indekost

Kemandirian Emosional

4 Komponen: 1. De-idealized 2. Parent ad people 3. Non-dependency 4. Individuated

Dimensi :  Kontrol  Afeksi

Authoritative Authoritarian


(27)

17

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Penelitian

1. Kemandirian Emosional siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost dapat dilihat melalui aspek de-idealized, parent as people, non-dependency, dan individuated. 2. Pola asuh yang diterapkan orangtua bervariasi berdasarkan derajat dimensi kontrol

dan afeksi.

3. Variasi tipe pola asuh orangtua dapat dikelompokkan menjadi pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent dan permissive neglectful. 4. Pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent dan permissive

neglectful menentukan tinggi atau rendahnya kemandirian emosional siswa SMA

“X” Yogyakarta yang indekost.

5. Pola asuh authoritative, authoritarian, permissive indulgent dan permissive neglectful memiliki hubungan dengan kemandirian emosional siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost.


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

1.7 Hipotesis Penelitian

1) Tipe pola asuh authoritative berhubungan dengan kemandirian emosional siswa

SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

2) Tipe pola asuh authoritarian berhubungan dengan kemandirian emosional siswa

SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

3) Tipe pola asuh permissive indulgent berhubungan dengan kemandirian emosional

siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

4) Tipe pola asuh permissive neglectful berhubungan dengan kemandirian emosional


(29)

68

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan mengenai hubungan antara tipe-tipe pola asuh orangtua dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1) Terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh authoritative dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost. 2) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh authoritarian

dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost. 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh permissive indulgent

dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost. 4) Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pola asuh permissive

neglectful dan kemandirian emosional pada siswa SMA “X” Yogyakarta yang indekost.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola asuh orangtua dan kemandirian emosional.


(30)

69

Universitas Kristen Maranatha

5.2.2 Saran Praktis

1) Orangtua diharapkan membuka diri kepada siswa indekost untuk memberikan saran dan dukungan terkait masalah kemandirian emosional siswa sehingga orangtua dapat mendukung dalam mengembangkan kemandirian emosional siswa.

2) Memberikan masukan dan arahan kepada setiap siswa yang indekost mengenai pentingnya menerapkan kemandirian emosional dalam kehidupan indekost.


(31)

HUBUNGAN ANTARA TIPE-TIPE POLA ASUH ORANG TUA DAN

KEMANDIRIAN EMOSIONAL PADA SISWA SMA “X”

YOGYAKARTA YANG INDEKOST

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Oleh : CHRIS EVELIN

NRP : 0730129

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(32)

(33)

(34)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat, anugerah dan karunia-Nya maka penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA TIPE-TIPE POLA ASUH ORANGTUA DAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL PADA SISWA SMA ‘X’ YOGYAKARTA YANG INDEKOST”.

Selama proses pengerjaan sampai selesainya penelitian ini, penulis banyak menemui hambatan dan kesulitan namun adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang begitu dalam kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara moril dan materil selama masa penyusunan penelitian ini, terutama kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, Psikolog selaku pembimbing utama yang telah banyak membantu memberikan banyak masukan dan arahan penulis.

3. Lisa Imelia, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang tiada hentinya membantu memberikan masukan, arahan serta membantu penulis saat mengalami kesulitan hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Dewi selaku salah seorang guru di SMA ‘X’ Yogyakarta yang bersedia diwawancari penulis.

vii


(35)

5. Teman-teman adikku yang berada di kos “X”, kos “Y”, kos “Z”dan kos “A” Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil data dalam menyelesaikan penelitian ini

6. Suamiku yang selalu memberikan semangat, tempat berbagai keluh kesah dan meluangkan waktunya untuk mengantar saya bimbingan kekampus.

7. Papa dan mama tersayang yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Ciciku serta adik-adikku tersayang yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk mengerjakan dan menyelesaikan enelitian.

9. Seluruh teman-temanku terimakasih atas dukungan dan supportnya yang kalian berikan kepada penulis ketika penulis merasakan kepenatan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik maupun saran dari semua pihak akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa Psikologi pada khususnya.

Bandung, Juni 2016

Penulis

viii


(36)

83

DAFTAR PUSTAKA

Baumrind, D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence and substance use. The Journal of Early Adolescence, 11 (1), 56-95.

Bowlby, J. 1969. Attachment and Loss, vol. 1: Attachment. London: The Hogarth Press and the Institute of Psycho-Analysis.

Guilford, J.P. 1995. Fundamental Statistic in Psychology And Education. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Gunarsa, Dr Singgih D. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Havighurst, R. J. 1999. Developmental Task and Education. New York: Mackay. Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology: A Life- Span Approach (5th.ed).

New Delhi: Tata Mc Graw-Hill, Ltd.

Hurlock, E.B. 1999. Adolescent Development. International Student Edition. Kogakusha: Mc Graw-Hill, Ltd.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Murdock, G.P. 1965. Social Structure. Tenth printing. New York: The Mc Millan Company.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill.

Rice, F.P. (1990). The Adolescent Development, Relationship & Culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon.

Santrock, J.W. 2001. Adolescence (8th.ed). North America: Mc Graw-Hill.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Steinberg, Laurence. 1993. Adolescence. Sixth Edition, New York: McGraw-Hill, Inc.


(37)

84

DAFTAR RUJUKAN

Anastasia Arika Widiana, Heni Nugraheni. 2006. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kemandirian Pada Remaja. Universitas Setia Budi Surakarta.(Online).(http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JUR NAL%202.pdf, diakses 10 Mei 2013)

Ariani, Risa Panti. 2004. Hubungan antara Pola Pengasuhan Authoritative Orang Tua dengan Kemandirian Emosional Remaja. (Online). (http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=539, diakses 1 Mei 2013)

Ernawaty. 2013. Kemandirian Remaja Tergantung Pengasuhan Orang tua : BkkbN.(Online).(http://kalsel.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=44 7, diakses 8 April 2013)

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Februari 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi III. Bandung.

J. Drost Sj.(http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285ensiklopedi/1441-pelayan-pendidikan-indonesia, diakses 1 Mei 2013)

Olivia, A. 2000. Personal, Social and Family Correlates of Emotional Autonomy in Adolescence. Universidad de Sevilla. Avda. San Francisco. (Online) (http://www.pdipas.us.es/o/olivia/jena%20paper.doc, diakses 8 April 2013) http://dinasperumahan.jakarta.go.id/doc/sosialisasipemukiman.ppt, diakses 8 April

2013


(1)

(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat, anugerah dan karunia-Nya maka penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA TIPE-TIPE POLA ASUH ORANGTUA DAN

KEMANDIRIAN EMOSIONAL PADA SISWA SMA ‘X’ YOGYAKARTA YANG INDEKOST”.

Selama proses pengerjaan sampai selesainya penelitian ini, penulis banyak menemui hambatan dan kesulitan namun adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih yang begitu dalam kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara moril dan materil selama masa penyusunan penelitian ini, terutama kepada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Dra. Sianiwati S. Hidayat, Psikolog selaku pembimbing utama yang telah banyak membantu memberikan banyak masukan dan arahan penulis.

3. Lisa Imelia, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping yang tiada hentinya membantu memberikan masukan, arahan serta membantu penulis saat mengalami kesulitan hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Dewi selaku salah seorang guru di SMA ‘X’ Yogyakarta yang bersedia diwawancari penulis.

vii


(4)

5. Teman-teman adikku yang berada di kos “X”, kos “Y”, kos “Z”dan kos “A” Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil data dalam menyelesaikan penelitian ini

6. Suamiku yang selalu memberikan semangat, tempat berbagai keluh kesah dan meluangkan waktunya untuk mengantar saya bimbingan kekampus.

7. Papa dan mama tersayang yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Ciciku serta adik-adikku tersayang yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk mengerjakan dan menyelesaikan enelitian.

9. Seluruh teman-temanku terimakasih atas dukungan dan supportnya yang kalian berikan kepada penulis ketika penulis merasakan kepenatan.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik maupun saran dari semua pihak akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi penulis. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa Psikologi pada khususnya.

Bandung, Juni 2016

Penulis

viii


(5)

83

DAFTAR PUSTAKA

Baumrind, D. 1991. The influence of parenting style on adolescent competence and substance use. The Journal of Early Adolescence, 11 (1), 56-95.

Bowlby, J. 1969. Attachment and Loss, vol. 1: Attachment. London: The Hogarth Press and the Institute of Psycho-Analysis.

Guilford, J.P. 1995. Fundamental Statistic in Psychology And Education. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Gunarsa, Dr Singgih D. 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Havighurst, R. J. 1999. Developmental Task and Education. New York: Mackay. Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology: A Life- Span Approach (5th.ed).

New Delhi: Tata Mc Graw-Hill, Ltd.

Hurlock, E.B. 1999. Adolescent Development. International Student Edition. Kogakusha: Mc Graw-Hill, Ltd.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Murdock, G.P. 1965. Social Structure. Tenth printing. New York: The Mc Millan Company.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill.

Rice, F.P. (1990). The Adolescent Development, Relationship & Culture (6th ed.). Boston: Ally & Bacon.

Santrock, J.W. 2001. Adolescence (8th.ed). North America: Mc Graw-Hill.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Steinberg, Laurence. 1993. Adolescence. Sixth Edition, New York: McGraw-Hill, Inc.


(6)

84

DAFTAR RUJUKAN

Anastasia Arika Widiana, Heni Nugraheni. 2006. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kemandirian Pada Remaja. Universitas Setia Budi Surakarta.(Online).(http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JUR NAL%202.pdf, diakses 10 Mei 2013)

Ariani, Risa Panti. 2004. Hubungan antara Pola Pengasuhan Authoritative Orang

Tua dengan Kemandirian Emosional Remaja. (Online).

(http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=539, diakses 1 Mei 2013)

Ernawaty. 2013. Kemandirian Remaja Tergantung Pengasuhan Orang tua : BkkbN.(Online).(http://kalsel.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=44 7, diakses 8 April 2013)

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Februari 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi III. Bandung.

J. Drost Sj.(http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285ensiklopedi/1441-pelayan-pendidikan-indonesia, diakses 1 Mei 2013)

Olivia, A. 2000. Personal, Social and Family Correlates of Emotional Autonomy in Adolescence. Universidad de Sevilla. Avda. San Francisco. (Online) (http://www.pdipas.us.es/o/olivia/jena%20paper.doc, diakses 8 April 2013) http://dinasperumahan.jakarta.go.id/doc/sosialisasipemukiman.ppt, diakses 8 April

2013