Gambaran Kemandirian Remaja Dengan Pola Asuh Permisif

(1)

GAMBARAN KEMANDIRIAN REMAJA DENGAN

POLA ASUH PERMISIF

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

RIDA MASNIARI NASUTION

061301071

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

SKRIPSI

Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif

Dipersiapkan dan disusun oleh

RIDA MASNIARI NASUTION 061301071

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 31 Juli 2012

Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi Penguji I ____________ NIP. 198602032010122003 Merangkap pembimbing

2. Elvi Andriani, S. Psi, Psikolog Penguji II ____________ NIP. 196405232000032001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

Rida Masniari Nasution NIM : 061301071


(4)

Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya (Steinberg, 2002). Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian individu adalah pola asuh. Pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan. Pola asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kekuasaan untuk mencapai pengasuhan anak, pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri (Baumrind dalam Santrock, 2003). Tujuan penelitian ini menggambarkan kemandirian remaja dengan pola asuh permisif.

Variabel dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan dan sampel diambil berdasarkan karakteristik populasi yaitu: berusia 18-21 tahun, tinggal bersama orangtua dan pola asuh permisif. Sampel diperoleh melalui teknik non probability secara purposive sampling dan berjumlah 100 orang. Alat ukur yang dipergunakan berbentuk skala Likert, yaitu skala kemandirian dan pola asuh permisif. Pengukuran reliabilitas menggunakan metode alpha cronbach dan content validity dengan professional judgement.

Hasil utama dari penelitian ini adalah gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Dari skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21 maka diperoleh hasil kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor kemandirian yang tergolong tinggi.


(5)

Descriptive Autonomy of Adolescents with Permissive Parenting Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

Autonomy of adolescents is an attempt adolescents to explain and do something as they wish after studying the circumstances surrounding the adolescent (Steinberg, 2002). According to Hurlock (1999) is one factor that may affect the independence of the individual is parenting. Parenting is an interaction between parents and adolescents that includes the process of educating, guiding, disciplining and protecting adolescents to reach maturity. Permissive parenting is parenting that few parents instruct and use the power or authority to care for children, in general adolescents with the style parenting are less independent, not responsible and selfish as (Baumrind in Santrock, 2003). The purpose of this study describes the independence of adolescents with permissive parenting.

The variables in this study is independence of adolescents. The population in this study were adolescents both male and female, and samples were taken based on the characteristics of the population: 18-21 years old, living with parents and permissive parenting. Samples obtained through the technique of non probability purposive sampling and totaled 100 people. Shaped measuring instrument used Likert scale, the scale independence and permissive parenting. Alpha reliability of measurement methods and content validity cronbach with professional judgment.

The main results of this study is the picture of adolescents independence with permissive parenting. Obtained a general overview of the minimum score, maximum score, mean score and standard deviation. Independence of the scores with mean = 96, standard deviation = 21, the results obtained independence permissive parenting teens that are in the low category did not exist, 7 people (7%) were classified in categories and 93 people (93%) fall into the category of high . In general, adolescents who are raised by permissive parenting showed a relatively high score of independence.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif” ini. Puji syukur juga penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kedua orangtua penulis sehingga mereka bisa terus-menerus memberikan semangat, motivasi, dan doanya kepada penulis yang memudahkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini dan penulis bersyukur atas semua itu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat disangkal butuh usaha yang keras dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan dan sangat menghargai bantuan tersebut. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. DR. Irmawati, Psikolog.

2. Dosen pembimbing skripsi kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi dan kak Silviana Realyta, M.Psi yang telah sabar memberikan ilmu, arahan, kerelaannya untuk meluangkan waktu membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini dan segala kesabarannya.

3. Dosen penguji yang telah bersedia hadir untuk menguji hasil penelitian yang penulis ajukan.


(7)

4. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu memberi pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini hingga selesai.

5. Ibu Etty Rahmawati, M.Si yang telah membantu memberi banyak masukan dan membimbing pada penulis selama masa penulisan skripsi hingga skripsi ini selesai. Kak Dina Nazriani, M.Psi, kak Liza Marini, M.Psi, kak Debby Anggraini, M.Psi, Ibu Elvi Andriani, Psikolog yang juga telah memberikan masukan kepada peneliti selama proses penulisan skripsi dan seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

6. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Ari, Kak Defi, bang Ronal yang telah banyak membantu saya dalam keperluan bantuan administrasi dan izin – izin lainnya selama masa penelitian hingga selesai.

7. Teman-teman yang telah banyak membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini Wina, Dea, Kiki, Febri, Raja, Siti, Rina Melati, Margaret, Agus, kak Endang, Maria, bang Rayes, kak Mira, kak Kiki, kak Alya, kak Nita, kak Arum dan teman – teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

8. Rekan-rekan kerja di Exito Ipan, bang Ade, bang Mansur yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.


(8)

9. Bang Toji, kak Rini, bang Bona, tulang Irul, tulang Godang dan seluruh keluarga besar dari orangtua penulis yang telah memberikan semangat pada penulis.

10.Seluruh Pihak yang telah membantu dan namanya mungkin tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.

Tanpa bantuan dan dukungan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai dan semoga pengorbanan dan jasa baik yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Walaupun demikian semua kekurangan dan kesalahan pada penulisan skripsi ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan ketik. Sekali lagi penulis mohon maaf. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya.

Medan , Juli 2012


(9)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… iii

DAFTAR TABEL……… vi

DAFTAR GRAFIK………. viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………. 1

B. RUMUSAN MASALAH………. 6

C. TUJUAN PENELITIAN……….. 6

D. MANFAAT PENELITIAN………. 6

1. Manfaat Teoritis……….... 6

2. Manfaat Praktis………. 6

E. SISTEMATIKA PENULISAN……… 7

BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA……… 9

1. Definisi Kemandirian Remaja………... 9

2. Aspek – aspek Kemandirian………. 10

3. Faktor – faktor Kemandirian……… 11


(10)

B. POLA ASUH PERMISIF………. 14

1. Definisi Pola Asuh Permisif……… 14

2. Dimensi Pola Asuh……… 15

3. Dimensi Pola Asuh Permisif……… 17

C. REMAJA………. 17

1. Definisi Remaja………. 17

2. Ciri – ciri Remaja……… 18

3. Tugas Perkembangan Remaja……… 19

D. POLA ASUH PERMISIF DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA……… 19

BAB III METODE PENELITIAN A. VARIABEL PENELITIAN………... 22

1. Identifikasi Variabel Penelitian……… 22

2. Definisi Operasional Penelitian……… 23

B. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING……….. 24

1. Populasi……….. 24

2. Sampel dan Teknik Sampling……… 25

C. INSTRUMENT ALAT UKUR……… 26

1. Skala Kemandirian……… 27

2. Skala Pola Asuh Permisif ………. 29

D. TUJUAN, VALIDITAS, UJI DAYA BEDA DAN RELIABILITAS ALAT UKUR……….. 31


(11)

2. Uji Validitas Alat Ukur………. 31

3. Uji Daya Beda……… 32

4. Uji Reliabilitas Alat Ukur………. 32

E. UJICOBA ALAT UKUR………. 33

1. Hasil Ujicoba Alat Ukur……… 33

2. Revisi Alat Ukur……… 34

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN……….. 35

G. METODE ANALISA DATA……….. 36

BAB IV INTERPRETASI DATA DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN……… 37

1. Pengelompokan Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……… 37

2. Pengelompokan Berdasarkan Usia……… 38

3. Pengelompokan Berdasarkan Kedua Orangtua Masih Hidup……….. 39

B. HASIL PENELITIAN………. 39

1. Hasil Utama………... 39

2. Hasil Tambahan……… 41

C. PEMBAHASAN……… 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN……… 47

B. SARAN……… 47 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggolongan Pola Asuh berdasarkan

Dimensi Pola Asuh……… 16 Tabel 2. Distribusi aitem Skala Kemandirian

Sebelum Ujicoba……… 27 Tabel 3. Cara Penilaian Skala Kemandirian... 27 Tabel 4. Distribusi aitem Skala Pola Asuh Sebelum Ujicoba………… 29 Tabel 5. Cara Penilaian Skala Pola Asuh Permisif... 30 Tabel 6. Distribusi aitem Skala Pola Asuh Setelah Ujicoba……… 34 Tabel 7. Distribusi aitem dalam Skala Pola Asuh

untuk penelitian……… 34 Tabel 8. Distribusi aitem Skala Kemandirian Setelah Ujicoba……….. 35 Tabel 9. Distribusi aitem dalam Skala Kemandirian

untuk penelitian……… 35 Tabel 10. Pengkategorisasian Pola Asuh Permisif………. 36 Tabel 11. Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin………….. 37 Tabel 12. Pengelompokan subjek berdasarkan usia………. 38 Tabel 13. Pengelompokan subjek berdasarkan

kelengkapan orangtua……… 39 Tabel 14. Gambaran umum skor kemandirian... 40 Tabel 15. Kemandirian ditinjau dari pola asuh... 40 Tabel 16. Kemandirian ditanjau dari perbedaan jenis kelamin………. 41


(13)

Tabel 17. Kemandirian Remaja ditinjau dari perbandingan

mean jenis kelamin……… 42 Tabel 18. Kemandirian ditinjau dari Perbandingan


(14)

DAFTAR GRAFIK


(15)

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Skala Penelitian

LAMPIRAN 2. Reliabilitas Alat Ukur

LAMPIRAN 3. Frequencies Data Kemandirian LAMPIRAN 4. Deskripsi Data Tambahan


(16)

Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya (Steinberg, 2002). Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian individu adalah pola asuh. Pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan. Pola asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kekuasaan untuk mencapai pengasuhan anak, pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri (Baumrind dalam Santrock, 2003). Tujuan penelitian ini menggambarkan kemandirian remaja dengan pola asuh permisif.

Variabel dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan dan sampel diambil berdasarkan karakteristik populasi yaitu: berusia 18-21 tahun, tinggal bersama orangtua dan pola asuh permisif. Sampel diperoleh melalui teknik non probability secara purposive sampling dan berjumlah 100 orang. Alat ukur yang dipergunakan berbentuk skala Likert, yaitu skala kemandirian dan pola asuh permisif. Pengukuran reliabilitas menggunakan metode alpha cronbach dan content validity dengan professional judgement.

Hasil utama dari penelitian ini adalah gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Dari skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21 maka diperoleh hasil kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor kemandirian yang tergolong tinggi.


(17)

Descriptive Autonomy of Adolescents with Permissive Parenting Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

Autonomy of adolescents is an attempt adolescents to explain and do something as they wish after studying the circumstances surrounding the adolescent (Steinberg, 2002). According to Hurlock (1999) is one factor that may affect the independence of the individual is parenting. Parenting is an interaction between parents and adolescents that includes the process of educating, guiding, disciplining and protecting adolescents to reach maturity. Permissive parenting is parenting that few parents instruct and use the power or authority to care for children, in general adolescents with the style parenting are less independent, not responsible and selfish as (Baumrind in Santrock, 2003). The purpose of this study describes the independence of adolescents with permissive parenting.

The variables in this study is independence of adolescents. The population in this study were adolescents both male and female, and samples were taken based on the characteristics of the population: 18-21 years old, living with parents and permissive parenting. Samples obtained through the technique of non probability purposive sampling and totaled 100 people. Shaped measuring instrument used Likert scale, the scale independence and permissive parenting. Alpha reliability of measurement methods and content validity cronbach with professional judgment.

The main results of this study is the picture of adolescents independence with permissive parenting. Obtained a general overview of the minimum score, maximum score, mean score and standard deviation. Independence of the scores with mean = 96, standard deviation = 21, the results obtained independence permissive parenting teens that are in the low category did not exist, 7 people (7%) were classified in categories and 93 people (93%) fall into the category of high . In general, adolescents who are raised by permissive parenting showed a relatively high score of independence.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980). Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, periode perubahan yang terjadi pada pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas. Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja kadang-kadang merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan sering menimbulkan masalah. Permasalahan-permasalahan tersebut menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat mengganggu perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1980)

Havighurst (dalam Hurlock, 1980) mengatakan salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian. Erikson (dalam Steinberg, 2002) menambahkan bahwa perkembangan kemandirian merupakan suatu isu psikososial penting sepanjang rentang kehidupan dan paling menonjol terjadi ketika masa remaja. Selama masa remaja, terjadi pergerakan dari ketergantungan masa kanak-kanak menuju kemandirian masa dewasa. Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya, kemampuan untuk dapat menjalani kehidupan tanpa adanya ketergantungan kepada orang lain, dapat melakukan kegiatan sehari-hari, mengambil keputusan, serta mengatasi masalah (Gracinia, 2004).


(19)

Steinberg (2002) membagi kemandirian menjadi beberapa aspek penting yaitu: kemandirian emosi, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Kemandirian emosi berhubungan dengan kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua mereka dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya tanpa memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran. Kemandirian dalam berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk bisa mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dan mengetahui kepada siapa dia harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Kemandirian nilai berhubungan dengan kemampuan remaja berpikir secara abstrak. Artinya, remaja akan berpikir tentang suatu masalah dalam beberapa sudut pandang untuk menyatakan benar dan salah. Remaja yang mandiri secara nilai memiliki keyakinan-keyakinan yang berhubungan dengan moral, politik dan agama.

Perkembangan aspek-aspek kemandirian di atas pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat remaja mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan remaja mengambangkan kemandirian perilaku. Kemandirian nilai pada remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia antara 18 sampai dengan 21 tahun, sedangkan kemandirian emosional dan perilaku berlangsung selama masa remaja awal dan pertengahan (Steinberg, 2002).


(20)

Menurut Mappiare (1982) kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk tidak selalu tergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya secara emosional, mampu mengatur keuangannya sendiri dan dapat memilih serta mempersiapkan dirinya ke arah pekerjaan. Seorang remaja yang mandiri dapat menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. Steinberg (2002) menambahkan bahwa remaja yang mandiri adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab meskipun tidak ada pengawasan dari orangtuanya.

Pencapaian kemandirian sangat penting bagi remaja, karena hal itu sebagai tanda kesiapannya untuk memasuki fase berikutnya dengan berbagai tuntutan yang lebih beragam sebagai orang dewasa. Kegagalan dalam pencapaian kemandirian dapat berdampak negatif pada diri remaja. Ketergantungan pada orang lain menyebabkan seorang remaja selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan sendiri, tidak percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain (Mappiare, 1982).

Yunita, dkk (2002) mengatakan selama masa remaja, tuntunan terhadap kemandirian ini cukup besar. Kemandirian remaja secara spesifik menuntut suatu kesiapan remaja baik secara fisik maupun emosional untuk mengatur, melakukan aktivitas dan bertanggung jawab tanpa banyak tergantung pada orang lain. Kurangnya pengalaman remaja dalam menghadapi berbagai masalahnya, akan membuat remaja kesulitan untuk dapat memperoleh kemandirian.


(21)

Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian individu adalah pola asuh. Baumrind (dalam Maccoby, 1982) mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi antara orang tua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Suatu kegiatan yang selalu terjadi di dalam kehidupan manusia dengan proses kompleks yang melibatkan kegiatan kelahiran, melindungi anak, merawat anak serta membimbing anak (Colbert. 1997). Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orangtua memberikan aturan-aturan dan memberikan perhatian (Gunarsa, 2002).

Baumrind (dalam Santrock, 2003) membagi pola asuh menjadi tiga tipe yaitu otoriter, otoritatif dan permisif. Pola asuh otoriter merupakan bentuk pola asuh orangtua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Remaja dengan pola asuh otoriter cenderung akan bergantung pada orang tua tidak mampu membuat keputusan dan tidak bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Pola asuh otoritatif merupakan bentuk pola asuh anak dilibatkan dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan kegiatan anak. Orangtua dengan pola asuh ini akan terlihat hangat namun tetap tegas. Remaja dengan pola asuh ini akan memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri yang baik mereka juga akan mandiri. Selanjutnya adalah pola asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kekuasaan untuk mencapai pengasuhan anak, orang


(22)

tua cenderung memperbolehkan anak remajanya bertingkah laku semaunya. Anak lebih bebas berbuat sekehendaknya dan orang tua dianggap tidak perlu berkuasa dan tidak mendorong anak untuk patuh. Orangtua dengan pola asuh permisif juga kurang memonitor perilaku anaknya. Pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri.

Menurut Baumrind pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang ideal. Pola asuh yang mampu menghasilkan remaja yang mandiri sedangkan pola asuh lainnya otoriter dan permisif akan menghasilkan remaja yang kurang mandiri. Remaja yang mendapat pola asuh otoriter cenderung tidak mandiri, karena terlalu banyaknya tuntutan dari orangtua dan kontrol yang sangat ketat sehingga remaja tidak diberi kesempatan untuk menentukan apa yang diinginkannya dan tidak mampu mengungkapkan apa yang dirasakannya. Hal berbeda dengan pola asuh permisif, fenomena yang datang dari peneliti sendiri dan beberapa orang yang mendapat pola asuh permisif dari orangtua ternyata dapat menjadi remaja yang mandiri.

Pola asuh permisif yang saya dapat dari orangtua, memberi banyak kebebasan pada saya untuk dapat melakukan banyak hal membuat saya menjadi mandiri. Pelajaran yang didapat dari lingkungan membuat saya mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Menentukan pilihan sesuai keinginan tanpa ada pengaruh dari orang lain. Dari hasil wawancara singkat dan pengambilan data dengan kuisioner terhadap enam orang remaja yang mendapat pola asuh permisif dari orangtuanya, keenam remaja ini rata-rata mandiri. Baik secara emosi yang tidak tergantung lagi dengan orangtua dan telah


(23)

mengalihkannya dengan teman sebaya, secara perilaku kemampuan dalam penyelesaian masalah dan tanggungjawab. Secara nilai dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk.

Fenomena di atas dikuatkan dengan teori pandangan liberal di Inggris, juga menyarankan supaya anak sebaiknya diberikan kebebasan penuh untuk melakukan apa yang menjadi keinginannya. Jika anak berbuat kesalahan, maka orang tua tidak perlu ikut serta untuk memperbaikinya dan memberi kesempatan pada anak untuk memperbaiki sendiri dirinya sendiri. Paham ini memandang bahwa seorang anak secara alamiah telah memiliki suatu kemampuan untuk dapat mengurus dan mengatur dirinya sendiri, sehingga orang lain tidak perlu ikut campur tangan agar anak jadi mandiri (Neill dalam Basembun, 2008).

Perbedaan pandangan dan fenomena yang ada mengenai pola asuh permisif terhadap kemandirian remaja, membuat peneliti tertarik untuk meneliti gambaran kemandirian pada remaja dengan pola asuh permisif.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana gambaran kemandirian remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif. Bagaimana gambaran kemandirian remaja ditinjau dari setiap aspek kemandirian. Adapaun pertanyaan lain dalam penelitian ini yang akan peneliti pada hasil penelitian adalah gambaran kemandirian remaja ditinjau dari perbandingan tiap aspek kemandirian.


(24)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemandirian remaja dengan pola asuh permisif.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kemajuan atau pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan masa remaja. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori mengenai kemandirian remaja dan pola asuh permisif.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Orang tua

Memberi masukan kepada orang tua yang menggunakan pola asuh permisif mengenai baik atau buruknya pola asuh yang digunakannya dan seperti apa nantinya kemandirian remaja tersebut.

b. Remaja

Memberi masukan serta penjelasan kepada remaja mengenai perkembangan kemandirian yang dimilikinya dipengaruhi oleh interaksi antara orang tua dengan remaja.


(25)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. Landasan Teori. Pada bab ini akan diuraikan landasan teori tentang pola asuh permisif, kemandirian dan remaja.

BAB III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan. Di sini akan dijabarkan mengenai definisi operasional penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data dan instrumen alat ukur yang digunakan.

BAB IV. Analisa Data dan Pembahasan. Bab ini berisikan uraian hasil penelitian, analisis data dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penyempurnaan penelitian atau bahan rujukan penelitian di masa yang akan datang, saran bagi orangtua dan remaja.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja

Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan fisik yang terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung secara emosi dengan orangtua tetapi mengarah kepada teman sebaya. Selanjutnya, perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan dan cara-cara individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih matang sehingga orangtua mereka yakin untuk memberikan tanggungjawab pada mereka (Steinberg, 2002).

Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat


(27)

membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan mengklarifikasi nilai-nilai personal (Steinberg, 2002).

Kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengaksplorasi sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orangtua secara emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

2. Aspek-aspek Kemandirian

Steinberg (2002), mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian meliputi :

a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orangtua dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan orangtua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran orangtua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orangtua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orangtua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.


(28)

b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian remaja tidak terbentuk begitu saja akan tetapi berkembang karena pengaruh dari beberapa faktor. Menurut Hurlock (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian adalah :


(29)

a. Pola asuh orangtua

Orangtua yang memiliki nilai budaya yang terbaik dalam memperlakukan anaknya adalah dengan cara yang demokratis, karena pola ini orang tua memiliki peran sebagai pembimbing yang memperhatikan setiap aktivitas dan kebutuhan anaknya, terutama sekali yang berhubungan dengan studi dan pergaulan, baik itu dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimana perbedaan ini mengunggulkan pria karena pria dituntut untuk berkepribadian maskulin, dominan, agresif dan aktif. Dibandingkan pada anak perempuan yang memiliki ciri kepribadian yang khs yaitu pola kepribadian yang feminis, pasif dan kepatuhan serta ketergantungan.

c. Urutan kelahiran dalam keluarga

Anak sulung biasanya lebih berorientasi pada orang dewasa, pandai mengendalikan diri, cemas takut gagal dan pasif jika dibandingkan dengan saudaranya, anak tengah lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka memiliki pendirian, sedang anak bungsu adalah anak yang sangat di sayang orangtua.

d. Ukuran keluarga

Pada setiap keluarga dapat dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah anak lebih dari enam orang, keluarga ukuran sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang dan keluarga kecil dengan jumlah anak satu orang sampai tiga orang anak. Adanya perbedaan ukuran


(30)

keluarga ini dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif pada hubungan anak dengan orangtua maupun hubungan anak dengan saudaranya. Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan oleh keluarga yang mempunyai ukuran besar karena dengan keluarga yang besar berarti orangtua harus membagi perhatiannya pada setiap anak degan adil yang terkadang anak sering terabaikan.

4. Perkembangan Kemandirian Remaja

Menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa remaja. Dikatakan fundamental karena pencapaian kemandirian pada masa remaja sangat penting sebagai kerangka menjadi individu dewasa. Oleh sebab itu, tuntutan remaja terhadap kemandirian sangat penting (Steinberg, 2002).

Selama masa remaja, terjadi pergerakan dari ketergantungan masa kanak-kanak menuju kemandirian masa dewasa. Perkembangan aspek-aspek kemandirian yang meliputi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat remaja mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan remaja mengambangkan kemandirian perilaku. Perkembangan kemandirian emosional dan perilaku menjadi dasar bagi perkembangan nilai (Steinberg, 2002).

Kemandirian nilai pada remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia antara 18 sampai dengan 21 tahun. Sedangkan kemandirian emosional dan


(31)

perilaku berlangsung selama masa remaja awal dan pertengahan. Idealnya setelah kemandirian emosional dan kemandirian perilaku berkembang dengan baik (Steinberg, 2002).

B. POLA ASUH PERMISIF 1. Definisi Pola Asuh Permisif

Menurut Baumrind (dalam Maccoby, 1982) pola asuh adalah interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap sebagai pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara emosional, sosial dan intelektual. Sebuah kegiatan yang selalu terjadi di dalam kehidupan manusia dengan proses kompleks yang melibatkan kegiatan kelahiran, melindungi anak, merawat anak serta membimbing anak (Colbert. 1997). Baumrind membagi pola asuh dalam tiga tipe yaitu otoriter, otoritatif dan permisif lalu Maccoby dan Martin menambahkan satu pola asuh yaitu uninvolved (Berk, 2000).

Menurut Baumrind (dalam Berk, 2000) pola asuh permisif adalah cara membesarkan anak dengan menuruti permintaan anak tetapi tidak membuat banyak tuntutan atau menerapkan kontrol. Orangtua permisif membiarkan anak-anak untuk membuat banyak keputusan sendiri pada usia ketika mereka belum mampu melakukannya. Orangtua terlibat dengan anak tetapi tidak menetapkan aturan-aturan yang jelas atau larangan agar anak dapat bertanggung jawab dan


(32)

menghormati orang lain. Mereka bisa makan dan pergi tidur atau menonton televisi sebanyak yang mereka inginkan ketika mereka merasa ingin melakukannya. Orangtua permisif benar-benar percaya bahwa pendekatan ini adalah yang terbaik, banyak orang lain kurang percaya diri dengan kemampuan mereka untuk mendidik anak mereka yang tidak teratur.

Anak dengan pola asuh permisif sulit mengontrol diri mereka, tidak mandiri, tidak taat dan memberontak ketika diminta untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan mereka. Mereka juga terlalu menuntut dan tergantung pada orang dewasa dan mereka menunjukkan kurang mampu menyelesaikan tugas di sekolah. Pada masa remaja, remaja akan memiliki kontrol diri yang buruk. Remaja dengan pola asuh permisif kurang terlibat dalam pembelajaran sekolah dan sering menggunakan obat-obatan (Berk, 2000).

2. Dimensi Pola Asuh

Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) mengemukakan dua dimensi pola asuh yaitu:

a. Emosional

Dimensi emosional adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan sikap hangat dari orangtua pada anaknya. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi akan terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kesejahteraan anak. Sedangkan orangtua dengan kehangatan yang rendah akan menunjukkan perilaku menolak pada anak atau tidak mau terlibat dengan anak-anak mereka dan lebih fokus pada kebutuhan mereka sendiri.


(33)

b. Kontrol

Dimensi kontrol adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan adanya suatu tuntutan dari orangtua terhadap anak untuk membatasi perilaku anak atau memberi kebebasan terhadap anak. Orangtua dengan kontrol yang tinggi akan memiliki suatu tuntutan terhadap anak dan membatasi secara jelas perilaku anak. Sedangkan orangtua dengan kontrol yang rendah tidak memiliki tuntutan dan memberi kebebasan terhadap perilaku anak. Dari kedua dimensi pola asuh, maka terbagilah empat tipe pola asuh seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.

Penggolongan Pola Asuh berdasarkan Dimensi Pola Asuh Emosional

Hangat, Responsif Menolak, Tidak responsif K on tr ol Me m b a ta si, m e nunt ut

Authoritative Authoritarian

P e rm is if , tid a k m e nunt ut


(34)

3. Dimensi Pola Asuh Permisif

Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) menjelaskan rincian dua dimensi pola asuh pada pola asuh permisif yaitu:

a. Emosional

Dimensi emosional adalah dimensi yang menunjukkan sikap hangat yang diberikan orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan sikap hangat yang tinggi terhadap anak. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi akan terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kebutuhan anak.

b. Kontrol

Dimensi kontrol adalah dimensi yang menunjukkan ada atau tidak tuntutan orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan tuntutan yang rendah terhadap anak. Orangtua tidak memiliki tuntutan dan serba memperbolehkan permintaan anak

C. REMAJA 1. Definisi Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari kata Adolescere (kata benda dari Adolescentia) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosi, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Hal ini dikuatkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1980) bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa lagi di bawah tingkat orangtua yang lebih tua, melainkan berada pada tingkat yang


(35)

kurang lebih sama, berhubungan dengan masa puber, perubahan intelektual yang mencolok, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja dalam mencapai integrasi dalam hubungan sosial.

Santrock (2003) mendefinisikan masa remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), remaja digolongkan dalam tiga tahap, yaitu remaja awal dalam rentang usia 12-14 tahun, remaja tengah dalam rentang usia 15-17 tahun dan remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana anak mengalami masa perubahan fisik dan psikis untuk terbentuknya suatu kepribadian yang berbeda dari sebelumnya yang dapat memenuhi kebutuhan dalam dirinya. Masa remaja dimulai dari usia 12-21 tahun.

2. Ciri – ciri Remaja

Menurut Hurlock (1980) ada beberapa ciri remaja, yaitu: a. Emosi yang tidak stabil

b. Masa perubahan fisik c. Mencari identitas

d. Berada pada ambang masa dewasa


(36)

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) ada beberapa tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.

b. Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karier ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

D. POLA ASUH PERMISIF DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA

Remaja yang mandiri adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab meskipun tidak ada pengawasan dari orangtuanya (Steinberg, 2002). Kemandirian adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja dan merupakan bagian dari tugas-tugas perkembangan yang harus dicapainya sebagai persiapan untuk memasuki masa dewasa. Perkembangan kemandirian yang menonjol terjadi selama masa remaja, perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial terjadi pada periode ini (Steinberg, 2002). Oleh sebab itu, kemandirian remaja dipandang sebagai sesuatu yang


(37)

mendasar dan patut mendapat perhatian agar mereka dengan mantap dapat memasuki dunianya yang baru, yaitu masa dewasa tanpa mengalami hambatan.

Kemandirian yang menjadi tugas perkembangan pada masa remaja dipengaruhi beberapa faktor eksternal yang dimulai dari lingkungan keluarga melalui pola pengasuhan orangtua sehari-hari, kondisi pekerjaan orangtua, tingkat pendidikan orangtua, dan banyaknya anggota keluarga (Steinberg, 2002). Baumrind (dalam Santrock, 2003) mengatakan pola asuh permisif merupakan pola perlakuan orangtua terhadap anaknya dengan memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat. Orangtua yang permisifakan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan keinginan anaknya. Ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga, orangtua yang permisif jarang menghukum anak-anaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang melanggar suatu peraturan tersebut. Orangtua yang seperti demikian umumnya membiarkan anaknya terutama anak remajanya untuk menentukan tingkahlakunya sendiri, mereka tidak menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orangtua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anak remajanya.

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003), remaja yang berada dalam pengasuhan orangtua yang permisif tidak mandiri. Mereka sulit mengendalikan diri, tidak patuh, dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaatnya. Mereka juga terlalu menuntut, sangat tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam mengerjakan


(38)

tugas-tugas, tidak tekun dalam belajar di sekolah. Tingkah laku sosial remaja ini kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkahlaku agresif, pengendalian dirinya amat jelek, dan tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung jawab (Santrock, 2003).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis (Hadi, 2000).

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang tertulis di Bab Pendahuluan, peneliti ingin mendapatkan gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi, tanpa bermaksud mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum (Hadi, 2000). Metode deskriptif merupakan metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat, fakta dengan tidak bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi (Azwar, 2000).

A. VARIABEL PENELITIAN 1. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja


(40)

a. Kemandirian remaja

Kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mempelajari lingkungan sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung secara emosi kepada orangtua dan mengalihkannya kepada teman sebaya dengan membagi cerita tentang apa yang sedang remaja rasakan seperti perasaan sedih, bahagia, perasaan marah dan lain sebagainya. Remaja mandiri diharapkan mampu membuat keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

Kemandirian diukur dengan menggunakan skala yang disusun peneliti berdasarkan aspek-aspek kemandirian Steinberg (2002) yaitu: kemandirian emosional, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Semakin tinggi skor kemandirian yang dimiliki remaja maka remaja akan semakin mandiri dan sebaliknya semakin rendah skor kemandiriannya maka remaja semakin kurang mandiri .

b. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif merupakan pola asuh dimana orangtua memberikan perhatian yang baik pada anak, serta memperbolehkan semua permintaan anak tanpa banyak tuntutan dan kontrol terhadap anak. Orangtua dengan pola asuh ini memberikan kebebasan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri.

Pola asuh permisif diukur dengan menggunakan skala yang disusun peneliti berdasarkan dimensi pola asuh Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) yaitu: kontrol dan emosional. Semakin tinggi skor pola asuh permisif yang


(41)

dimiliki subjek maka semakin permisif pola asuh yang didapat subjek dari orangtua dan sebaliknya semakin rendah skor pola asuh permisif subjek maka semakin tidak permisif pola asuh yang didapat subjek dari orangtua.

B. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

1. Populasi

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat sama (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan. Adapun karakteristik populasi yang digunakan adalah :

- Rentang usia 18-21 tahun - Tinggal bersama orangtua - Pola asuh permisif

Alasan peneliti mengambil populasi tersebut dengan karakteristik rentang usia 18-21 tahun karena usia tersebut adalah usia remaja akhir. Karakteristik ini disesuaikan dengan teori kemandirian yang dikemukanan oleh Steinberg (2002) yang mengatakan aspek-aspek kemandirian meliputi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Aspek kemandirian nilai berkembang ketika remaja memasuki masa remaja akhir.


(42)

Menurut Hadi (2000) sampel adalah sebagian dari populasi yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari populasi dan teknik sampling adalah cara atau metode yang digunakan untuk mengambil sampel. Adapun teknik sampling digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi. Pada penelitian ini responden diperoleh melalui teknik non probability secara purposive sampling, dimana pemilihan kelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000), sebenarnya tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Peneliti menetapkan sendiri atau memilih sampling mana yang akan dijadikan sebagai sampel dengan bertolak pada asumsi bahwa sampel yang diambil memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih mahasiswa Fakultas Ekonomi USU sebagai sampel penelitian dengan jumlah sampel 100 orang. Alasan peneliti mengambil sampel tersebut karena mahasiswa di Fakultas Ekonomi USU memiliki ciri yang dapat mewakili karakteristik populasi dan efektivitas pengambilan sampel.


(43)

C. INSTRUMENT ALAT UKUR

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuisioner. Menurut Hadi (2000) kuisioner adalah suatu daftar yang berisi sejumlah pernyataan atau pertanyaan yang diberikan kepada subjek penelitian dengan tujuan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi dalam diri subjek yang ingin diketahui.

Alasan penelitian menggunakan kuisioner adalah sebagaimana yang dikemukan oleh Hadi (2000) bahwa :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Alat yang digunakan adalah kuesioner berbentuk skala. Skala ini terdiri dari item-item berupa pernyataan yang disusun berdasarkan teori kemandirian dan pola asuh permisif. Alat ukur kemandirian disusun berdasarkan aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg. Sedangkan alat ukur pola asuh permisif yang dalam penelitian ini digunakan sebagai alat ukur screening untuk mendapatkan subjek yang sesuai dengan penelitian, disusun berdasarkan dimensi pola asuh permisif yang dikemukan oleh Baumrind.


(44)

1. Kemandirian

Skala kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kemandirian sebagai berikut :

1. Kemandirian emosi 2. Kemadirian perilaku 3. Kemandirian nilai

Tabel 2.

Distribusi aitem Skala Kemandirian Sebelum Ujicoba

NO ASPEK F UF JUMLA

H

% 1 Kemandirian

emosi

1, 2, 12, 22, 23, 24, 36, 37, 50, 54,

53, 58

13, 14, 15, 34, 35, 41, 42, 43,

46,

21 35%

2 Kemadirian perilaku

3, 4, 5, 10, 11, 25, 26, 29, 30, 49,

52, 57

16, 17, 32, 33, 44, 55, 56, 59,

60

21 35%

3 Kemandirian nilai 6, 7, 8, 9, 27, 28, 38, 39,

47

18, 19, 20, 21, 31, 40, 45,48,

51

18 30%

JUMLAH 60 100%

Masing-masing indikator perilaku memiliki sebagian pernyataan mendukung (favorable) dan sebagian tidak mendukung (unfavorable). Jumlah keseluruhan item dalam skala adalah 60 item, yang terdiri dari 33 item favorable dan 27 item unfavorable.

Alat ukur ini menggunakan skala model Likert, yang mana setiap butir item memiliki empat kemungkinan jawaban yang bergerak dari “Sangat Sesuai” hingga “Sangat Tidak Sesuai”. Item-item disusun berdasarkan yang favorable


(45)

dan unfavorable. Untuk item favorable jawaban “Sangat Sesuai” akan di beri skor 5 demikian seterusnya sampai jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 1. Untuk jawaban unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 5 dan seterusnya sampai jawaban “Sangat Sesuai” diberi skor 1 (Azwar, 1997).

Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 3.

Cara Penilaian Skala Kemandirian Bentuk

Pernyataan

Skor

1 2 3 4 5

Favorable STS TS N S SS

Unfavorable SS S N TS STS

Skor total merupakan petunjuk tinggi rendahnya kemandirian pada remaja. Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin mandiri remaja. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin tidak mandiri remaja. Pengklasifikasian tinggi rendahnya kemandirian yang dilakukan subjek pada penelitian ini dilakukan dengan mencari skor rata-rata dan standar deviasi dengan metode SPSS 17.0 for Windows dan kemudian dibuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan rumus:

(µ + 1,0 SD) ≤ X tinggi (µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ+ 1,0 SD) sedang


(46)

2. Skala Pola Asuh Permisif

Skala pola asuh permisif digunakan untuk melihat seberapa permisif orangtua terhadap subjek. Pada penelitian ini skala disusun berdasarkan dimensi pola asuh berikut:

1. Emosional 2. Kontrol

Tabel 4.

Distribusi aitem Skala Pola Asuh Sebelum Ujicoba

NO DIMENSI F UF JUMLAH %

1 Emosional 11, 12, 19, 20, 29, 30, 34, 35,

39, 40

1, 2, 5, 6, 13, 14, 21, 24, 28,

27

20 50%

2 Kontrol 3,7,15,22,25,4, 8,16,23,26

31,33,38,18,10, 32,36,37,17,9

20 50%

JUMLAH 40 100%

Masing-masing indikator perilaku memiliki sebagian pernyataan mendukung (favorable) dan sebagian tidak mendukung (unfavorable). Jumlah keseluruhan item dalam skala adalah 40 item, yang terdiri dari 20 item favorable dan 20 item unfavorable.

Alat ukur ini menggunakan skala model Likert, yang mana setiap butir item memiliki empat kemungkinan jawaban yang bergerak dari “Sangat Sesuai” hingga “Sangat Tidak Sesuai”. Item-item disusun berdasarkan yang favorable dan unfavorable. Untuk item favorable jawaban “Sangat Sesuai” akan di beri skor 5 demikian seterusnya sampai jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 1. Untuk jawaban unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 4 dan seterusnya sampai jawaban “Sangat Sesuai” diberi skor 1 (Azwar, 1997).


(47)

Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala pola asuh permisif yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 5.

Cara Penilaian Skala Pola Asuh Permisif Bentuk

Pernyataan

Skor

1 2 3 4 5

Favorable STS TS N S SS

Unfavorable SS S N TS STS

Skor total merupakan petunjuk tinggi atau rendahnya pola asuh permisif yang diberikan orangtua terhadap remaja. Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin permisif pola asuh orangtua terhadap remaja. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin tidak permisif pola asuh orangtua terhadap remaja. Pengklasifikasian tinggi rendahnya pola asuh permisif yang diberikan orangtua pada remaja pada penelitian ini dilakukan dengan mencari skor rata-ratadan standar deviasi dengan metode SPSS 17.0 for Windows dan kemudian dibuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan rumus:

(µ + 1,0 SD) ≤ X tinggi (µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ+ 1,0 SD) sedang


(48)

D. TUJUAN, VALIDITAS, UJI DAYA BEDA DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Tujuan

Skala kemandirian dan pola asuh permisif yang telah selesai dibuat, diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian yang sesungguhnya. Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk :

1. Melihat seberapa jauh alat ukur skala kemandirian dan pola asuh permisif dapat mengungkap dengan tepat kemandiri remaja dan pola asuh permisif. 2. Seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran

atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya.

Kedua hal ini merupakan syarat harus dipenuhi oleh suatu alat ukur (Azwar, 2000).

2. Uji Validitas Alat Ukur

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas suatu alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena melalui pengujian validitas dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Validitas skala kemandirian dan pola asuh permisif dicapai dengan cara validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Penegertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes tersebut harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar


(49)

dari batasan tujuan pengukuran. Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan analisa rasional atau professional judgement.

3. Uji Daya Beda

Uji daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes sebagaimana yang dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar, 2000).

Untuk menguji daya beda dari aitem-aitem dalam skala gambaran, peneliti menggunakan formula koefesien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini menghasilkan koefesien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2000). Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan SPSS versi 17.0 for window akan diperoleh item-item yang memenuhi persyaratan.

4. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000). Reliabilitas alat ukur


(50)

menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Pada penelitian ini estimasi reliabilitas dilihat dengan menggunakan koefisien alpha cronbach (Azwar, 2000).

E. UJICOBA ALAT UKUR 1. Hasil Ujicoba Alat Ukur

Ujicoba alat ukur pertama dilakukan terhadap 250 orang subjek penelitian di Fakultas Psikologi USU dan Fakultas Hukum UISU. Dari 250 eksemplar skala yang disebarkannya, kembali 220. Peneliti menggunakan r ≥ 0,275. Hasil uji coba alat ukur diperoleh reliabilitas sebesar 0,835 untuk alat ukur pola asuh permisif, dari 40 aitem yang diujicobakan 14 aitem memenuhi. Alat ukur kemandirian dengan r ≥ 0,275 diperoleh reliabilitas sebesar 0,888. Dari 60 aitem yang diujicobakan 32 aitem memenuhi.

Hasil ujicoba alat ukur ini telah diperiksa oleh profesional judgement dan mendapat saran untuk mencoba mengestimasi ulang alat ukur pola asuh dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows dengan menurunkaan r ≥ 0,2 dengan alasan total aitem yang tersisa dari ujicoba sebelumnya kurang mewakili satu dimensi yang digunakan dalam penelitian. Setalah dilakukan uji daya beda dengan r ≥ 0,2 maka jumlah aitem pola asuh bertambah 8 aitem dari yang sebelumnya hanya 14 aitem sehingga total aitem pola asuh menjadi 22 aitem.


(51)

2. Revisi Alat Ukur

Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas, peneliti lalu memeperbaiki beberapa kalimat pada aitem penelitian dan menyusun kembali aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang digunakan untuk mengambil data penelitian. Total aitem pola asuh permisif yang digunakan dalam penelitian 22 aitem dan total aitem kemandirian yang digunakan dalam penelitian 32 aitem.

Tabel 6.

Distribusi aitem Skala Pola Asuh Setelah Ujicoba

NO DIMENSI F UF JUMLAH %

1 Emosional 12, 19, 30, 34, 35

2, 5, 6, 14, 21, 28

11 50%

2 Kontrol 3, 4, 7, 10, 16, 22, 23, 25, 26,

9, 36 11 50%

JUMLAH 22 100%

Tabel 7.

Distribusi aitem dalam Skala Pola Asuh untuk penelitian

NO DIMENSI F UF JUMLAH %

1 Emosional 9, 10, 18, 19, 22

1, 2, 3, 4, 11, 12

11 50%

2 Kontrol 5, 6, 7, 8, 13, 14, 15, 16, 17

20,21 11 50%


(52)

Tabel 8.

Distribusi aitem Skala Kemandirian Setelah Ujicoba

NO ASPEK F UF JUMLAH %

1 Kemandirian emosi

2, 12, 22, 24, 36, 58

15, 34, 41, 43, 10 31% 2 Kemadirian

perilaku

3, 4, 5, 10, 25, 26, 29, 30, 49, 52

16, 32, 44, 55, 59, 60

16 50%

3 Kemandirian nilai

27, 39, 18, 20, 21, 40, 6 19%

JUMLAH 32 100%

Tabel 9.

Distribusi aitem dalam Skala Kemandirian untuk penelitian

NO ASPEK F UF JUMLAH %

1 Kemandirian emosi

1, 6,10,11, 24,32

7,18,23,25 10 31% 2 Kemadirian

perilaku

2, 3, 4,9,15, 16,17,19,

27,28

8,20,26,29, 30,31

16 50%

3 Kemandirian nilai

14,21 5,12,13,22, 6 19%

JUMLAH 32 100%

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah di Fakultas Ekonomi USU. Jumlah mahasiswa yang mendapat skala penelitian 282 orang. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik non probability secara purposive sampling, dimana pemilihan subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000). Dari 282 orang dilakukan screening pola asuh permisif. Pada penelitian ini yang menjadi sampel hanya mahasiswa yang mendapat pola


(53)

yang mendapat skala, 100 orang tergolong mendapat pola asuh permisif yang tinggi, 118 orang tergolong sedang dan 64 orang tidak memenuhi karakteristik subjek sehingga data tidak dimasukkan.

Tabel 10.

Pengkategorisasian Pola Asuh Permisif Skor Kategori Pola Asuh Permisif

≤ 51 Rendah

52-79 Sedang

80 ≥ Tinggi

G. METODE ANALISA DATA

Azwar (2000) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Data yang diperoleh akan diolah dengan analisis statistik. Alasan yang mendasari digunakannya analisis statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan atau generalisasi penelitian (Hadi, 2000).

Dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran atau memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh untuk kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.

Data yang diperoleh akan diolah dengan metode statistik. lebih jelasnya pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 17.0 for windows.


(54)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Bab ini menguraikan bagaimana gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi USU yang tergolong mendapat pengasuhan permisif dari orangtuanya dan berusia antara 18-21 tahun. Dari 100 orang yang disajikan sebagai subjek penelitian, dapat dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, memiliki orangtua lengkap dan skor kemandirian.

1.Pengelompokan Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Penyebaran subjek terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 11.

Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Subjek Persen

Laki-Laki 40 40%

Perempuan 60 60%


(55)

Berdasarkan tabel di atas, tergambar bahwa jumlah subjek laki-laki sebanyak 40 orang dan subjek perempuan 60 orang. Subjek laki-laki 40% dari jumlah keseluruhan jumlah subjek penelitian, sedangkan subjek perempuan 60% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian.

2. Pengelompokan berdasarkan Usia

Berdasarkan usia subjek, maka penyebaran subjek dikelompokkan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 12.

Pengelompokan subjek berdasarkan usia Usia Jumlah Subjek Persen

18 19 19%

19 21 21%

20 24 24%

21 36 36%

Total 100 100%

Berdasarkan tabel di atas tergambar bahwa jumlah subjek yang berusia 18 tahun 19 orang, usia 19 tahun 21 orang, usia 20 tahun 24 orang dan usia 21 tahun 36 orang. Subjek yang berusia 18 tahun 19% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian, usia 19 tahun 21% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian, usia 20 tahun 24% dari keseluruhan jumlah subjek dan usia 21 tahun 36% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian.


(56)

3. Pengelompokan berdasarkan kedua orangtua masih hidup

Berdasarkan kelengkapan orangtua, maka penyebaran subjek dikelompokkan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13.

Pengelompokan subjek berdasarkan kelengkapan orangtua Kedua orangtua

masih hidup

Jumlah Subjek Persen

Ibu 2 2%

Ayah 2 2%

Ayah dan Ibu 96 96%

Total 100 100%

Berdasarkan tabel di atas tergambar bahwa jumlah subjek yang hanya memiliki ibu 2 orang, yang hanya memiliki ayah 2 orang dan yang memiliki orangtua lengkap 96 orang. Subjek yang hanya memiliki ibu 2% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian, yang hanya memiliki ayah 2% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian dan yang memiliki orangtua lengkap 96% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian.

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Utama

Hasil dari penelitian ini diperoleh gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Gambaran diperoleh secara umum yang terdiri dari skor minimum, skor maksimum, mean skor dan standar deviasi.


(57)

Tabel 14.

Gambaran umum skor kemandirian

Variabel N Min Maks Mean SD

Kemadirian 100 32 160 96 21

Berdasarkan tabel di atas untuk gambaran umum skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21, maka diperoleh pengkategorisasian kemandirian dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 15.

Kemandirian ditinjau dari pola asuh Variabel Rentang

Nilai

Kategori Skor

Jumlah Persentase

Kemandirian ≤ 74 Rendah 0 0%

75-116 Sedang 7 7%

117 ≥ Tinggi 93 93%

Total 100 100%

Dilihat pada tabel di atas, kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor kemandirian yang tergolong tinggi. Dimana remaja yang tergolong dalam kategori skor tinggi adalah remaja yang mandiri. Remaja yang tidak tergantung secara emosi dengan orang tua, mampu membuat keputusan dan bertanggungjawab.


(58)

Grafik gambaran kategorisasi kemandirian 0 20 40 60 80 100

Rendah Sedang Tinggi

Jumlah Subjek

2. Hasil Tambahan

Hasil tambahan dari penelitian ini maka diperoleh gambaran kemandirian remaja yang ditinjau dari jenis kelamin dan usia.

a. Gambaran Kemandirian ditinjau dari Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini jika ditinjau dari jenis kelamin maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 16.

Kemandirian ditanjau dari perbedaan jenis kelamin Jenis Kelamin

Kategorisasi

Rendah Sedang Tinggi TOTAL

Laki-laki 0

(0%) 3 (7,5%) 37 (92,5%) 40 (100%)

Perempuan 0

(0%) 4 (6,7%) 56 (93,3%) 60 (100%)

TOTAL 100

(100%)

Dilihat pada tabel di atas, kemandirian remaja ditinjau dari jenis kelamin laki-laki dengan total subjek 40 orang, yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 3 orang (7,5%) tergolong dalam kategori sedang dan 37 orang (92,5%)


(59)

tergolong dalam kategori tinggi. Perempuan dengan total subjek 60 orang, yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 4 orang (6,7%) tergolong dalam kategori sedang dan 56 orang (93,3%) tergolong dalam kategori tinggi.

Hasil penelitian jika ditinjau dari perbandingan mean jenis kelamin, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 17.

Kemandirian Remaja ditinjau dari perbandingan mean jenis kelamin

Jenis Kelamin N Min Max Mean SD

Laki-laki 40 111 155 130,33 11,116

Perempuan 60 111 154 131,30 10,747

Berdasarkan nilai mean kemandirian remaja ditinjau dari jenis kelamin dapat disimpulkan bahwa nilai mean perempuan 131,30 lebih menonjol dibanding laki-laki 130,33.

b. Perbandingan Aspek Kemandirian

Hasil penelitian jika ditinjau dari perbandingan aspek kemandirian maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 18.

Kemandirian ditinjau dari Perbandingan Aspek Kemandirian Aspek

Kemandirian

Emosi Perilaku Nilai Total Subjek

N 27 40 33 100

Berdasarkan tabel. 18 di atas maka, kemandirian remaja ditinjau dari perbandingan tiap aspek kemandirian dengan total subjek 100 orang, yang tergolong dalam kategori mandiri pada aspek emosi 27 orang, yang tergolong


(60)

dalam kategori mandiri pada aspek perilaku 40 orang dan yang tergolong dalam kategori mandiri pada aspek nilai 33 orang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan remaja dengan kemandirian perilaku lebih banyak dibanding pada kemandirian emosi dan nilai namun perbedaannya tidak signifikan.

C. PEMBAHASAN

Hasil di lapangan dari 100 subjek penelitian kemandirian remaja ditinjau dari pola asuh pada penelitian ini khususnya pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Dari hasil ini terlihat bahwa sebagian besar remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan dengan teori yang dikemukan Baumrind (dalam Santrock, 2003) yang mengatakan remaja dengan pola asuh permisif pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri serta kurang bertanggungjawab. Namun hasil penelitian ini dapat dijelaskan oleh pendapat Neill yang mengatakan bahwa remaja dengan pola asuh permisif akan menjadi remaja yang mandiri.

Neill (dalam Basembun, 2008) mengatakan agar anak sebaiknya diberikan kebebasan penuh untuk melakukan apa yang menjadi keinginannya. Jika anak berbuat kesalahan, maka orang tua tidak perlu ikut serta untuk memperbaikinya dan memberi kesempatan pada anak itu memperbaiki sendiri dirinya sendiri. memandang bahwa seorang anak secara alamiah telah memiliki suatu kemampuan


(61)

untuk dapat mengurus dan mengatur dirinya sendiri, sehingga orang lain tidak perlu ikut campur tangan.

Faktor lain yang mungkin mempengaruhi perbedaan teori dan hasil penelitian ini adalah subjek penelitian. Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Havighurst (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa mencapai kemandirian adalah salah satu tugas perkembangan remaja. Dan lebih spesifik lagi remaja pada penelitian adalah remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun. Sesuai dengan teori Steinberg (2002) yang mengatakan bahwa pada rentang usia tersebut remaja telah mencapai seluruh aspek dalam perkembangan kemandirian.

Hasil tambahan pada penelitian kemandirian ditinjau dari jenis kelamin. Berdasarkan perbandingan nilai mean antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, nilai mean laki-laki 130,33 dan nilai mean perempuan 131,30 dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nilai mean perempuan lebih tinggi dibanding nilai mean laki-laki, hanya perbedaan tersebut tidak menonjol.

Menurut Hurlock (1999) jenis kelamin mempengaruhi kemandirian remaja dan mengatakan laki-laki lebih mandiri dituntut untuk berkepribadian maskulin, dominan, agresif dan aktif. Dibandingkan pada anak perempuan yang memiliki ciri kepribadian yang khas yaitu pola kepribadian yang feminis, pasif dan kepatuhan serta ketergantungan. Dari hasil penelitian tidak terlihat perbedaan antara kemandirian remaja laki-laki dan remaja perempuan. Adapun kemungkinan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian ini tingkat pendidikan para remaja


(62)

perempuan yang telah mencapai jenjang mahasiswa. Menurut Faturochman (2011) tingkat pendidikan seseorang terkait erat dengan kemandirian.

Kemandirian remaja ditinjau dari perbandingan aspek kemandirian dengan total subjek 100 orang, yang tergolong dalam kategori mandiri pada aspek emosi 27 orang, yang tergolong dalam kategori mandiri pada aspek perilaku 40 orang dan yang tergolong dalam kategori mandiri pada aspek nilai 33 orang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan remaja dengan kemandirian perilaku lebih banyak dibanding pada kemandirian emosi dan nilai namun perbedaannya tidak signifikan.

Menurut Steinberg (2002) perkembangan aspek-aspek kemandirian pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat remaja mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan remaja mengambangkan kemandirian perilaku. Kemandirian nilai pada remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia antara 18 sampai dengan 21 tahun, sedangkan kemandirian emosional dan perilaku berlangsung selama masa remaja awal dan pertengahan. Berdasarkan hasil penelitian ternyata remaja kebanyakan mencapai kemandirian perilaku dan selebihnya telah mencapai tahap kemandirian nilai. Namun, masih ada yang baru mencapai kemandirian emosi. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan teori yang dikemukanan Steinberg, kemungkinan remaja masih dalam masa perkembangannya atau remaja memang belum mandiri karena pola asuh yang didapat dari orangtua yaitu pola asuh permisif yang menurut Baumrind membuat


(63)

remaja yang kurang mandiri. Sehingga dari hasil ini terlihat remaja dengan pola asuh permisif ini sebagian besarnya baru mencapai tahap kemandirian perilaku meskipun tidak jauh berbeda jumlahnya dengan remaja yang telah mencapai kemandirian nilai dan hanya sebagian kecil yang hanya mencapai kemandirian emosi.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Mahasiswa yang mendapat pola asuh permisif ini, dari hasil analisa deskriptif 93 orang memiliki kemandirian yang tinggi atau sebanyak 93% dari total seluruh subjek dan 7 orang yang sedang atau 7% dari total seluruh subjek. 2. Hasil tambahan yang diperoleh dari penelitian ini adalah tingkat kemandirian

remaja ditinjau dari jenis kelamin. Laki-laki tidak jauh berbeda dengan perempuan. Selanjutnya, tingkat kemandirian remaja ditinjau dari usia. Antara rentang usia 18 – 21 tahun ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

B. SARAN

1. Saran Metodologis

Berdasarkan hasil penelitian ini, bagi pihak-pihak yang berminat dengan penelitian sejenis ini, atau untuk mengembangkan penelitian lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

a. Meningkatkan validitas isi skala, dengan memperhatikan struktur bahasa dalam pembuatan aitem dengan mengurangi pernyataan yang menggunakan kata tidak.

b. Membandingkan kemandirian dari keempat pola asuh.

c. Pengambilan sampel yang lebih representatif atau mengambil dengan cara probability dan memperbanyak jumlah sampel.


(65)

2. Saran Praktis

a. Saran bagi Orangtua

Saran bagi orangtua dari hasil penelitian ini adalah agar orangtua memberi kesempatan pada remaja, untuk dapat mempelajari lingkungannya, melakukan sesuatu yang diinginkannya dan bertanggungjawab serta memperbaiki sendiri kesalahan yang telah dilakukannya. Mendukung kegiatan dan turut berpartisipasi dalam kegiatan remaja.

b. Saran bagi Remaja

Bagi remaja diharapkan dapat menuju ke arah kemandirian yang baik dan tidak melakukan hal diluar batas-batas norma yang berlaku di masyarakat. Mempelajari hal-hal baru lagi agar dapat mengembangkan kemandirian tersebut. Dan bagi remaja yang masih kurang mandiri diharapkan dapat mencoba untuk mempelajari lingkungannya, berani membuat keputusan dan bertanggungjawab atas perbuatannya.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (1997). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

_______. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Anisa, S. (2005). Kontribusi Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Siswa

Kelas II SMA Negeri 1 Balapulang Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran

2004/2005. Artikel. [Tanggal akses 23 Januari 2012]. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4 &ved=0CFAQFjAD&url=http%3A%2F%2Flib.unnes.ac.id%2Fview%2F

year%2F2005.html&ei=iIkVUP-nFYK8rAeOlIHQAg&usg=AFQjCNFWsulFcnS_qbEgku9VZ2i1hDyCA A&sig2=fiiG2wzYMW7G6wU3D4_nBg

Basri, H. (2000). Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Basembum, I. (2008). Gaya Pola Usuh Orangtua. Jakarta: Universitas Persada

Indonesia

Berk, L.E. (2000). Child Development (5th ed). USA : A Pearson Education Comp. Colbert. (1997). Parenting: a lifespan perspective. McGraw-Hill: USA

akses 25 Juli 2012]. http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/ 20Kemandirian%20Pria%20Wanita%20Seimbang.pdf

Gracinia, J. (2004). Mengasuh Anak Tunggal. Jakarta: PT. Elexmedia Komputindo.

Gunarsa, S. 2000. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. BPK Jakarta: Gunung Mulia

Hadi, S. (2000). Meotologi Reresearch. Yogyakarta: Andi Yogyakarta Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu: Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

________. (1990). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

________. (1999). Psikologi Perkembangan Suatu: Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga


(67)

Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Maccoby, E.E. (1982). Social Development Psychological Growth and The Parental-Child Relationship. New York: Harcourt Brace Javanovich Ibrahim. R. (2010). Smart Parenting, apa itu?. Artikel. [Tanggal akses 31 Mei

2011].

Hetherington, E.M, & Parke, R.D. (1999). Child Psychology : A Contemporary Viewpoint (5th ed). New York : Mc. Graw Hill.

Santrock, J. W. (2003). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 1: Edisi Kelima. Penerbit Erlangga

Steinberg, L. (2002). Adolescence: sixth edition. New York: Mc. Grawhill Companies, inc

Yarliani, I. (2010). Pengaruh Gaya Pengasuhan Orangtua Terhadap Kemandirian Remaja. Jurnal Kopertis Wilayah XI. Vol 8: No 13. Kalimantan: Fakultas Tarbiayah

Yunita, R. D, Wimbarti, S dan Mustaghfirin. (2002). Kemandirian dan Motivasi Berprestasi pada Anak Penderita Asma. Indigenous (Jurnal Ilmiah

Berkala Psikologi). Vol 6, No. 1. 69-77. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.


(68)

LAMPIRAN 1

SKALA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(69)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya bermaksud mengadakan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya akan dapat saya peroleh dengan adanya kerja sama dari anda dalam mengisi skala ini.

Dalam pengisian skala ini, tidak ada jawaban yang salah. Pilihlah pilihan yang paling mendekati pendapat atau keadaan anda yang sesungguhnya. Oleh karena itu, isilah sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua data yang anda berikan akan dijaga kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Bantuan anda dalam mengisi skala ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerja partisipasi anda saya mengucapkan terima kasih.

Juli , 2012 Hormat Saya,


(70)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial :

Usia :

Jenis Kelamin :

*Berilah tanda √ pada kotak

Kedua orangtua masih hidup : Ibu Ayah Saat ini tinggal bersama kedua orangtua : Ya Tidak

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini akan disajikan beberapa pernyataan dari dua skala, skala I terdiri dari 22 pernyataan dan skala II terdiri dari 32 pernyataan. Anda diharapkan memilih pilihan sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran anda yang sebenarnya, dengan cara menyilang (X) satu dari pilihan berikut :

SS : bila anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut. S : bila anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut.

N :bila anda merasa Netral dengan pernyataan tersebut.

TS : bila anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

STS : bila anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

Contoh:

No Pernyataan SS S N TS STS

1 Menurut saya orangtua dapat menjadi alternatif pilihan untuk tempat saya berbagi informasi

SS S N TS STS

Isilah pernyataan yang ada sesuai dengan diri Anda dan usahakan agar

tidak ada satu pernyataan pun yang terlewatkan.


(1)

18 Saya tidak peduli jika teman sedang dalam keadaan sedih

SS S N TS STS 19 Jika saya tidak memahami suatu pelajaran

maka akan bertanya kepada teman atau dosen yang paham

SS S N TS STS

20 Saya suka mencoret-coret bangku kuliah dengan pulpen

SS S N TS STS 21 Saya tetap berteman dengan siapa saja

meskipun status sosialnya berbeda

SS S N TS STS 22 Saya tidak mau mendengar pendapat orang

yang pendidikannya lebih rendah dari saya

SS S N TS STS 23 Orangtua bukan tempat yang tepat untuk

saya bertukar pikiran

SS S N TS STS 24 Saya menghibur teman yang sedang

dirundung kesedihan

SS S N TS STS 25 Saya merasa semua teman saya tidak peduli

dengan masalah saya

SS S N TS STS 26 Saya tidak memikirkan dampak yang

mungkin dihadapi jika saya pergi keluar kota tanpa izin orangtua

SS S N TS STS

27 Sebelum membuat keputusan saya selalu memikirkan dampak positif dan negatifnya

SS S N TS STS 28 Saya mempertimbangkan seberapa besar

manfaat yang saya dapatkan jika mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di kampus

SS S N TS STS

29 Keputusan yang saya buat tidak pernah saya pertimbangkan sebelumnya

SS S N TS STS 30 Saya tidak memikirkan kemungkinan yang

akan terjadi jika saya pulang larut malam sendiri dari rumah teman


(2)

LAMPIRAN 2

Reliabilitas Kemandirian

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 220 100.0

Excludeda 0 .0

Total 220 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.883 .888 32

Item-Total Statistics Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 220 100.0

Excludeda 0 .0

Total 220 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.828 .835 14

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(4)

LAMPIRAN 3

Frequencies Data Kemandirian

Statistics VAR00001

N Valid 100

Missing 0

VAR00001

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sedang 7 7.0 7.0 7.0

TINGGI 93 93.0 93.0 100.0


(5)

Descriptives

Jenis Kelamin

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

VAR00003 60 111 154 131.30 10.747

Valid N (listwise) 60

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

VAR00005 40 111 155 130.33 11.116

Valid N (listwise) 40

Descriptives

Kemandirian Emosi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

VAR00001 100 30 50 41.78 3.786

Valid N (listwise) 100


(6)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

VAR00003 100 18 30 24.68 2.666


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orangtua Dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di Sma Negeri 2 Dan Man 2 Medan Tahun 2012

7 77 190

Pertimbangan Moral Anak dengan Pola Asuh Spiritual (Spiritual Parenting)

7 65 240

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH PERMISIF ORANGTUA DENGAN INTENSI MEROKOK PADA REMAJA AWAL Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Permisif Orangtua Dengan Intensi Merokok Pada Remaja Awal.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI POLA ASUH PERMISIF ORANGTUA DENGAN INTENSI MEROKOK PADA REMAJA AWAL Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Permisif Orangtua Dengan Intensi Merokok Pada Remaja Awal.

0 3 20

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF Kaitan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Perilaku Asertif.

1 4 13

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF Kaitan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Perilaku Asertif.

1 3 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja.

1 4 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja.

1 14 16

HUBUNGAN POLA ASUH PERMISIF DAN OTORITER DENGAN KENAKALAN REMAJA

0 0 71