KONTROL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENGHULU YANG BERPERILAKU MENYIMPANG (Studi Kasus : Nagari Tanjung Alam, Kecamatan Tanjung Baru, Kabupaten Tanah Datar).

KONTROL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP
PENGHULU YANG BERPERILAKU MENYIMPANG
(Studi Kasus : Nagari Tanjung Alam, Kecamatan
Tanjung Baru, Kabupaten Tanah Datar)

SKRIPSI

Oleh

NOLA DEWI PUTRI
BP. 1010812017

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2014

ABSTRAK
NOLA DEWI PUTRI. 1010812017. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi Universitas Andalas, Padang. Judul Skripsi : Kontrol
Sosial Masyarakat Terhadap Penghulu yang Berperilaku Menyimpang.

Jumlah halaman Skripsi 93 lembar. Pembimbing I Dr. Elfitra, M.Si,
Pembimbing II Dra. Dwiyanti Hanandini, M.Si.
Penghulu dalam masyarakat Minangkabau merupakan seseorang yang
“didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”. Penghulu memiliki tugas dan
tanggung jawab serta kedudukan yang mulia di dalam masyarakat. Seorang
penghulu semestinya menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak
kemenakannya, sebagaimana pepatah mengatakan kuat penghulu maka kuat
pulalah nagari. Namun realitasnya, tidak selamanya penghulu bisa menjadi
teladan yang baik. Saat ini banyak penghulu yang melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang dan menyimpang dari agama Islam maupun adat Minangkabau.
Beberapa perilaku menyimpang yang dilakukan oleh penghulu adalah
berselingkuh dengan istri orang lain, menjual harta pusaka tinggi tanpa izin dan
berkelahi dengan kemenakannya. Dengan adanya perilaku penghulu yang
menyimpang, maka menimbulkan reaksi dari masyarakat. Oleh karena itu tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan kontrol sosial dan sanksi sosial yang
dilakukan masyarakat terhadap penghulu yang berperilaku menyimpang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe
deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam.
Informan penelitian ditentukan dengan purposive sampling (karakteristik yang
ditentukan). Penelitian ini menggunakan teori kontrol sosial, dimana dalam

kehidupan sosial terdapat berbagai alat dan cara yang dilakukan oleh masyarakat
untuk mengendalikan tingkah laku anggotanya yang menyimpang agar kembali ke
dalam batas-batas norma yang ada. Agar kontrol sosial berjalan dengan efektif
masyarakat juga memberikan sanksi sosial terhadap anggotanya yang berperilaku
menyimpang.
Dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa bentuk-bentuk kontrol
sosial yang dilakukan masyarakat terhadap penghulu yang berperilaku
menyimpang adalah dengan menegur dan memberikan arahan kepada pelaku
untuk kembali ke dalam batas-batas norma yang berlaku, mengawasi tindakan
pelaku penyimpangan, mempergunjingkan (desas-desus) penghulu yang
berperilaku menyimpang dan melaporkan ke pihak yang berwenang. Sementara
itu sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakat terhadap penghulu yang
berperilaku menyimpang mengacu kepada sanksi psikologis. Berbagai bentuk
sanksi yang diberikan masyarakat adalah dikucilkan dan tidak diacuhkan oleh
masyarakat serta tidak dilibatkan dalam kegiatan di kampung, baik dalam
berunding (musyawarah) maupun dalam melakukan kegiatan bersama.

v

ABSTRACT

NOLA DEWI PUTRI. 1010812017. The faculty of social and political science
department of sociology Andalas University, Padang.Title thesis/minor
thesis/ungraduate thesis: Social control of society to deviant behavior of
penghulu.The number of pages thesis 93 sheets. Supervisor I Dr. Elfitra, M.Si
and Supervisor II Dra. Dwiyanti Hanandini, M.Si.
Penghulu in Minangkabau society is someone who highly respected, as
Minang proverb says “didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting”.
Penghulu has duties and responsibilities as well as a glorious position in the
society. A penghulu should be a good example and role model for children and
nephew, as the proverb says “kuat penghulu maka kuat pulalah nagari” which
means strong penghulu leads to a powerful village. But in reality, a penghulu can
not always be a good example. Today, many penghulu who commit acts
prohibited and deviate from the religion of Islam and traditional Minangkabau.
Some deviant behavior committed by penghulu is having an affair with the
another people’s wife , selling family inheritance without the permission and fight
with his nephew. With the presence of penghulu being deviant, it will cause the
reaction from society. Therefore the purpose of this study was to describe the
social control and social punishment to penghulu deviating behavior.
This research using qualitative method with descriptive as research type.
The data collected by using in-depth interview. The informant decided with

purposive sampling (chosen characteristic). This research used social control
theory which stated that in the social life there are a variety of tools and methods
performed by the society for controlling the behaviour of its members which
deviate to return to the confines of existing norms. To make social control work
effectively the society should also give social punishment against its members
who behaves with deviant.
From the research conducted, it is concluded that the forms of social
control the society have on the penghulu deviating behavior is the reprimanded
and give direction to the offender to return to the norms, supervise behavior of
deviation offenders, society of defame penghulu behaves distorted and reporting
to the authorities. Meanwhile social punishment given by the society on the
penghulu behaves deviate refers to the psychological punishment. Various forms
of punishment given society is the excommunicated and ignored by the public and
are not involved in the activities in the village, both in negotiating (deliberation)
and in doing activities together.

vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Secara tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut
Alam Minangkabau. Alam Minangkabau terbagi atas dua bagian, yaitu daerah
Luhak Nan Tigo dan daerah Rantau. Luhak Nan Tigo merupakan tiga daerah
utama di Sumatera Barat, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak
Lima Puluh Kota. Di luar daerah inti Minangkabau terdapat rantau, yakni
pemukiman yang berada di pinggiran yang keberadaannya berbatasan dengan
dunia luar dan melaluinya ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan baru diperkenalkan
kepada Alam (Kato, 2005:187).
Wilayah Minangkabau memiliki sistem kepemimpinan yang berbeda
dengan daerah lain yang ada di Indonesia. Sistem kepemimpinan pertamakali
dikenal dengan unsur Urang Nan Ampek Jinih yang terdiri dari Penghulu, Manti,
Dubalang dan Malin. Namun, setelah Minangkabau ditaklukan Belanda jabatan
manti dan dubalang dihapus sesuai dengan struktur pemerintahan desa yang
dibangun pada masa itu, sedangkan peranan Malin diganti dengan Ulama.
Semenjak itu sampai sekarang unsur Urang Nan Ampek Jinih berubah menjadi
Penghulu, Alim Ulama dan Cerdik Pandai yang ideal dikenal dengan konsep
Tungku Tigo Sajarangan atau Tali Nan Tigo Sapilin (Navis, 1984:144). Namun
demikian unsur Urang Nan Ampek Jinih masih bertahan di Nagari Tanjung Alam
bersama dengan Tungku Tigo Sajarangan dan menjalankan tugas bersama sesuai

dengan peran dan fungsinya masing-masing.

1

Pertama, Penghulu merupakan fungsional adat yaitu orang yang bertugas
mengurus semua urusan adat dan sebagai pemegang sako secara turun temurun.
Pada hakekatnya penghulu berada di pintu adat atau disebut dengan pemimpin
adat. Kedua, Alim Ulama yaitu orang yang bertugas membantu penghulu dalam
urusan agama. Alim ulama dikenal sebagai “suluah bendang dalam nagari”dan
pada hakekatnya alim ulama berada di pintu syarak. Ketiga, Cerdik pandai
merupakan orang yangmenguasai ilmu, baik ilmu adat, ilmu agama, maupun ilmu
pengetahuan yang mencari kebenaran dan berusaha menegakkan kebenaran di
tengah masyarakat, serta memajukan ilmunya untuk kemajuan masyarakat nagari.
Pada hakekatnya cerdik pandai berada di pintu ilmu (Dt. Perpatih Nan Tuo, (eds),
2002: 95-96).
Kepemimpinan penghulu dalam kaum sesuai dengan rumusan adat, jadi
penghulu sakato adat, jadi rajo sakato daulat (jadi penghulu sepakat kaum, jadi
raja sepakat daulat). Artinya, seorang penghulu diangkat apabila ada kesepakatan
dari kaum, sedangkan seorang raja diangkat apabila ia memegang kekuasaan di
dalam kerajaan. Sebagai pemimpin yang diangkat oleh kaumnya maka seorang

penghulu berkewajiban sebagai pelindung bagi sesama anggota kaumnya serta
bertanggung jawab agar nilai martabat masyarakatnya tetap suci (Anwar,
1997:33).
Setelah memenuhi berbagai persyaratan untuk dapat menduduki jabatan
penghulu, maka seseorang yang terpilih menjadi penghulu akan diikat lagi dengan
berbagai larangan dan pantangan. Maksudnya adalah menghindari perbuatan yang
bertentangan dan menyimpang dari Syarak (Islam), adat Minangkabau serta

2

perbuatan yang dapat merendahkan harkat dan martabat kepemimpinannya.
Adapun perbuatan yang dapat merendahkan harkat dan martabat seorang
penghulu diungkapkan dengan: "Hilie malonjak, mudiak mangacau. Kiri kanan
mamacah parang. Mangusuik alam nan salasai, mangaruah aia nan janiah.
Bapaham bak kambiang dek ulek karano miskin pado budi. Barundiang bak
sarasah tajun karano takabua dalam hati. Mangubahi lahie jo batin,
maninggakan sidiq jo tabalig. Mamakai cabuah sio-sio,kato nan lalu lalang bak
cando mambaka buluah. Rundiang bak marandang kacang sabab lidah tak
batulang”.
Artinya, hilir melonjak, mudik mengacau. Kiri kanan menimbulkan

masalah. Mengusut persoalan yang telah selesai dan memperkeruh air yang telah
jernih. Memiliki paham seperti kambing dihinggapi ulat karena miskin budi.
Berbicara seperti air terjun karena memiliki sifat sombong. Mengubah yang lahir
menjadi batin, mengandung dendam dan kesumat, dan suka menuhuk kawan
seiring. Meninggalkan sidiq dan tabliqh yaitu suka lari dari kebenaran, tidak mau
menurut jalan yang lurus, dan suka berbohong. Memakai cabul sia-sia atau
mengerjakan pekerjaan yang sia-sia seperti suka mengganggu istri orang dan
berbicara yang kotor-kotor. Perkataannya seperti membakar buluh yaitu berkata
semaunya saja, tidak peduli orang akan tersinggung. Rundingannya seperti orang
merendang kacang, hal ini disebabkan karena lidahnya tidak bertulang, setiap
orang dipandang enteng, dan menganggap tidak ada lagi orang yang lebih hebat
dan pintar darinya. Jadi, makna yang terkandung dalam pepatah tersebut adalah
seorang penghulu

dilarang untuk

melakukan

perbuatan-perbuatan


yang

3

menimbulkan keresahan, masalah, dan kekacauan dalam masyarakat (Hakimy,
1984:79).
Seorang penghulu adalah andiko dari kaumnya atau raja bagi
kemenakannya, berfungsi sebagai kepala pemerintah, menjadi pemimpin dan
sebagai teladan di dalam kaumnya serta menjadi jaksa dan pembela terhadap
berbagai perkara yang datang dari luar kaum. Sebagai pemimpin kaum seorang
penghulu bertugas dan bertanggung jawab memelihara keselamatan dan
kesejahteraan kaumnya sesuai dengan hukum dan kelaziman. Sebagaimana yang
diungkapkan pepatah bahwa seorang penghulu itu ibarat kayu gadang ditangah
padang, ureknyo tampek baselo, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek
balinduang, batangnyo tampek basanda (kayu besar di tengah padang, uratnya
tempat bersila, dahannya tempat bergantung, daunnya tempat berlindung,
batangnya tempat bersandar) (Navis, 1984:139).
Disamping tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang penghulu
juga ada kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Pertama adalah manuruik alua
nan luruih yaitu tiap-tiap sesuatu yang akan dilaksanakan hendaklah menurut

garis-garis kebenaran yang telah digariskan oleh adat. Kedua, manampuah jalan
nan pasa, yaitu peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan dalam kehidupan
masyarakat, seorang penghulu harus taat dan melaksanakan apa yang telah
ditetapkan oleh agama dan adat dan tidak boleh menyimpang dari aturan yang
ada. Ketiga, mempunyai tangan harato pusako dan memelihara anak kemenakan,
dimana seorang penghulu harus bisa menjaga semua harta pusaka yang dimiliki

4

oleh kaummnya dengan tujuan untuk kepentingan bersama dan memperhatikan
anak kemenakan agar tidak berperilaku menyimpang (Navis, 1984:139).
Seorang penghulu juga memiliki keterkaitan dengan nagari. Nagari
merupakan kediaman utama yang dianggap sebagai pusat aktivitas sebuah desa.
Secara formal yang menjadi pemimpin di Minangkabau adalah penghulu. Sebagai
pemimpin dalam masyarakat, seorang penghulu harus mampu membawa anggota
kaumnya ke jalan yang benar demi tercapainya kesejahteraan dan ketentraman
serta membimbingnya untuk mematuhi aturan-aturan hukum yang berlaku.
Penghulu atau pemimpin dalam masyarakat Minangkabau harus menjadi
contoh teladan bagi anggota masyarakat terutama anak kemenakannya,
berkelakuan baik dan bertanggung jawab. Namun kenyataan ditemukan saat ini

banyak terjadi perubahan dan pergeseran terhadap kedudukan dan peran penghulu
di Minangkabau, bahkan perbuatan dan tingkah laku penghulu sudah mulai
menyimpang. Banyak kasus perilaku menyimpang yang dilakukan oleh penghulu
pada saat ini, seperti yang terjadi di Solok pada tahun 2002 yaitu seorang yang
bergelar datuak (Penghulu) memperkosa seorang dokter gigi pada suatu malam
saat

mengantar

sang

dokter

menuju

daerah

paninjauan

di

Solok

(http://www.rantaunet.com), melakukan perbuatan maksiat, perselingkuhan,
menjual harta pusaka tinggi tanpa seizin anggota kaum, berjudi dan bekelahi.
Salah satu nagari yang berada dalam cakupan wilayah Minangkabau yang
memiliki banyak suku dan gelar penghulu yang beragam adalah Nagari Tanjung
Alam yang berada daerah Luhak Nan Tuo yaitu Kabupaten Tanah Datar. Nagari
Tanjung Alam memiliki lima suku yang dibagi ke dalam 16 sub suku yang

5

terdapat dalam 12 jorong. Setiap suku yang ada tidak hanya memiliki satu orang
penghulu saja, akan tetapi setiap suku dibagi lagi menjadi beberapa bagian atau
sub suku dan dipimpin oleh beberapa orang penghulu. Setiap penghulu
berkewajiban memimpin anak kemenakan dan anggota kaumnya dan bertanggung
jawab kepada KAN sebagai lembaga yang bertugas mengurus masalah adat di
Nagari Tanjung Alam. Jumlah penghulu secara keseluruhan yang ada di Nagari
Tanjung Alam berjumlah 309 orang. Namun karena berbagai hal sehingga sampai
saat ini penghulu yang masih aktif (masih hidup) di Nagari Tanjung Alam
berjumlah 197 orang dan 112 orang yang lainnya sudah meninggal dunia dan
belum diangkat penggantinya (Sako Nan Balipek).
Tabel 1.1
Penghulu Suku di Nagari Tanjung Alam
No Nama Suku

Jumlah Penghulu
Belum ada Pengganti
(Sako Nan Balipek)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Bodi
Caniago
Singkuang
Kutianyir
Jambak
Mandahiliang
Salo
Piliang Laweh
Piliang Sani
Parit Cancang
Dalimo
Guci
Tanjuang
Pisang
Simabua
Sikumbang
Jumlah
Sumber: Data Sekunder (2014)

5
9
12
5
8
12
2
14
6
3
7
6
4
8
4
7
112

Masih Aktif
1
28
30
10
7
10
4
21
34
7
6
13
7
5
7
7
197

6

Dari 197 orang jumlah penghulu yang masih aktif di Nagari Tanjung
Alam, berdasarkan observasi dan data yang diperoleh, ditemukan tiga orang
penghulu yang berperilaku menyimpang yaitu, berselingkuh dengan istri orang
lain, menjual harta pusaka tinggi tanpa izin keluarga perempuan (dunsanak) yang
hasilnya tidak dibagi, dan berkelahi.
Tabel 1.2.
Perilaku Menyimpang Penghulu
No
1.
2.
3.

Nama
Datuak X
Datuak Y
Datuak Z

Suku
Jambak
Dalimo
Salo

Bentuk Penyimpangan
Tahun Kejadian
Perselingkuhan
2011
Perselingkuhan
2012
- Menjual harta pusaka
2009
tinggi tanpa izin
2013
- Berkelahi
Sumber : Data Primer (2014)
Dari gambaran dan penjelasan diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang permasalahan ini karena dalam kehidupan bermasyarakat di
Minangkabau terutama di Nagari Tanjung Alam, seorang penghulu adalah orang
yang mengontrol dan mengendalikan perbuatan anak kemenakan dan warga
masyarakat supaya tidak menyimpang dan tidak terlepas dari norma-norma yang
mengikat kehidupan bersama. Namun kenyataannya seorang penghulu melakukan
perbuatan yang menyimpang. Oleh karena itu penulis ingin melihat tentang
kontrol sosial masyarakat terhadap penghulu yang berperilaku menyimpang
tersebut.
1.1. Perumusan Masalah
Penghulu sebagai pemimpin, kedudukan dan peranannya sangat besar di
tengah-tengah masyarakat Minangkabau. Penghulu dikatakan juga tiang nagari,
7

“kuat penghulu maka kuat pulalah nagari”, sehingga segala sesuatu yang terjadi
dalam masyarakat erat kaitannya dengan fungsi seorang penghulu. Penghulu harus
menghindari pekerjaan dan perbuatan yang dilarang oleh agama seperti sirik,
perbuatan maksiat, mencuri, mabuk, dan berjudi. Kemudian pekerjaan dan sifat
yang dilarang oleh adat yaitu pekerjaan yang menyimpang dari alur dan patut
seperti perbuatan yang memecah belah orang berkeluarga, menimbulkan huruhara, berkelahi, melakukan kekerasan serta perbuatan yang menimbulkan
kerugian dalam kaum seperti menjual harta pusaka kaum. Selain itu penghulu juga
berkewajiban mengontrol perilaku anak kemenakan dan warga masyarakat agar
tidak menyimpang. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan
perubahan dalam masyarakat, perbuatan dan perilaku menyimpang yang harus
dihindari oleh seorang penghulu sudah tidak diindahkan lagi dalam konteksnya
sebagai pemimpin. Dengan demikian, maka terjadi pula perubahan terhadap
pelaksana kontrol sosial, yaitu kontrol sosial yang seharusnya dilaksanakan oleh
penghulu, sekarang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu dapat dirumuskan
permasalahan penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana kontrol sosial masyarakat terhadap penghulu yang berperilaku
menyimpang?
1.3. Tujuan Penelitan
1.3.1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan umum dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan kontrol sosial masyarakat terhadap penghulu yang
berperilaku menyimpang di Nagari Tanjung Alam, Kecamatan Tanjung Baru.

8

1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kontrol sosial masyarakat terhadap
penghulu yang berperilaku menyimpang
b. Mendeskripsikan bentuk-bentuk sanksi sosial yang diberikan masyarakat
terhadap penghulu yang berperilaku menyimpang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademik
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan disiplin ilmu sosial,
terutama dalam kajian tentang masyarakat dan kebudayaan Minangkabau
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi peneliti lainnya khususnya bagi
pihak-pihak yang tertarik untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut.
2.

Bahan informasi dan pedoman bagi masyarakat dan pemerintah nagari
untuk mempertimbangkan dan memperhitungkan berbagai hal demi
menghindari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari norma yang
berlaku dalam wilayah adat Minangkabau.

3.

Bahan pertimbangan bagi lembaga KAN untuk mengendalikan tingkah
laku anggotanya agar dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang
penghulu dalam masyarakat sesuai dengan aturan-aturan yang ada.

9