Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan
submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat
akut maupun kronik yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia
epitel. Mukosa lambung terdiri dari sel-sel yang memproduksi asam dan enzim.
Asam dan enzim ini akan berperan dalam pencernaan makanan, sedangkan mukus
berperan dalam melindungi mukosa lambung dari asam. Ketika mukosa
mengalami inflamasi, maka produksi asam, enzim dan mukus akan terganggu.
Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung hanya dapat dilihat secara
histopatologi. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan
suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System 1,2,3,4. Sistem ini
membagi gastritis berdasarkan topografi, morfologi dan etiologi. Secara garis
besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni :
1. Monahopik
2. Tropik
3. Bentuk khusus.
Gastritis memberikan gambaran kemerahan pada mukosa yang nampak pada
saat pemeriksaan gastroskopi dan tidak bisa menggantikan istilah dispepsia.

Sampai saat ini masih belum jelas hubungan antara gambaran mikroskopi
(histopatologi) dengan keluhan pada lambung. Hubungan antara gambaran
mikroskopi dengan gastrooskopi juga tidak konsisten. Pada kebanyakan pasien
dengan gambaran gastritis pada pemeriksaan PA sering tidak menunjukkan
kelainan saat endoskopi.9,10,11,12

5
Universitas Sumatera Utara

A.Struktur normal, B.Erosi superfisial, C.Erosi dalam, D.Ulkus gaster
akut, E.Ulkus gaster kronik
Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012)
Infeksi kuman H.pylori merupakan penyebab gastritis yang sangat penting.
Prevalensi infeksi H.pylori pada orang dewasa di negara berkembang ± 90%. Di
Indonesia, sekitar 10% kunjungan pada unit gawat darurat merupakan kasus gastritis.
Terdapat beberapa penyebab gastritis diantaranya infeksi kuman Heliobacter pylori
(H.pylori) ; gangguan fungsi sistem imun ; infeksi virus seperti: enteric rotavirus,
calicivirus dan cytomegalovirus ; infeksi jamur seperti : candida species, histoplasma
capsulatum dan mukonacea serta obat anti inflamasi nonsteroid, konsumsi alkohol,
usia, stress oleh karena trauma, tindakan operatif, dll.13

Secara endoskopi berupa hiperemis mukosa dengan erosi multipel, kecil dan
superfisial serta dapat juga ditemukan ulkus. Secara mikroskopi dapat ditemukan
epitel superfisial injury dan nekrosis pada kelenjar superfisial. Perdarahan pada
lamina propria dapat ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil,
meskipun neutropil lebih dominan.11,12
Secara endoskopi, mukosa menunjukkan gambaran atropi. Sedangkan secara
histologi ditemukan infiltrasi sel limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel
parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa dapat menunjukkan perubahan ke
arah metaplasia intestinal. Pada stadium akhir, mukosa atropi dan sel-sel parietal
tidak ditemukan, namun H. Pylori dapat ditemukan. Klasifikasi ini membagi
gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis non erosiva. Gastritis erosiva
merupakan erosi mukosa gaster disebabkan kerusakan/ defek pertahanan mukosa.
Sementara gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang terutama
akibat infeksi H.pylori.20,21,22

6
Universitas Sumatera Utara

A


B

Gambar 2.2. A. Gastritis erosiva (Szoke D, 2009), B. Biopsi gaster menunjukkan
erosi epitel permukaan dengan pembesaran 40x (Garg B, et al, 2012

Tabel 2.1 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Main class
I. Complete

Subclass

Characteristic features

Ia Mature

Innumerable pinpoint-sized hemorahages

type

on the


Mucosal surface

The surrounding mucosal elevation
irreversible due to fibrosis
Ib Immature

The bulging border is due to oedema

Type
II. Incomplete

IIa

A simple defect of the mucosal layer
Without Reaction to surrondings
Erosion located on flat mucosa

Iib


Erosion located on the prominent folds of
the prepyloric region

III. Haemorrhagic
Erosive
gastritis

Innumerable pinpoint-sized hemorrhages on
the Mucosal surface with erythrodiapedesis
and Engorged blood vessels within mocosa
and submucosa

7
Universitas Sumatera Utara

Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif
dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang
termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, dll. Yang termasuk
faktor defensif antara lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan.3,11,12


Gambar 2.3. Patofisiologi gastritis 21
Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor
agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa. 21
2.2 H.pylori
H.pylori pertama kali ditemukan oleh Robin Warren dan Marshall pada tahun
1983. H.pylori merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan pada permukaan
epitel lambung yang menginfeksi sekitar 50% dari populasi umum. H.pylori
bersifat mikroaerofilik, berbentuk batang melengkung, berukuran panjang 1-3 µm
dan lebar 0,3-0,6 µm serta berflagella pada satu ujung polenya. Bakteri ini
memiliki adaptasi yang sangat baik pada kondisi asam. H.pylori mengekskresikan
urease yang berperan dalam merubah urea menjadi amonia sehingga . H.pylori
juga dapat menghindari kontak dengan gastric juice yang bersifat asam melalui
crossing lapisan tebal dari mukus dengan menggunakan flagelnya. 14,15,16
Penularan infeksi berlangsung akibat cairan lambung seperti muntah atau air
liur yang mengandung kuman yang berada di carvum oris (rongga mulut)
berpindah ke carvum oris orang sehat. Selain itu dapat melalui alat makan atau
8
Universitas Sumatera Utara


alat minum yang dipakai bersama, bisa juga akibat pemakaian air yang telah
tercemar kuman yang ketika diminum tanpa dimasak terlebih dahulu.

Masa

Inkubasi dari data yang dikumpulkan dari 2 orang sukarelawan yang menelan 106
– 109 organisme menunjukkan bahwa gejala gastritis terjadi dalam waktu 5-10
hari. Semua orang diperkirakan rentan terinfeksi. Walaupun bertambahnya usia
dan tingkat sosial-ekonomi yang lemah merupakan dua faktor risiko terpenting
untuk terkena infeksi, ada sedikit data yang tidak bisa diabaikan begitu saja
tentang kerentanan atau kekebalan seseorang. Diperkirakan bahwa ada berbagai
faktor pendukung (cofactor) penting untuk dapat terjadinya penyakit tersebut.
Tidak timbul imunitas sesudah infeksi
Infeksi kronik dari H.pylori biasanya menyebabkan atrofi serta metaplasia
dan juga diplasia serta karsinoma gaster. H.pylori dapat menyebabkan ulkus
peptikum (70%) dan ulkus duodeni (90%). Transmisi infeksi H.pylori melalui
mulut ke mulut atau feses ke mulut.23

Gambar 2.4. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori.24


Indikasi diagnosis dan terapi dari infeksi H.pylori berdasarkan American
College of Gastroenterology guideline the management of H.pylori dapat dilihat
pada tabel berikut :

9
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Indikasi diagnosis dan terapi H.pylori
Kondisi
 Active peptic ulcer disease (gastric or duodenal ulcer)
 Riwayat penyakit peptic ulcer ( tidak pernah diobati untuk H.pylori)
 Gastric Malt lymphoma (low grade)
 Setelah reseksi gaster oleh karena kanker gaster stadium awal
 Uninvestigative dyspepsia ( prevalensi H.pylori tinggi)
Kontroversi
 Nonulcer dyspepsia
 Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)
 Pengguna Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs
 Anemia Defisiensi Besi
 Populasi yang memilik risiko tinggi karsinoma gaster


Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi
pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah
dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H. pylori, yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.24
Tabel 2.3. Pemeriksaan diagnostik untuk H. pylori 26

Selain tabel di atas, terdapat keuntungan dan kerugian dari penggunaan
masing-masing test untuk diagnostik H.pylori. Keuntungan dan kerugian tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.

10
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Keuntungan dan kerugian test H.pylori 27
Test endoskopi
1. Histologi
2. Rapid Urease Test

3. Kultur


4. Polimerase Chain
Reaction
Test non endoskopi
1. Antibody testing
(quantitative &
qualitative)
2. Urea Breath Test
(13C dan 14C)

3. Faecal antigent
test

Keuntungan
Sensitifitas dan
spesifisitas tinggi
Murah, hasil cepat,
sensitivitas dan
spesitifitas tinggi
Spesifisitas tinggi,

dapat melihat
sensitivitas bakteri
Sensitifitas &
spesifisitas tinggi,
sensitifitas antibiotik

Kerugian
Mahal, memerlukan
infrastruktur & personal training
Sensitifitas menurun sesudah
terapi

Murah, tersedia, NPV
baik

PPV bergantung pada
prevalensi H.pylori, tidak
direkomendasikan pada post
terapi
Ketersediaan terbatas

Identifikasi aktif
H.pylori, NPV &
PPV baik, berguna
pada pre& post terapi
Identifikasi aktif
H.pylori, NPV &
PPV baik, berguna
pada pre& post terapi

Mahal, sulit dilakukan,
ketersediaan terbatas,
sensitifitas rendah
Ketersediaan terbatas, metode
tidak standar pada lab

Poliklonal test lebih baik
dibandingkan UBT, tidak
nyaman

Sekitar 14% pasien tidak mengalami infeksi di antrum namun memiliki
H.pylori di suatu tempat di lambung, terutama jika pasien tersebut mengalami
atrofi gaster, metaplasia intestinal, ataupun refluks empedu. Selain itu, pascaeradikasi dengan efektivitas parsial, infeksi dalam kadar rendah dapat terlewatkan
pada biopsi melalui endoskopi. Hal ini menimbulkan overestimasi efikasi
eradikasi dan tingkat reinfeksi. Penghambat pompa proton mempengaruhi pola
kolonisasi H.pylori di lambung dan mengurangi akurasi biopsi di antrum. Oleh
karena itu, pedoman konsensus merekomendasikan untuk dilakukan biopsi
multipel dari antrum dan korpus untuk histologi dan satu untuk metode lain (baik
kultur maupun pemeriksaan urease).24

11
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Pemeriksaan H.Pylori
1. Pemeriksaan invasif
a. Histopatologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang
diwarnai dengan hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan
tambahan (seperti Giemsa, Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet
Creosyl) untuk mendeteksi infeksi dalam kadar rendah dan untuk
menunjukkan karakteristik morfologi H.pylori. Keuntungan pemeriksaan
secara histopatologi selain dapat disimpan, irisan dari biopsi dapat
diperiksa kapanpun; dan adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia
intestinal dapat pula diperiksa. Spesimen biopsi dari bagian lain lambung
dapat disimpan dalam formalin untuk diproses hanya jika histologi antrum
tidak dapat disimpulkan.24
b. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi
infeksi bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko
pertumbuhan berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif, dan
metode ini adalah metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama
gastroskopi. Meskipun hanya sedikit pusat kesehatan yang secara rutin
menawarkan isolasi mikrobiologis H.pylori, prevalensi strain multiresisten
membuat metode kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotik menjadi
persyaratan bagi pasien dengan infeksi persisten dengan kegagalan terapi.24
c. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi
H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan
CLO dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan
urease seringkali lebih tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena
seluruh spesimen biopsi ditempatkan di dalam media sehingga dapat
menghindari

sampel

tambahan

ataupun

kesalahan

proses

terkait

histopatologi maupun kultur. Sensitivitas pemeriksaan urease biopsi terlihat
jauh lebih rendah (sekitar 60%) pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna atas. Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan menempatkan
beberapa sampel biopsi di dalam satu vial untuk pemeriksaan. 24

12
Universitas Sumatera Utara

d. Gastroskopi
Klasifikasi Sydney dari gastritis per gastroskopi bertujuan untuk
menstandarisasi laporan klasifikasi gastritis per gastroskopi berdasarkan
tampilan mukosa seperti edema, punctuate and confluent erythema,
friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion, rugal
hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and
confluent intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. (Guindy AE,
et al, 2007).31,32
Tabel 2.5. Temuan gastritis dari gastroskopi dan kriteria diagnosisnya
(Guindy AE, et al, 2007)32
Fundamental
types
Superficial
Gastritis
Hemorrhagic
Gastritis
Erosive Gastritis
Verrucous Gastritis
Atrophic Gastritis
Metaplastic
Gastritis
Hyperplastic
Gastritis
Special Gastritis

Definition according to endoscopic findings
Findings including edema and redness (spotted, patchy,
linear), friabililty and/or exudate are observed
Hemorrhage is evidenced
Erosive changes including flat or depressed types
Erosive changes including elevated type
Findings such as color change of mucosa, visible vascular
pattern and thinning are observed
Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as
an ash-colored nodular change by conventional endoscopy
alone dyeing
Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of
greater curvature in corpus
Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive
gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion
and edema of the mucosa with or without red spots seen
endoscopically in patients with portal hypertension

2. Pemeriksaan non-invasif
a. Serologi. Infeksi H.pylori menimbulkan respon mukosa lokal dan antibodi
sistemik. Antibodi IgG terhadap H.pylori dalam sirkulasi dapat dideteksi
melalui antibodi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji
aglutinasi lateks. Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis
bergantung kepada antigen yang digunakan sehingga penting untuk
melakukan validasi lokal terhadap ELISA H.pylori. Konsumsi obat anti13
Universitas Sumatera Utara

inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.
Keuntungan metode serologi adalah perkembangan uji finger prick yang
menggunakan assay fase solid terfiksir untuk mendeteksi adanya
imunoglobulin H.pylori.24
b. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji
13

C-urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea

dengan karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa
lambung dan melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai

13

CO2

dalam udara ekspirasi. Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan
tidak bersifat radioaktif, dapat digunakan sebagai uji skrining untuk
H.pylori, menilai eradikasi, dan mendeteksi infeksi pada anak. 24
c. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich
sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang
terbungkus feses. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah dalam
studi epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada anak.24

2.2.2

Patofisiologi H.Pylori

H.pylori memiliki efek stimulasi terhadap respon non spesifik dan spesifik.
Kolonisasi H.pylori pada mukosa gaster akan merangsang sistem imun
spesifik berupa aktivasi proinflamasi dan faktor antibakterial

non

dari sel epitel

gaster. H.pylori juga menstimulasi sistem imun spesifik yaitu selluler dan
humoral. Meskipun demikian sangat sulit untuk mengeliminasi H.pylori dari
mukosa gaster dan biasanya infeksi H.pylori menetap (persisten). Hal ini
disebabkan H.pylori memiliki kemampuan untuk mempengaruhi respon imun
untuk menghindari eliminasi serta menurunkan regulasi kerusakan jaringan.
Respon H.pylori terhadap sistem imun humoral yaitu menstimulasi terbentuknya
antibodi yaitu IgA dan IgG. Namun efek antibodi ini masih kontroversi yaitu
melindungi sedangkan dari laporan lainnya menyebakan persistensi kolonisasi dan
menghambat efek perlindungan. Sel T memiliki efek dominan dalam sistem imun
H.pylori. Sel Th1 memproduksi IFN-

dan

akan menyebabkan munculnya

proinflamasi lain seperti : TNF-α, IL-12 dan IL-18.22,23,24,25

14
Universitas Sumatera Utara

H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di mukosa
gster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1 , IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1
atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN- menginduksi produksi
IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori
maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel
epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit
ke jaringan yang terinfeksi.29
H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 , IL-6, TNFα, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan
Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan kadar H.pylori
dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun pejamu selama
infeksi H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang
mensupresi respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus
tersebut mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. Treg
meningkatkan toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan
memfasilitasi pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa studi
menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg, mengindikasikan keseimbangan
imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki respon TH1
yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN- , IL-12, TNF-α, dll.
Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg untuk menyebabkan
infeksi kronik dengan imunosupresi parsial.
H.pylori diklasifikasikan kedalam kelas I bahan karsinogenik oleh WHO.
H.pylori membawa faktor virulensi yang berbeda seperti urease, flagellar,
vacuolating cytotoxin A (VacA), dan cytotoxinassiciated gene A (CagA), yang
memegang peranan penting dalam invasi, kolonisasi dan proliferasi. Variasi
genetic yang sangat tinggi dari cagA dan vacA berkaitan langsung dengan infeksi
yang berat dari H.pylori tersebut.26,27,28,29

15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Respons Inflamasi akibat H. pylori 2

1. VacA
Toksin VacA yang dihasilkan oleh vacA gen merangsang vakuola
sitoplasmik dan peningkatan permeabilitas,yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel epithelial lambung.Gen vacA
menunjukkan variasi alel yang signifikan pada s dan m regional.Regional s
terdiri dari 2 subtipe yaitu s1 dan s2. Subtipe s1 dibagi menjadi 3 bagian yaitu
s1a,s1b,s1c , sedangkan

regioanal m terdiri dari m1 dan m2 subtipe.

Kombinasi pleomorfik dari s dan m regional berpengaruh terhadap aktifitas
vakuolisasi

dari gen vacA. Perbedaan kombinasi genotype dari vacA

menyebabkan perbedaan level patogenitas seperti s1am1 dan s1bm1
menghasilkan jumlah toksin yang sangat tinggi dan merupakan genotype yang
paling virulen dibandingkan dengan s1m1 yang hanya menghasilkan moderat
virulensi.Akan tetapi,genotype s2m1 dan s2m2 disadari bervirulensi rendah,
hal ini didasarkan pada kemampuan untuk menghasilkan vacuola yang rendah
pula. Genotipe s1am1 dan s1bm1 dilaporkan sering terjadi pada kasus akut
gastritis, ulkus peptikum, dan karsinoma lambung, sementara itu genotype
s2m1 dan s2m2 hanya dijumpai pada ulkus lambung.30

16
Universitas Sumatera Utara

2. CagA
Analisis molekuler telah memungkinkan identifikasi dua kelompok
H.pylori berdasarkan ada atau tidak adanya gen CagA (cytotoxinassociated
gen A), yang mengkodekan imunodominan 120-140 kDa protein, dan gen
terkait di Pulau Cag patogenisitas (CagPAI). Sistemik dan humoral dikenal
dari protein CagA yang

telah dikaitkan dengan beberapa studies ulkus

peptikum, dan mukosa IgA dikenal dari CagA yang dikaitkan dengan tingkat
infiltrasi neutrofil pada mukosa

(aktivitas) dan luasnya permukaan

degeneration epitel. Studi yang berhubungan antara sistemik humoral dari
CagA dan aktivitas gastritis belum ditemukan hubungannya, meskipun ini
mungkin mencerminkan perbedaan

respon antara mukosa dan sistemik

humoral atau perbedaan suku dari populasi yang diteliti. Beberapa studi
mikrobiologi dari ekspresi CagA telah memberikan bukti lebih lanjut bahwa
pasien ulkus duodenum lebih sering terinfeksi dengan strains CagA positif,
sementara penelitian lainnya tidak ditemukan. Namun, kombinasi infeksi
strains CagA (+) dan cagA (-) dapat dikaitkan dengan peningkatan transkripsi
IL-8, IL-lα dan IL-l , kuatnya reaksi neutrofil,

mungkin sangat penting.

Sejumlah penelitian in vitro menggunakan sel epitel lambung untuk
menunjukkan respon IL-8 yang diamati secara khusus dengann strain dari
phenotype CagA. Protein CagA tidak secara langsung memberi respons pada
epitel, tetapi penelitian tentang mutasi telah menunjukkan beberapa gen dalam
cagPAl sangat penting untuk induksi kemokin epitel.
Strain CagA dikeluarkan langsung dari bakteri H.pylori ke dalam sel-sel
epitel lambung melalui tipe-IV sistem sekresi. Setelah lokalisasi bakteri pada
membran dan selanjutnya tirosin fosforilasi oleh golongan Src kinase. CagA
berfungsi sebagai pembuka dan yang berinteraksi dengan sejumlah protein yang
mengatur pertumbuhan sel, motilitas sel dan polaritas sel. Kedua faktor yang
mengatur CagA fosforilasi-dependent dan phosphorylationin dependent.31,32
Encode gen CagA terlokalisasi pada salah satu ujung CagPAI, terdiri dari
40 kb DNA segmen yang dimasukkan ke dalam genom H.pylori dengan
proses transfer horizontal. Segmen CagPAI DNA mengandung 31 gen putatif

17
Universitas Sumatera Utara

(frame pembaca awal), termasuk CagA dan komponen-komponen encoding
dari molekul 'penghubung' disebut sistem tipe sekresi IV,

melalui

makromolekul yang dikirim dari dalam ke luar bakteri. Secara klinis, infeksi
CagA positive pada strain H.pylori dikaitkan peradangan mukosa lambung
yang lebih berat sebagai gastritis atrofi berat dan dapat berkembang menjadi
karsinoma gaster.45
Setelah H.pylori CagA (+) menempel pada epitel lambung, protein CagA
masuk langsung ke dalam sel melalui jenis sistem sekresi IV .65-69 Translokasi
CagA kemudian terlokalisasi ke dalam permukaan membran plasma, dimana
mengalami tirosin fosforilasi oleh beberapa golongan Src kinase (SFK) seperti
c-Src, Fyn, Lyn dan Ya.11,12 Fosforilasi dari CagA oleh SFK terjadi karena
tidak adanya rangsangan, menunjukkan SFK yang konstitutif diaktifkan di
epitel lambung. Secara umum, tirosin fosforilasi memainkan peran penting
dalam transmisi sinyal intraseluler untuk pertumbuhan, gerakan atau
diferensiasi dalam sel mamalia. Setelah tirosin fosforilasi, protein bakteri
mengganggu sinyal transduksi dan menimbulkan disfungsi seluler yang
akhirnya mengarah ke sel transformasi. Di antara berbagai kegiatan CagA
yang mengganggu fungsi seluler, deregulasi SHP-2 oleh CagA adalah potensi
penting dalam karsinoma gaster karena mutasi PTPN11, gen encoding
manusia SHP-2, telah diidentifikasi sebagai keganasan pada manusia.33,34
Infeksi H. pylori CagA (+) menginduksi progresif perubahan inflamasi
pada mukosa lambung yang mengarah ke karsinoma gaster: gastritis
superfisial, atrofi gastritis, metaplasia, displasia, karsinoma.65 Karena komplek
CagA-SHP-2 terdeteksi terutama di mukosa atrofi, kompleksnya mungkin
terlibat dalam pengembangan gastritis atrofi dan transisi dari atrofi ke
metaplasia intestinal.62.63 sinyal yang abnormal mungkin dipicu oleh CagA
yang meregulasi pertumbuhan sel, kontak sel-sel dan migrasi sel dapat
meningkatkan pergantian sel epitel sebagai akibat dari peningkatan proliferasi
sel dan apoptosis berikutnya. Seperti peningkatan pergantian sel, jelas
meningkatkan risiko sel yang rusak, sehingga didapati perubahan genetik
prakanker. Sedangkan beberapa populasi manusia dengan insiden yang tinggi

18
Universitas Sumatera Utara

infeksi H.pylori, seperti di negara-negara Asia Timur (Jepang, Korea dan
China), memiliki insiden yang tinggi dari

karsinoma gaster, ini mungkin

menjelaskan struktur protein polimorfisme.35
CagA antara H.pylori strain yang beredar di wilayah geografis yang
berbeda. Sebagaimana dicatat sebelumnya, East Asia H.pylori dan Barat
H.pylori memiliki protein CagA dengan terstruktur tirosin fosforilasi / SHP-2yang berbeda. Selain itu, derajat peradangan, aktivitas gastritis, dan atrofi
secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi dengan strain CagA
(+) di Asia Timur dibandingkan pasien yang terinfeksi CagA (-) atau strain
CagA (+) di Asia Barat.38-39
Interaksi CagA dengan SHP-2, yang pertama fosfatase yang bertindak
sebagai onkoprotein bonafide pada keganasan merupakan salah satu faktor
kunci untuk pengembangan karsinoma gaster yang berkaitan dengan infeksi
H.pylori CagA (+).
Cytotoxin-terkait gen A (CagA) adalah cytotoxin yang dihubungkan
dengan protein, terkait dengan ulkus peptikum dan karsinoma gaster. strain
H.pylori dapat dikelompokkan sebagai subtipe Asia

Barat dan Timur

berdasarkan polimorfisme di 3’bagian gen CagA, yang menghasilkan variasi
klinis hasil di negara-negara Asia Timur dan Barat. 3’ bagian gen CagA terdiri
dari dua jenis tipe yaitu 57 bp dan 102 bp. Jenis CagA Asia Timur lebih
umumnya dikaitkan dengan kematian akibat karsinoma gaster dibandingkan
CagA Asia Barat.38,39
H.pylori CagA menginduksi perubahan patologis, yang sangat erat
kaitannya dengan perkembangan gastritis, ukus lambung, dan karsinoma
gaster. Strain H.pylori CagA (+) lebih virulen menyebabkan tingkat
peradangan yang lebih tinggi di mukosa lambung pada gastritis dan karsinoma
gaster.
The cag Island dan Factor Virulensi CagA. Satu dari strain-spesifik
penentu yang paling penting yang mempengaruhi H.pylori dimediasi
patogenesis adalah CagPAI. Ini pertama kali terdeteksi ketika mencari
lokalisasi genom dari bakteri protein CagA, penanda untuk penyakit H.pylori

19
Universitas Sumatera Utara

terkait. Ini menjadi translokasi ke sel epitel dan pada tingkat lebih rendah ke
dalam sel hematopoietik. Dengan kode imun dominan 120-140 kDa protein.
Dan dihubungkan dengan gen di Cag pathogenicity island ( CagPAI).31

Gambar 2.6. Imunopatogenesis infeksi H.pylori29

2.3 Histopatologi
Dalam rangka untuk mengenali respon jaringan patologis di gastritis,
penting untuk mengetahui mukosa gaster yang normal secara histologi. mukosa
lambung yang normal dibentuk oleh epitel / kelenjar dan komponen lamina
propria. Komponen epitel terdiri dari epitel foveolar, yang dibentuk oleh sel-sel
mukosa kolumnar dengan inti yang terletak di basal dan kumpulan supranuclear
yang melapisi mucus-mucus bulat kecil yang melepaskan mucus ke permukaan,
membentuk lapisan pelindung seperti pelumas pada lumen. Perubahan kumpulan
kelenjar tergantung pada lokasi didaerah lambung.
1. kelenjar kardia berjumlah sedikit terdapat diregio lambung (kardia) yang
mengelilingi bagian esofagus. Berbentuk tubular, agak berliku-liku, dan
kadang-kadang bercabang, dan terutama dibentuk oleh sel penghasil mukus,
dengan sesekali diselingi sel enteroendocrin.
2.

kelenjar Fundic terdapat diseluruh mukosa lambung, kecuali daerah yang
memiliki sedikit kelenjar seperti kelenjar kardiac dan antral-pilorus. Bentuk
kelenjar fundic sederhana, kelenjar tubular bercabang yang membentang dari
bagian bawah lambung ke muscularis mucosa, dan dibentuk oleh empat jenis
sel fungsional: mucous neck cells, chief cells, sel enteroendokrin, sel parietal
(juga disebut sel oxyntic), dan sel-sel terdiferensiasi.

20
Universitas Sumatera Utara

3.

Kelenjar antral-pilorus terletak di antrum pylori (Bagian lambung antara fundus
dan pilorus) .Bercabang bergulung ke kelenjar tubular dan dilapisi oleh sel-sel
sekretori mirip bentuk permukan sel mucus. sel enteroendokrin ditemukan
berselang-seling dalam kelenjar epithelium sepanjang sel parietal.63,65
Lamina propria relatif sedikit dan terbatas pada ruang terbatas yang

mengelilingi lambung dan kelenjar. Stroma terdiri dari serat retikuler dengan
fibroblas terkait dan sel-sel otot polos. Hal ini juga terdiri dari limfosit, sel
plasma,

makrofag,

dan

beberapa

eosinofil.

Limfosit

yang

didominasi

imunoglobulin A (IgA) memproduksi sel B IgG dan sel IgM secreting cell juga
dijumpai. Dalam kondisi normal, limfosit intraepitel tidak jumpai di di mukosa
lambung. sejumlah kecil sel T lamina propria, neutrofil, dan sel mast. Lamina
propria juga mengandung kapiler, arteriol, dan serabut saraf non myelinated.
limfoid kecil agregat, biasanya terletak di dekat muskularis mukosa di dasar
lamina propria, terutama pada korpus, bisa didapati pada mukosa lambung
normal. Sebaliknya, kehadiran limfoid agregat dengan germinal pusat sangat
jarang terjadi pada mukosa normal H.pylori dewasa negatif 59

Infeksi H.pylori dapat didiagnosa dengan teliti dengan histopatologi jika
memakai spesial strain. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen
di 3 kompartemen yaitu antrum, insisura angularis, dan korpus yang diserahkan
terpisah ke laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan
(kepadatan H.pylori, intensitas neutrofil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum
dan korpus, dan metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual
analogue scale seperti gambar di bawah ini (Dixon MF, et al, 1996).59

21
Universitas Sumatera Utara

Figure 3. Histological section of human fundic gland of patient suffering from gastritis with anti
H. pylori IgM positive group showing (a) x100 irregular short fundic gland (FG), wide gastric pit
(GP), multiple inflammatory cells (arrows) and blood vessels (double arrows) filling lamina
propria (LP), (b) x400 showing irregular simple columnar epithelium (E), small pyknotic nuclei
(arrows) of cells lyningfundic gland (FG) and multiple inflammatory cells (double arrows) filling
lamina propria (LP)(Elseweidy et al, 2010).

Sistem penilaian yang paling banyak digunakan untuk gastritis adalah
Updated Sydney Sistem. Sistem ini memberikan pedoman untuk menghasilkan
laporan diagnostik sistematis dan seragam. Tujuan dari Sistem Sydney adalah
untuk membuat laporan patologi biopsi lambung yang konsisten, sehingga studi
klinis dapat dilakukan dan dievaluasi dengan cara yang benar. Itu Sistem
mengklasifikasikan gastritis kronis berdasarkan topografi,morfologi, dan, bila
mungkin etiologi, menjadi tiga katagori besar: akut, kronis, dan khusus (atau
berbeda). Pada protokol biopsi merekomendasikan pengambilan spesimen dari
tiga kompartemen (yaitu, antrum, incisura angularis, dan corpus) diambil secara
terpisah dan diperiksakan ke laboratorium patologi. Setiap fitur patologis yang
relevan (Kepadatan H.pylori, intensitas neutrophilic dan mononuklearinflamasi,
atrofi antrum dan korpus, dan metaplasia intestinal) harus dinilai dengan standar
skala analog visual (Gambar 23).59

22
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7. The Updated Sydney System visual standardized visual analogue
scale (Dixon MF, et al, 1996)59
The Updated Sydney System visual standardized visual analogue scale. Each
feature is assigned either a numeric or descriptive value: 0 for absent, 1 for mild, 2
for moderate, and 3 for marked (or severe). Taken from Dixon et al.
Setiap fitur dinilai secara numerik atau deskriptif: 0 untuk absen, 1 untuk
ringan, 2 untuk moderat, dan 3 untuk

berat. Nilai masing-masing spesimen

kemudian dirata-ratakan secara terpisah untuk masing-masing kompartemen
anatomi

(antrum

dan

korpus).

Langkah

selanjutnya

adalah

untuk

mendokumentasikan tingkat peradangan dalam dua kompartemen utama lambung
(antrum dan korpus) dan untuk menentukan intensitas peradangan ( contohnya
pangastritis) atau lebih parah dibagian antrum (antrum predominant gastritis) atau
korpus (corpus-predominan gastritis) .(Dixon MF, et.al, 1996).59

Gambar 2.8. Tipe Gastritis berdasarkan Lokasi Inflamasinya
(Dixon MF, et al, 1996)59
23
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Derajat Keparahan Inflamasi (Rugge M, et al, 2005)

Dinilai dari intensitas sel-sel inflamasi (limfosit, sel plasma, dan granulosit)
dalam lamina propria yang digradasikan absen (0), ringan (1), moderate (2), dan
berat (3) berdasarkan visual analogue scales dari Updated Sydney System. Derajat
inflamasi ditentukan dari kombinasi derajat lesi inflamasi di mukosa antrum dan
korpus (Rugge M, et al, 2005).65

Gambar 2.10. Derajat Atrofi (Rugge M, et al, 2005)65

Derajat atrofi ditentukan dari hilangnya kelenjar (dengan atau tanpa
metaplasia intestinal). Pada masing-masing kompartemen (antrum dan korpus)
digradasikan skor 0-4, menurut visual analogue scale dari Updated Sydney System
(Rugge M, et al, 2005).65

24
Universitas Sumatera Utara

Lokasi biopsi yang berbeda disarankan untuk mewakili semua mukosa sudah
dieksplorasi. Proposal OLGA menyarankan setidaknya dibuat 5 tempat biopsi,
yaitu (Rugge M, et al, 2008)60 :
1. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2 = mucus secreting mucosa)
2. Kurvatura minor incisura angularis (A3), dimana perubahan atrofimetaplastik sering terjadi lebih dahulu
3. Dinding anterior dan posterior korpus proksimal (C1-C2 = oxyntic mucosa)

Gambar 2.11. Protokol sampling biopsi lambung (Rugge M, et al, 2008)66

1. Inflamasi kronik : infiltrat sel mononuklear terutama limfosit. Infiltrat
inflamasi seperti limfosit, sel plasma, histiosit, dan granulosit dalam lamina
propia (dan kadang di dalam kelenjar). Istilah gastritis limfositik digunakan

25
Universitas Sumatera Utara

ketika

limfosit

dideteksi

dalam

epitel

kelenjar.

Infiltrat

limfositik

intraglandular yang lebih berat (nodular) merusak dan/atau secara parsial
menggantikan kontinuitas struktur kelenjar: lesi limfo-epitelial cukup
patognomonik untuk limfoma gaster primer (yang hampir selalu berhubungan
dengan H.pylori) (Rugge M, et al, 2011).61

Gambar 2.12. Gambaran limfosit pada mukosa lambung (panah) sebagai
tanda adanya inflamasi kronis dengan pengecatan hematoksilin-eosin
(Yulida E, et al, 2013)62
2. Inflamasi akut: infiltrat neutrofil dan eosinofil
Inflamasi aktif mukosa gaster ditandai dengan adanya neutrofil (dalam lamina
propria dan/ atau lumen kelenjar). Kasus di mana eosinofil dominan disebut
dengan istilah gastritis eosinofilik (Rugge M, et al, 2011). 61

Gambar 2.13. Gambaran sel netrofil pada mukosa lambung (panah) sebagai
tanda adanya inflamasi akut dengan pengecatan hematoksilin-eosin
(Yulida E, et al, 2013)62

26
Universitas Sumatera Utara

3. Atrofi mukosa gaster
Sampel biopsi gaster normal menunjukkan adanya kelenjar-kelenjar yang
berbeda (mucoscereting atau oxyntic), yang sesuai dengan kompartemen
fungsionalnya, atrum atau korpus (“appropriate glands”). Definisi atrofi
adalah hilangnya “appropriate glands”. Adanya definisi ini, ahli patologi
gastrointestestinal internasional

menyusun spektrum histologis perubahan

atrofik ke klasifikasi yang formal. Fenotipe transformasi atrofik terdiri dari:
(1) shrinkage atau tidak tampak kelenjar, digantikan oleh lamina propria yang
meluas (fibrotik). Situasi ini menyebabkan terjadinya pengurangan massa
kelenjar. (2) Penggantian kelenjar oleh kelenjar metaplastik menyebabkan
metaplasia intestinal dan/atau pseudopilorik. Jumlah kelenjar belum tentu
berkurang tetapi penggantian jaringan metaplastik ini menyebabkan struktur
kelenjar yang “appropriate” lebih sedikit. Kondisi ini yang sesuai dengan
definisi “loss of appropriate glands”. Kondisi ini berhubungan dengan
kejadian karsinoma gaster, sehingga bisa menjadi indikator faktor resiko
terjadinya karsinoma gaster.61

Gambar 2.14. Kelenjar di gaster yang normal dan atrofik (Rugge M, et al, 2011)61

Gambar sebelah atas merupakan berbagai tipe mukosa gaster yang
normal. Garis kuning menunjukkan mucosecreting antral glands; garis
hijau menunjukkan oxyntic glands, di antaranya mukosa transisional yang

27
Universitas Sumatera Utara

menunjukkan oxyntic dan mucosecreting. Berbagai perubahan atrofik
terjadi pada berbagai tipe mukosa gaster : (A) Shrinkage dari kelenjar
antrum yang bersamaan dengan fibrotik lamina propria; (B) metaplasia
intestinal dari kelenjar antrum (mucosecreting), warna biru menunjukkan
metaplasia intestinal; (C) antralisasi metaplastik dari kelenjar oxyntic
(metaplasia pseudopilorik = garis kuning); (D) Shrinkage dari kelenjar
oxyntic, yang sebagian digantikan oleh fibrotik lamina propria. Kelenjar
yang metaplasia pseudopilorik bisa berlanjut mengalami intestinalisasi (C
→ B) (Rugge M, et al, 2011).61
Tabel 2.6. Atrofi mukosa gaster: klasifikasi histologis dan grading (Rugge
M, et al, 2011)61

Gambar 2.15. Gastritis atrofik multifokal dengan metaplasia intestinal
dengan pewarnaan HE (Szoke D, 2009)63

28
Universitas Sumatera Utara

4. Metaplasia
Metaplasia perubahan dari sel-sel yang berdiferensiasi ke sel tipe lainnya,
mengindikasi adaptasi terhadap stimulus lingkungan. Di gaster, metaplasia
tipe intestinal adalah bentuk metaplasia tersering. Metaplasia intestinal
merupakan prekursor karsinoma gaster. Namun tidak selalu metaplasia
intestinal mengalami progresivitas menjadi karsinoma gaster. Metaplasia
intestinal diinisiasi oleh sel punca gaster, proses ini biasanya dicetuskan oleh
iritasi menetap di mukosa gaster. Karsinoma gaster sering diakibatkan infeksi
H.pylori. Metaplasia intestinal pada gaster termasuk dalam lesi prakeganasan
karena berhubungan dengan terjadinya adenoma dan adenokarsinoma yang
berdiferensiasi baik (Szoke D, 2009).63

Gambar 2.16. Metaplasia intestinal pada gaster dengan pewarnaan HE (Szoke D, 2009)63

Gambar 2.17. Biopsi gaster menunjukkan metaplasia intestinal (Garg B, e al, 2012)67

29
Universitas Sumatera Utara

5. Displasia
Displasia (neoplasia non invasif/ neoplasia intraepitel), akibat gastritis atrofik
yang berkepanjangan, terutama infeksi H.pylori, serta metaplasia intestinal
beresiko untuk transformasi lebih jauh, menjadi epitel yang diferensiasi.
Diplasia epitel masih terbatas dalam membran basalis dari struktur kelenjar
(Rugge M, et al, 2011).61
Tabel 2.7. Temuan gastritis dari histopatologis dan kriteria diagnosisnya (Guindy
AE, et al, 2007)68
Fundamental
types
Superficial
Gastritis
Hemorrhagic
Gastritis
Erosive Gastritis

Verrucous
Gastritis

Atrophic Gastritis
Metaplastic
Gastritis
Hypertrophic
Gastritis
Congestive
gastropathy

Definition according to histological findings
Atrophy and inflammation are hardly observed in glands
with observation of inflammatory cell infiltration only at the
surface of mucosa
Hemorrhage, hemosiderin sedimentation, hemosiderin
phagocytic macrophage are observed
Defect of superficial mucosa is observed, with relevant
bioresponse (fibrin precipitation, hemorrhage, edema,
neutrophil infiltration and growth of capillary) being
evidenced
This is in the state of hyper-regeneration after erosion, with
irregular running of muscle fibers of muscularis mucosae
and hyperplasiaof pyloric glands surrounded by myofibers
in the area pyloric glands, as well as replacement of
pseudopyloric glands and alterations in regeneration of
foveolar epithelium
Atrophy of glands is observed
In the biopsy specimens, intestinal metaplastic tuble is
observed in more than 1/3 of mucosal tissues
Hypertrophy of glands is observed while foveolar
epithelium is almost normal or hypertrophic
Is charaterized by submucous vessel dilatation and twist,
and no obvious inflammation

30
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 20

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 2

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 1 5

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 15

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 1 18

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 2

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 4

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi Chapter III V

0 0 23

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 7

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 12