Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian
Desain yang dipakai adalah cross sectional dengan variabel independen
adalah H.pylori CagA (+) dan CagA(-), dan variabel dependen adalah derajat
gastritis H.pylori berdasarkan histopatologi.

3.2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik
Penelitian Bidang Kesehatan dan tiap subyek telah menandatangani informed
consent sebelum prosedur penelitian dilakukan.

3.3 Tempat dan Waktu
3.3.1 Tempat
Penelitian akan dilakukan di Unit Endoskopi RSUP H. Adam Malik Medan
dan RS jejaring FK USU setelah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian
Bidang Kesehatan dan instansi terkait.

3.3.2 Waktu
Penelitian dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul,

penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta
penyusunan laporan.

3.4 Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini diambil dari populasi penderita gastritis H.pylori yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, dan secara tertulis bersedia ikut serta dalam
penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis
(informed consent)

31
Universitas Sumatera Utara

3.5 Kriteria
3.5.1 Kriteria Inklusi
1. Pria dan wanita yang sedang tidak hamil usia 18-70 tahun.
2. Pasien yang didiagnosis gastritis H.pylori
3. Menerima pemberian informasi dan persetujuan partisipasi bersifat sukarela dan
tertulis untuk menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, gastrokopi dan biopsi
yang diketahui serta disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan.


3.5.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang pernah mendapat terapi eradikasi H.pylori dalam 6 bulan terakhir
atau sedang dalam terapi antibiotika yang lazim dipakai dalam terapi eradikasi
2. Konsumsi Proton Pump Inhibitor, H2 receptor antagonist, NSAID, steroid,
alkohol selama 48 jam terakhir.
3. Penderita penyakit sistemik
4. Pasien tidak kooperatif

3.6 Populasi dan Sampel
3.6.1 Populasi :
Penderita gastritis H.pylori yang datang ke Unit Endoskopi RSU Adam
Malik Medan & RS jejaring FK USU pada bulan Oktober 2016 – Maret 2017.
3.6.2 Sampel
Penderita gastritis H.pylori yang memenuhi kreteria inklusi dan eksklusi
yang diambil secara consecutive sampling

3.6.3 Besar Sampel
Untuk menetapkan besar sampel penelitian digunakan rumus perhitungan
besar sampel dengan analitik komparatif katagorik tidak berpasangan 2 kelompok:


32
Universitas Sumatera Utara

Dimana :
n

Z
Q
Q1
Q2
P
P1
P2

=
=
=
=
=
=

=
=
=

jumlah subjek
nilai normal berdasarkan α = 0,05 dan Zα = 1,64
1,28 ;pada 1- = 0,90
1 – P  1 – 0,46 = 0,54
1 – P1  1 – 0,75 = 0,25
1 - P2  1 – 0,17 = 0,83
(P 1 + P 2 ) : 2  ( 0,75 + 0,17 ) : 2 = 0,46
gastritis derajat sedang-berat pada pasien dengan H.pylori CagA (+)
gastritis dengan sedang-berat pada pasien dengan H.pylori CagA (-)

Karena tidak didapatkan data mengenai nilai P1 dan P2 dari studi sebelumnya,
maka untuk penghitungan sampel penelitian akan dilakukan pilot study terhadap
10 pasien gastritis H.pylori.

3.7 Cara Kerja
Setiap pasien yang datang ke Unit Endoskopi RSUP. H. Adam Malik Medan

dan RS jejaring FK USU dengan keluhan dispepsia yang sesuai dengan kriteria
klinis. Setelah memenuhi kriteria penelitian, pasien mengisi surat persetujuan
setelah mendapat penjelasan. Sampel penelitian dipilih secara konsekutif terhadap
pasien yang memenuhi kriteria, sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.8 Prosedur penelitian
3.8.1 Skoring dispepsia
Dalam penelitian ini responden diwawancarai berdasarkan kuesioner.
Terhadap pasien dilakukan wawancara mengenai karakteristik responden
(meliputi jenis kelamin, umur, suku, agama, tingkat pendidikan,pekerjaan),
dilakukan wawancara dengan menggunakan The Porto Alegre Dyspeptic
Symptoms Questionnaire (PADYQ) yang merupakan instrumen analisis
kuantitatif dari gejala dispepsia. Terdapat 11 pertanyaan untuk menilai frekuensi
(skor 0-4), durasi (skor 0-3), dan intensitas (skor 0-5) dari 5 gejala dispepsia
(nyeri perut bagian atas, mual, muntah, kembung perut bagian atas, perut cepat
kenyang) selama 30 hari terakhir. Rentang skor dari 0 (tanpa gejala) sampai 44
(gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih didiagnosis sebagai dispepsia.

33
Universitas Sumatera Utara


3.8.2 Pemeriksaan Gastrokopi
Semua pemeriksaan gastrokopi dengan menggunakan skop yang terletak di
depan (Olympus, Tokyo, Jepang).
1. Prosedur gastroskopi dilakukan oleh seorang gastroskopis berpengalaman
yang sama pada tiap pemeriksaan subyek
2. Gastroskopi dilakukan setelah subyek berpuasa semalaman (8-10 jam)
3. Dilakukan biopsi pada 1 tempat (A1/A2). seperti berikut yaitu :
a. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2)
b. Bila ada hal mencurigakan, seperti mukosa kemerahan tetapi tidak pada
tempat yang sudah disebutkan, biopsi juga dapat dilakukan

3.8.3 Deteksi infeksi H pylori
Untuk mendeteksi H.pylori dilakukan pemeriksaan serologi campylobacter
like organisme (CLO) test.
1. Pengerjaan CLO test
a. Adaptasikan CLO Test pada suhu kamar (7-10 menit) sebelum tes
dilakukan. Tarik label (tapi label tidak dilepas dari cangkang), sehingga
gel yang berwarna kuning dalam keadaan terbuka/tanpa penutup.
b. Gunakan peralatan/ aplikator yang bersih untuk menekan keseluruhan

spesimen/ hasil biopsi ke dalam gel. Pastikan bahwa keseluruhan spesimen
telah terbenam di dalam gel.
c. Rekatkan kembali label pada cangkang dan catat data-data pasien pada
label tentang:
1) Nama Pasien
2) Tanggal dan jam berapa spesimen dimasukan/disisipkan ke dalam gel
d. Jika perlukan hasil yang lebih cepat, CLO Test yang sudah dikerjakan
diletakan pada tempat yang bersih diinkubasikan pada temperatur 3040oC. Inkubasi jangan lebih dari 3 jam.
e. Perubahan warna pada gel segera dicatat Dari 75% tes yang positif
menunjukan perubahan warna pada gel dalam waktu 20 menit.

34
Universitas Sumatera Utara

f. Inkubasi suhu kamar selama 1 jam dapat meningkatkan menjadi 85%
pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu kamar selama 3 jam dapat
meningkatkan menjadi 90% pasien positif dapat dideteksi. Inkubasi suhu
kamar selama 3-24 jam dapat meningkatkan sebanyak 5% pasien positif
dapat dideteksi.
2. Interpretasi Hasil

a. Pada hasil positif terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah,
magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori
b. Spesimen yang mengandung darah maka akan memberikan warna dari
darah tersebut di seputar spesimen saja. Warna darah ini mudah dibedakan
dengan perubahan warna karena hasil positif
c. Jika gel tetap berwarna kuning setelah tes dilakukan maka hasil =
NEGATIF.
d. Tes dapat disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, jika hasil tetap
NEGATIF, diperpanjang penyimpanannya sampai 72 jam. Jika tetap tidak
terjadi perubahan warna, maka hasil = NEGATIF.

3.8.4 Pemeriksaan virulensi CagA
Dengan menggunakan teknik pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).
Proses pengambilan spesimen dimana jaringan hasil biopsi sebanyak 3 mm hingga
7 mm dimasukkan ke dalam tube Eppendorf 1,5 ml steril yang berisi normal
saline (NaCl 0,9 %) dan dibekukan pada -80OC.Saat sampel siap untuk diektraksi
DNA,sampel dipindahkan kedalam 190 ul larutan yang mengandung 0,1 M of
TrishHcl (pH7,5) dan 1 % SDS.Kemudian, 10 ul larutan proteinase K (10 mg/ml)
ditambahkan


ke

dalam

larutan.

Sampel

diinkubasi

pada

suhu

55oC

semalaman.Kemudian ekstraksi DNA sampel dilakukan dengan menggunakan
Geneaid Genomic DNA Mini Kit Tissue (Geneaid, Cat No : GT100) mengikuti
instruksi kit.Hasil ekstraksi DNA siap untuk diamplifikasi. Proses amplifikasi
menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan volume total 25

ul.Reaksi

dilakukan

dengan

menggunakan

GoTaq

Green

Master

Mix

(Promega,Ref: M7122).Kit siap pakai ini mengandung GoTag DNA Polymerase

35
Universitas Sumatera Utara


di dalam Buffer Reaksi 2x (pH 8,5), 400Um dNTPs, 3Mm MgCl2,Loading Dye
Kuning dan Biru.Amplifikasi dilakukan menggunakan Veriti therma cycler
(ABI,USA) dengan menggunakan program sebagai berikut.Denaturasi awal pada
95oC selama 10 menit,diikuti 35 siklus denaturasi pada 95oC selama 30
detik.,annealing selama 60 detik ,elongasi pada 72 oC selama 30 detik

dan

elongasi final pada 72oC selama 5 menit.Hasil amplifikasi PCR divisualisasikan
dengan menggunakan elektroforesa gel agarose 2% dalam buffer TAE yang
mengandung

3ug/100ml

EtBr.

100bp

DNA

Ladder(Fermentas,Germany)

digunakan untuk menentukan ukuran pita DNA.Gel dilihat dan direkam
menggunakan Gel-Doc System (Bio-Rad,USA).

3.8.5 Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini dilakukan di bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara oleh seorang spesialis Patologi anatomi berpengalaman
yang sama pada tiap pemeriksaan spesimen.
Spesimen biopsi diletakkan pada kertas saring (karena spesimen terlalu kecil)
lalu dimasukkan kedalam Embedding kaset. Lalu dimasukkan kedalam ke
“Automatic Tissue Prosesing” disini dimulai dengan tahap dehidrasi yaitu proses
penarikkan molekul air dari dalam jaringan, bertujuan agar seluruh ruangan
diantara sel diisi parafin dengan menggunakan alkohol dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi. Lalu ke tahap clearing atau proses penjernihan yaitu menarik
alkohol atau dehidran yang lain dalam jaringan agar dapat diganti dengan parafin
dengan xylene. Lalu ke tahap impregnasi atau infiltrasi parafin yaitu proses
pengeluaran xylon dari dalam spesimen. Setelah itu dikeluarkan dari alat tersebut.
Memasuki proses embeding yaitu proses penanaman spesimen kedalam media
parafin. Spesimen disiram dengan menggunakan mesin dispenser yang berisikan
parafin cair, lalu ditutup dengan menggunakan caset dan deckel lalu didinginkan
di cold plate. Setelah parafin mengerah lalu masuk keproses cutting atau prose
pengirisan jaringan dengan menggunakan mikrotom. Pemotongan dengan tebal 57 mikron. Disini penting diingat bahwa suhu pisau, sampel dan ruangan harus
sama agak sampel tidak patah atau terpotong saat pengirisan. Pita potongan tipis

36
Universitas Sumatera Utara

blok parafin dimasukkan ke“ Floating Bath” untuk menghilangkan parafin. Lalu
memasuki proses stainig yaitu proses pewarnaan, dimana sampel diwarnai dengan
zar warna. Pada proses ini ada empat tahapan yaitu :
1.

Deparafinasi : penarikkan parafin dari dalam jaringan

2.

Rehidrasi : pemasukkan molekul air kedalam jaringan yang dilakukan secara
bertahap dengan menggunakan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Tujuannya sebagai media penghantar zat warna ke
jaringan

3.

Infiltrasi zat warna: menggunakan “ Haematoxilin” untuk mewarnai
sitoplasma dan eosin untuk mewarnai inti sel.

4.

Dehidrasi : mencegah kerusakan jaringan karena proses pembusukkan.
Parafin dibersihkan dengan xilen selama 20 menit. Lalu preparat dikeringkan
lalu ditetesi dengan entelan, kemudian ditutup dengan deg glass. Lalu diamati
dibawah mikroskop.
Dengan mengacu pada visual analogue scale dari update sydney system. Bila

terdapat perbedaan derajat keparahan antara korpus dan antrum, maka akan
diambil derajat yang lebih berat. Derajat dari inflamasi kronik, infiltrasi neutrofil,
atrofi dan metaplasia intestinal dengan nilai 0 sampai 3, normal (0), ringan (1),
sedang (2) dan berat (3). Lalu dilakukan penjumlahan score dari keempaat
parameter tersebut.

3.9 Definisi operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dispepsia
Dispepsia menurut kriteria Rome III adalah salah satu atau lebih gejala yaitu
rasa penuh setelah makan, rasa cepat kenyang, dan nyeri epigastrium atau
seperti rasa terbakar. Skoring dengan menggunakan The Porto Alegre
Dyspeptic Symptoms Questionnaire (PADYQ). Rentang skor dari 0 (tanpa
gejala) sampai 44 (gejala berat). Pasien dengan total skor 6 atau lebih
didiagnosis sebagai dispepsia.

37
Universitas Sumatera Utara

2. Gastroskopi
Suatu teknik atau metode yang ditunjuk untuk melihat lebih jauh bagianbagian yang ada dalam tubuh khususnya saluran cerna dengan cara
memasukkan sebuah alat berupa tabung yang fleksibel yang dilengkapi
kamera kecil diujung alat tersebut. Pada pasien gastritis, endoskopi dilakukan
untuk melihat permukaan gaster yang mengalami kerusakan yang disebabkan
oleh berbagai faktor dan selanjutnya dilakukan biopsi.
3. Biopsi
Merupakan prosedur medis yang meliputi pengambilan sampel kecil dari
jaringan sehingga dapat diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui
derajat keparahan suatu penyakit. Biopsi pada pasien gastritis dilakukan 5 kali,
kurvatura mayor dan minor antrum, kurvatura minor insisura angularis,
dinding anterior dan posterior korpus proksimal, dimana di daerah tersebut
merupakan daerah habitat dari H.pylori dan di daerah corpus yang paling
sering mengalami atrophic gastritis hingga terjadinya suatu karsinoma gaster.
4. Gastritis Helicobacter pylori
Gastritis Helicobacter pylori merupakan suatu kondisi medis yang ditandai
dengan peradangan pada lapisan lambung yang disebabkan oleh bakteri Gram
negatif H.pylori.
5. CLO test
Campylobacter Like Organism test (CLO) merupakan test serologi untuk
mendeteksi H pylori. Adanya enzim urease dari kuman H.pylori yang
mengubah urea menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan
warna. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah magenta,
merah muda, oranye tua mengindikasikan adanya H.pylori dinyatakan dengan
infeksi H pylori positif. Dan jika tidak terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi merah, magenta, merah muda, oranye tua mengindikasikan tidak
adanya kuman H.pylori dinyatakan dengan infeksi H pylori negatif.

38
Universitas Sumatera Utara

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik

biologi

molekuler

untuk

amplifikasi

(perbanyakkan)

primer

oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Tiga
tahapan dalam siklus PCR yaitu :
a. Denaturasi atau penguraian untai ganda DNA
b. Annealing atau pelekatan primer
c. Polimerasi atau pemanjangan pasangan DNA komplementer
Bahan bakunya adalah Reaction Mixture yaitu suatu campuran yang
mengandung zat-zat pendukung berlangsungnya reaksi. Menggunakan mesin
Thermal Cycler adalah mesin yang dapat mengubah suhu sesuai dengan waktu
dan urutan yang ditentukan. Hasil yang didapat adalah sejumlah untaian DNA
yang jumlahnya terus bertambah pada tiap siklusnya. DNA amplikasi dapat
dideteksi dengan teknik elektroforesis yaitu teknik pemisahan komponen atau
molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah
medan listrik.
7. Histopatologi
Histopatologi yaitu cabang ilmu biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Yang mengacu pada visual
analogue scale dari update sydney system. Dimana sistem ini menekankan
pentingnya menggabungkan informasi topografi, morfologi, dan etiologi ke
dalam skema yang akan membantu untuk menghasilkan diagnosis.
a. Inflamasi kronik : Infiltrasi sel limfosit dalam lamina propria ( dan kadang
dalam kelenjar


Normal



Ringan



Sedang



Berat

b. Infiltrasi neutrofil : Inflamasi aktif mukosa gaster ditandai adanya neutrofil
(dalam lamina propria dan / atau lumen kelenjar )


Normal



Ringan
39
Universitas Sumatera Utara



Sedang



Berat

c. Atropi : Hilangnya appropriate gland


Normal



Ringan



Sedang



Berat

d. Metaplasia : pembentukan sel-sel yang berdiffrensiasi akibat stimulasi
kelenjar, pembentukannya tipe intestinal


Normal



Ringan



Sedang



Berat

8. Umur
Dihitung saat pemeriksaan, menurut kartu penduduk, apabila > 6 bulan
dibulatkan keatas dan apabila < 6 bulan dibulatkan kebawah.
9. Lamanya penelitian: dalam bulan dihitung saat pertama kali dilakukan
endoskopi.

3.10 Rencana Pengolahan dan Analisis Data
1. Editing data
Dilakukan untuk :
1. memeriksa apakah semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
2. memeriksa jawaban dan data responden apakah jelas dan dapat dibaca.
Bila terdapat kekurangan, pewawancara akan mewawancarai ulang responden
tersebut.
2. Coding
Diletakkan pada sisi kanan kuesioner untuk setiap variabel dan pertanyaan
dalam kuesioner satu demi satu.

40
Universitas Sumatera Utara

3. Data Entry
Yaitu memindahkan data dari tempat pengumpulan data ke dalam komputer.
Program yang digunakan adalah SPSS versi 22. Entry data dilakukan pada
lembar Data View, di mana setiap baris mewakili satu responden dan setiap
kolom mewakili tiap variabel.
4. Data Cleaning
Data cleaning merupakan pengecekan kembali data entry dengan cara:
1.

Mengetahui data missing
apakah ada data yang masih belum terisi

2.

Mengetahui variasi data
mengeluarkan distribusi frekuensi, nilai minimum dan maksimum masingmasing variabel. Uji normalitas data menggunakan Shapiro Wilk untuk
mengetahui normalitas distribusi data.

5. Revisi Data
Kalau ada kesalahan, lihat lagi data asli dalam kuesioner, kemudian dilakukan
revisi. Setelah melakukan tahap Data Cleaning dan revisi, berarti data sudah
siap untuk dianalisis.
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu dengan
menganalisis distribusi frekuensi variabel independen

dan dependen,

sedangkan analisis bivariat merupakan analisis variabel-variabel yang diteliti
(independen) yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat
(dependen). Adapun dalam analisis ini menggunakan uji chi square, di mana
variabel dependen dan independen merupakan data kategorik, untuk menilai
hubungan antara H.pylori cagA (+) dan cagA (-) dengan derajat Histopatologi
yaitu infiltrasi kronik normal + ringan, sedang + berat ; infiltrasi neutrofil
normal + ringan, sedang + berat ; Atrofi normal + ringan, sedang + berat;
metaplasia normal + ringan, sedang + berat. Bila tidak memenuhi syarat uji
chi square, dimana tabel 2 x 2 yaitu B x K tidak layak untuk diuji karena sel
yang nilai expectednya kurang dari 5 maka digunakan uji alternatif yaitu uji
fisher. Nilai probabilitas ( p > 0,05).

41
Universitas Sumatera Utara

3.11 Kerangka Operasional

Pasien Abdominal Discomfort
Wawancara PADYQ

Dispepsia
Gastroskopi
Biopsi

Gastritis
CLO test :
- gel tetap kuning (negatif)
- gel berubah warna
menjadi merah (positif).

H. pylori (+)

H. pylori (-)

PCR
EKSKLUSI

CagA (+)

CagA (-)

Histopatologi

ANALISIS DATA

42
Universitas Sumatera Utara

3.12 Personalia
1. Peneliti Utama

: dr. Fithria Alaina Dja’far

2. Pembimbing I

: Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH

NIP

: 19540220 198011 1 001

Pangkat / Gol.

: Guru Besar / IV C

3. Pembimbing II

: dr. Masrul Lubis, Sp.PD-KGEH

NIP

: 19661205 1988011 1 001

Pangkat / Gol.

: III C

4. Pembimbing III

: dr. lidya Imelda L, M.ked PA, Sp.PA

NIP

: 1976 0110 200812 2 002

Pangkat

: III B/ Dokter

Peneliti Pembantu

: PPDS Stase Divisi Gastroentero-Hepatologi,
Peserta pendidikan SP-2 Dept. IPD. FK USU

43
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil

4.1.1 Karakteristik Responden
Dari hasil penjumlahan besar sampel yang menggunakan pilot study maka
didapatkan jumlah minimal sampel untuk ni1 = na2 sebanyak 12 orang. Maka
pada penelitian diikuti oleh 30 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi
dan tidak memenuhi kriteria ekslusi.
Tabel 4.1. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Variabel
n = 30
Jenis Kelamin
Laki-laki
18 (60%) a
Perempuan
12 (40%)
Umur
53,5 (20 – 68) b
Suku
Batak
16 (53,3%) a
Jawa
6 (20%)
Aceh
5 (16,7%)
Melayu
2 (6,7%)
India
1 (3,3%)
Agama
Islam
23 (76,7%) a
Kristen
6 (20%)
Hindu
1 (3,3%)
Tingkat pendidikan
SD
3 (10%) a
SMP
4 (13,3%)
SMA
20 (66,7%)
S1
3 (10%)
Pekerjaan
Wiraswasta
14 (46,7 %) a
Ibu rumah tangga
12 (40 %)
Pegawai
3 (10 %)
Mahasiswa
1 (3,3 %)
CagA
Positif
21 (70%) a
Negatif
9 (30%)
a
Data kategorik: n(%)
b
Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum – maksimum)

44
Universitas Sumatera Utara

Sebanyak 18 subjek

(60 %) adalah laki-laki dan 12 subjek (40%) adalah

perempuan ,dengan median umur 53,5 tahun (20-68). Mayoritas subjek bersuku
Batak yaitu sebanyak 16 subjek (53,3%). Umumnya subjek dengan tingkat
pendidikan SMA sebanyak 20 subjek (66,7 %). Umumnya subjek yang menjadi
responden dalam penelitian ini adalah wiraswasta sebanyak 14 orang (46,7%).
Spesimen CagA (+) sebanyak 21

(70%), sedangkan CagA (-)

sebanyak 9

spesimen (30%).
Mayoritas subjek penelitian bersuku Batak yaitu sebanyak 16 subjek
(53,3%), diikuti Jawa sebanyak 6 subjek (20%), Aceh sebanyak 5 subjek (16,7
%), Melayu sebanyak 2 subjek (6,7%), dan India sebanyak 1 subjek (3,3%).
Berdasarkan Agama, umumnya beragama Islam sebanyak 23 subjek (76,7%),
diikuti Kristen sebanyak 6 subjek (20%), Hindu sebanyak 1 subjek (3,3%).
Berdasarkan Tingkat pendidikan, umumnya SMA sebanyak 20 subjek (66,7%),
diikuti SI sebanyak 3 orang (10 %), SMP sebanyak 4 orang (13,3 %), SD
sebanyak 3 orang (10%). Berdasarkan pekerjaan, umumnya yang menjadi subjek
penelitiaan dalam penelitian ini adalah Wiraswasta sebanyak 14 subjek (46,7%),
diikuti dengan Ibu rumah tangga sebanyak 12 subjek (40%), Pegawai sebanyak 3
subjek (10%), Mahasiswa sebanyak 1 subjek (3,3%).

4.1.2 Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Dari tabel 2 menunjukkan tabulasi karakteristik demografi terhadap status
CagA (+) dan CagA (-). Dan 18 subjek adalah laki-laki , sebanyak 66,7% dengan
status CagA (+) dan 33,3% dengan status CagA (-). 12 subjek adalah perempuan,
sebanyak 75% dengan status CagA (+) dan 25% dengan status CagA (-). Tidak
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status CagA (p 0,626). Tidak
terdapat perbedan umur yang signifikan antara kelompok CagA (+) dan CagA (-)
(p 0,718). Berdasarkan Suku, umumnya bersuku batak yaitu 16 subjek dengan
status CagA (+) adalah 62,5% dan CagA (-) 37,5 %. Pada suku Jawa, suku
melayu dan suku India 100% subjek dengan dengan status CagA (+) . Tetapi
pada suku Aceh hanya ditemukan perbedaan 20% antara status CagA (+) dan
CagA (-) . Umumnya

subjek beragama Islam yaitu 23 subjek dengan 75%

45
Universitas Sumatera Utara

berstatus CagA (+). Pada tingkat pendidikan SD dan SMP didapati status CagA
(+) lebih besar dari pada status CagA (-) masing-masing 66,7% dan 75% . Dari
segi pekerjaan yang umumnya adalah Pegawai sebanyak 14 subjek, dan tidak
dijumpai perbedaan yang signifikan antara status CagA (+) 57,1% dan CagA (-)
42,9%. Diikuti Ibu rumaah tangga 12 subjek tetapi umumnya subjek dengan
CagA (+) 75% dan CagA(-) 25%.
Tabel 4.2. Karakteristik Demografi dan Klinis Subjek Penelitian
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur
Suku
Batak
Jawa
Aceh
Melayu
India
Agama
Islam
Kristen
Hindu
Tingkat
pendidikan
SD
SMP
SMA
S1
Pekerjaan
Wiraswasta
Ibu rumah
tangga
Pegawai
Mahasiswa

CagA(+)
(n=21)

CagA(-)
(n=9)

Total

P
0,626

12 (66,7%)
9 (75%)
50,5 + 12,3

6 (33,3%)
3 (25%)
52,3 + 12,8

18 (100%)
12 (100%)
51,1 + 12,3

10 (62,5%) a
6 (100%)
2 (40%)
2 (100%)
1 (100%)

6 (37,5%)
0 (100%)
3 (60%)
0 (0%)
0 (0%)

16 (100%)
6 (100%)
5 (100%)
2 (100%)
1 (100%)

15 (65,2%)
5 (83,3%)
1 (100%)

8 (34,8%)
1 (16,7%)
0 (0%)

23 (100%)
6 (100%)
1 (100%)

2 (66,7%)
3 (75%)
15 (75%)
1 (33,3%)

1 (33,3%)
1 (25%)
5 (25%)
2 (66,7%)

3 (100%)
4 (100%)
20 (100%)
3 (100%)

3 (100%)
9 (75%)

0 (0%)
3 (25%)

3 (100%)
12 (100%)

8 (57,1%)
1 (100%)

6 (42,9%)
0 (0%)

14 (100%)
1 (100%)

0,718

46
Universitas Sumatera Utara

4.1.3 Distribusi Inflamasi Kronik, Infiltrasi Neutrofil, Atrofi, dan Metaplasia
Intestinal
Pada tabel ini umumnya dijumpai spesimen dengan inflamasi kronik dengan
derajat 1(ringan) sebanyak 20 spesimen(66,7 %). Tetapi pada infiltrasi neutrofil
50% spesimen normal. Sedangkan pada variabel Atrofi umumnya dengan derajat
normal + ringan yaitu 60,3%. Sedangkan pada metaplasia tidak terlalu jauh antara
spesimen dengan derajat 0 (normal) 43,3% dengan derajat 2 (sedang) 36,7%.
Tabel 4.3. Distribusi Inflamasi Kronik, Infiltrasi Neutrofil, Atrofi dan Metaplasia
Intestinal
Variabel
Inflamasi
Kronik
Infiltrasi
Neutrofil
Atrofi
Metaplasia
Intestinal

Derajat
1 (Ringan) 2 (Sedang)
20 (66,7%)
7 (23,3%)

3 (Berat)
3 (10%)

15 (50%)

8 (26,7%)

5 (16,7%)

2 (6,6%)

9 (30%)

10 (33,3%)

8 (26,7%)

3 (10%)

13 (43,3%)

6 (20%)

11 (36,7%)

0 (0%)

0 (Normal)
0 (0%)

Total
30
(100%)
30
(100%)
30
(100%)
30
(100%)

4.1.4 Hubungan antara Status CagA dengan derajat inflamasi kronik dan
infiltrasi neutrofil
Disini didapati hubungan yang signifikan secara statistika antara status CagA
dengan derajat inflamasi kronik dimana p=0,032 dan pasien H. pylori dengan CagA
(+) beresiko 3,43 x mengalami gastritis dengan inflamasi kronik derajat sedang +
berat. Didapati subjek dengan status CagA (+) dengan Inflamasi derajat sedang +
berat 47,6 % lebih banyak dari pada subjek CagA (-) derajat sedang + berat 11,1 %.
Begitu juga pada status CagA (+) dengan Inflamasi derajat normal + ringan didapati
lebih banyak yaitu 11 spesimen dari pada spesimen dengan Subjek dengan status
CagA (+) dengan Inflamasi derajat normal + ringan 8 spesismen.
Status CagA dengan derajat infiltrasi neutrofil didapati hubungan yang
signifikan antara p=0,037, CagA (+) dengan derajat normal + ringan 13 subjek dan
CagA (-) dengan derajat normal + ringan 8 orang. Pada CagA (+) juga didapati lebih
banyak pada derajat sedang + berat 38,1 % sedangkan CagA (-) derajat sedang +

47
Universitas Sumatera Utara

berat hanya 11,1 %. Ini berarti di mana pasien H. pylori dengan CagA (+) beresiko
4,5 x mengalami gastritis dengan infiltrasi neutrofil derajat sedang + berat.
Tabel 4.4. Hubungan antara Status CagA dengan derajat inflamasi kronik dan
infiltrasi neutrofil
Variabel
Sedan
g+
Berat
CagA

(+)

(-)

10
(47,6
%)
1
(11,1
%)

Inflamasi Kronik
Normal
OR
+
(95%
Ringan
CI)
11
(52,4%)
8
(88,9%)

3,43
(1,12 –
14,05)

P

0,032*

Infiltrasi Neutrofil
Norm
OR
p
al +
(95%
Ringa
CI)
n
8
13
4,5
0,037
(38,1
(61,9
(1,08 –
*
%)
%)
18,77)
1
8
(11,1
(88,9
%)
%)

Seda
ng +
Berat

*p

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 20

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 0 2

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori

0 1 5

Perbandingan Kadar Serum Tnf Α (Tumor Necrosis Factor Α) Dengan Cytotoxin - Associated Gene A (Caga) Positif Dan Negatif Pada Penderita Gastritis Helicobacter Pylori Chapter III V

0 1 23

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 1 18

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 2

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 4

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 26

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 7

Hubungan Helicobacter Pylori Cytotoxin-Associated Gene A (CagA) Positif Dan Negatif Dengan Derajat Keparahan Gastritis Berdasarkan Histopatologi

0 0 12