Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan hukum dalam pembangunan bangsa akan membawa konsekuensi
terjadinya proses perubahan dan pembaharuan pranata yang ada, termasuk fungsi
hukum dan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan bangsa. 2 Indonesia adalah
negara hukum pada hakikatnya hukum berfungsi sebagai pelindung manusia agar
kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum
itu dapat terjadi secara normal, tetapi juga dapat terjadi karena pelanggaan
hukum.3 Setiap warga negara wajib “menjunjung hukum”. Kenyataan sehari-hari,
warga negara yang lalai atau sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan masyarakat, dikatakan bahwa warga negara tersebut “melanggar
hukum” karena kewajiban tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum.4
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka anak
perlu mendapatkan pembinaan, dan pengawasan agar anak tersebut menjadi orang
yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Ediwarman,”Penegakan Hukum dalam Perspektif Kriminologi”. Genta Publishing,
Yogyakarta, 2014. Hal. 31
3
Ibid, Hal.37.
4
Leden Marpaung, ”Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan dan Penyelidikan)”,
Cetakan Ketiga, Jakarta, Sinar Grafika, 2011. Hal. 22
2

1
Universitas Sumatera Utara

2

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Anak memiliki peran
strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut
dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perlu ditindak lanjuti dengan membuat kebijakan
pemerintah yang bertujuan melindungi Anak.5
Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan
pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup
sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam
kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku Anak.
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
oleh Anak, antara lain, disebabkan oleh faktor di luar diri Anak tersebut.
Indonesia sebagai suatu negara yang merupakan bagian dari entitas dunia
tidak bisa terlepas dari dua proses yaitu globalisasi dan modernisasi. Globalisasi
dan modernisasi ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, transportasi serta tourisme.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia, pola hidup
konsumtif melekat pada citra warga negara Indonesia hal ini dapt dilihat dari

5

Penjelasan bagian Umum UU No 11 Tahun 2012 Tentang SistemPradilan Pidana Anak.


Universitas Sumatera Utara

3

penggunaan kendaraan pribadi mulai dari sepeda motor, Mobil pribadi bahkan
Pesawat pribadi bagi beberapa orang.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah
penduduk di Indonesia adalah 237 juta, meningkat 15,2% dari jumlah penduduk
di tahun 2000. Dari 237 juta penduduk di Indonesia, sebanyak 76 juta penduduk
yang memiliki kendaraan bermotor, berdasarkan data dari Kantor Kepolisian
Republik Indonesia pada tahun 2010, dengan posisi tertinggi ditempati oleh
sepeda motor dengan jumlah 61 juta, kemudian mobil pribadi dengan jumlah 8
juta, dan di posisi terakhir ditempati oleh bus dan truk sebanyak 6 juta. Dari data
yang ada, pengguna kendaraan bermotor merupakan sepertiga dari jumlah
penduduk di Indonesia.6
Menurut Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia
Inspektur Jenderal (Pol) Pudji Hartanto, Data Korps Lalu Lintas Kepolisian
Negara Republik Indonesia mencatat, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di
seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari

tahun sebelumnya (2012) yang hanya 94,299 juta unit. Populasi terbanyak masih
disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh
Indonesia, naik 11 persen dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit. Jumlah terbesar
kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit, atau juga naik 11
persen dari tahun sebelumnya, 9,524 juta unit. Populasi mobil barang (truk, pikap,
dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit, naik 9 persen dari 4,723 juta unit.7

6

http://www.kompasiana.com/audrina/pengaruh-pertumbuhan-penduduk-terhadap-pen g gu
naan kendaraan-bermotor_54f91a35a33311f1068b466a Diakses 14-05-2016 16:23
7
http://otomotif.kompas.com/read/2014/04/15/1541211/Populasi.Kendaraan.Bermotor.di.In
donesia.Tembus.104.2.Juta.Unit. Diakses 14-09-2016 16 :33

Universitas Sumatera Utara

4

Kota Medan sendiri memiliki jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2012

untuk mobil penumpang terdapat 386.144 unit, mobil bus terdapat 71.590, mobil
gerobak 231.750, dan sepeda motor sebanyak 4.292.933 unit, pada tahun 2013
terdapat kenaikan yang cukup signifikan yaitu untuk mobil penumpang sebanyak
416.405 unit, mobil bus sebanyak 71.900 unit, mobil gerobak terdapat 242.445
unit, dan sepedah motor sebanyak 4.584.431unit.8
Dewasa ini melihat seorang anak dibawah umur mengendarai kendaraan
bermotor baik mobil maupun sepeda motor tanpa didampingi orang dewasa sudah
menjadi pemandangan yang wajar dan sering sekali ditemukan seorang anak yang
mengendarai kendaraan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan oleh ramburambu lalu lintas karena kondisi kejiwaan seorang anak masih belum stabil.
Seorang anak justru akan sangat bangga dapat memacu kendaraannya secepat
mungkin tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya tersebut, memacu
kendaraannya dengan kecepatan yang tinggi tersebut dapat menyebabkan
kecelakaan lalu lintas yang dapat membahayakan jiwanya maupun jiwa orang
lain. Sikap dan tindakan anak-anak yang masih belum stabil dalam membawa
kendaraan di jalan seperti ugal-ugalan, memacu kecepatan tinggi dan tidak
memakai alat keselamatan di jalan raya, mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas yang memakan korban baik si pengendara maupun orang lain.
Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak disangkasangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai
jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka
berat dan meninggal) dan harta benda. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan


8

http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/69. Diakses 29-10-2016 22:26

Universitas Sumatera Utara

5

kecelakaan lalu lintas tersebut seperti faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor
jalan itu sendiri. Kombinasi ketiga faktor ini dapat saja terjadi, antara manusia
dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan
kemudian ban pecah sehingga mengalami kecelakaan lalu lintas.
Anak-anak di bawah umur tidaklah diperbolehkan membawa kendaraan
bermotor sendiri sebab di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan seseorang diperbolehkan membawa kendaraan
bermotor apabila telah memiliki SIM atau Surat Izin Mengemudi, dan SIM
tersebut hanya boleh di peroleh apabila

sesorang telah berusia 17 tahun


sebagaimana yang di jelaskan didalam Pasal 81 Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peran kedua orang tua juga berpengaruh terhadap banyaknya kasus
kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak, banyak orang tua yang
memperbolehkan anaknya untuk membawa kendaraan bermotor di jalan raya dan
dengan sengaja diberikan dengan alasan agar mempermudah anaknya untuk
berpergian kemana saja baik ke sekolah maupun ketemapat-tempat lain.
Indonesia

sendiri,

mengenai

kasus

kecelakaan lalu lintas

yang


menyebabkan korban mengalami luka-luka (baik berat maupun ringan) dan
bahkan meninggal dunia dilakukan oleh anak akhir-akhir ini sering ditemui,
pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus
pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum
oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh Negara
adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahluk yang bertanggung jawab dan
mampu mempertanggung jawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui

Universitas Sumatera Utara

6

sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas
perbuatannya.
Sistem peradilan anak di Indonesia memiliki sistem penyelesaian perkara
yang berbeda antara anak-anak dan orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana.
Sistem peradilan anak dikenal penyelesaian perkara anak dengan metode Diversi
yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke
proses diluar peradilan pidana dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik
bagi anak pelaku tindak pidana.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan anak di
berikan definisi pada Pasal 1 Angka 3 disebutkan Anak yang Berkonflik dengan
Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.
Penyusun Wetbook van Strafrecht, didasarkan pada pemikiran bahwa pada
anak-anak yang berusia antara sepuluh hingga dua belas tahun wajarlah apabila
orang tersebut tidak dapat berbicara tentang adanya suatu kebebasan untuk
menentukan kehendak pada diri anak tersebut tentang adanya suatu pengetahuan
yang tepat mengenai baik dan buruk, mengenai dapat dibenarkan atau tidak
mengenai hak atau melawan hak, hingga tidak dapat dikatakan bahwa anak
tersebut dapat membuat suatu penilaian tentang apa yang telah mereka lakukan. 9
Anak dalam hal ini tidak dapat membuat suatu penilaian tentang tindakan
yang telah ia lakukan, dan secara cukup tidak dapat menyadari bahwa tindakan
yang terlarang, maka jelaslah bahwa tindakan yang telah ia lakukan tampa dapat

9

PAF. Lamintang, “Hukum Penitensier Indonesia” Sinar Grafika : Jakarta, 2012. Hal. 155


Universitas Sumatera Utara

7

membuat suatu oordel des onderschids, hingga anak itu tidak boleh dijatuhi suatu
pidana.10
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak mengatur tentang sistem pemidanaan anak dalam pengenaan hukuman
kepada anak melalui jalur Diversi. Diversi adalah pengalihan penanganan kasuskasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan
atau tanpa syarat ke proses yang informal. Penanganan perkara tindak pidana anak
yang dilaksanakan dengan cara diversi. Penyelesaian dengan cara Diversi
dianggap sebagai suatu cara berfikir/paradigma baru dalam memandang sebuah
tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.
Suatu proses diversi merupakan suatu proses dimana semua pihak yang
terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah,
menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih
baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari
solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak
berdasarkan pembalasan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian

perkara Anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
Penyelesaian kasus perkara pidana anak di Indonesia tindak pidana yang
dapat diterapkan hukuman Diversi adalah tindak pidana yang ancaman
hukumannya di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana seperti yang

10

Ibid, Hal. 155-156

Universitas Sumatera Utara

8

terdapat di dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
Mengenai kasus kecelakaan lalu lintas, Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan mengatur mengenai sanksi pidana
terhadap seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
korban meninggal dunia terdapat di dalam Pasal 310 ayat 1 sampai ayat 4, Pasal
311 ayat 1 sampai ayat 5 dan Pasal 312 dimana dinyatakan pada pasal 310, setiap
orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan
Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), lalu setiap orang yang mengemudikan
Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu
Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Apabila menyebabkan korban
meninggal dunia maka hukumannya adalah pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).11
Pasal 311 ayat 1 hingga ayat 4 mengatur tentang tindak pidana kecelakaan
lalu lintas bagi seseorang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan
bermotor yang membahayakan bagi nyawa atau barang dengan ancaman hukuman
paling rendah 1 tahun atau denda Rp.3.000.000.00 (tiga juta rupiah)apabila hanya
membahyakan orang lain, pidana penjara 2 tahun atau denda Rp. 4.000.000,00
11

Pasal 310-311, Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Universitas Sumatera Utara

9

(empat juta rupiah) apabila mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan
kerusakan barang, pidana penjara 4 tahun atau denda Rp. 8.000.000,00 (delapan
juta rupiah) apabila menyebabkan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan
dan/atau barang, pidana penjara

paling lama 10 tahun atau denda Rp.

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) apabila kecelakaan lalu lintas tersebut
meyebabkan korban luka berat, dan pidana penjara paling lama 12 tahun atau
denda Rp. 24.000.00,00 (dua puluh empat juta rupiah) apabila menyebabkan
korban meninggal dunia.
Pasal 312 mengatur mengenai apabila setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan dan dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Melihat dari Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 tersebut di atas maka
dimungkinkan seorang anak yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dapat
dilakukakan penyelesaian dengan menggunakan diversi mengingat di dalam pasal
7 ayat 2 Undang-Undang sistem peradilan Anak, bahwa penyelesaian kasus tindak
pidana anak dapat di lakukan apabila ancaman hukuman tindak pidan tersebut di
bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Namun demikian
terdapat beberapa kasus yang tidak dapat di diversikan hal ini disebabkan
ancaman hukumannya lebih dari 7 tahun seperti yang terdapat di dalam Pasal 311
ayat 4 dan 5.

Universitas Sumatera Utara

10

Permasalahannya kini apakah pengadilan di indonesia menerapkan konsep
diversi dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas ataukah anak akan
dipersamakan hukumannya dengan orang dewasa menginggat pada tanggal 20
November 1959 sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mensahkan
Deklarasi tentang hak-hak anak. Deklarasi ini memuat 10 (asas) tentang hak- hak
anak, salah satunya yaitu anak berhak memperoleh kesempatan yang di jamin oleh
hukum dan sarana lain, agar menjadikan nya mampu untuk mengembangkan diri
secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan dalam situasi sehat,
normal, sesuai dengan kebebasan dan harkatnya.. 12
Pengadilan Negeri Medan adalah merupakan pengadilan yang menangani
perkara pidana yang berkedudukan di Kabupaten/Kota khusus nya di wilayah
hukum Kota Medan, merupakan lembaga yang berperan dalam menjalankan
program diversi ini, di Pengadilan Negeri Medan ini sendiri terdapat beberapa
kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak dan diselesaikan dengan
cara Diversi, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 telah terdapat tiga kasus
kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak yang masuk ke Pengadilan
Negeri Medan dan telah di selesaikan dengan cara Diversi dan mendapatkan hasil
kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak yang berperkara.13
Berdasarkan latar belakang di atas penulis termotivasi untuk membuat
skripsi tentang PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI
PELAKU DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS
PENGADILAN NEGERI MEDAN)

Maidin Gultom, “Prlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradialan Anak”.
Refika Aditama : Bandung, 2010. Hal.45
13
Data dari http://sipp.pn-medankota.go.id/list_perkara/search, Di akses 05-11-2016 13:16
dan telah diverifikasi ke Pengadilan Negeri Medan.
12

Universitas Sumatera Utara

11

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian dalam latar belakang dan sebagai pedoman agar
permasalahan dapat dibahas secara sistematis serta tujuan yang hendak dicapai
dapat jelas dan tegas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan mengenai kecelakaan lalu lintas di dalam UndangUndang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan ?
2. Bagaimana penerapan Diversi terhadap anak dalam kecelakaan lalu lintas di
Pengadilan Negeri Medan ?
3. Apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan proses diversi dalam kasus
kecelakaan lalu lintas oleh anak sebagai pelaku di Pengadilan Negeri
Medan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah:
a. Untuk mengetahui tentang pengaturan diversi dalam sistem hukum
peradilan pidana anak dan peraturan mengenai kecelakaan lalu lintas
di Indonesia
b.

Untuk mengetahui

penerapan Diversi

tehadap anak dalam

kecelakaan lalu lintas.
c.

Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan diversi
dalam kasus kecelakaan lalu lintas oleh anak sebagai pelaku.

2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini antara lain :
a. Manfaat Teoritis

Universitas Sumatera Utara

12

1.) Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan.
2.) Untuk menambah pengetahuan mengenai Hukum Pidana

khususnya tentang diversi dalam peradilan pidana anak
khususnya dalam hal kecelakaan lalu lintas yang di lakukan oleh
anak di bawah umur.
b. Manfaat Praktis
1.) Memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat luas
dalam mengikutsertakan perannya terhadap pengembangan
konsep diversi.
2.) Memberikan informasi dan tambahan masukan kepada aparat
penegak hukum, yaitu hakim, jaksa, advokat, polisi dan institusi
lainnya yang terkait dalam pelaksanaan diversi.
3.) Diharapkan

dapat

memberikan

tambahan

masukan

dan

kontribusi pemikiran kepada pemerintah dalam perannya
terhadap perlindungan hukum kepada anak di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan dan hasil penelitian yang dilakukan
oleh pihak Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara mengenai judul
PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM
KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI
MEDAN) dinyatakan bahwa belum pernah ada dilakukan penulisan yang sama
dengan judul skripsi di atas.

Universitas Sumatera Utara

13

Penulisan skripsi telah dilakukan penelusuran judul karya ilmiah melalui
media cetak dan elektronik, dan belum ditemukan penulis lain yang memiliki
judul yang sama. Menurut sepengetahuan belum pernah ada yang membuat
penelitian dengan judul yang sama diatas. Kalaupun ada seperti beberapa judul
skripsi yang diuraikan di bawah ini, dapat diyakinkan bahwa substansi
pembahasannya berbeda. Sehingga keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Judul skripsi telah melewati Pengujian tentang kesamaan dan keaslian
judul yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU dan telah
mendapatkan surat keterangan bahwa tidak ada judul yang sama.
Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang
Fakultas Hukum yang mirip adalah:
1. Nama

: Rizki Prananda Tambunan

NIM

: 090200291

Judul

: Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan
Restorative Justice dalam Kecelakaan Lalu Lintas.
(Studi Kasus 3969/PID.B/2010/PN-MEDAN)

Rumusan Masalah

:

1.) Apakah faktor - faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas?
2.) Bagaimana pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi
kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan Lalu
Lintas?
3.) Bagaimana penerapan konsep restorative justice dalam kasus
Kecelakaan lalu lintas?

Universitas Sumatera Utara

14

2. Nama

: Meirita Pakpahan

NIM

: 100200297

Judul

: Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang
Menyebabkan Kematian Orang Lain Yang
Dilakukan Oleh Anak.
(Studi Putusan Nomor: 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS).

Rumusan Masalah

:

1.) Bagaimana ketentuan pidana mengatur tentang kelalaian berlalu lintas
yang menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak?
2.) Faktor-faktor apakah yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu
lintas yang dilakukan oleh anak?
3.) Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana kelalaian berlalu lintas
yang menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak
(studi putusan nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)?

E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Diversi
Menurut sejarah perkembangan hukum pidana kata “diversion” pertama
kali dikemukakan sebagai kosakata pada laporan pelaksanaan peradilan anak yang
disampaikan Presiden Komisi Pidana Australia di Amerika serikat pada tahun
1960.14

Marlina, ”Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana”.
USU Press: Medan, 2010. Hal. 10.
14

Universitas Sumatera Utara

15

Pengertian diversi terdapat banyak perbedaan sesuai dengan praktek
pelaksanaannya. Berikut definisi diversi menurut Jack E. Bynum dalam bukunya
Junvenile Deliquence a Sosiological Approach, yaitu diversi adalah sebuah
tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak
pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana.15
Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan
terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak
menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan
memberikan stigmatisasai terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya seperti
anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem
peradilan pidana.16
Pertimbangan dilakukan diversi oleh pengadilan yaitu filosofi sistem
peradilan pidana anak untuk melindungi dan merehabilitasi anak pelaku tindak
pidana. Tindakan diversi juga dilakukan sebagai upaya pencegahan seorang
pelaku anak menjadi pelaku kriminal dewasa. Usaha pencegahan anak inilah
yang membawa aparat penagak hukum untuk mengambil wewenang diskresi atau
di Amerika Serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitutionalisation dari
sistem peradilan pidana formal.17
Menurut sejarah hukum Amerika Serikat pengertian diversi adalah
memberikan jalan alternatif kepada anak yang diproses pada peradilan orang
dewasa atau yang akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan. Diversi di
Amerika Serikat dikemukakan juga dengan istilah neighborhood program.
Program ini dirancang untuk mempertimbangkan anak beresiko tinggi berada
15

Ibid, Hal. 10-11
Ibid, Hal. 11
17
Marlina, op.cit. Hal.11
16

Universitas Sumatera Utara

16

dalam sistem peradilan pidana daripada anak lain (anak tertentu) untuk
memeberikan tindakan alternatif diversi dari pengadilan.18
Menurut

Romli

Artasasmita,

Diversi

yaitu

kemungkinan

hakim

menghentikan atau mengalihkan/tidak meneruskan pemeriksaan perkara dan
pemeriksaan terhadap anak selama proses pemeriksaan dimuka sidang. 19
Kata
“Pengalihan”.

diversi

berasal

Berdasarkan

dari

bahasa

Pedoman

inggris Diversion yang

Umum

Bahasa

Indonesia

berarti
Yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, disesuaikan dalam
bahasa indonesia menjadi Diversi. Konsep diversi tertuang dalam Undang-undang
No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Konsep Diversi telah
muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian
perkara pidana anak.
Istilah diversi didalam pelaksanaan telah ada sebelum tahun 1960 ditandai
dengan berdirinya peradilan anak (children’s courts) sebelum abad ke-19 yaitu
diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi untuk
melakukan peringatan (police cautioning).20
Indonesia sendiri, ketentuan mengenai pelaksanaan diversi dapat dilihat
dari pengaturan diskresi yang diberikan kepada aparat penegak hukum dalam
menangani perkara anak, dimulai dari pengaturan dalam KUHAP serta pengaturan
secara khusus terhadap aparat penegak hukum itu sendiri.
Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah :

18

Ibid, Hal. 12-13
Sofyan Parerungan dalam artikel “ Penerapan Diversi dalam Peradilan Anak” Di Akses
http://pn-bangil.go.id/data/?p=207 (24-05-2016 22:27)
20
Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Resotative Justice, USU Press, 2010, Medan..
Hlm.10
19

Universitas Sumatera Utara

17

a. Untuk menghindari anak dari penahanan;
b. Untuk menghindari cap/label anak sebagai penjahat;
c. Untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh
anak;
d. Agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya;
e. Untuk melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi
f. Korban dan anak tanpa harus melalui proses formal
g. Menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan;
h. Menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses
peradilan.
Pertimbangan dilakukannya diversi didasarkan pada alasan untuk
memberikan keadilan kepada pelaku yang telah terlanjur melakukan tindak pidana
serta memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki dirinya. Diversi
juga salah satu usaha untuk mengajak masyarakat untuk taat dan menegakan
hukum Negara, pelaksanaannya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai
prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk
menempuh jalur non pidana.
Tiga jenis pelaksanaan program diversi yaitu:
a. Pelaksanaan kontrol secara sosial (sosial control orientation), yaitu aparat
penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan
atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau
peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas
perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi
pelaku oleh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

18

b. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (sosial service
orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri,
memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya.
Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan
perbaikan atau pelayanan.
c. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative
justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan
pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan
membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat.
Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersamasama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.21

2. Pengertian Anak Pelaku Tindak Pidana
Peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak terdapat peraturan yang
tegas tentang kriteria anak. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa belum
dewasa apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun) dan tidak terlebih
dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat (1) UndangUndang No. 12 Tahun 1948 Tentang Perburuhan menentukan bahwa anak adalah
orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) Tahun ke bawah.
Menurut hukum adat seseorang di katakan belum dewasa bilamana seseorang itu

21

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Bandung, Refika Aditama, 2009, Hlm. 83-

84

Universitas Sumatera Utara

19

belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggung jawab orang
tua.22
Definisi anak menurut undang-undang juga berbeda menurut hukum islam.
Hukum islam menentukan definisi mengenai anak diliahat dari tanda-tanda pada
seseorang apakah seseorang itu sudah dewasa atau belum. Artinya seseorang
belum dikatakan dewasa apabila anak tersebut belum memiliki tanda-tanda yang
dimiliki oleh orang dewasa sebagaimana yang di tentukan oleh hukum islam.23
Menurut Zakariyah Ahamad Al-Barry dalam bukunya Maidin Gultom
tentang Perlindungan Anak dan Perempuan, dewasa maksudnya adalah cukup
umur untuk keturunan dan muncul tanda laki-laki dewasa putra, muncul tandatanda wanita dewasa pada putri. Inilah dewasa yang wajar, yang biasanya belum
ada sebelum anak putra berumur 12 (dua belas) tahun dan putri berumur 9
(sembilan) tahun.24 Zakiyah Drajat mengatakan bahwa mengenai batas usia anak
dan dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah 20 (dua puluh) tahun untuk lakilaki dan dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah bahwa masa usia 9
(sembilan) tahun antara 13 (tiga belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun
sebagai masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, dimana anak-anak baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak,
tetapi bukan pula orang dewasa.25
Negara Inggris definisi anak dari nol tahun, dengan asumsi dalam interval
usia tersebut terdapat perbedaan aktivitas dan pola pikir anak-anak (Childhood)

22

Ibid, Hal. 31
Marlina, “Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice”. Refika Aditama : Bandung, 2009. Hal.34
24
Maidin Gultom. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan”, Refika
Aditama : Bandung, 2014, Hal.31-32.
25
Ibid, Hal.32
23

Universitas Sumatera Utara

20

dan dewasa. Interval tertentu terjadi perkembangan fisik, emosional, dan anak
(Childhood) dan dewasa. Interval tertentu terjadi perkembangan fisik, emosional,
dan intelektual termasuk kemampuan (skiil) dan kompetisi yang menuju pada
kemampuan pada saat dewasa.26 Negara Skotlandia anak adalah seseorang berusia
7 tahun sampai 15 tahun sehingga seseorang dapat diadili dalam peradilan anak.
Di Australia Selatan anak usia 8 tahun samapai 18 tahun dan di Canada seseorang
dibawah 12 tahun.27
Batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesai walaupun apa yang menjadi
batas usia yang dapat di kategorikan anak itu beraneka ragam, namun khusus
mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia telah ditegaskan di dalam
pasal 4 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak yang
bselengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1.) Batas umur Anak Nakal yang dapat di ajukan ke sidang anak adalah
sekurang-kurangnya 8 tahun belum mencapai umur 18 tahun dan belum
pernah kawin.
2.) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud didalam ayat (1) dan diajuakn ke sidang pengadilan, setelah
anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum
mencapai umur 21 tahun, tetap di ajukan ke sidang anak.
Pembentuk undang-undang hingga saat ini tidak mempunyai ketegasan
tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak dibawa umur sehingga

26
27

Marlina, op.cit, Hal.35
Ibid, Hal.35

Universitas Sumatera Utara

21

berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan yang khusus
bagi kepentingan psikologi anak.28
Undang-Undang Nomor. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terdapat
definisi anak, anak nakal dan anak didik pemasyarakatan. Undang-undang
tersebut menyebutkan, Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah Anak yang melakukan tindak
pidana atau, Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum
lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak pengertian anak diperluas lagi dan cenderung pada penggunaan anak dalam
sistem peradilan, yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak
yang menjadi saksi tindak pidana. 29
Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik
dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi
saksi tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya
disebut anak adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak
yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut korban adalah anak
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak
28
29

Wagiati Soetedjo, “Hukum Pidana Anak”,Refika Aditama: Bandung, 2006. Hal.26
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

Universitas Sumatera Utara

22

yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak
yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Kejahatan anak sering dinyatakan dengan istilah Juvenile delinquency.
Istilah tersebut pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan Amerika Serikat
dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang Peradilan bagi anak di
negara tersebut. Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan
tentang Juvenile delinquency. Menurut Kartini Kartono, yang dikatakan Juvenile
delinquency adalah perilaku jahat atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang
merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. 30
Menurut A. Merril didalam buku Hukum Pidana Anak karangan Wagiati
Soetodjo, merumuskan Juvenile delinquency sebagai berikut, Seorang anak
digolongkan

anak

delinkuen

apabila

tampak

adanya

kecenderungan-

kecenderungan anti sosial yang demikian memuncaknya sehingga yang berwajib
terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya, dalam arti
menahannya atau mengasingkannya. 31
Romli Atmasasmita didalam buku Hukum Pidana Anak karangan Wagiati
Soetodjo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Juvenile delinquency adalah
setiap perbuatan atau tingkah laku seorang anak di bawah umur 18 tahun dan
belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang
30

Kartini Kartono, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, PT.Raja Grafindo Grafika,
Jakarta, 1998, hlm.6
31
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm.6

Universitas Sumatera Utara

23

berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang
bersangkutan.32
Ada beberapa faktor penyebab yang paling mempengaruhi timbulnya
kejahatan anak, yaitu :
a. Faktor lingkungan
b. Faktor ekonomi/ sosial
c. Faktor psikologis
Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya karena
adanya kesadaran diri dari yang bersangkutan dan ia juga telah mengerti bahwa
perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku. Tindakan kenakalan yang
dilakukan oleh anak-anak merupakan manifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada
maksud merugikan orang lain seperti yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan
kejahatan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dimana pelaku harus menyadari akibat dari perbuatannya itu serta pelaku mampu
bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut.
3. Pengertian Tentang Lalu Lintas dan Kecelakaan Lalu Lintas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang dibentuk mempunyai tujuan agar terwujudnya pelayanan
lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, tertib, lancar dan terpadu dengan moda
angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional serta terwujudnya etika
dalam berlalu lintas dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum
bagi masyrakat. Dengan adanya Undang-undang yang mengatur lalu lintas dan

32

Ibid, hlm.11

Universitas Sumatera Utara

24

angkutan jalan ini dapat menyeimbangkan antara peranan transportasi saat ini
dengan adanya permasalahan mengenai transportasi tersebut.
Pada perkembangannya, lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi
manusia, karena semakin banyaknya manusia yang bergerak atau berpindahpindah dari satu tempat ketempat lainnya, dan semakin besarnya masyarakat yang
menggunakan sarana transportasi angkutan jalan, maka hal inilah yang akan
mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan lalu lintas.
Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan
secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar daya jangkau dan
pelayanannya lebih luas kepada masyarakat, dengan memperhatikan sebesarbesarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan,
kordinasi antara wewenang pusat dan daerah antara instansi, sektor, dan unsur
yang terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban dalam menyelenggarakan
lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus mewujudkan sistem transportasi nasional
yang handal dan terpadu.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan
suatu peristiwa yang terjadi dijalan raya secara tidak disangka dan tidak disengaja
yang mengakibatkan korban manusia maupun harta benda33. Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan
Pasal 93 menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang

33

UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Universitas Sumatera Utara

25

sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan raya lainnya, mengakibatkan
korban manuia dan kerugian harta34.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan, menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa
dijalan yang tidak di duga dan tidak disengaja melibatkan korban manusia
dan/atau kerugian harta benda. Menurut pengertian umum, kecelakaan lalu lintas
merupakan suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang
mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka berat dan
meninggal) dan harta benda35. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992
tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa:
1. Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan, setiap orang yang menggunakan jalan wajib :
a. Berperilaku tertib dengan mencegah hal-hal yang dapat merintangi,
membahayakan kebebasan dan keselamatan lalu lintas atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan dan bangunan di jalan.
b. Menempatkan kendaraan atau benda-benda lainnya di jalan sesuai
dengan peruntukannya.
2. Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan
berikut muatannya yang ditinggalkan dijalan36
Pengemudi dan pemilik kendaraan seharusnya lebih berhati-hati dalam
melaju di jalan agar tidak terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Selain itu
pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek-aspek pengaturan,
34

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
36
Undang-Undang Nomor 14Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
35

Universitas Sumatera Utara

26

pengendalian dan pengawasan lalu lintas tersebut harus ditujukan untuk
keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas. Contoh dari hasil pemeriksaan
dan penulisan Tim Unit Laka Lantas, faktor dominan yang mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas tersebut adalah37:
1. Faktor Manusia
Pengemudi kendaraan Bus Pariwisata Fajar Transport No. Pol : B-7601WB lalai tidak memeriksa layak jalan kendaraan tersebut sebelum
mengemudikan kendaraannya
2. Faktor Kendaraan
Dari hasil pemeriksaan Saksi Ahli Mekanik dari PT. Srikandi Diamond
Motors menerangkan bahwa kondisi kendaraan Bus Pariwisata Fajar
Transport No.Pol : B-7601-WB adalah sebagai berikut :
a. Sistem Rem tidak layak karena minyak rem dalam tangki minyak
rem kosong, dan tidak ditemukan tumpahan minyak rem pada
komponen Brake Whell silinder belakang kiri kanan dan deoan kiri
dalam kondisi tidak ada tumpahan minyak rem, tetapi ditemukan
ada rembesan pada Whell silider depan kanan.
b. Rem tidak bekerja dengan sempurna, karena sistem hidrolik tidak
berfungsi disebabkan ada udara masuk ke dalam sistem brake
master, yang mengakibatkan terjadinya angin palsu pada sistem
pengereman sehingga rem kendaraan tersebut BLONG.
3. Faktor Jalan
a. Jalan menurun dan menikung;
37

Asep Supriadi. Kecelakaan Lalu Lintas dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia. Penerbit PT.ALUMNI. Bandung. 2014. Hal 119-120

Universitas Sumatera Utara

27

b. Instansi terkait/PU/Bina marga kurang tanggap karena tidak adanya
lampu penerangan jalan umum;
c. Instansi terkait/Dishub kurang tanggap karena tidak ada rambu-rambu
peringatan, perintah atau larangan;
d. Faktor lingkungan/cuaca :
i. Keadaan cuaca cerah, sore hari;
ii. Arus lalu lintas di TKP sedang.

F. Metode Penelitian
Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2 (dua) macam tipologi yang
lazim digunakan yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.
metode penelitian yang dipakai dalam sekripsi ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau
penelitian kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan
sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan
sekunder.38 Metode penelitian hukum normatif pada penulisan skripsi ini
menggunakan beberapa penelitian hukum yaitu penelitian asas-asas hukum dan
penelitian untuk menemukan hukum in concreto.39
Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma
hukum yaitu yang merupakan patokan untuk bertingkah laku yang terdapat dalam

38

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2007, Hal. 13
39
Ibid, Hal. 63

Universitas Sumatera Utara

28

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder Penelitian hukum yang
dilakukan juga didukung oleh data empiris.40

2. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data sekunder
dan data primer. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini mencakup
bahan-bahan yaitu:
a. Bahan-bahan hukum primer yaitu :
1.) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak;
2.) Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan;
3.) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas.
4.) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan
dan Pengemudi.
5.) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur
12 Tahun.
6.) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak.

40

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jumetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2007, Hal. 15

Universitas Sumatera Utara

29

b. Bahan-bahan hukum sekunder, seperti buku-buku referensi yang
berkaitan dengan judul skripsi, artikel atau jurnal hukum, laporan atau
hasil penelitian dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak
maupun media elektronik.
c. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan penunjang yang memberikan
informasi tentang bahan primer dan sekunder. Bahan hukum tersier
lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang hukum atau bahan rujukan
di bidang hukum, misalnya: biografi hukum, ensiklopedi hukum,
kamus, direktori pengadilan, dan lain sebagainya.

3. Metode Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode Library Research (Penelitian
Kepustakaan). Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatancatatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan
dipecahkan, dan di dukung oleh data Empiris yang ada di lapangan.

4. Analisis Data
Metode analisis yang akan digunakan untuk penelitian hukum normatif ini
adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Perolehan data dari
analisis kualitatif ini ialah diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi). Data kualitatif
adalah data yang non angka, yaitu berupa kata, kalimat, pernyataan, dan dokumen.

Universitas Sumatera Utara

30

Penelitian kualitatif dan analisa data lebih difokuskan selama proses di lapangan
bersamaan dengan pengumpulan data.

G. Sistematika Penulisan
Sistematikan

penulisan

bertujuan

memberikan

gambaran

secara

menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulisan
dibuat secara sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan ini
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab I ini berisikan Pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II PENGATURAN MENGENAI KECELAKAAN LALU LINTAS DI
DALAM UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG
LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN
Bab ini menguraikan mengenai tinjauan umum tentang peraturan lalu
lintas di jalan raya, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas, serta pengaturan pemidanaan kecelakaan lalu lintas di jalan dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, selanjutnya di dalam bab ini di bahas mengenai upaya pencegahan
dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas dan sistem berkeselamatan lalu
lintas di jalan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.

Universitas Sumatera Utara

31

BAB

III

PENERAPAN

DIVERSI

TERHADAP

ANAK

DALAM

KECELAKAAN LALU LINTAS
Bab ini menguraikan tentang hasil dan pembahasan, yaitu pertama
mengenai pelaksanaan Diversi berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun
2012 yang terdiri dari konsep diversi dalam sistem pemidanaan anak, dan
peran penegak hukum dalam pelaksanaan diversi di lihat dari UndangUndang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pemidanaan Anak, kedua
pertanggung jawaban pidana anak dalam kasus kecelakaan lalu , dan yang
ketiga adalah penerapan diversi pada kasus kecelakaan lalu lintas oleh
anak sebagai pelaku (studi kasus Pengadilan Negeri Medan).
BAB IV

HAMBATAN PELAKSANAAN PROSES DIVERSI DALAM

KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK SEBAGAI
PELAKU DI PENGADILAN NEGERI MEDAN
Bab ini menguraikan mengenai hasil dan pembahasan tentang hambatan
apa saja yang dialami dalam proses pelaksanaan diversi dalam kecelakaan
lalu lintas oleh anak sebagai pelaku di Pengadilan Negeri Medan, kedua
bagaimana upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan diversi di
Pengadilan Negeri Medan dan ketiga adalah apakah konsep diversi ini di
jalankan oleh Hakim dalam mengatasi permasalahan pidana anak
khususnya dalam kasus kecelakaan lalu lintas.
BAB V PENUTUP
Bab penutup ini berisi mengenai kesimpulan dari bagian awal hingga
bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan

Universitas Sumatera Utara

32

ini, dan saran-saran yang penulis kemukakan dalam kaitannya dengan
masalah yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara