Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

(1)

Ali Mahrus. Dasar-dasar Hukum Pidana. Jakarta:Sinar Grafika. 2011

Adi Kusno. Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak

Pidana Narkotika oleh Anak. Malang:UMM Press. 2009

Djamil, M Nasir. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta:Sinar Grafika. 2013. Ediwarman,dkk . Monograf Kriminologi. Medan. 2013

Hadisuprapto Paulus. Juvenile deliquency. Bandung:PT Citra Aditya Bakti. 1997

Ilyas Amir. Asas-Asas Hukum Pidana, Memahami Tindak Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan (Disertai Teori-Teori Pengantar dan Beberapa Komentar),Yogyakarta:

Rangkang Education & Pukap Indonesia.2012

Marlina. Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum

Pidana. Medan:USU Press. 2010

---. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung:PT Refika Aditama.2010

---. Hukum Penitensier. Bandung:PT Refika Aditama. 2011

Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2002

Nazir M. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia. 2003

Praja S Juhaja. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung:Pustaka Setia.2011 Soetedjo Wagiati dan Melani, Hukum Pidana Anak edisi Revisi.

Bandung:Refika Aditama. 2013

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta. 2013

Supeno Hadi. Kriminalisasi Anak. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum. 2010 Wahyono Agung dan Siti Rahayu. Tinjauan tentang Peradilan Anak di


(2)

Wahyudi Setia. Implementasi ide diversi dalam pembaharuan Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jogjakarta:Genta Publishing.2011

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

C. Website

Lisa, Hukum Pidana, http://makalah-hukum-pidana.blogspot.com/201401/pelaku-dader.html. Diakses pada tanggal 27 Maret 2015. Pukul 22.12 WIB

Bismar Nasution, Kegiatan Hukum Ekonomi, https://bismar.wordpress.com/page/2/. Diakses pada tanggal 18 April 2015. Pukul 15.00 WIB

Hukum Pidana, Sistem Peradilan Restoratif Sebagai Alternatif Peradilan Anak Indonesia http://musa66.blogspot.com/2009/05/sistem-peradilan-restoratif-sebagai.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015. Pukul 16.00 WIB


(3)

Penerapan Diversi dalam Persidangan Anak http://pn-bangil.go.id/data/?p=207. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015. Pukul 13.00 WIB

Konvensi Hak-Hak Anak,

http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_versi on.pdf. Diakses pada tanggal 18 April 2015. Pukul 15.00 WIB

Naskah Akademi Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, http://www.google.com/ naskah akademik RUU SPPA/download-perpustakaan hukum bphn.pdf. Diakses pada tanggal 20 April 2015. Pukul 14.00 WIB

D. Disertasi/Jurnal/Bahan Ajar/Seminar

Marlina, Disertasi Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice

dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, hlm.137

Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXX No. 347 Oktober 2014 Jurnal Cendikia, Volume.1 No.2 Oktober 2012

Bahan Ajar M.Dhana Ginting, Bahan Mata Kuliah Metodologi Penelusuran

dan Penelitian Hukum, Medan, April 2014

Gambaran Umum Sistem Peradilan Pidana Anak disampaikan dalam Pelatihan Sertifikasi Hakim Anak Badan LITBANG Diklat Mahkamah Agung RI , Agustus 2014

E. Hasil Wawancara

Wawancara dengan Bapak Dedi Panitera Muda Hukum Pidana Pengadilan Negeri Medan,13 Maret 2015

Wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2015

Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2015


(4)

BAB III

PELAKSANAAN DIVERSI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN Diversi pada dasarnya bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan Anak. Melihat tujuan tersebut diversi tidak diperuntukkan kepada kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap orang yang telah dewasa, diversi hanya berfokus kepada perbuatan kejahatan yang mana pelaku dan atau korban merupakan seorang anak.

Diversi dapat dikatakan berhasil apabila kesepakatan yang dibuat telah dijalankan dan bukan merupakan kesepakatan yang tertulis diatas kertas saja91,

kesepakatan diversi tidak diperlukan untuk menangani tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan (tipiring), tindak pidana tanpa korban atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.92

Diversi dimuat di dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak sendiri meminta dikeluarkan Peraturan Pelaksana melalui Peraturan Pemerintah akan tetapi, Peraturan Pemerintah tersebut tidak kunjung dikeluarkan sehingga diterbitkanlah Perma oleh Mahkamah Agung dalam mengatasi kekosongan hukum dan sebagai pelaksana diversi di Pengadilan sendiri.

Pengadilan Negeri Medan telah pernah melakukan proses diversi, proses pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan sendiri dijalankan berdasarkan Perma No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem

91Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(5)

Peradilan Pidana Anak.93 Diversi yang dilakukan harus memperhatikan hak yang dimiliki oleh anak yang diatur oleh undang-undang. UUD 1945, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 j.o UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Putusan MK No. I/PUU-VIII/2010 dan Keputusan bersama Ketua MA, Jaksa Agung, Kepala Polri, Menkumham, Mensos, Meneg PP dan PA tentang Penangan an Anak yang Berhadapan dengan Hukum94 , maka

dirumuskan jaminan hak anak yang sedang mengikuti proses peradilan pidana dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak , antara lain95 :

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya,

b. Dipisahkan dari orang dewasa,

c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, d. Melakukan kegiatan rekreasional,

e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya,

f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup,

g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat,

h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum,

93 Hasil Wawancara dengan Bapak Dedi Panitera Hukum Pidana tanggal 13 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

94 M.Nasir Djamil , Op.cit, hal.149


(6)

i. Tidak dipublikasikan identitasnya,

j. Memperoleh pendampingan orangtua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak.

k. Memperoleh advokasi sosial, l. Memperoleh kehidupan pribadi,

m. Memperoleh akses aksebilitasi, terutama bagi anak caacat, n. Memperoleh pendidikan,

o. Memperoleh layanan kesehatan, dan

p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana memuat ketentuan Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana pokok yang dimuat antara lain96;

1. Pidana Peringatan 2. Pidana dengan Syarat

a. Pembinaan di luar lembaga b. Pelayanan Masyarakat 3. Pelatihan Kerja

4. Pembinaan Dalam lembaga 5. Penjara

Terkait pidana Tambahan terdiri atas97 ;

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

96 Pasal 71 angka 1 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

97 Pasal 71 angka 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(7)

2. Pemenuhan kewajiban adat

Adapun hal yang akan dibahas di dalam bab ini berisikan mengenai Ketentuan Tindak Pidana yang dapat dilakukan pelaksanaan diversi dan mengenai ketentuan yang tidak wajib dilakukan diversi, Syarat yang diperhatikan dalam pelaksanaan diversi, Prosedur diversi yang dijalankan oleh Pengadilan Negeri Medan, Hambatan pelaksanaan yang ditemui di Pengadilan Negeri Medan sendiri.

A. Ketentuan Tindak Pidana

1. Tindak Pidana Yang Dapat Dilakukan Diversi

Diversi berdasarkan UU SPPA hanya dapat dilakukan kepada anak yang diancam pidana dibawah 7 tahun penjara dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Berikut jenis-jenis tindak pidana diancam dengan pidana penjara dibawah tujuh tahun ;

a. Pengeroyokan : Pasal 170 angka 1 KUHP

“ Barangsiapa di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima

tahun enam bulan.”

Melihat isi pasal diatas, yang dimaksud pengeroyokan adalah melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama. Perbuatan ini dapat saja dilakukan oleh para remaja yang masih duduk di bangku sekolah. Remaja yang melakukan perbuatan ini biasanya ialah remaja yang ingin diakui keberadaannya. Untuk itu, diversi diperlukan di dalam menengani kasus ini dengan mengikut sertakan lembaga pembinaan khusus


(8)

anak dan seorang psikiater untuk membantu anak dalam mengenali dirinya dan menggali potensial anak dan juga untuk mencegah anak melakukan kejahatan yang lebih parah lagi.

b. Pencurian : Pasal 362 KUHP

“ Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau

sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama-lamanya lima tahun.” Pencurian sering dilakukan oleh seorang anak baik di pasar, di dalam angkot, maupun di dalam mall. Pencurian dilakukan atas dasar keinginan untuk memiliki suatu barang yang dilihat dengan dilatar belakangi dengan ketidakmampuan seseorang untuk membeli barang tersebut. Untuk menangani anak yang melakukan pencurian maka, anak dan korban perlu dilakukan diversi. Diversi sangat diperlukan terhadap anak untuk melindungi masa depannya. Diversi yang dilakukan disini haruslah mengikut sertakan Lembaga Pembinaan Khusus Anak untuk melatih anak menjadi jauh lebih berguna bagi masyarakat sekitar dan tidak menimbulkan keresahan lagi di dalam masyarakat.

2. Tindak Pidana Yang Tidak Dapat Dilakukan Diversi

Diversi memiliki ketentuan batasan untuk dapat dan tidak dapat dilakukan kepada anak berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan. Tindak


(9)

pidana menurut UU SPPA yang tidak dapat dilakukan diversi terhadap anak ialah tindak pidana yang diancam dengan pidana di atas 7 tahun, diantaranya :

a. Perkosaan : Pasal 285 KUHP

“ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua

belas tahun penjara.”

Melihat unsur-unsur diatas dapat disimpulkan bahwa, perbuatan perkosaan dilakukan dengan diikuti perbuatan tindak pidana lainnya yaitu kekerasan. Kekerasan yang dilakukan ini ialah kekerasan yang menimbulkan akibat kepada korban dimana korban tidak berdaya melawan seorang pemerkosa. Berdasarkan isi pasal tersebut, jelaslah bahwa diversi tidak dapat dilakukan terhadap anak yang melakukan pemerkosaan dengan fakta bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan yang sangat tercela dan merupakan perbuatan tindak pidana berat.

b. Pembunuhan : Pasal 338 KUHP

“ Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain

dihukum makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya

lima belas tahun penjara.”

Melihat isi ancaman pasal ini maka, dapat dikatakan bahwa perbuatan yang dilakukan begitu buruk di mata hukum. Pembunuhan adalah hal yang tidak manusiawi. Anak yang


(10)

melakukan pembunuhan tidak layak dilakukan diversi kecuali pembunuhan tersebut dilakukan untuk mempertahankan dirinya dari serangan orang lain seperti perampok, maling atau pembunuh bayaran.

Kedua contoh pasal diatas dapat menunjukkan bahwa diversi tidak layak dilakukan untuk ancaman pidana diatas 7 tahun penjara. Ketidaklayakan ini dilihat berdasarkan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dan kerugian yang dialami oleh korban. Seorang korban juga harus diberikan rasa aman atas gangguan yang mungkin dapat kembali dilakukan oleh pelaku kejahatan. Penjelasan pasal 9 ayat 1 Huruf a Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga memberikan pandangan bahwa indikator prioritas diversi dapat semakin tinggi apabila ancaman yang diajukan semakin rendah dan diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana serius misalnya, pembunuhan , pemerkosaan, teroris, dan tindak pidana diatas 7 tahun penjara.

Selain ketentuan diatas, diversi juga tidak berlaku bagi seseorang yang melakukan pengulangan tindak pidana. Doktrin hukum pidana mengenal (tiga) bentuk pengulangan tindak pidana ;

1. General residive (pengulangan umum)

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana apapun. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah pembunuhan.

2. Special residive (pengulangan khusus)

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan khusus ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh


(11)

pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang sama atau sejenis dengan tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian dan tindak pidana yang dilakukan berikutnya juga berupa tindak pidana pencurian.

3. Tussen stelsel

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana yang masih dalam satu kualifikasi tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah tindak pidana pencurian pada malam hari.98

B. Syarat-Syarat Pelaksanaan Diversi

Pelaksanaan diversi dilakukan berdasarkan Musyawarah Diversi. Musyawarah diversi adalah musyawarah antara para pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/walinya,pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, perwakilan masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif. Sebelum mencapai kesepakatan diversi, maka diperlukan syarat-syarat agar pelaksanaan diversi dapat dilakukan. Syarat-syarat pelaksaan diversi tersebut, antara lain;

1) Kategori Tindak Pidana

Diversi hanya dapat dilaksanakan kepada anak yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana (residive).99 Hal ini sangat diperhatikan untuk memperkecil potensi

98 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal.39 99 Pasal 7Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(12)

pemaksaan dan intimidasi pada semua tahapan diversi.100 Seorang anak tidak boleh merasa tertekan dalam mengikuti seluruh tahapan proses diversi, baik dari musyawarah diversi hingga pengambilan hasil kesepakatan diversi.

2) Usia Pelaku

Diversi pada dasarnya ditujukan kepada anak sebagai pelaku tindak pidana. Pelaku dalam hal ini adalah anak yang berhadapan dengan hukum, maksudnya anak yang berusia telah 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga telah melakukan tindak pidana. Diversi hanya dapat dilakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun dan belum berumur 18 tahun, apabila seorang anak telah melewati ketentuan umur yang diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana ini maka anak tersebut menjalani proses peradilan pidana pada umumnya. Apabila seseorang yang menjadi pelaku kejahatan belum berumur 12 tahun maka, penyelesaian perkara anak sebaiknya diselesaikan di tingkat penyidikan dan terhadap anak yang berusia 12 tahun yang diajukan ke pengadilan sebagai terdakwa, maka berdasarkan UU anak tersebut belum boleh ditahan.101

3) Persetujuan Diversi dari Pihak Korban

Diversi tidak akan jalan apabila korban tidak menyetujuinya.102Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik,mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.103 Diversi dilakukan oleh

pelaku dan korban atau orangtua korban dengan cara musyawarah diversi.

100 Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXX NO. 347 OKTOBER 2O14, IKATAN HAKIM INDONESIA, hal.88

101 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

102 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(13)

Persetujuan korban dalam hal ini menjadi unsur penentu keberhasilan diversi. Kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya.

Diversi tidak dapat dilakukan apabila korban tidak menginginkan pelaksanaan diversi oleh karena itu, pelaku harus mengakui kesalahannya dengan nyata dan berjanji tidak mengulangi kembali perbuatan tersebut agar korban mau menyetujui terjadinya diversi. Persetujuan korban ini bukan hanya sebagai awal pelaksanaan tetapi juga sebagai penentu akhir keberhasilan diversi. Seorang korban yang tidak mau menyetujui hasil diversi maka pelaksanaan diversi tidak akan berlanjut dan begitu pula seterusnya , baik di tahapan penuntut umum maupun pengadilan.

Pengecualian persetujuan korban dapat dilakukan apabila terkait pada tindak pidana pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian tidak libih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Terkait pengecualian tersebut dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

4) Fasilitator Diversi

Fasilitator diversi adalah Hakim yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung dan telah di SK kan oleh Mahkamah Agung untuk menangani perkara anak yang


(14)

bersangkutan. Syarat menjadi hakim anak ialah harus di memiliki SK khusus karena tidak semua hakim dapat menjadi hakim anak.104

Tugas fasilitator diversi ini ialah ;

a. Membuka musyawarah diversi dengan memperkenalkan para pihak yang hadir, baik pihak korban, pelaku, saksi dan semua pihak yang terkait.

b. Menyampaikan maksud dan tujuan musyawarah diversi dan tata tertib musyawarah diversi,

c. Menjelaskan secara ringkas dakwaan yang diajukan kepada pelaku, d. Menjadi pendengar bagi masing-masing pihak yang hadir,

e. Melakukan pertemuan terpisah (kaukus) untuk mencari jalan keluar permasalahan,

f. Menuangkan hasil kesepakatan diversi dengan memperhatikan dan mengarahkan kesepakatan agar tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan, atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan anak atau memuat etikad tidak baik.

5) Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,

104 Hasil Wawancara dengan ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(15)

pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.105

Berikut adalah tugas pembimbing kemasyarakatan ;

a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan utk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, melaporkan ke pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan; b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan dan persidangan;

c. Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPAS bersama dengan petugas kemasyarakatan lainnya; d. Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan

terhadap anak yg berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan;

e. Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap Anak yg memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.106

Tujuan utama dilakukan diversi ialah memperoleh persetujuan dari pihak korban agar anak pelaku tidak mengalami perampasan kemerdekaan karena dijatuhi penjara dan syarat terpenting di dalam keberhasilan diversi adalah persetujuan korban dan/atau keluarga. Kesepakatan diversi adalah kesepakatan

105 Pasal 13 angka 1Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ,

106 Gambaran Umum Sistem Peradilan Pidana Anak disampaikan dalam Pelatihan Sertifikasi Hakim Anak Badan LITBANG Diklat KUMDIL Mahkamah Agung RI Agustus 2014 , hlm. 22-23.


(16)

hasil proses musyawarah diversi yang dituangkan dalam bentuk dokumen dan ditandatangani oleh para pihak yang terlibat dalam musyawarah Diversi.

Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain107 : a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian,

b. Penyerahan kembali kepada orang ua/wali

c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan,

d. Pelayanan masyarakat

Hasil kesepakatan diversi ini dituangkan kedalam bentuk kesepakatan diversi yang disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan. Penetapan tersebut paling lama dikeluarkan 3 hari setelah penetapan itu diterima dan penetapan tersebut disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 hari setelah ditetapkan. Setelah penetapan tersebut diberikan, maka penyidik menerbitkan surat penetapan penghintian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian putusan.

Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim tidak memiliki kewenangan melakukan diversi apabila korban tidak menyetujui pelaksanaan diversi. Kesepakatan diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak


(17)

lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

C. Prosedur Diversi di Pengadilan Negeri Medan

Prosedur diversi yang dibahas dalam pembahasan ini ialah Prosedur Diversi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Prosedur Diversi Oleh Pengadilan Negeri Medan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan mengenai mekanismenya sendiri Pengadilan bertumpu kepada Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014.108

Pelaksanaan Diversi di Pengadilan Negeri Medan berlandaskan Perma No.4 Tahun 2014 yang menyebutkan mengenai Persiapan diversi, Tahapan Musyawarah Diversi, Kesepakatan Diversi. Persiapan Diversi yang diatur di dalam Perma No.4 Tahun 2014 ialah ;

1. Setelah menerima Penetapan Ketua Pengadilan untuk menangani perkara yang wajib diupayakan Diversi Hakim mengeluarkan Penetapan Hari Musyawarah Diversi

2. Penetapan Hakim sebagaimana dimaksud memuat perintah kepada penuntut umum yang melimpahkan perkara untuk menghadirkan; a. Anak dan orang tua/wali atau pendampingnya

b. Korban dan atau orang tua atau wali c. Pembimbing Kemasyarakatan

108 Hasil Wawancara dengan Bapak Dedi sebagai Panitera hukum pidana tanggal 13 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(18)

d. Pekerja Sosial Profesional e. Perwakilan Masyarakat, dan f. Pihak-pihak terkait lainnya

3. Penetapan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 mencantumkan hari, tanggal, waktu serta tempat dilaksanakannya Musyawarah Diversi.109

Tahapan Musyawarah Diversi yang diperintahkan oleh Perma ialah sebagai berikut ;

1. Musyawarah Diversi dibuka oleh Fasilitator Diversi dengan perkenalan para pihak yang hadir, menyampaikan maksud dan tujuan musyawarah diversi, serta tata tertib musyawarah untuk disepakati oleh para pihak yang hadir.

2. Fasilitator Diversi menjelaskan tugas Fasilitator Diversi.

3. Fasilitator Diversi menjelaskan ringkasan dakwaan dan Pembimbing Kemasyarakatan memberikan informasi tentang perilaku dan keadaan sosisal Anak serta memberikan saran untuk memperoleh penyelesaian. 4. Fasilitator Diversi wajib memberikan kesempatan kepada :

a. Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan.

b. Orangtua/Wali untuk menyampaikan hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan

c. Korban/Anak Korban/Orangtua/Wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan


(19)

5. Pekerja Sosial Profesional memberikan informasi tentang keadaan sosial Anak Korban serta memberikan saran untuk memperoleh penyelesaian.

6. Bila dipandang perlu, Fasilitator dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian.

7. Bila dipandang perlu, Fasilitator diversi dapat melakukan kaukus dengan para pihak

8. Fasilitator diversi menuangkan hasil musyawarah ke dalam kesepakatan diversi.

9. Dalam menyusun kesepakatan diversi, Fasilitator Diversi memperhatikan dan mengarahkan agar kesepakatan tidak bertentangan dengan hukum,agama,kepatutan masyarakat,kesusilaan atau memuat hal yang tidak dapat dilaksanakan atau iktikad tidak baik.110

Kesepakatan Diversi sendiri juga diatur oleh Perma dengan tata cara sebagai berikut ;

1. Musyawarah Diversi dicatat dalam Berita Acara Diversi dan ditandatangani oleh Fasilitator Diversi dan Panitera/PP.

2. Kesepakatan diversi ditandatangani oleh para pihak dan dilaporkan kepada Ketua Pengadilan oleh Fasilitator Diversi.

3. Ketua Pengadilan mengeluarkan Penetapan Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 2


(20)

4. Ketua Pengadilan dapat mengembalikan Kesepakatan Diversi untuk diperbaiki oleh Fasilitator Diversi apabila tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 9, selambatnya 3 hari 5. Setelah penetapan dari ketua Pengadilan. Hakim menerbitkan

penetapan penghentian pemeriksaan perkara.111

Mekanisme yang menjadi pedoman pelaksanaan diversi ialah terdapat pada perma no.4 tahun 2014 pada BAB III mengenai Pelaksanaan Diversi di Pengadilan. Dimana setelah menerima penetapan oleh hakim ketua, maka hakim yang ditunjuk dapat langsung mengeluarkan penetapan hari musyawarah diversi dengan melibatkan para pihak yang terkait. Tahapan diversi tersebut dibuka dan dipimpin oleh fasilitator diversi, dimana yang menjadi fasilitator ialah hakim yang telah ditunjuk.

Pelaksanaan musyawarah sama dengan musyawarah pada umumnya dimana saling mendengarkan masing-masing pihak hanya saja, yang menjadi penengah dalam musyawarah ini ialah fasilitator diversi tersebut. Setelah tercapainya kesepakatan , maka fasilitaor diversi mencatatkannya ke dalam kesepakatan diversi dan selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk dikeluarkan penetapan dengan mempertimbangkan hasil yang disetujui para pihak terkait apakah hasil tersebut dapat dilaksanakan oleh anak atau tidak dan apakah hasil diversi tersebut bertentangan dengan hukum.


(21)

Diversi sendiri telah beberapa kali dilakukan baik dari pihak penyidik, penuntut umum, maupun yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan. Penetapan diversi yang pernah dikeluarkan oleh pengadilan negeri medan ialah hasil diversi di tingkat penyidikan yang berjumlah satu penetapan, sedangkan diversi yang dimintakan penetapan dari penuntut umum tidak dapat dikeluarkan oleh Ketua pengadilan dikarenakan barang bukti yang diajukan kurang.112 Prosedur diversi di Pengadilan Negeri Medan mengacu kepada Perma No.4 Tahun 2014113

Pelaksanaan diversi tidak harus mendapat persetujuan oleh korban, karena diversi bertujuan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang berperkara dan meskipun kedua pihak telah setuju akan hasil diversi tersebut belum tentu Ketua Pengadilan akan mengeluarkan penetapan diversi dikarenakan penetapan ketua pengadilan atas kesepakatan diversi memperhatikan status barang bukti yang telah disita dan memperhatikan kesepakatan diversi.114

Prosedur diversi di pengadilan juga diatur oleh Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyebutkan :

1. Ketua Pengadilan wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari penuntut umum

112 Hasil wawancara dengan Bapak Dedi Panitera Hukum Pidana tanggal 11 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

113 Hasil wawancara dengan Bapak Dedi Panitera Hukum Pidana tanggal 11 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

114 Hasil wawancara dengan Bapak Dedi Panitera Hukum Pidana tanggal 11 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medaan


(22)

2. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagai Hakim.

3. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.

4. Proses diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Negeri.

5. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, hakim menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat penetapan

6. Dalam hal diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.115

Mencermati prosedur diversi di dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak dan peraturan mahkamah agung no.4 tahun 2014 ada beberapa hal yang menarik untuk dibahas ;

a. Jalannya Persidangan

Ayat 2 ketentuan pasal 52 UU SPPA menentukan bahwa “ Hakim wajib

mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagai Hakim.’ Pada saat berkas perkara telah diterima oleh hakim anak, maka dalam tenggang waktu 7 hari harus segera dilakukan diversi, ini membawa konsekuensi bahwa hakim selekas mungkin menetapkan hari persidangan dan di dalam penetapan hari sidang agar memerintahkan penuntut


(23)

umum menghadirkan anak beserta orang tua/wali dan pembimbing kemasyarakatan serta advokatnya serta saksi korban.116

Saksi korban diperlukan apabila kesepakatan diversi tidak tercapai atau diversi dalam hal ini telah gagal dan proses dilanjutkan menurut hukum acara peradilan anak yang diatur pada Bab III UU SPPA.Kehadiran saksi korban pada saat sidang pertama adalah untuk kepentingan pelaksanaan diversi, bukan untuk didengarkan keterangannya di persidangan sebagai saksi korban sebagaimana pemeriksaan perkara pidana umumnya dalam tahap pembuktian.117

Pada sidang pertama apabila semua pihak telah berkumpul baik itu saksi korban, anak, orangtua/walinya,pembimbing kemasyarakatan dan advokat maka hakim anak dapat langsung melaksanakan diversi hingga terhitung paling lama 30 (tiga puluh) hari ke depan.118 Proses pelaksanaan diversi dapat dilakukan di ruang

mediasi Pengadilan Negeri. b. Mengenai Penahanan

Terkait dengan penahanan , apakah penahanan anak dalam proses diversi tetap diperhitungkan? karena jika demikian maka masa penahanan anak akan habis dan dapat dikeluarkan demi hukum.119 Jawabannya adalah tidak, karena menurut ketentuan yang berlaku menyebutkan bahwa ;

1. Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orangtua/wali, dan/atau lembaga bahwa

116 Varia Peradilan, Op.cit, hal.88 117Ibid, hlm.89

118Ibid


(24)

anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak mengulangi tindak pidana. 2. Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat;

a. Anak telah berumur 14 tahun atau lebih,

b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.120

Kembali pada persoalan terkait proses diversi dan masa penahanan, maka dapat dipastikan bahwa proses diversi hanya dapat dilakukan terhadap anak yang tidak ditahan, karena anak yang dapat ditahan adalah yang diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman 7 tahun atau lebih, sedangkan diversi diancam penjara dibawah 7 tahun.121 Terhadap anak belum berusia 12 Tahun tidak dapat dilakukan penahan122 penahan tidak dilakukan dengan tujuan untuk melindungi

masa depan anak.

c. Jangka Waktu Pelaksanaan Diversi

Jangka waktu pelaksanaan diversi dipersidangan ialah paling lama 30 (tiga puluh) hari. Pengaturan jangka waktu pelaksanaan ini dimuat di dalam pasal 53 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam hal kesepakatan diversi tidak dilaksanakan dengan baik maka, perkara anak tersebut di buka kembali akan

120 Pasal 32 angka 1Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

121 Varia Peradilan, Op.cit, hal.90

122 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(25)

tetapi proses penahanan tidak dapat diberikan kepadanya dikarenakan proses penahanan tidak dapat diulang-ulang.123

d. Mengenai penetapan Ketua Pengadilan Negeri Mengenai Hasil Diversi Berdasarkan pengaturannya, penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai hasil diversi diatur dalam 2 (dua) tingkatan yaitu tahap sebelum persidangan dan tahap pada saat persidangan.124

1. Tahap Sebelum Persidangan

Tahap sebelum persidangan diatur dalam yang menyebutkan bahwa :

1. Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksus dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi.

2. Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.

3. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan diversi.

4. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pembimbing kemasyarakatan, penyidik, penuntut

123 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(26)

umum, atau hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.

5. Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau penuntut umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.125

Ketentuan diatas menunjukkan bahwa, hasil diversi yang telah disampaikan harus disampaikan oleh atasan langsung yang bertanggungjawab di setiap tingkat pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri untuk diterbitkan penetapan dan pejabat yang berwenang menerbitkan Penetapan adalah Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.126 Penetapan yang telah dikeluarkan diberi tahukan kepada penyidik dan penuntut umum, setelah itu penyidik akan mengeluarkan penetapan penghentian penyidik sedangkan penuntut umum akan menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

Wewenang tidak menuntut karena alasan kebijakan oleh karena jaksa diberi wewenang untuk mengesampingkan perkara. Wewenang tersebut dijalankan demi kepentingan umum, kepentingan individu, dan asas oportunitis. Wewenang yang dimaksud dikenal dengan istilah diskresi. Dengan melihat alasan-alasan penyimpangan perkara maka dapatlah dimungkinkan dilakukan penyimpangan perkara anak atas alasan diversi demi kepentingan umum maupun

125 Pasal 12Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 126 Varia Peradilan, Op.cit, hal.92


(27)

kepentingan individu, bilamana masyarakat menyatakan tidak perlu diselesaikan secara formal karena pelaku telah dimaafkan.127

2. Tahap Pada Saat Persidangan

Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai diversi dalam pemeriksaan di persidangan diatur dalam tahap pemeriksaan di persidangan diatur dalam pasal 52 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut ketentuan dalam Pasal ini, hakim wajib mengupayakan pelaksanaan diversi semaksimal mungkin dan apabila hasil mencapai kesepakatan, maka hasil tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan Negeri untuk dikeluarkan penetapan dan jika tidak tercapai kesepakatan maka, hakim dapat melanjutkan perkara. Ketentuan dalam Undang-Undang ini ialah pelaksanaan diversi dilakukan paling lama 30 hari setelah penetapan hakim dikeluarkan.

D. Hambatan Diversi Di Pengadilan Negeri Medan

Pelaksanaan diversi telah pernah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Medan sesuai ketentuan undang-undang. Sepanjang tahun 2014 ada 27 kasus mengenai anak yang telah disidangkan oleh Pengadilan Negeri Medan dan 14 diantaranya telah dijatuhi putusan dan 13 diantaranya masih dalam proses penyelesaian hingga pada saat ini. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa, pelaksanaan diversi menemukan beberapa hambatan di dalam pelaksanaanya. Walaupun diversi sudah mulai dikenal sebagai upaya penanganan anak diluar proses peradilan akan tetapi, masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya diantaranya;

127Ibid, hal.93


(28)

a. Aparat Penegak Hukum

Aparat penegak hukum yang menangani proses diversi memiliki beban kerja yang terlalu banyak, tidak ada keseriusan di dalam menyelesaikan kasus melalui diversi, kemampuan penegak hukum, ketidak sabaran dalam memberikan pandangan mengenai efek yang dapat diterima oleh pelaku dan korban di dalam persidangan.128 b. Keberadaan Lembaga Penempatan Anak Sementara dan Lembaga

Penyelenggaraab Kesejahteraan Sosial.

Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki Lembaga Penempatan Anak Sementara dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Kedua lembaga ini membantu dalam mendidik anak dan melindungi kesejahteraan anak baik sebelum pelaksanaan diversi diberlakukan maupun sedang dilakukan. Lembaga ini dibutuhkan untuk menempatkan anak berusia dibawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana.

c. Pandangan Masyarakat Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pandangan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana ialah bahwa seorang pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman penjara atau hukuman yang setimpalnya , bahkan tidak jarang masyarakat menghakimi sendiri pelaku tindak pidana tersebut dengan cara menghajar, melakukan pengeroyokan dan bahkan ada masyarakat

128 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Anak tanggal 23 Maret 205 di Pengadilan Negeri Medan


(29)

yang nekat membakar pelaku tindak pidana dikarenakan kekesalan yang telah disimpan selama pelaku beraksi.

d. Substansi Hukum

Diversi pada dasarnya telah diatur dalam UU SPPA dan Perma akan tetapi, peraturan tersebut belum sempurna dalam menjadi pedoman pelaksanaan diversi untuk melindungi anak. Contohnya, UU SPPA memerintahkan bahwa syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan haruslah diatur oleh Peraturan Pemerintah. Perintah UU untuk dibentuknya Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Pelaksana masih belum terealisasi dan untuk mencegah kekosongan hukum itu maka, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014. Untuk melengkapi mekanisme pelaksanaan diversi, maka perlulah PP tersebut segera dikeluarkan untuk mengatur perlindungan anak dalam menjalani masa hukuman sebelum melaksanakan diversi maupun setelah batalnya kesepakatan diversi.

e. Hambatan dalam menghadirkan anak, orang tua dan atau wali,129 Pada dasarnya seorang manusia ada rasa ingin membalas akan sesuatu yang diterima baik itu perbuatan baik maupun perbuatan jahat, dikaitkan dengan hal ini seorang anak atau korban ada rasa

129 Hasil wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(30)

untuk melakukan pembalasan dengan melanjutkan perkara sampai kepada pengadilan.

f. Tempat

Tempat khusus di dalam menjalankan diversi belum ada dimiliki oleh Pengadilan Negeri Medan dan bahkan di dalam menjalankan diversi terkadang memakai ruang persidangan yang ada.130 Tempat ini dapat menjadi hambatan dalam memaksimalkan pelaksanaan diversi.

130 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(31)

BAB IV

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM MENGHADAPI HAMBATAN PELAKSANAAN DIVERSI

DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Substansi Hukum

Membicarakan substansi berarti membicarakan Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut haruslah segera diterbitkan.131 Substansi hukum yang tepat dapat menjadi salah satu cara penanganan dalam menyelesaikan hambatan diversi. Hambatan diversi terjadi karena kurangnya pengaturan hukum dalam pelaksanaan diversi.

Pada dasarnya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak membutuhkan Peraturan Pelaksana yang berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur tata cara pelaksanaan diversi akan tetapi, setelah satu tahun di undangkan peraturan yang ditunggu tak kunjung tiba hingga pada akhirnya di tahun 2014 Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 4 Tahun 2014 untuk mengatasi kekosongan hukum di dalam menjalankan pelaksanaan diversi.

Peraturan Mahkamah Agung ini sifatnya terbatas dan berguna memfasilitasi pengadilan dalam menampung proses beracara di pengadilan.132

Perma ini sendiri tidak berada di dalam hirarki peraturan perundang-undangan akan tetapi, untuk mengatasi kekosongan hukum maka peraturan pelaksana diversi masih dibutuhkan.

131 Hasil wawancara denga Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

132 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(32)

Meskipun Perma No. 4 Tahun 2014 mengatur mengenai pedoman pelaksanaan diversi dalam sistem peradilan pidana anak, tetap saja ada hal-hal lain yang tidak dapat ditentukan berdasarkan Perma tersebut dan tetap dimintakan diterbitkannya peraturan pemerintah dalam menangani pelaksanaan diversi. Perma sendiri merupakan pedoman pelaksana yang ditujukan kepada pengadilan di dalam melaksanakan penerapan diversi.133

Beberapa hal yang dimintakan oleh Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk dimuat dalam Peraturan Pemerintah ialah :

1. Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah. 134

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.135

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.136

Undang-Undang ini memerintahkan kepada pemerintah agar: 1. Setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik,

2. Setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum,

133 Hasil wawancara dengan ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

134 Pasal 15 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 135 Pasal 71 angka 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

136 Pasal 94 angka 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(33)

3. Setiap Pengadilan wajib memiliki Hakim,

4. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun Bapas di kabupaten/kota,

5. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun LPKA dan LPAS di provinsi, dan

6. Kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun LPKS

Perintah tersebut diberikan agar dapat memaksimalkan kinerja peradilan pidana terhadap anak, terkhusus di dalam melaksanakan program diversi. Terdapat perbedaan pengaturan terkait penanganan kasus anak yang dapat dilakukan diversi berbeda antara UU SPPA dengan Perma No.4 Tahun 2014. UU SPPA menetukan bahwa diversi dapat dilakukan terhadap ancaman pidana dibawah 7 tahun sedangkan, Perma menyebutkan diversi juga dapat dilakukan dengan ancaman pidana di atas 7 tahun.

Menurut Dedi seorang panitera muda hukum pidana di Pengadilan Negeri Medan, dalam hal ini pengadilan berpegang kepada Perma No.4 Tahun 2014 dalam mekanisme pelaksanaan diversi. Pengaturan yang jelas antara UU SPPA dengan Perma No.4 Tahun 2014 harus dibuat dengan jelas dan harus dapat diselaraskan agar tidak terjadi kebingungan di dalam pelaksanaannya. Terhadap hal ini di perlukan penyeragaman arti dan batasan ancaman pidana untuk melaksanakan diversi terhadap anak agar tidak terjadi multi tafsir di dalam pelaksanaan diversi ke depannya.


(34)

B. Cultural Masyarakat

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan diversi melalui

Cultural Masyarakat adalah sebagai berikut ;

1. Pengetahuan Masyarakat

Masyarakat selama ini berpandangan bahwa pelaku tindak pidana harus dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya, bahkan ada masyarakat yang menilai perbuatan yang menghilangkan nyawa harus diganti dengan nyawa. Ini terlihat di dalam setiap proses persidangan pembunuhan dimana keluarga korban selalu meminta agar hakim menjatuhkan hukuman mati kepada pembunuh anggota keluarganya selain itu ada juga keluarga korban yang kesal melampiaskan amarah kepada pelaku di dalam ruang persidangan meskipun pelaku telah dikawal oleh polisi.

Pandangan masyarakat tersebut dapat kita katakan bersifat retributive

justice, dimana suatu perlakuan pidana dituntut dengan menerapkan

pembalasan. Pandangan tersebutlah yang harus diubah dan untuk itu perlulah diberitahukan kepada masyarakat bahwa, dalam perkara anak anak dikenal istilah diversi dimana anak dapat di damaikan dengan keluarga korban atau pelaku dengan melaksanakan musyawarah melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

2. Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat telah memahami apa yang dimaksud dengan diversi. Sosialisasi


(35)

kepada masyarakat dapat dilakukan melalui jalur Kadarkum maupun dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang konsen mengenai kasus-kasus anak yang ada , seperti : KPAI, KOMNAS HAM ANAK.137 Diversi adalah proses pengalihan penyelesaian anak dari yang formal menuju informal. Artinya, proses tersebut membawa anak keluar dari jalur pengadilan dan menyelesaikannya melalui proses musyawarah. Untuk itu perlulah diberikan penyuluhan kepada masyarakat betapa pentingnya proses ini dilaksanakan.

Pelaksanaan diversi dapat dilakukan di setiap tingkatan baik di tingkat penyidikan, penuntutan maupun di pengadilan. Sayangnya , ketika proses diversi yang dilakukan mencapai kesepakatan di tengah jalannya persidangan (sebelum pembacaan putusan) maka kesepakatan tersebut hanya menjadi pertimbangan kepada hakim untuk meringankan hukum terhadap pelaku.138 Pemerintah harus

menunjukkan eksistensi diversi dengan memberikan penyuluhan kepada setiap masyarakat terutama setiap kasus yang menyangkut anak baik sebagai pelaku maupun korban.

3. Mental Masyarakat

Mental Masyarakat harus diubah agar mengetahui bahwa persidangan merupakan jalan terakhir dan diversi adalah jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, karena ada waktu seseorang dapat menjadi

137 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

138 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(36)

korban maupun pelaku atas suatu kejahatan.139 Selain itu, mental masyarakat terkait penghakiman masyarakat juga harus diubah. Masyarakat tidak boleh main hakim sendiri di dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat harus ikut berperan serta dalam menjaga lingkungannya dan mengawasi perkembangan anak di daerahnya.

C. Aparat Penegak Hukum

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan oleh aparat penegak hukum ialah sebagai berikut ;

1. Pelatihan

Di dalam menangani diversi dibutuhkan seorang aparat penegak hukum yang berpengalaman. Pengalaman tersebut dapat diberikan dengan dasar pelatihan. Aparat penegak hukum yang akan menangani perkara diversi tidak boleh sembarangan harus melewati pelatihan di dalam penanganan diversi.

Pelatihan yang diberikan dapat berupa pelatihan seminar, pelatihan khusus, dan lain sebagainya. Pelatihan tersebut bertujuan untuk menjelaskan kepada setiap aparat penegak hukum yang ada bahwa, sebelum perkara anak dilanjutkan harus terlebih dahulu dilakukan diversi dan diversi wajib dilakukan di dalam setiap tingkatan yang ada baik oleh penyidik, penuntut umum, maupun pengadilan.

139 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(37)

Diversi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan harus dilaksanakan oleh Hakim Anak.140 Hakim yang melaksanakan diversi

haruslah hakim anak yang telah mengikuti pelatihan secara khusus dan telah diberikan SK khusus oleh Mahkamah Agung untuk menangani perkara anak yang ada di Pengadilan Negeri Medan.141 Pelatihan yang diberikan haruslah dapat melatih aparat penegak hukum agar mampu menerangkan pengaruh yang dapat diterima baik oleh pelaku maupun korban melalui persidangan.142 Selain itu, pelatihan juga diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara anak melalui proses diversi143 dengan adanya pelatihan, maka dapat meningkatkan pelaksanaan diversi di setiap tingkatan.

2. Sertifikasi

Sertifikasi terhadap aparat penegak hukum diperlukan dengan tujuan menentukan seorang aparat penegak hukum telah layak ditunjuk dalam penyelesaian penanganan anak berkonflik dengan hukum melalui proses diversi. Sertifikasi ini juga menunjukkan seorang aparat penegak hukum telah memiliki pengetahuan yang cukup terkait pelaksanaan diversi. Mengingat besarnya peran dan tanggung jawab

140 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

141 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

142 Hasil Wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

143 Hasil Wawancara dengan Ibu Serliwati Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(38)

aparat penegak hukum maka, sertifikasi ini juga bertujuan untuk memberikan tunjangan lebih kepada setiap aparat penegak hukum yang telah lulus pelatihan program diversi.

Sertifikasi diperlukan untuk memaksimalkan kinerja aparat penegak hukum dalam melaksanakan program diversi. Mengingat besarnya tanggung jawab dan rumitnya pekerjaan hakim anak maka perlulah diadakan tunjangan khusus yang diatur di dalam Keppres. Sertifikasi ini menentukan apakah seorang hakim itu layak untuk menyelesaikan suatu permasalahan diversi atau tidak.144

3. Surat Ketetapan

Seorang hakim haruslah ditunjuk melalui SK khusus untuk menangani perkara anak melalui diversi.145 SK ini ditunjuk dengan melihat apakah

seorang hakim itu telah mengikuti pelatihan diversi atau belum dan juga dengan melihat sertifikat yang dimiliki hakim dalam menangani perkara anak melalui diversi. Hakim yang ditunjuk ialah harus seorang hakim anak dan tidak boleh menunjuk hakim yang belum mengikuti pelatihan diversi sebelumnya.

144 Hasil wawancara dengan Ibu Serliwaty Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan

145 Hasil wawancara dengan Ibu Rosmina Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 23 Maret 2015 di Pengadilan Negeri Medan


(39)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan – pembahasan yang telah di uraikan dari BAB II sampai BAB IV, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Diversi diatur di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Bab II dan Perma No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 menegaskan bahwa diversi dilakukan dengan melakukan pendekatan restorative justice. 2. Pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan

berdasarkan Ketentuan Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Pengaturan yang dimuat di dalam perma tersebut ialah mengatur mengenai persiapan diversi, musyawarah diversi, dan Kesepakatan diversi. Pelaksanaan diversi yang dilakukan belum dapat dilaksanakan secara maksimal yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pengetahuan aparat penegak hukum terkait pelaksanaan diversi yang merupakan suatu kewajiban, substansi hukum yang tidak memiliki kesamaan di dalam melaksanakan diversi baik oleh Undang-Undang No.11 Tahun 2012 maupun Perma No.4 Tahun 2014, dan juga tempat pelaksanaan diversi yang tidak memadai.


(40)

3. Upaya hukum dalam menghadapi hambatan pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan mengkaji substansi hukum yang ada di dalam UU No.11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014, selain itu melakukan sosialisasi hukum kepada masyarakat mengenai pentingnya diversi di dalam melindungi anak dari proses persidangan di pengadilan, melakukan pelatihan terhadap aparat penegak hukum agar dapat memahami tujuan dan tata cara pelaksanaan diversi di Indonesia.

B. Saran

Setelah menyampaikan kesimpulan tentang penerapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana , maka penulis juga akan menuliskan saran yang dapat menjadi masukan dalam memaksimalkan pelaksanaan diversi.

1. Pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah dalam mengatur berbagai hal lain yang dimintakan di dalam UU SPPA dan juga Peraturan Pemerintah tersebut dapat menunjukkan dengan jelas batas ancaman pidana yang dapat dilakukan diversi agar tidak terjadi multitafsir di dalam pelaksanaan diversi.

2. Pemerintah harus dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap pelaku tindak pidana dari retributive justice menjadi restorative

justice. Ini diperlukan agar setiap masyarakat mengetahui cara

penyelesaian anak berkonflik dengan hukum tanpa melalui jalur peradilan.


(41)

3. Aparat penegak hukum yang menjadi fasilitaor diversi haruslah orang yang memahami prosedur pelaksanaan diversi dan telah memiliki pengalaman sebelumnya serta memiliki minat, dedikasi, dan memahami masalah anak.


(42)

BAB II

PENGATURAN DIVERSI DI INDONESIA A. Konsep Diversi

1. Pengertian Diversi

Anak bukanlah untuk dihukum melainkan harus diberikan bimbingan dan pembinaan, sehingga bisa tumbuh dan berkembang sebagai anak normal yang sehat dan cerdas seutuhnya.31 Anak di dalam masa perkembangannya dapat

melakukan sesuatu perbuatan buruk yang dapat merugikan orang lain baik secara fisik maupun materil. Kejahatan Anak ini dapat dikatakan sebagai kenakalan anak. Kenakalan anak diambil dari istilah asing Juvenile Deliquency, tetapi kenakalan anak ini bukan kenakalan anak yang dimaksudkan di dalam Pasal 489 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.32 Kenakalan yang dibahas di dalam

penulisan skripsi ini adalah kenakalan anak yang melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Menurut Kartini Kartono yang dikatakan Juvenile Deliquency adalah perilaku jahat/dusta, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.33

Romli Atmasasmita memberikan pula perumusan Juvenile Deliquency, yaitu setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun

31 M.Nasir Djamil, Op.cit, hal.1. 32 Wagiati Soetedjo, Op.cit, hal.8. 33Ibid, hal.9.


(43)

dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.34

Juvenile artinya anak-anak,anak muda, ciri karakteristik pada masa muda

sifat khas pada remaja, sedangkan Deliquency artinya terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, dan lain-lain.35 Berdasarkan defenisi mengenai juvenile deliquency dapat ditarik kesimpulan bahwa, Juvenile deliquency adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh seorang anak dibawah usia 18 tahun yang menimbulkan kerugian fisik maupun materil serta immaterial bagi orang lain. Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan di Amerika Serikat dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Dalam Pembahasanya ada kelompok yang menekankan segi pelanggaran hukumnya, ada pula kelompok yang menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum namun, semua sepakat dasar pengertiannya adalah perbuatan yang bersifat anti sosial.36

Indonesia sendiri telah memiliki undang-undang yang memperhatikan mengenai kepentingan anak, diantarnya ialah Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Pengadilan Anak, Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama. Undang-Undang-Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengenal istilah diversi dan restorative justice.

34Ibid, hal. 11.

35Ibid, hal.8. 36Ibid, hal. 9.


(44)

Menurut Agustinus Pohan , yang dimaksud Restorative Justice adalah merupakan konsep keadilan yang sangat berbeda dengan apa yang kita kenal saat ini dalam sistem hukum pidana Indonesia yang bersifat retributif. Konsep

restorative justice dari UNICEF menitikberatkan kepada keadilan yang dapat

memulihkan, yaitu memulihkan bagi pelaku tindak pidana anak, korban dan masyarakat yang terganggu akibat adanya tindak pidana tersebut.37 Proses konsep

restorative justice ini dijalankan melalui diversi.

Pengertian diversi terdapat banyak perbedaan sesuai dengan praktek pelaksanaanya. United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice butir 6 dan 11 terkandung pernyataan mengenai diversi yakni sebagai proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat baik pemerintah atau non pemerintah.38

Diversi adalah Pengalihan atau pemindahan dari proses peradilan ke dalam proses alternatif penyelesaian perkara, yaitu melalui musyawarah pemulihan atau mediasi.39 Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai antara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang difasilitasi oleh keluarga dan atau/masyarakat, Pembimbing Kemasyarakatan Anak, Polisi, Jaksa atau Hakim.40 Secara singkat, diversi adalah

37Ibid, hal.134.

38 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia ( Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice), Refika Aditama,2009, hal.11 (selanjutnya disebut buku II).

39 Wagiati Soetedjo,Op.cit, hal.135.


(45)

pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.41

2. Tujuan Diversi

Prinsip pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahan.42 Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakkan hukum negara, pelaksanaanya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk menempuh jalur non pidana sseperti ganti rugi, kerja sosial atau pengawasan orang tua.43 Langkah pengalihan dibuat untuk menghindarkan anak dari tindakan hukum selanjutnya dan untuk dukungan komunitas, di samping itu pengalihan bertujuan untuk mencegah pengaruh negatif dari tindakan hukum berikutnya yang dapat menimbulkan stigmatisasi.44

Tujuan dilakukan diversi berdasarkan ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut45 ;

a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak, b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan

41 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

42 Marlina, Buku II, op.cit, hal.13. 43 Ibid, hlm.14.

44 Wagiati, Op.cit, hal. 135.


(46)

e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Tujuan lain dalam proses pengalihan anak dari proses yustisial ke proses non-yustisial mempunyai urgensi dan relevansi sebagai berikut;46

a. Proses penyelesaian yang bersifat non-yustisial terhadap anak akan menghindarkan terjadinya kekerasan terpola dan sistematis, khususnya kekerasan psikologis terhadap anak oleh aparat penegak hukum. Terjadinya kekerasan terpola dan sistematis terhadap anak dalam proses pemeriksaan akan menimbulkan trauma yang sangat mendalam bagi anak. Oleh karenanya, penyelesaian yang bersifat non-yustisial melalui mekanisme diversi terhadap anak justru akan menghindarkan anak dari terjadinya kontak antara anak dengan aparat penegak hukum.

b. Melalui mekanisme diversi anak tetap diberikan peluang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tetapi melalui mekanisme yang lebih elegan menurut prespektif anak. Penyelesaian secara non-yustisial tidak dimaksudkan untuk membebaskan anak dari kemungkinan adanya pertanggungjawaban anak terhadap segala akibat perbuatannya. Oleh karenanya, melalui mekanisme diversi akan diperoleh keuntungan ganda. Di satu sisi anak terhindar dari berbagai dampak negatif akibat kontak dengan aparat penegak hukum, sementara di sisi lain anak tetap dapat mempertanggungjawabkan akibat perbuatannyha tanpa harus terjadi tekanan terhadap mental anak.

c. Mekanisme diversi dapat dianggap sebagai mekanisme koreksi penyelenggaraan peradilan terhadap anak yang berlangsung selama ini. Mekanisme formal yang ditonjolkan dalam proses peradilan pidana termasuk terhadap anak sering menimbulkan dampak negatif yang demikian kompleks, sehingga menjadi faktor kriminogen yang sangat potensial terhadap tindak pidana anak. d. Sebagai pengalihan proses yustisial ke proses non yustisial, diversi

berorientasi pada upaya untuk memberikan pelayanan sosial kepada pelaku kejahatan, tetapi lebih dipandang sebagai korban yang membutuhkan berbagai layanan seperti, medis, psikologi, rohani. Oleh karena sifatnya yang demikian maka diversi hakekatnya merupakan upaya untuk menghindarkan anak dari kemungkinan penjatuhan pidana. Dengan demikian, diversi juga merupakan proses depenalisasi dan sekaligus deskriminalisasi terhadap pelaku anak.

46 Kusno Adi,Diversi Sebagai Upaya Penanggulangan Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009, hal.110.


(47)

Terdapat berbagai teori pemidanaan di dalam hukum pidana, teori pemidanaan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu ;

a. Teori Absolut ( vergeldingstheorien )

Teori Absolut yang dianut oleh Immanuel Kant berpandangan tujuan pemidanaan sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain.47

b. Teori Relatif (doeltheorien )

Teori Relatif ini dilandasi tujuan sebagai berikut ;

1) Menjerakan dengan penjatuhan hukuman diharapkan pelaku atau terpidana menjadi jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya dan bagi masyarakat umum dapat mengetahui bahwa jika melakukan perbuatan tersebut akan mendapatkan hal yang serupa. 2) Memperbaiki pribadi terpidana dalam perlakuan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatan dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.48

c. Teori Gabungan ( vereningingstheorien )

Teori gabungan yang salah satu penganutnya Van Bemmelen dan Grotius yang menitik beratkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana adalah penderitaan yang berat sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Tetapi sampai batas mana beratnya pidana dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana

47 Juhaja S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, Pustaka Setia, Bandung, 2011, hal. 89. 48 Ibid.


(48)

dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur dan ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.49

Relevansi antara diversi dengan tujuan pemidanaan bagi anak nampak dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Diversi sebagai pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non yustisial bertujuan menghindarkan anak dari penerapan hukum pidana yang sering kali memberikan pengalaman yang pahit berupa stigmatisasi berkepanjangan,dehumanisasi dan menghindarkan anak dari kemungkinan terjadinya prisionisasi yang menjadi sarana transfer kejahatan terhadap anak. Demikian juga tujuan pemidanaan bagi anak adalah untuk tetap memberikan jaminan kepada anak agar tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun secara mental.

b. Perampasan kemerdekaan terhadap anak, baik dalam bentuk pidana penjara maupun dalam bentuk perampasan yang lain melalui mekanisme peradilan pidana memberikan pengalaman yang traumatis terhadap anak, sehingga anak terganggu perkembangan dan pertumbuhan jiwanya. Pengalaman pahit bersentuhan dengan dunia peradilan akan menjadi bayang-bayang gelap kehidupan anak yang tidak mudah untuk dilupakan.50

3. Sejarah Diversi

Sebagaimana diamanatkan dalam Standart Minimum Rules for the

Administration of Juvenile Justice (SMR-JJ) atau yang lebih dikenal dengan Beijing Rule, bahwa dipandang penting adanya jaminan bagi aparat penegak

hukum untuk tidak mengambil jalan formal di dalam menyelesaikan perkara anak yaitu dapat menggunakan kewenangannya (diskresi). Diskresi adalah wewenang

49 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai syarat pemidanaan ( Disertai Teori-teori Pengantar dan Beberapa Komentar ), Rangkang Enducation, Yogyakarta dan Pukap Indonesia, hal.102-103 yang dikutip dari http://pn-bangil.go.id/data/?p=207 tanggal 12 Maret 2015. Pukul 13.00 WIB


(49)

dari aparat penegak hukum yang menangani kasus pelaku tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara. 51

Diskresi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk diversi. Dikatakan sebagai salah satu bentuk diversi dikarenakan diskresi yang dilakukan memiliki sifat menyelesaikan suatu perkara di luar peradilan sama seperti diversi yang bertujuan menyelesaikan perkara di luar peradilan.

Diversi telah lama dilakukan oleh aparat penegak hukum di luar negeri, hanya saja namanya bukanlah diversi akan tetapi menggunakan bentuk diskresi. Inggris telah lama melakukan diskresi dan mengalihkan anak kepada proses non-formal seperti pada kasus-kasus yang mempergunakan barang mainan yang membahayakan orang lain.52 Menurut aturan Children Act tahun 1908 polisi

diberi tugas menangani anak sebelum masuk ke pengadilan dengan lebih memperhatikan pemberian kesejahteraan dan keadilan kepada anak pelaku tindak pidana.53 Ketentuan Children Act tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk diskresi dan mengenai pemberian kesejahteraan dan keadilan kepada anak pelaku tindak pidana dapat menggunakan program diversi. Perkembangan pelaksanaan diversi yang dilakukan di Inggris terus dilaksanakan hingga akhir abad ke 19.54 Menurut sejarah perkembangan hukum pidana, kata diversion

pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan

51 Marlina, Disertasi Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, hlm. 137

52 Marlina, Buku I, Op.cit, hal.25 53Ibid


(50)

anak yang disampaikan Presiden Komisi Pidana ( President’s Crime Commision ) Australia di Amerika Serikat pada tahun 1960.55

Pada abad ke 19 , dibuatlah program besar mengenai gerakan keselamatan anak yaitu untuk membuat bentuk peradilan yang bersifat informal, lebih memberi perhatian terhadap masalah perlindungan anak secara alami daripada menitik beratkan sifat pelanggaran yang dilakukan.56 Selain itu, untuk memindahkan tanggung jawab memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan terbaik untuk memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan terbaik untuk anak daripada keadilan terhadap pribadi atau memberikan kekuasaan kepada peradilan untuk menyatakan anak telah bersalah.57 Konsep Diversi lahir didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana konvensional lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan.58 Keberadaan diversi ini sangat diperlukan, sebab melalui diversi tersebut penuntutan pidana gugur dan criminal track-record anak pun serta stigmatisasi anak terjadi.59

Pada awalnya konsep diversi di Indonesia muncul dikenalkan melalui sebuah acara-acara seminar yang sering diadakan yang memberikan pengertian dan pemahamam diversi, sehingga menimbulkan semangat dan keinginan untuk mempelajari jauh lagi mengenai konsep diversi tersebut. Berdasarkan hasil

55Ibid, hal.10 56Ibid, hal.25-26 57Ibid

58 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, 2011, hal.73 ( selanjutnya disebut buku III )

59 Hukum Pidana, Sistem Peradilan Restoratif Sebagai Alternatif Peradilan Anak Indonesia http://musa66.blogspot.com/2009/05/sistem-peradilan-restoratif-sebagai.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015 pukul 16.00 WIB


(51)

seminar yang diketahui bahwa, konsep diversi itu ditunjukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

Selanjutnya pada tahun 2004 di Jakarta diadakan diskusi di antara aparat penegak hukum yang terkait dalam sistem peradilan pidana anak untuk membicarakan langkah terbaik dalam upaya penanganan terhadap anak pelaku tindak pidana. Setelah adanya diskusi tersebut para hakim di Bandung secara intern membicarakan tentang langkah awal yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang bermasalah dengan hukum yaitu dengan mendirikan ruang sidang khusus anak dan ruang tunggu khusus anak.60

Setelah Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikeluarkan maka, di dalam undang-undang tersebut dikenalah istilah diversi yang dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif yang dapat berupa musyawarah diversi. Melihat sejarah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa diversi telah lama ada akan tetapi, di luar negeri pelaksanaan program diversi dilaksanakan dalam bentuk diskresi berbeda dengan di Indonesia yang menggunakan bentuk musyawarah diversi.

B. Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

1. Dasar Pemikiran Dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak a. Dasar Pemikiran Sistem Peradilan Pidana Anak

Istilah sistem peradilan pidanan anak merupakan terjemahan dari istilah

The Juvenile Justice System, yaitu istilah yang sama digunakan dengan sejumlah

institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut


(52)

umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.61

Hadi Supeno mengatakan dalam tulisannya, bahwa ;

“ Penjara hanya tepat untuk orang dewasa yang melakukan kejahatan. Anak tidak tepat masuk penjara karena akan mematikan harapan masa depannya. Anak adalah pribadi otonom yang sedang tumbuh, yang dibutuhkan adalah bantuan dan bimbingan. Peradilan yang tepat untuk pelaku delikuensi anak adalah model keadilan restoratif yang bersifat memperbaiki dan memulihkan hubungan pelaku dan korban sehingga harmoni kehidupan tetap terjaga. Hukuman maksimal yang boleh mereka terima adalah pendidikan paksa. “

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa paradigma lama dari Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak bisa dipertahankan lagi karena yang terjadi adalah sebuah kriminalisasi anak oleh negara dan masyarakat.62 Dulu pengadilan anak masuk dalam sistem peradilan umum. Inilahsumber malapetaka anak karena begitu dia berhadapan dengan hukum, dia harus menyesuaikan diri dan dipaksakan untuk menerima dalil-dalil yang dikenakan terhadap orang dewasa.63 Kini, Indonesia telah mengganti Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang baru yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 2012. Di dalam kata sistem peradilan pidana anak, terdapat istilah “sistem peradilan pidana” dan istilah kata “anak” dalam frase “sistem peradilan pidana anak” mesti

61 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hal.35

62 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2010, hal. 193 63Ibid, hal.211


(53)

dicantumkan, karena untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana dewasa.64

Sistem peradilan pidana anak merupakan sistem peradilan pidana.65 Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana.66 Sistem Peradilan Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.67

Setiap pembentukan undang-undang yang baik, harus disertakan dasar-dasar pembentukan perundang-undangan tersebut. Dasar-dasar-dasar peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa dasar filosofis, dasar yuridis, dan sosiologis. Naskah akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak memuat ketentuan dasar-dasar pembentukan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, antara lain :

1. Dasar Filosofis

Dasar filosofis ini mengafirmasi nilai-nilai Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang adil dan beradan, sehingga sebagai bangsa yang bermartabat dan menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas, maka permasalahan anak yang berhadapan

64 M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Di Hukum, Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hal. 43

65 Ibid, hal. 44

66 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002, hal.4

67 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(54)

dengan hukum harus diberikan prioritas yang terbaik bagi anak. Dasar filosofis ini adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.68

2. Dasar Sosiologis

Dasar sosiologis ini menyangkut mengenai keadaan sosial. Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama tidak dapat melindungi anak dari penjatuhan sanksi pidana dan tidak memberikan perlindungan hukum dalam melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian, perlu ada peranan dan tugas masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.69 3. Dasar Yuridis

Dasar yuridis berkaitan terhadap ketentuan hukum. Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.70

4. Dasar Psikopolitik Masyarakat

Psikopolitik Masyarakat adalah suatu kondisi nyata di dalam masyarakat mengenai tingkat penerimaan atau penolakan terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan anak baik langsung maupun tidak langsung merupakan suatu akibat

68 M.Nasir Djamil, Op.cit, hal. 52 69Ibid


(1)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak O.K Saidin, SH, M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Dr. M.Hamdan, SH. M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana;

6. Ibu Liza Erwina, SH,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

7. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul di awal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

8. Ibu Dr.Marlina, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul diawal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

9. Bapak Makdin Munthe, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis selama perkuliahan.

10.Semua Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama Dosen Jurusan Hukum Pidana.


(2)

11.Kedua orangtuaku yang tersayang Ayahanda Polin Tampubolon dan Ibunda yang paling saya cintai Elida Silitonga. Terimakasih buat doa dan dukungannya serta kasih sayang yang tiada batas yang telah diberikan sepanjang hidup kepada penulis selama ini dari mulai membesarkan penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Hukum. 12.Tersayang abangku Markus Tampubolon dan adekku Tresia

Tampubolon yang selalu mendoakan agar diberikan kelancaran di dalam pengerjaan skripsi ini.

13.Yang teristimewa rekan perjuangan skripsi Rizky Daud, Evelyn Sinurat, Puput Hardiani, Widya Agnes Hamid, Putri Arbitheresya Nadapdap, Ditha Afrodita, Naomi Tri Yuristisia, dan Lidyasari Situmorang, terimakasih buat kebersamaan, doa, dukungan, serta semangat yang kalian berikan di semester akhir. Semoga pertemanan ini tetap terjalin sampai kapan pun dan dimana pun kita berada.

14.Teman-teman grup A Fakultas Hukum Stella, Arif Dharmawan, Marshal Sianturi, Herman Hutabarat, Herry P.P Kaban, Togar Albertus Nainggolan, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

15.Seluruh teman yang telah mengisi kehidupan penulis selama masa kuliah dan kepada seluruh rekan satu bimbingan skripsi penulis yaitu


(3)

Gultom, Nazla Marpaung, dan Monauli Sitanggang, yang selalu mendukung dan mendoakan saya untuk semangat di dalam mengerjakan skripsi ini.

17. Sahabat-sahabat SMA (Smart Antonius Karel Syataw, Erwni Fransiskus Limbong, dan Melina Agustina), terimakasih buat persahabatan yang telah kita jalani selama 6 tahun ini,dan terimakasih untuk semangat serta dukungan yang telah diberikan.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bukan hanya kepada penulis , tetapi juga kepada masyarakat.

Medan, Mei 2015 Penulis

Roland Tampubolon NIM. 110200376


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ... 7

2. Sumber Data ... 8

3. Metode Pengumpulan Data ... 8

4. Analisa Data ... 8

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Diversi ... 9

2. Pengertian Anak ... 10

3. Pengertian Pelaku Tindak Pidana ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 16 BAB II PENGATURAN DIVERSI DI INDONESIA


(5)

B.Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

1. Dasar Pemikiran dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

a. Dasar Pemikiran Sistem Peradilan Pidana Anak .... 27

b. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak ... 31

2. Model-Model Peradilan Anak di Beberapa Negara a. Prancis ... 33

b. Inggris ... 34

3. Diversi dan Restorative Justice a. Diversi ... 36

b. Restorative Justice ... 40

C.Menurut Perma No.4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak ... 43

BAB III PELAKSANAAN DIVERSI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN A. Ketentuan Tindak Pidana 1. Tindak Pidana yang Dapat Dilakukan Diversi ... 51

2. Tindak Pidana yang Tidak Dapat Dilakukan Diversi .... 52

B. Syarat Pelaksanaan Diversi 1. Kategori Tindak Pidana ... 55

2. Usia Anak ... 56

3. Persetujuan Melaksanakan Diversi dari Pihak Korban . 56 4. Fasilitator Diversi ... 57

5. Pembimbing Kemasyarakatan ... 58

C. Prosedur Diversi di Pengadilan Negeri Medan ... 61


(6)

BAB IV UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN DALAM MENGHADAPI HAMBATAN PELAKSANAAN DIVERSI

A. Substansi Hukum ... 75 B. Cultural Masyarakat

1. Pengetahuan Masyarakat ... 78 2. Penyuluhan Kepada Masyarakat ... 78 3. Mental Masyarakat ... 79 C. Aparat Penegak Hukum

1. Pelatihan ... 80 2. Sertifikasi ... 81 3. Surat Ketetapan ... 82 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA ... 86