Peranan Beberapa Jenis dan Populasi Cacing Tanah sebagai Vektor Aspergillus niger ke Potongan Batang Kelapa Sawit

4

TINJAUAN PUSATAKA
Cacing Tanah
Cacing tanah adalah organisme eukaryot dan multiselular, berbentuk
silindris yang tubuhnya terdiri dari deretan segmen-segmen yang serupa dan
berbentuk cincin-cincin kecil. Tubuh mereka dilapisi oleh lendir yang lembab
yang berfungsi untuk respirasi. Kepala cacing tanah kurang berkembang
dibandingkan dengan spesies annelida lainnya. Cacing tanah mempunyai bulu di
tubuhnya yang menolong mereka untuk memantelkan dirinya pada permukaan
selama pergerakannya. Mereka mempunyai kemampuan untuk bergerak dan
tergantung dari bahan tanaman yang mati dan mikrobia untuk makanannya
(Hanafiah et al. 2009).
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah yang tidak memiliki tulang
belakang (invertebrata) dan digolongkan ke dalam ordo Oligochaeta, kelas
Chaetopoda, dan filum Annelida. Penggolongan ini didasarkan pada bentuk
morfologi, karena tubuhnya tersusun atas segmen-segmen yang berbentuk cincin
(annulus), setiap segmen memiliki beberapa pasang setae, yaitu struktur berbentuk
rambut yang berguna untuk memegang substrat dan bergerak, tubuh dibedakan
atas bagian anterior dan posterior, pada bagian anteriornya terdapat mulut,
prostomium dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelium

(Edward and Lofty, 1997).
Berdasarkan fungsi pada ekosistem, strategi mencari makan dan membuat
liang, cacing tanah dibagi menjadi tiga kelompok yaitu epigeik, anesik, dan
endogeik (Hieronymus, 2010). Cacing tanah epigeik yaitu cacing tanah yang
hidupnya (tinggal dan memperoleh makanan) di permukaan tanah atau di lapisan

Universitas Sumatera Utara

5

organik. Cacing tipe epigeik berperan dalam penghancuran serasah dan
transformasi bahan organik tetapi tidak aktif dalam penyebaran serasah. Ciri lain
dari jenis ini adalah cacing tanah tidak membuat lubang di dalam tanah dan
meninggalkan casting (Handayanto dan Hairiah, 2009).
Cacing tanah anesik yaitu cacing tanah pemakan serasah yang
diperolehnya di permukaan tanah dan dibawa masuk ke segala lapisan dalam
profil tanah, melalui aktivitas ini akan membentuk liang atau celah yang
memungkinkan sejumlah tanah lapisan dan bahan organik masuk dan tersebar ke
lapisan bawah. Cacing tipe ini akan mempengaruhi sifat fisik tanah antara lain
struktur dan konduktivitas hidrolik (Spurgeon et al. 2013).

Cacing tanah endogeik hidup dan makan di dalam tanah, makanannya
yaitu bahan organik termasuk akar-akar yang telah mati di dalam tanah, dan sering
pula mencernakan sejumlah besar mineral tanah. Kelompok cacing ini berperan
penting dalam mencampur serasah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan
bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang
kotorannya di alam tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon dan hara
lainnya daripada tanah di sekitarnya (Handayanto dan hairiah, 2009).
Ekologi Cacing Tanah
Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap aktivitas pergerakan caing
tanah karena sebagian tubuhnya terdiri dari air berkisar 75-90% dari berat
tubuhnya. Itulah sebabnya usaha pencegahan kehilangan air merupakan masalah
bagi cacing tanah. Meskipun demikian cacing tanah masih mampu hidup dalam
kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan dengan cara berpindah ke
tempat yang lebih sesuai atau pun diam. Lumbricus terretris misalnya, dapat

Universitas Sumatera Utara

6

hidup walaupun kehilangan 70% dari air tubuhnya. Kekeringan yang lama dan

berkelanjutan dapat menurunkan jumlah cacing tanah. Cacing tanah menyukai
kelembaban sekitar 12.5-17.2% (Agustini, 2006).
Perbedaan faktor fisik kimia pada lahan pertanian organik dan anorganik
merupakan faktor yang mempengaruhi kehadiran cacing tanah. Faktor yang
sangat besar mempengaruhi kehadiran cacing tanah adalah kelembapan tanah.
Kelembapan tanah pada pertanian organik sebesar 62,7% sedangkan pada
pertanian anorganik sebesar 53,7% (Jayanthi et al. 2014).
Suhu tanah pada umumnya dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi
dan metabolisme. Tiap spesies cacing tanah meiliki kisaran suhu optimum
tertentu, contohnya L. rubellus kisaran suhu optimumnya 15-180 C, L. terrestris ±
100 C, sedangkan kondisi yang sesuai untuk aktivitas cacing tanah di permukaan
tanah pada waktu malam hari ketika suhu tidak melebihi 10.50 C
(Wallwork, 1970).
Cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah, karena itu pH
merupakan faktor pembatas dalam menentukan jumlah spesies yang dapat hidup
pada tanah tertentu. Dari penelitian yang telah dilakukan secara umum didapatkan
cacing tanah menyukai pH tanah sekitar 5.8-7.2 karena dengan kondisi ini
bakteridalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan
pembusukan. Penyebaran vertikal maupun horizontal cacing tanah sangat
dipengaruhi oleh pH tanah (Edward dan Lofty, 1977).

Bahan organik tanah sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat
diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya. Bahan organik juga mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

7

sifat fisik-kimia tanah dan bahan organik itu merupakan sumber pakan untuk
menghasilkan

energi

dan

senyawa

pembentukan

tubuh


cacing

tanah

(Anwar, 2009).
Faktor makanan baik jenis maupun kuantitas vegetasi yang tersedia di
suatu habitat sangat menentukan keanekaragaman spesies dan kerapatan populasi
cacing tanah di habitat tersebut. Pada umumnya cacing tanah lebih menyenangi
serasah herba dan kurang menyukai serasah pohin gugur dan daun yang berbentuk
jarum. Selanjutnya dijelaskan bahwa cacing tanah lebih menyenangi daun yang
tidak mengangdung tannin (Edwards dan Lofty, 1977).
A. niger
Pemberian mikroorganisme selulolitik telah mampu memberikan nutrisi
yang seimbang bagi kebutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Pelapukan bahan organik menghasilkan asam-asam organik seperti gugus asam
humat dan asam fulfat yang memegang peranan penting dalam pengikatan unsur
hara sehingga tersedia bagi tanaman. Asam humat dan asam fulfat merupakan
senyawa kompleks yang berperan penting dalam reaksi-reaksi kimia dan biokimia
di dalam tanah seperti Kejenuhan Basa (KB) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK)

(Gusmawati, et al. 2013).
Secara luas Aspergillus didefinisikan sebagai suatu kelompok nukosis
penyebab dari fotogenosa yang bermacam-macam. A. niger termasuk ke dalam
kelas Ascomycetes. Di dalam industri A. niger banyak dipakai dalam proses
produksi asam sitrat. A. niger spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil
selulase dan crude enzyme secara komersial serta penanganannya mudah dan
murah. Fungi-fungi tersebut sangat efisien dalam memproduksi selulase (Mrudula

Universitas Sumatera Utara

8

dan Murugamal, 2011).
Ciri-ciri umum dari A. niger antara lain:
a. Warna konidia hitam kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat.
b. Bersifat termofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya
peningkatan suhu.
c. Dapat hidup dalam kelembaban nisbi 80.
d. Dapat menguraikan benzoat dengan hidroksilasi menggunakan enzim
benzoat-4 hidroksilase menjadi 4-hidroksibenzoat.

e. Memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa
4-hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoat.
f. Natrium & formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergilus niger.
g. Dapat hidup dalam spons.
h. Dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan makanan yang
memiliki kadar garam tinggi.
i. Dapat mengakumulasi asam sitrat (Gandjar, 2006).
Cacing Tanah dan A. niger
Makanan cacing tanah terdiri dari daun daunan, sisa tumbuhan/hewan
yang ada dalam tanah. Makanan tersebut ditelan masuk kemulut kemudian ke
phaynx kemudian terus ke esophagus kemudian dilanjutkan ke crop. Crop ini
hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan. Setelah itu, dilanjutkan ke
gizzard yang berfungsi sebagai alat penggilingan bekerja menghancurkan bahan
makanan yang bercampur dengan tanah. Bahan makanan yang mengandung
selulosa didegradasi oleh mikoorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan
cacing tanah. Mikroba selulolitik yang terdapat dalam saluran pencernaan cacing

Universitas Sumatera Utara

9


tanah berperan aktif dalam mendegradasi selulosa. Selulosa ini sulit didegrasai
oleh mikroorganisme lain. Sehingga oleh mikroba selulolitik bahan makanan
tersebut dapat denga mudah didegradasi . Pada akhirnya zat zat makanan akan
diserap oleh pembuluh darah dan sisa zat makanan akan dibuang melalui anus
dikenal sebagai kascing yang merupakan hasil vermikasi (Suhartanti et.al. 2014).
Hasil penelitian Dewi (2002) menyebutkan ada asosiasi mutualisme antara
cacing tanah dan mikroba selulotik. Cacing tanah terlebih dahulu mencabik-cabik
bahan organic tersebut, sehingga meningkatkan area permukaan untuk kolonisasi
bakteri. Bahan organik yang sudah didekomposisi oleh mikroba tersebut
dimanfaatkan kembali oleh cacing tanah.

Gambar 1. Saluran Pencernaan Cacing Tanah
Penelitian Vijayakumar et al. (2009) menyatakan bahwa isolasi mikroba
yang dilakukan dari saluran pencernaan cacing tanah Peryonix excavates didapati
bahwa Bacillus sp, Pseudomonas sp, Cellulomonas sp dan A. niger mendegradasi
selulosa lebih cepat dibandingkan isolat yang lain.
Hasil penelititan Dedeka et al. (2010) menunjukkan ada tujuh spesies
jamur yang diisolasi dari tiga jenis kotoran cacing tanah. Diantaranya A. niger,
Aspergillus fumigatus, Aspergillus terrreus, Fusarium compacticum, Fusarium

oxysporum, Penicillium chrysogenum dan Penicillium oxilicum. Hanya A. Niger
dan P. chrysogenum yang diisolasi dari pellet casts (kotoran cacing tanah

Universitas Sumatera Utara

10

berbentuk butiran); A. fumigatus, F. oxysporium, P. oxilicum diisolasi dari turret
cast (kotoran cacing tanah berbentuk menara) sedangkan A. niger, A. terreus and
F. compacticum diperoleh dari mass cast (kotoran cacing tanah berbentuk
gerombol)
Cacing tanah dalam melakukan dekomposisi limbah organik sangat
tergantung dari aktivitas mikroba, terutama mikroflora. Di dalam saluran
pencernaan cacing tanah, terkandung berbagai enzim seperti selulase, kitinase,
lipase dan protease (Yuliprianto, 1996). Hal itu disebabkan karena di dalam
saluran pencernaan cacing tanah mengandung berbagai konsorsium mikroba
sinergis seperti protozoa, bakteri dan mikro fungi yang mampu mendegradasi
senyawa selulosa, antinutrisi dan mengandung berbagai enzim seperti lipase,
protease, urease, selulase, amilase, dan chitinase Patma dan Saktivhel (2012)
dalam Antari et al. (2016).

Kotoran cacing tanah mengandung bakteri, aktinomisetes dan fungi di
samping zat pengatur tumbuh yang berupa giberelin, sitokinin dan auksin. Karena
proses dekomposisi merupakan proses enzimatik, maka ada dugaan bahwa
mikroba-mikroba tersebut berperan dalam menghasilkan enzim-enzim tertentu
untuk merombak bahan-bahan organik (Yuliprianto, 1996).
Pada proses secara langsung, peranan mikroba sepertinya belum nampak~
karena cacing tanah menggunakan komponen sistem pencernaannya· yang berupa
mulut, faring, kerongkongan, tembolok, lambung dan usus. Di samping itu,
disebabkan pula oleh adanya enzim-enzim daiam sistem pencernaan cacing tanah
(allochtonous microflora). Vermikompos yang terbentuk secara tidak langsung,
dalam dekomposisi limbah organik cacing tanah dibantu oleh mikroflora

Universitas Sumatera Utara

11

simbiosis (bakteri dan fungi), terutama dalarn merombak senyawa-senyawa
organik resisten yang tidak dapat dipecah oleh cacing tanah karena terbatasnya
jenis-jenis enzim dalam tubuhnya. Pada sistem intermediet, cacing tanah
menggunakan senyawa organik terasimilasi yang disebabkan oleh mikroflora. Di

samping cacing tanah banyak dibantu oleh mikroba, cacing tanah juga berperan
menyediakan medium yang disukai oleh mikroba (Yuliprianto, 1996).

Universitas Sumatera Utara