Keseimbangan Kedudukan Hukum Para Pihak Pada Transaksi E-Commerce (Studi Pada PT. Bukalapak.Com)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Sejarah belanja online dimulai pertama kali di Inggris pada tahun 1979 oleh

Michael Aldrich dari Redifon Computers. Ia menyambungkan televisi berwarna dengan
komputer yang mampu memproses transaksi secara realtime melalui sarana kabel telepon.
Sejak tahun 1980, ia menjual sistem belanja daring yang ia temukan di berbagai penjuru
Inggris.
Pada tahun 1992, Charles Stack membuat toko buku daring pertamanya yang
bernama Book Stacks Unlimited yang berkembang menjadi Books.com yang kemudian
diikuti oleh Jeff Bezos dalam membuat situs web Amazon.com dua tahun kemudian.
Selain itu, Pizza Hut juga menggunakan media belanja online untuk memperkenalkan
pembukaan toko pizza online.
Kemudian pada tahun 1996, eBay situs belanja daring lahir dan kemudian
berkembang menjadi salah satu situs transaksi daring terbesar hingga saat ini.
Di Indonesia sendiri, fenomena transaksi dengan menggunakan fasilitas internet (ECommerce) ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculnya situs www.sanur.com
sebagai toko buku online pertama. 1

Meski belum terlalu populer, pada tahun 1996 mulai bermunculan berbagai
situs yang melakukan E-Commerce. Sepanjang tahun 1997-1998 ,
Commerce

di

Indonesia

sedikit

menurun

disebabkan

eksistensi Ekarena

krisis

1


Yusuf Rendy, Tantangan dan Peluang E-Commerce, diakses dari
http://analisis.kontan.co.id/news/tantangan-dan-peluang-E-Commerce, pada tanggal 2 Oktober
2016

1
Universitas Sumatera Utara

2

ekonomi. Namun, sejak tahun 1999 hingga saat ini,

transaksi E-Commerce kembali

menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada minoritas
masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi.
Dewasa ini hampir tidak ada kegiatan manusia modern yang lepas dari teknologi
komputer yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara
efisien. Bahkan dalam perkembangannya, komputer telah mengubah kebiasaan atau gaya
hidup yang beralih dari alam wujud atau fisik ke alam elektronik atau non-fisik, yang
disebut sebagai ruang maya (cyberspace), dimana orang dapat melakukan segala kegiatan

melalui internet, misalnya membeli barang, memesan tiket pesawat dan sebagainya yang
lebih dikenal dengan kegiatan perdagangan elektronik (E-Commerce).
Perkembangan komputer tidak lepas pengertian dari komputer yang diberikan
oleh para pakar, diantaranya adalah pendapat Robert H. Blissmer yang menekankan
pengertian komputer berdasarkan fungsi umum dari komputer. Menurutnya, komputer
adalah “suatu alat yang mampu melakukan tugas seperti menerima, memproses input
sesuai dengan program, dan menyimpan perintah-perintah dan hasil dari pengolahan,
menyediakan output dalam bentuk informasi” 2.
Dunia maya ini sebenarnya telah mengubah kebiasaan orang banyak, contohnya
adalah orang-orang yang saat ini telah terbiasa dalam kehidupannya menggunakan
internet dimulai pekerjaan sampai dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Misalnya
dimulai dari berbelanja, mengirim surat, mencari informasi, berkomunikasi (chatting,
bertelepon via internet hingga conference call), melakukan transaksi perbankan,
menonton (film sampai dengan pertandingan yang disiarkan live) mendengarkan radio,
dan lain-lain. Semua ini dapat dilakukan melalui internet. Praktis pada saat ini pada
hampir semua kegiatan yang dapat dilakukan di dunia nyata dapat dilakukan di dunia
2

Jogiyanto H.M, Pengenalan Komputer, Andi Offset, Yogyakarta, 1989, hlm. 3.


Universitas Sumatera Utara

3

maya. Bahkan dampak negatifnya adalah di dunia maya orang dapat melakukan berbagai
tindakan kejahatan yang justru tidak dapat dilakukan di dunia nyata.
Pada transaksi-transaksi yang tradisional, segala sesuatu dilaksanakan dengan
menggunakan dokumen fisik/kertas. Dengan kata lain, transaksi-transaksi tersebut
merupakan paper-based transaction. Apabila terjadi sengketa di antara para pihak yang
bertransaksi, maka dokumen-dokumen kertas itulah yang akan diajukan sebagai bukti
oleh masing-masing pihak untuk memperkuat posisi hukum masing-masing. Hal ini
tentunya sangat berbeda dengan transaksi E-Commerce. Transaksi E-Commerce adalah
paperless transaction. Dokumen-dokumen yang dipakai bukanlah paper document,
melainkan digital document.
Dengan semakin majunya era globalisasi, tidak dapat ditampik bahwa jual-beli
yang dilakukan secara online semakin marak. Mulai dari barang terkecil sekalipun sampai
dengan barang yang terbesar. Bahkan pada beberapa situs tertentu, jual-beli jasa juga
dapat dilakukan selain daripada produk-produk yang diperjual-belikan pada umumnya.
Banyaknya sarana untuk bertransaksi online juga memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk bertransaksi dari mana saja.

Semakin banyaknya jenis sarana yang disediakan oleh penyedia layanan jual-beli
membuat para konsumen mendapat semakin banyak pilihan dalam berbelanja online.
Namun disisi lain, para konsumen seringkali tidak dibekali kenyamanan dan keamanan
dalam berbelanja dengan aturan-aturan yang diberlakukan oleh penyedia layanan jual-beli
tersebut.
Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjelaskan bahwa pemanfaatan
teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk

Universitas Sumatera Utara

4

memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi. 3
Salah satu perkembangan telekomunikasi dan komputer adalah lahirnya model
transaksi yang tidak perlu bertemu secara langsung (face to face). Transaksi cukup
dilakukan dengan menggunakan media elektronik yaitu gadget dan internet. Transaksi ini
dikenal dengan nama electronic commerce (E-Commerce). Dalam bidang perdagangan,
internet mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena

kontribusinya terhadap efisiensi di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu
(global communication network). Dengan semakin populernya internet seakan telah
membuat dunia semakin menciut dan semakin memudarkan batas-batas negara berikut
kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Komputer sebagai alat bantu manusia dengan
didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan
jaringan publik (public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. 4
Adapun tujuan utama dari para penjual produk dan servis membuat sebuah
storefront yang menyediakan katalog produk dan servis yang diberikan adalah agar calon
pembeli dapat melihat-lihat produk dan servis yang tersedia seperti halnya dalam
kehidupan sehari-hari dengan melakukan window shopping. Bedanya, (calon) pembeli
dapat melihat-lihat maupun melakukan transaksi ini kapan saja dan darimana saja dia
berada tanpa dibatasi oleh jam buka toko.
Disamping tujuan utama tersebut, ternyata penetrasi media internet dalam dunia
perdagangan/bisnis di Indonesia memberikan banyak dampak perubahan, salah satunya
adalah tidak diperlukan lagi pertemuan dalam suatu transaksi. Walaupun secara praktis
tidak ada lagi komunikasi empat mata antar pihak dalam suatu transaksi, metode transaksi
3

Pasal 4 huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

4
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, Rajawali Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 142.

Universitas Sumatera Utara

5

seperti ini cenderung menimbulkan ketidakjelasan mengenai barang yang ditawarkan,
terlebih apabila barang yang ditawarkan membutuhkan pengenalan secara fisik. Barang
yang dikirim juga tidak dapat dipastikan apakah sesuai dengan yang dipesan, padahal
yang kita ketahui bahwa hubungan yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha
senantiasa dimaksudkan agar kedua belah pihak menikmati keuntungan. Kondisi inilah
yang seringkali timbul dalam setiap transaksi dengan mempergunakan internet.
Sebaliknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sekarang berlaku di Indonesia
masih berbasis pada sesuatu yang sifatnya fisik dan belum kepada transaksi yang bersifat
virtual/maya. Transaksi perdagangan melalui media elektronik atau lazim disebut ECommerce masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum ada pengaturannya.
Dengan adanya fenomena semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi
yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang
atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha, maka perlindungan
hukum terhadap konsumen dipandang sangat penting keberadaannya. Sebab dalam

rangka mengejar produktivitas dan efisiensi tersebut, pada akhirnya baik secara langsung
atau tidak langsung, konsumenlah yang menanggung dampaknya. 5
Dalam pelaksanaannya, e-commerce mengalami permasalahan khususnya yang
berkaitan dengan kontrak, perlindungan konsumen, pajak, yurisdiksi dan digital signature.
Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini diatur mengenai transaksi

5

Sri Redjeki Hartono, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Pada Era
Perdagangan BebasDalam Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm.
33.

Universitas Sumatera Utara

6

elektronik di mana salah satunya adalah kegiatan mengenai jual-beli dalam media internet
ini. 6

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan transaksi
elektronik adalah:
“perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya.”
Sesuai dengan pengertian di atas, maka kegiatan jual beli yang dilakukan melalui
komputer ataupun handphone dapat dikategorikan sebagai suatu transaksi elektronik.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga mewajibkan pelaku usaha
untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar. Kewajiban tersebut terdapat dalam
Pasal 9 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang berbunyi :
“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan” 7, diantaranya:
1.

Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya,
baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

2.


Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya
perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan seperti nama,
alamat, dan deskripsi barang/jasa.

6

Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm.133-135.
7

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

Universitas Sumatera Utara

7

Hal ini juga sejalan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa hak konsumen adalah :

1.

hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;

2.

hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3.

hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;

4.

hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;

5.

hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6.

hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7.

hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;

8.

hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;

9.

hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 8
KUHPidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sebenarnya mengatur

sebuah perbuatan yang dilanggar bagi para pelaku usaha. Pada dasarnya penipuan secara
jual beli di internet ini tidak jauh berbeda dengan penipuan secara konvensional. Yang
membedakan hanyalah sarana perbuatannya, yaitu penipuan tersebut menggunakan
sarana elektronik. Karena itu, penipuan E-Commerce dapat dikenakan Pasal 378
KUHPidana. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga telah mengatur

8

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

8

bentuk penipuan dalam media internet ini. Dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”.
Adapun perbuatan yang dianggap mengandung sifat ketidakadilan dan
berdasarkan sifatnya yang patut dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UndangUndang adalah mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Perbuatan
tersebut dapat mengandung unsur delik penuh bilamana dianggap terlaksana penuh
dengan perbuatan yang dilarang Undang-Undang, yakni menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan, dan menimbulkan akibat kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Dengan demikian, delik ini termasuk delik materiil atau delik dengan perumusan materiil,
yakni delik yang baru dianggap terlaksana penuh bahwa unsur kerugian konsumen dalam
transaksi dengan elektronik harus dibuktikan terlebih dahulu. 9
Beberapa penjelasan pada sebelumnya diatas sedikit banyak telah menjelaskan
bagaimana fenomena yang sekarang ini sering terjadi, yaitu dalam transaksi yang
dilakukan di dalam media internet ini juga meninggalkan masalah mengenai keabsahan
sebuah kontrak elektronik dalam transaksi jual beli dalam media internet ini, apabila
dilihat dalam hukum perikatan. 10
Walaupun beberapa permasalahan yang ada sudah dapat diselesaikan dengan
munculnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ini, namun mengenai masalah perlindungan konsumen dalam e-commerce
masih perlu untuk dikaji lebih dalam, apakah Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008
9

Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Studi kasus : Prita
Mulyasari, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009, hlm. 99-100.
10

K. Muljadi dan G. Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara

9

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah mampu memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen atau tidak. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu
dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada
konsumen, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung. Jika tidak
berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan
menjadi obyek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa
disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Kehadiran e-commerce tentunya memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada
konsumen, karena konsumen tidak perlu keluar rumah untuk berbelanja. Disamping itu,
pilihan barang/jasa pun beragam dengan harga yang relatif lebih murah. Hal ini
memberikan dampak yang positif dan sekaligus negatif. Positif dikarenakan kondisi
tersebut dapat memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih secara bebas
barang/jasa yang diinginkannya kapanpun dan dimanapun. Konsumen memiliki
kebebasan untuk menentukan jenis dan kualitas barang/jasa sesuai dengan kebutuhannya.
Dikatakan negatif karena kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumen menjadi lebih
lemah dibandingkan dengan posisi pelaku usaha. 11
Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap
konsumen sering terjadi karena masih rendahnya kesadaran konsumen akan haknya.
Tentunya, hal ini terkait erat dengan rendahnya pemahaman konsumen mengenai apa
yang menjadi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu keberadaan Undang-undang Nomor

11

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Yogyakarta, 2008,

hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

10

8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat
bagi upaya pemberdayaan konsumen. 12
Berdasarkan kondisi tersebut, upaya pembekalan hak-hak konsumen menjadi
sangat penting. Untuk mewujudkan hal ini akan sangat sulit jika mengharapkan kesadaran
dari pelaku usaha terlebih dahulu karena prinsip yang dianut oleh pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan perdagangannya adalah dengan mengutamakan prinsip ekonomi
dasar, yaitu mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal
mungkin. Artinya, dengan pemikiran umum seperti ini, sangat mungkin konsumen akan
dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

B.

Perumusan Masalah
Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat merumuskan

beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai
berikut :
1.

Bagaimana pengaturan E-Commerce di Indonesia?

2.

Bagaimanakah kedudukan hukum para pihak dalam transaksi E-Commerce?

3.

Apa upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan terkait dengan
transaksi E-Commerce ?

C.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah diatas adalah sebagai

berikut :
a.

Untuk memahami lebih dalam mengenai transaksi E-Commerce.
12

Ibid, hlm. 29.

Universitas Sumatera Utara

11

b.

Untuk mengetahui keseimbangan kedudukan para pihak dalam transaksi ECommerce.

c.

Untuk mengetahui penyelesaian sengketa konsumen dalam transaksi jual beli
pada media internet.

D.

Manfaat Penelitian

a.

Secara Teoritis
Hasil dari penelitian yang dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia, terutama
dapat menambah pengetahuan di bidang mediasi sebagai salah satu alternatif
penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan. Diharapkan skripsi ini dapat
menambah pengetahuan dan memberikan gambaran yang nyata kepada kalangan
masyarakat Indonesia mengenai kedudukan hukum para pihak dalam transaksi e
– commerce di Indonesia.

b.

Secara Praktis
Skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi rekan mahasiswa, praktisi hukum
terutama bagi advokat dan para hakim, pemerintah, serta masyarakat yang
bersengketa

sebagai

bahan

rujukan

ataupun

pedoman

dalam

rangka

menyelesaikan sengketa para pihak dalam transaksi e-commerce di Indonesia,
sehingga penegakan hukum dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

E.

Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data

yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang

Universitas Sumatera Utara

12

dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya
“pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai
untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu 13. Jenis penelitian hukum yang
dilakukan adalah peneliatian yuridis normatif, penelitian hukum yuridis normatif adalah
penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. 14
1.

Sifat / Bentuk Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis yang berbentuk

studi deskriptif analisis, yakni dengan cara penulisan yang menggambarkan permasalahan
yang didasarkan pada data-data yang ada, lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian di
ambil sebuah kesimpulan. Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang berusaha mengkombinasikan pendekatan normatif dan
empiris. 15 Dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,
putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat.
2.

Lokasi Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelitian di PT. Bukalapak.com

yang merupakan perusahaan media jasa e-commerce yang berlokasi di Jakarta Selatan
yang berkaitan dengan topik yang penulis bahas dalam skripsi ini. Penulis melakukan
penelitian di PT. Bukalapak.com sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa
PT. Bukalapak.com memenuhi karakteristik bagi penulis berkaitan dengan masalah yang
penulis angkat dalam skripsi ini.
13

Bambang Sunggono, Metode Peneitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997, hlm. 27-28.
14

Fahmi M. Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010, hlm. 31.
15

Moleong J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Roda Karya, Bandung,
2004, hlm. 27.

Universitas Sumatera Utara

13

3.

Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data

sekunder dengan menggunakan metode sebagai berikut :
a.

Studi Lapangan (Data Primer)
Wawancara yaitu melakukan penelitian langsung ke lapangan mengenai
efektifitas dari peraturan perundang - undangan yang berhubungan dengan topik
skripsi penulis terhadap praktek di lapangan. Wawancara dilakukan antara
penulis dengan legal officer pada PT. Bukalapak.com.

b.

Studi kepustakaan (Data Sekunder)
Dilakukan dengan mempelajari dan meneliti berbagai sumber bacaan yang
berkaitan dengan topik yang diangkat dalam skripsi ini. Seperti : buku – buku
hukum, makalah hukum, majalah hukum, surat kabar, artikel hukum di internet,
pendapat para sarjana atau pakar di dunia hukum, dan bahan – bahan lainnya.

F.

Keaslian Penulisan
Penulis dalam membuat karya ilmiah atau skripsi ini yang berjudul :

“Keseimbangan Kedudukan Hukum Para Pihak Pada Transaksi E-Commerce (Studi pada
Bukalapak.com)” adalah merupakan wacana yang telah berkembang dewasa ini. Penulis
dalam membahas karya ilmiah ini dengan melihat perkembangan hukum dan
menghubungkannya dengan dasar – dasar hukum yang bersumber dari berbagai peraturan
perundang – undangan serta literatur dan bahan bacaan dari berbagai referensi yang
diperoleh dari referensi kepustakaan, internet maupun media massa.

Universitas Sumatera Utara

14

Penulis dapat menjamin keaslian penulisan karya ilmiah ini, penulis telah
memastikan bahwa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tidak ada judul karya
ilmiah atau skripsi yang sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Dengan demikian,
penulis meyakini bahwa skripsi ini adalah merupakan murni karya asli dari penulis.

G.

Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah di dalam pembahasan skripsi mengenai Keseimbangan

Kedudukan Hukum Para Pihak Pada Transaksi E-Commerce (Studi pada Bukalapak.com),
maka dalam hal ini akan dibagikan dalam beberapa bab. Sistematika penulisan tersebut
dibagi dalam 5 bab, yaitu sebagai berikut :
Bab I

:

Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan,
tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II

:

Pengertian E-Commerce, sejarah dan perkembangan transaksi
E-Commerce di indonesia, keunggulan E-Commerce sebagai
sarana transaksi online di Indonesia dan peraturan perundang–
undangan E-Commerce di Indonesia.

Bab III

:

Sejarah dan perkembangan perlindungan konsumen pada
transaksi E-Commerce, dasar-dasar hukum perlindungan
konsumen, bentuk-bentuk kerugian konsumen dalam transaksi
E-Commerce dan upaya hukum apabila timbulnya kerugian
konsumen.

Universitas Sumatera Utara

15

Bab IV

:

Legalitas transaksi E-Commerce, kedudukan hukum para
pihak dalam transaksi E-Commerce ditinjau dari hukum
kontrak,

faktor-faktor

penyebab

ketidakseimbangan

kedudukan para pihak dalam transaksi E-Commerce.
Bab V

:

Kesimpulan dan Saran, memuat kesimpulan dan saran penulis
sebagai hasil dari analisis penulis atas permasalahan dalam
skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara