Evaluasi Sifat Tanah Pada Beberapateknik Konservasi Tanah Dan Air Di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

17

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena
tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan
kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan
air tanah.Akar sekunder, tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air
tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang
banyak mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang
muncul di atas permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi
pada tanah lapisan atas. Dengan perakaran kuat tersebut, jarang ditemukan pohon
kelapa sawit yang tumbang (Wardiana dan Zainal, 2003).
Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil maka batangnya tidak
mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang berbentuk
silinder dengan diameter antara 20-75 cm atau tergantung pada keadaan
lingkungan.Kelapa sawit mempunyai pertumbuhan terminal, yang mula-mula
terjadi ialah pembesaran batang tanpa diikuti pertambahan tinggi (Mansjur, 1980).
Pertumbuhan meninggi dimulai setelah tanaman berumur 4 tahun, dengan
kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25-40 cm per tahun (Marni,
2009).

Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan biasanya akan tumbuh
dua lembar daun. Pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya akan membentuk
0

sudut 135 (Sastrosayono, 2006). Daun-daun tersebut akan membentuk suatu
pelepah yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5–9 m. Daun yang masih

18

muda belum membuka dan tegak berdiri. Pada tanah-tanah yang subur daun
akancepat membuka yang berarti makin efektif menjalankan fungsinya sebagai
pusat proses assimilasi, berlangsungnya fotosintesa dan alat respirasi (Mansjur,
1980). Untuk tanaman yang tumbuh normal terdapat 45 sampai 55 pelepah daun.
Kedudukan daun pada batang dirumuskan dengan rumus daun (phylotaxis) 3/8,
pada setiap 3 putaran terdapat 8 daun. Letak daun kesembilan berada di garis lurus
dari daun yang pertama (Sastrosayono, 2006).
Tanaman kelapa sawit dilapangan mulai berbunga

pada umur 12-14


bulan, sebagian dari tandan bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah
antesis. Tanaman kelapa sawit termasuk dalam tumbuhan berumah satu
(monocous) artinya karangan bunga jantan dan betina terdapat dalam satu pohon,
tetapi tempatnya berbeda. Karngan bunga jantan dan betina pada satu pohon tidak
matang bersamaan, sehingga bungan betina pada pohon diserbuki oleh serbuk sari
pohon lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005)
Tandan bunga terletak pada ketiak daun, mulai muncul setelah tanaman
berumur satu tahun di lapangan. Karena pada setiap ketiak daun terdapat potensi
untuk menghasilkan bakal bunga, maka semua faktor yang mempengaruhi
pembentukan daun juga akan mempengaruhi potensi bakal bunga serta dapat juga
mempengaruhi perkembangan bunga. Bakal bunga terbentuk sekitar 33-34 bulan
sebelum bunga mekar (anthesis), sedangkan pemisahan bunga jantan dan betina
terjadi sekitar 14 bulan sebelum antesis (Siregar, 2003).
Kira-kira lima bulan setelah terjadinya penyerbukan, buah menjadi masak.
Tiap buah panjangnya 2-5 cm dan beratnya dapat melebihi 30 gram. Bagianbagiannya terdiri dari kulit buah (exocarp), daging buah (pulp, mesocarp) yang

19

banyak mengandung minyak, cangkang (tempurung, shell, endocarp), dan inti
(kernel, endosperm), mengandung minyak seperti minyak kelapa. Exocarp dan

mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp yaitu bagian buah yang
mengandung sebagian besar minyak kelapa sawit. Rendemen minyak dalam
pericarp sekitar 24%, sedangkan dalam inti hanya sekitar 4%. Kualitas minyak
inti lebih baik daripada minyak yang terkandung dalam pericarp (Marni, 2009)
Iklim
Pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor luar
maupun dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor luar adalah lingkungan
antara lain iklim dan tanah dan teknik budidaya yang dipakai. Faktor-faktor iklim
yang terpenting adalah curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan radiasi
sinar matahari. Disamping itu factor lain seperti tinggi tempat dari permukaan laut
(elevasi) dan jarak dari khatulistiwa (latitude dinyatakan dalam derajat LU atau
LS). Curah hujan sekitar 2000 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun.
Rata-rata suhu maksimum antara 29-32oc dan rata-rata suhu minimum antara 2224oc. Penyinaran sekurang-kurangnya 5 jam/hari (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005).
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawitantara 5-7
jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujantahunan 1.500-4.000 mm,
temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang idealuntuk
tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu
proses penyerbukan (Kiswanto at al., 2008).


20

Tanah
Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang sangat dipengaruhi sifat fisik
dan kimia tanah. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan
dengan baik di tanah mineral maupun di tanah gambut. Dengan demikian,
spektrum jenis tanah yang sesuai untuk kelapa sawit cukup lebar dan dapat
mencakup beragam jenis tanah. Berbagai jenis tanah mineral di Indonesia cukup
sesuai seperti Ultisol, Inceptisol, Entisol, Andisol, maupun Oxisol. Karakteristik
tanah yang digunakan meliputi batuan di permukaan tanah, kedalaman efektif
tanah, tekstur tanah, kondisi drainase tanah, dan tingkat kemasaman tanah (pH).
Tanah yang baik bagi tanaman kelapa sawit adalah tanah lempung berdebu,
lempung liat berdebu, lempung berliat dan lempung liat berpasir. Kedalaman
efektif tanah yang baik adalah jika lebih dalam dari 100 cm. Kemasaman (pH)
tanah yang optimal adalah pada pH 5-6 dan pH 3,5-4 pada lahan gambut. Sifat
kimia tanah seperti kemasaman (pH) dapat diatasi melalui pemupukan dolomite,
kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (rock phosphate). Sifat fisik dan biologi
tanah dapat diperbaiki dengan penggunaan bahan organik (PPKS,2006).
Secara umum unsur kemampuan lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus
mengacu pada tiga faktor yaitu lingkungan, sifat fisik lahan dan sifat kimia tanah

atau kesuburan tanah. Sebagian besar dari lahan-lahan yang dipakai untuk usaha
tani kelapa sawit termasuk jenis tanah adalah Latosol (orisol), alluvial dan laterit
(ultisol). Sedangkan Purba dan Lubis mencatat tujuh jenis tanah yang dapat
dipakai untuk usaha tani kelapa sawit yaitu tanah-tanah organosol, regosol,

21

andosol, alluvial, latosol, padsolik merah kuning dan padsolik coklat
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan
unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 di mana C 1,0% dan N 0,1%.
Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu untuk Mg 0,4 -1,0 me/100
g, sedangkan K 0,15-1,20 me/100 g. Namun, faktor pengelolaan budi daya atau
teknis agronomis dan sifat genetis tanaman juga sangat menentukan produktivitas
kelapa sawit (Wardiana dan Zainal, 2003).
Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman
kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. “Drainase yang jelek
bisa menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi akan
terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen (N). Karena itu,
drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan

lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang (Sunarko, 2008).
Kelapa Sawit Menghasilkan
Suatu

areal

pertanaman

dikategorikan

menjadi

areal

tanaman

menghasilkan jika pada areal tersebut 60% dari jumlah pohon yang ditanam telah
mencapai matang panen, berat rata-rata tandan >3 kg, dan buahnya telah
membrondol secara alamiah menurut kriteria yang berlaku (Standar Prosedur
Operasi tanaman kelapa sawit PTPN IV persero, 2007)

Pada umumnya kelapa sawit tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Pada 3 tahun
pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, karena pada umur tersebut pohon
kelapa sawit belum menghasilkan buah. Pohon kelapa sawit akan mulai berbuah
pada umur 4 sampai enam tahun, dan pada usia tujuh tahun disebut sebagai

22

periode matang (the mature periode) di mana pada saat itu tanaman mulai
menghasilkan tandan buah segar (fresh fruit bunch). Pada usia 11 sampai 20 tahun
pohon kelapa sawit akan mengalami penurunan produksi, dan biasanya pada usia
20 – 25 tahun tanaman kelapa sawit akan mati (Fauzi et al., 2002).
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Limbah padat kelapa sawit terdiri dari tandan buah kosong, serat, cangkang
biji, batang pohon dan pelepah daun. Tandan kosong kelapa sawit(TKKS)
merupakan limbah yang dihasilkan sebanyak 23 % dari tandan buah segar (TBS)
(Darnoko dan Sembiring, 2005).
TKKS adalah limbah padat yang terbuang dari proses penebahan setelah
tandan rebus dipisahkan dari buahnya, banyaknya lebih kurang 25 % dari TBS
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Ketersedian TKKS cukup besar sejalan
dengan peningkatan jumlah dan kapasitas pabrik kelapa sawit (PKS) untuk

menyerap TBS yang dihasilkan (Tobing, 2003).
Salah satu potensi TKKS yang cukup besar adalah sebagai bahan pembenah
tanah dan sumber hara bagi tanaman.Potensi ini didasarkan pada materi TKKS
yang merupakan bahan organik dengan kandungan hara yang cukup tinggi.
Tandan kosong sawit mengandung 42,8 % C, 2,90 % K2O, 0,80 % N, 0,22 %
P2O5, 0,30 % MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan
51 ppm Zn (Singh et al., 1990). Pemanfaatan TKS sebahai bahan pembenah tanah
dapat dilakukan dengan cara aplikasi langsung sebaagai mulsa dan kompos TKS
(Tobing, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS (2006), Pabrik Minyak
Sawit menghasilkan limbah padat dan limbah cair memiliki potensi pemanfaatan

23

sebagai pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit. Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung ; 42,8 % C, 2,90 % K2O,
0,80% N, 0,22% P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B,
23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton Tandan Kosong sawit
mengandung unsur hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP
dan 2 kg kiserit

Sarah,et al (2008) menyatakan TKS merupakan limbah padat yang dihasilkan
dari prosespengolahan tandan buah segar (TBS) dengan jumlah 22-23% TBS
(Darnoko, 1992). Pada tahun 1994 jumlah TKS yang dihasilkan sebanyak 12,4
juta ton (Republic on-line, 2006) dengan asumsi bahwa 1 Ha kebun menghasilkan
20 ton TBS. Menurut Darnoko(Darnoko, 1993 dalam Haryati,et al,2003), TKS
mengandung 45,95% selulosa, 22,84% hemiselulosa, 16,49% lignin, 1,23% abu,
0,53%nitrogen, dan 2,41% minyak. Sedangkan biladitinjau dari segi unsur
penyusunnya, makakomposisi TKS terdiri dari 42,8% C, 2,9% K2O,0,8% N,
0,22% D2O5, 0,3% MgO, 10 ppm B, 23 ppmCu dan 51 ppm Zn. Deptan (2006)
dalam Sarah menyatakan melalui kegiatan mikroorganisme tanah atau proses
mineralisasi, unsur hara yang didapati pada tandan kosong kelapa sawit kembali
ke dalam tanah. Namun unsur hara tersebut tidak seluruhnya dapat diserap oleh
akar

tanaman

disebabkan

terinmobilisasi


(digunakan

langsung

oleh

mikroorganisme tanah untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan organik memberikan
manfaat yang sangat besar. Bahan organik dapat menjadi sumber unsur hara
N,P,K, dan lainnya, meningkatkan KTK tanah,mengurangi jerapan P melalui
pembentukan senyawa kompleks dengan oksida amorf, meningkatkan dan

24

memperbaiki agregasi tanah dan lengas tanah, membentuk khelate dengan unsur
hara mikro, etoksifikasi Al dan meningkatkan biodiversitas tanah(Mukhlis, et al,
2010).
Ketersediaan Air dan Kekeringan pada Kelapa Sawit
Balitklimat (2007) dalam Marni (2007) menyatakan bahwa ketersediaan
air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Pada

fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun
tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah.Pada keadaan
yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang
dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif
kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat
terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan,
pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen
minyak buah rendah.
Hasil penelitian Darmosarkoro, Harahap, dan Syamsuddin (2003) dalam
Marni (2009) di Lampung menunjukkan bahwa setiap kelompok umur tanaman
kelapa sawit memiliki respon yang berbeda terhadap kekeringan. Kelompok umur
7–12 tahun merupakan kelompok yang paling rentan penurunan hasilnya terhadap
kekeringan.Pada kelompok tanaman yang relatif tua (>13 tahun), pertumbuhannya
mulai menurun, sehingga dampaknya relatif lebih ringan.Pada tanaman relatif
muda (