Laporan PTK Meningkatkan Prestasi Belaja

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumusrumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup
terhadap pemahaman siswa. Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu
berlangsung dengan metode “chalk and talk” guru menjadi pusat dari seluruh
kegiatan di kelas (Somerset, 1997 dalam Sodikin, 2004:1).
Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan sebagai aktivitas utama
yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu
atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai
melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian
yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.
Kondisi di atas tampak lebih parah pada pembelajaran geometri. Sebagian
siswa tidak mengetahui mengapa dan untuk apa mereka belajar konsep-konsep
geometri, karena semua yang dipelajari terasa jauh dari kehidupan mereka seharihari. Siswa hanya mengenal objek-objek geometri dari apa yang digambar oleh
guru di depan papan tulis atau dalam buku paket matematika, dan hampir tidak
pernah mendapat kesempatan untuk memanipulasi objek-objek tersebut.
Akibatnya banyak siswa yang berpendapat bahwa konsep-konsep geometri sangat
sukar dipelajari (Soedjadi, 1991 dalam Sodikin 2004:2).
Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran
matematika sulit dipahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Pertama, siswa kurang memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui
manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa
kurang dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
Dalam mengajarkan matematika, sebaiknya diusahakan agar siswa mudah
memahami konsep yang ia pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk
mempelajarinya. Jika sekiranya diperlukan media atau alat peraga yang dapat

1

2

membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya guru
menyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.
Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980:134) menyatakan bahwa setiap
konsep matematika dapat difahami dengan mudah apabila kendala utama yang
menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes
berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasasarkan
intuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep
matematika dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit.
Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda

kongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya
disebut sebagai alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu
pembelajaran ini digunakan dengan maksud agar anak dapat mengoptimalkan
panca inderanya dalam proses pembelajaran, mereka dapat melihat, meraba,
mendengar, dan merasakan objek yang sedang dipelajari.
Guru selalu menggunakan metode ceramah yang langsung menyajikan materi
dalam bentuk rumus-rumus pasti, tanpa mengetahui bagaimana rumus itu
diperoleh, sehingga tidak bisa bertahan lama di benak siswa. Walaupun kurikulum
telah berkali-kali diperbarui, teknologi pendidikan telah mengalami berkali-kali
inovasi, banyak guru yang tidak mengubah cara mengajar mereka yang cenderung
monoton atau kurang bervariasi. Guru kurang kreatif dalam memanfaatkan alat
peraga yang ada dalam proses pembelajaran di kelas.
Seharusnya, siswa memiliki motivasi belajar tinggi, aktif, kreatif, disiplin,
antusias memperhatikan penjelasan guru, berusaha menjadi pembelajar yang
mandiri, mau berusaha

mencari dan menemukan sendiri konsep-konsep

Matematika, sehingga diharapkan pemahaman siswa pada mata pelajaran
Matematika dapat meningkat, pada akhirnya prestasi belajarnya meningkat,

sehingga tidak ada anak yang tinggal kelas atau tidak lulus ujian karena nilai
Matematikanya tidak dapat memenuhi KKM yang telah ditetapkan di sekolah
masing-masing.
Hasil belajar siswa kelas V SDS 009 Immanuel Tahun Pelajaran 2013/2014
mata pelajaran Matematika tentang kubus dan balok masih sangat rendah. Hal ini

3

dibuktikan dengan nilai rata-rata ulangan harian belum dapat mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu baru 50 dengan nilai terendah 30 dan nilai
tertinggi 70. Dari siswa yang berjumlah 33 yang terdiri dari 16 putra dan 17 putri
baru 13 siswa atau 39,4% yang dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal
(KKM). KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Matematika kelas V adalah
65.
Jumlah anak yang nilainya mencapai KKM belum ada separuh dari jumlah
keseluruhan siswa di kelas V. Hal ini tentu cukup memprihatinkan, mengingat
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional
(UN). Kenyataan ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor guru,
faktor siswa, sarana dan prasarana maupun lingkungan serta latar belakang
keluarga siswa.

Faktanya pembelajaran Matematika di sekolah masih banyak melakukan
pembelajaran konvensional, padahal seharusnya dalam konsep pembelajaran guru
bukanlah satu-satunya sumber belajar, selain itu penggunaan media sebagai
sumber belajar harus dimaksimalkan.
Berdasarkan observasi dan diskusi dengan teman sejawat diketahui adanya
masalah yang menyebabkan rendahnya pencapaian kompetensi dasar tersebut.
Identifikasi

masalahnya

adalah

bahwa

siswa

kurang

mengerti


dalam

menerjemahkan bentuk bangun ruang kubus dan balok dengan penerapannya, juga
masih rendahnya keberanian siswa dalam memberikan pendapat sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki.
Supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai, perlu adanya perbaikan proses
pembelajaran, dalam hal ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alternatif
solusi yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan
menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran, dalam hal ini
adalah alat peraga konkrit berupa berbagai benda yang berbentuk bangun ruang
terutama kubus dan balok. Untuk itu perlu diadakan penelitian tindakan kelas
tentang penggunaan media visual atau alat peraga dalam pembelajaran materi
kubus dan balok. Dengan serangkaian tindakan, mulai dari perencanaan,

4

pelaksanaan, sampai dengan evaluasi, diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam memahami materi kubus dan balok.
Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul
“Penggunaan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika tentang

Kubus dan Balok pada Siswa Kelas V SDS 009 Immanuel Tebing”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diajukan rumusan masalah
yaitu apakah penggunaan alat peraga konkrit dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika tentang kubus dan balok pada siswa kelas V SDS 009 Immanuel
Tebing?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran
Matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa
2. Menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan
3. Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
4. Meningkatkan kualitas pembelajaran
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, maupun
sekolah.
1.

Bagi siswa, penelitian ini dapat mempermudah siswa dalam
memahami materi kubus dan balok dan meningkatkan motivasi belajar.


2.

Bagi peneliti, penelitian ini sebagai wahana peningkatan
profesionalisme guru yang akan berdampak pada kualitas pendidikan di
sekolah

3.

Bagi guru lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
rujukan untuk menambah wawasan dalam menentukan strategi dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.

5

4.

Bagi sekolah, penelitian ini dapat membantu meningkatkan
kualitas hasil belajar, khususnya pelajaran matematika, sehingga secara
langsung dapat meningkatkan kualitas pendidikan.


6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar
Oemar Hamalik (2001 : 27 ) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Slameto (2003 : 2) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparwoto (2004 : 41) bahwa
belajar pada intinya adalah proses internalisasi dalam diri individu yang belajar
dapat dikenali produk belajarnya yaitu berupa perubahan, baik penguasaan materi,
tingkah laku, maupun keterampilan.
William Burton mengemukakan bahwa ”A good learning situation consist of
a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous
purpose and carried on in interaction with a rich, varied and propocative
environment”. Yang berarti bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah

terjadi serangkaian pengalaman – pengalaman belajar.
Menurut Winkel belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Menurut Ernest R. Hilgard
belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang
kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan
yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan
kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat
situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya
(Purwanto, 2008 : 51)
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne (Mulyani Sumantri & Johar
Permana, 1999 : 16) belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan
dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu

7

berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.
Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan
perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Moh. Surya dikutip oleh Nana Sudjana (2005 : 22) mendefinisikan Belajar

adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Oemar Hamalik (1993 : 280) mengungkapkan empat prinsip belajar yaitu :
a. Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah, dan jelas bagi siswa, karena
tujuan akan menuntut dalam belajar,
b. Jenis belajar yang paling utama adalah untuk berpikir kritis,
c. Belajar memerlukan pemahaman atas hal – hal yang dipelajari sehingga
memperoleh pengertian – pengertian,
d. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai
tujuan dan hasil.
Dari prinsip – prinsip tersebut memberikan penjelasan dalam memaknai
belajar dan dapat mengetahui apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendukung
proses pembelajaran, sehingga pengertian dan pemahaman mengenai makna
Belajar menjadi lebih jelas dan terarah.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa di dalam belajar ada
suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang berupa pengetahuan,
pemahaman, maupun sikap yang diperoleh melalui proses belajar. Perubahan
tingkah laku yang diperoleh merupakan hasil interaksi dengan lingkungan.
Interaksi tersebut salah satunya adalah proses pembelajaran yang diperoleh di

sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dengan belajar seseorang dapat
memperoleh sesuatu yang baru baik itu pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
B. Hasil Belajar
Menurut W.J.S Purwadarminto (1987 : 767 ) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu
tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan.

8

Prestasi belajar menurut Winkel (1996 : 226 ) mengemukakan bahwa hasil
belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.
Menurut Nana Sudjana (2005 : 20) hakikat hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku individu yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Nana Sudjana (2005 : 38) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang
datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri
siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar,
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,
faktor fisik dan psikis.
Sedangkan menurut Arif Gunarso (1993 : 77 ) mengemukakan bahwa hasil
belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan
usaha-usaha belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil terbaik yang dicapai siswa
setelah melaksanakan usaha belajar secara maksimal. Salah satu pemikiran
konstruktivisme yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami
perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan
individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat
tahap yaitu (1) sensory motor; (2) pre-operational; (3) concrete operasional; dan
(4) formal operational. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan dari guru.
Dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang kreatif serta interaktif
maka guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan

9

berbagai pengetahuan dari lingkungan dan sumber Belajar lainnya. Implikasi teori
perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran, adalah:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu, guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Memberikan

peluang

agar

anak

belajar

sesuai

dengan

tahap

perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
serta diskusi dengan teman-temannya.

C. Karakteristik Matematika
Menurut Soedjadi (1994:1), meskipun terdapat berbagai pendapat tentang
matematika yang tampak berlainan antara satu sama lain, namun tetap dapat
ditarik ciri-ciri atau karekteristik yang sama, antara lain: (a) memiliki objek kajian
abstrak, (b) bertumpu pada kesepakatan, (c) berpola pikir deduktif, (d) memiliki
symbol yang kosong dari arti, (e) memperhatikan semesta pembicaraan, (f)
konsisten dalam sistemnya.
Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta,
konsep, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi objekobjek lain, misalnya: pola-pola, struktur-struktur dalam matematika yang ada
dewasa ini. Pola pikir yang digunakan dalam matematika adalah pola pikir
deduktif, bahkan suatu struktur yang lengkap adalah deduktif aksiomatik.
Matematika sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih, antara lain
dengan pertimbangan atau berorientasi pada kependidikan. Dengan demikian,
pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif
siswa, mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah
difahami siswa. Selain itu sajian matematika sekolah tidak harus menggunakan
pola pikir deduktif semata, tetapi dapat juga digunakan pola pikir induktif, artinya

10

pembelajarannya dapat menggunakan pendekatan induktif. Ini tidak berarti bahwa
kemampuan berfikir deduktif dan memahami objek abstrak boleh ditiadakan
begitu saja.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik (Mulyasa, 2002:100). Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah
laku.
Pembelajaran matematika menurut Russeffendi (1993:109) adalah suatu
kegiatan belajar mengajar yang sengaja dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
dengan memanipulasi simbol-simbol dalam matematika sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku.
Dalam kurikulum 2004 disebutkan bahwa pembelajaran matematika adalah
suatu pembelajaran yang bertujuan:
(a) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
(b) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
(c) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
(d) Mengembangkan

kemampuan

menyampaikan

informasi

atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan
D. Kubus dan Balok
1. Pengertian Kubus

11

Gambar 1

Pada gambar di atas menunjukkan sebuah bangun ruang yang semua sisinya
berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang. Bangun ruang seperti itu
dinamakan kubus. Gambar 1 menunjukkan sebuah kubus ABCD.EFGH yang
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Sisi/Bidang; Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Dari
Gambar 1 terlihat bahwa kubus memiliki 6 buah sisi yang semuanya
berbentuk persegi, yaitu ABCD (sisi bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi
depan), CDHG (sisi belakang), BCGF (sisi samping kiri), dan ADHE (sisi
samping kanan).

b. Rusuk; Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus dan
terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Coba perhatikan kembali
Gambar 8.1. Kubus ABCD.EFGH memiliki 12 buah rusuk, yaitu AB, BC,
CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan DH.

c. Titik Sudut; Titik sudut kubus adalah titik potong antara dua rusuk. Dari
Gambar 8.2 , terlihat kubus ABCD. EFGH memiliki 8 buah titik sudut,
yaitu titik A, B, C, D, E, F, G, dan H. Selain ketiga unsur di atas, kubus
juga memiliki diagonal. Diagonal pada kubus ada tiga, yaitu diagonal
bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal.

d. Diagonal

Bidang; Pada kubus tersebut terdapat garis AF yang

menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu
sisi/bidang. Ruas garis tersebut dinamakan sebagai diagonal bidang

Gambar 2

12

e. Diagonal Ruang; perhatikan kubus ABCD.EFGH pada Gambar 8.4 . Pada
kubus tersebut, terdapat ruas garis HB yang menghubungkan dua titik
sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang. Ruas garis tersebut
disebut diagonal ruang.

Gambar 3

f.

Bidang Diagonal; Perhatikan kubus ABCD.EFGH pada Gambar 8.5 secara
saksama. Pada gambar tersebut, terlihat dua buah diagonal bidang pada
kubus ABCD. EFGH yaitu AC dan EG. Ternyata, diagonal bidang AC dan
EG beserta dua rusuk kubus yang sejajar, yaitu AE dan CG membentuk
suatu bidang di dalam ruang kubus bidang ACGE pada kubus ABCD.
Bidang ACGE disebut sebagai bidang diagonal. Coba kamu sebutkan
bidang diagonal lain dari kubus ABCD.EFGH.

Gambar 4

2. Jaring-jaring Kubus
Jaring-jaring kubus adalah sebuah bangun datar yang jika dilipat menurut
ruas-ruas garis pada dua persegi yang berdekatan akan membentuk bangun kubus.
Kubus memiliki sebelas jaring-jaring. Berikut ini kesebelas jaring-jaring kubus
yang bisa dibuat.

13

14

Gambar 5

15

3. Menghitung Volume Kubus
Volume kubus dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
V = S x S x S atau

3

V =S

Keterangan:
V = Volume
S = sisi kubus
4. Pengertian Balok
Bangun ruang ABCD.EFGH pada gambar tersebut memiliki tiga pasang sisi
berhadapan yang sama bentuk dan ukurannya, di mana setiap sisinya berbentuk
persegipanjang. Bangun ruang seperti ini disebut balok. Berikut ini adalah unsurunsur yang dimiliki oleh balok ABCD.EFGH pada Gambar 6.

Gambar 6

a. Sisi/Bidang; Sisi balok adalah bidang yang membatasi suatu balok. Dari
Gambar 6, terlihat bahwa balok ABCD.EFGH memiliki 6 buah sisi
berbentuk persegipanjang. Keenam sisi tersebut adalah ABCD (sisi
bawah), EFGH (sisi atas), ABFE (sisi depan), DCGH (sisi belakang),
BCGF (sisi samping kiri), dan ADHE (sisi samping kanan). Sebuah balok
memiliki tiga pasang sisi yang berhadapan yang sama bentuk dan
ukurannya. Ketiga pasang sisi tersebut adalah ABFE dengan DCGH,
ABCD dengan EFGH, dan BCGF dengan ADHE.
b. Rusuk; Sama seperti dengan kubus, balok ABCD.EFGH memiliki 12
rusuk. Rusuk-rusuk balok ABCD. EFGH adalah AB, BC, CD, DA, EF, FG,
GH, HE, AE, BF, CG, dan HD.
c. Titik Sudut; Dari Gambar 6, terlihat bahwa balok ABCD.EFGH memiliki
8 titik sudut, yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H. Sama halnya dengan kubus,

16

balok pun memiliki istilah diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang
diagonal. Berikut ini adalah uraian mengenai istilah-istilah berikut.
d. Diagonal Bidang; Coba kamu perhatikan Gambar 7. Ruas garis AC yang
melintang antara dua titik sudut yang saling berhadapan pada satu bidang,
yaitu titik sudut A dan titik sudut C, dinamakan diagonal bidang balok
ABCD.EFGH.
e. Diagonal Ruang; Ruas garis CE yang menghubungkan dua titik sudut C
dan E pada balok ABCD.EFGH seperti pada Gambar 8 disebut diagonal
ruang balok tersebut. Jadi, diagonal ruang terbentuk dari ruas garis yang
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan di dalam suatu
bangun ruang.
f.

Bidang Diagonal; Sekarang, perhatikan balok ABCD.EFGH pada Gambar
9. Dari gambar tersebut terlihat dua buah diagonal bidang yang sejajar,
yaitu diagonal bidang HF dan DB. Kedua diagonal bidang tersebut beserta
dua rusuk balok yang sejajar, yaitu DH dan BF membentuk sebuah bidang
diagonal. Bidang BDHF adalah bidang diagonal balok ABCD.EFGH.

5.

Jaring-jaring Balok

Balok dapat dibentuk dari 54 macam jaring-jaring. Dalam sebuah tersusun dari
6 bidang persegi panjang. Beberapa model jaring-jaring balok dapat dilihat di
gambar berikut ini.

17

6.

Menghitung Volume Balok

Volume balok dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
V =P x l x t
Keterangan:
V = Volume

18

P = Panjang
l = lebar
t = tinggi
E. Alat Peraga
Menurut Ngadino Y. ( 2003 : 10 ) alat peraga adalah “alat / benda yang digunakan
oleh guru dalam mengajar”. Alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk
memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata /
konkrit (Depdiknas, 2003 : 10).
Amirhamzah Sulaiman (1991 : 25) berpendapat bahwa “ alat peraga adalah alat-alat
visual, yang dapat memperhatikan rupa atau bentuk yang kita kenal dengan alat peraga”.
Sedangkan Oemar Hamalik (1982 : 43) “alat peraga adalah alat metode atau teknik yang
digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan
siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran sebagai alat bantu sekolah.

Pengertian alat peraga menurut Estiningsih (1994) adalah media pembelajaran
yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari. Alat
peraga merupakan salah satu faktor untuk mencapai efisiensi hasil belajar (Moh.
Surya, 1992: 75).
Fungsi dari alat peraga ialah memvisualisasikan sesuatu yang tidak dapat dilihat
atau sukar dilihat, hingga nampak jelas dan dapat menimbulkan pengertian atau
meningkatkan persepsi seseorang (R.M. Soelarko, 1995: 6).
Ada enam fungsi pokok dari alat peraga dalam proses belajar mengajar yang
dikemukakan oleh Nana Sudjana dalam bukunya Dasar-dasar Proses belajar mengajar
(2002: 99-100):
a. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan
fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif;
b. Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan
situasi mengajar;
c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral dengan tujuan dan isi

pelajaran;
d. Alat peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan atau bukan

sekedar pelengkap;

19

e. Alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses

belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang
diberikan guru;
f. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi

mutu belajar mengajar
Di samping enam fungsi di atas, penggunaan alat peraga mempunyai nilai-nilai:
a.

Dengan peragaan dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk berfikir,
oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya verbalisme;

b.

Dengan peragaan dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk
belajar;

c.

Dengan peragaan dapat meletakkan dasar untuk perkembangan Belajar
sehingga hasil belajar bertambah mantap;

d.

Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri pada setiap siswa;

e.

Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan;

f.

Membantu

tumbuhnya

pemikiran

dan

membantu

berkembangnya

kemampuan berbahasa;
g.

Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain
serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang
lebih sempurna.

Dalam menggunakan alat peraga hendaknya guru memperhatikan sejumlah
prinsip tertentu agar penggunaan alat peraga tersebut dapat mencapai hasil yang baik.
Prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut (Nana Sudjana, 2002: 104-105):
a.

Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru
memilih terlebih dahulu alat peraga manakah yang sesuai dengan tujuan
dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan;

b.

Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu
diperhitungkan tingkat kemampuan/kematangan anak didik;

c.

Menyajikan alat peraga dengan tepat;

d.

Menempatkan dan memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat, dan
situasi yang tepat.

20

R.M. Soelarko dalam buku Audio Visual media komunikasi ilmiah pendidikan
penerangan (1995: 6) menggolongkan macam-macam alat peraga berdasarkan pada
bahan yang dipakai:


Gambar-gambar (lukisan), misalnya Zoologie (gambar-gambar binatang),
Botani (gambar pohon, bunga, daun, dan buah), dan gambar tentang ilmu
bumi (gambar gunung, laut, danau, hutan);



Benda-benda alam yang diawetkan, misalnya daun kering yang dipres,
bunga, serangga misalnya kupu-kupu, jangkrik, belalang;



Model, Fantom, dan Manikkin. Yang disebut model adalah bentuk tiruan
dalam skala kecil. Fantom atau Manikkin adalah model anatomi dari
bagian-bagian tubuh manusia itu sendiri misal rangka manusia.

Media mengajar alat peraga dan peraga benda sering disebut sebagai alat
modern, karena kesadaran mengenai pentingnya memakai media mengajar dalam
pelayanan anak yang masih baru. Melalui pemakaian alat peraga dan peraga benda,
imajinasi anak dirangsang, perasaan anak disentuh dan kesan yang mendalam
diperoleh. Melaluinya anak belajar dengan semangat dan dapat mengingat dengan
baik. Dalam mengajar, panca indera dan seluruh kesanggupan seorang anak perlu
dirangsang, digunakan dan dilibatkan, sehingga tak hanya mengetahui, melainkan
dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum
dipakai dalam mengajar adalah "mendengar". Melalui mendengar, anak mengikuti
peristiwa demi peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah
telinga mendapatkan mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan.
Namun ilmu pendidikan berpendapat, bahwa hanya 20% dari apa yang didengar
dapat diingat kemudian hari. Kesan yang lebih dalam dapat dihasilkan jikalau apa
yang diceritakan "dilihat" melalui sebuah gambar. Dengan demikian melalui
"mendengar" dan "melihat" akan diperoleh kesan yang jauh lebih dalam. Media
Mengajar (alat peraga dan peraga benda) seperti: gambar, gambar berkembang,
flashcard, slides menolong anak untuk mengingat dengan lebih baik, yaitu mampu
mengingat 50% dari apa yang didengar dan dilihatnya.

21

BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Swasta 009 Immanuel Tebing kelas V pada
tahun pembelajaran 2014/2015 yang berjumlah 33 orang, yang terdiri dari 16 lakilaki dan 17 perempuan, yang beralamat di wilayah Sei Bati, Kelurahan Pamak,
Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
B. Deskripsi per Siklus
Menurut Sukardi (2003: 210) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian
yang dilakukan guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan
untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Bentuk penelitian ini
yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan jenis kolaboratif
yang melibatkan guru lain sebagai observer. Pada pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini menggunakan dua siklus yakni siklus 1 (pertama) dan siklus II (kedua).
Selanjutnya dilakukan ulangan harian 1 dan 2. Dari hasil pengamatan dan refleksi
pada siklus 1 diadakan perbaikan/pemantapan pada proses pembelajaran pada
siklus II.
Menurut Sukardi (2003: 212), model siklus dalam penelitian tindakan kelas
mempunyai tahapan yaitu sebagai berikut :
1. Perencanaan
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari: lembar
kerja siswa, mempersiapkan tes hasil belajar dan lembar observasi
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan

tindakan

merupakan

implementasi

dari

perencanaan.

Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah dalam upaya memperbaiki
mutu pembelajaran yang diinginkan. Dalam melakukan tindakan penelitian
harus berjalan sesuai dengan tujuan perencanaan yang telah disusun.
Sesuai dengan metode tutor sebaya untuk meningkatkan peran aktif siswa
dalam membangun pengetahuan, maka peneliti benar-benar berpijak pada
perencanaan yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran

22

1 pada siklus 1 dan rencana pelaksanaan pembelajaran 2 pada siklus II.
Peneliti memberikan lembar kerja siswa dengan menerapkan penggunaan
alat peraga. Selama proses pembelajaran siswa belajar sesuai pembelajaran
yang

digunakan

yaitu

pendekatan

model

demonstrasi

dengan

mengedepankan alat peraga.
3. Observasi
Dalam tahap ini yang bertindak sebagai observer adalah guru lain.
Observasi yang dilakukan terhadap aktivitas, interaksi, dan kemajuan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan bersamaan
dengan tindakan. Observasi dilakukan oleh guru lain dengan menggunakan
lembar observasi yang telah disediakan. Observasi bertujuan untuk
mengamati hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tindakan yang
dilakukan mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Refleksi
Refleksi merupakan aktivitas melihat kembali bagi guru atau peneliti atas
dampak dari proses yang dilakukan untuk menimbulkan pertanyaan yang
bisa dijadikan acuan keberhasilan, misalnya apakah hasil belajar siswa
sudah menunjukkan ketuntasan belajar atau bagaimana aktivitas yang
dilakukan siswa dalam proses pembelajaran berikutnya.
Pada

tahap

refleksi

ini

juga

bertujuan

mengkaji,

melihat

dan

mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan sehingga sangat
penting untuk menjadi patokan pada pelaksanaan siklus II atau tahap
berikutnya sebagai perbaikan pembelajaran. Pelaksanaan penelitian ini
dilakukan mulai dari pertemuan pertama dan ulangan harian 1. Setelah
ulangan harian pertama peneliti melakukan refleksi yang bertujuan untuk
mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan atas hasil yang dicapai oleh
siswa. Jika setelah diadakan

pertimbangan dari hasil tindakan maka

peneliti memutuskan untuk pmelaksanakan siklus selanjutnya yaitu siklus
II. Siklus kedua dilaksanakan pada pertemuan kedua dan ulangan harian 2.
Setelah pelaksanaan ulangan harian 2 peneliti melakukan refleksi mengkaji
hasil yang dicapai oleh siswa.

23

C. Instrumen Penelitian
1. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan program
kerja

guru

dalam

melaksanakan

tugas

di

dalam

proses

pembelajaran, materi ajar, model pembelajaran dan langkahlangkah

pembelajaran.

Rencana

Pelaksanaan

Pembelajaran

digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran.
b. Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa memuat kompetensi dasar, indicator, tujuan
pembelajaran, dan langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam
menyelesaikan masalah yang dikembangkan dalam membangun
pengalamannya, serta tugas yang harus dikerjakan. Lembar kerja
siswa berguna untuk membangun pengalaman siswa dalam proses
pembelajaran.
D. Instrumen Pengumpul Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan lembar
observasi dan tes hasil belajar.
a. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi tentang
aktivitas siswa yang diamati dengan menggunakan lembar observasi
siswa antara lain : perhatian siswa terhadap apa yang dijelaskan oleh
guru, keaktifan dan antusias siswa dalam proses memahami materi
pembelajaran, serta kerjasama dalam kelompok dalam menyelesaikan
tugas. Sedangkan aktivitas guru yang diamati antara lain : menjelaskan
kompetensi dasar, menginformasikan model pembelajaran yang
digunakan, memotivasi siswa dalam belajar, mendemonstrasikan
penggunaan alat pembelajaran, membimbing siswa bekerja dalam
kelompok.

24

b. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dibuat berpedoman pada indikator kisi-kisi. Data hasil
belajar matematika, berupa ulangan harian setiap siklus. Data hasil
belajar berguna untuk melihat ketercapaian kompetensi dasar.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian adalah :
1. Observasi
Observasi ini digunakan untuk memperoleh aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Observasi siswa dilakukan oleh teman sejawat.
Observasi siswa berisikan berbagai aktivitas siswa yang terjadi di dalam
kelas.
2. Wawancara
Wawancara ini digunakan untuk memperoleh gambaran awal guru dalam
mengetahui penyebab/faktor-faktor yang mempengaruhi siswa kurang
minat belajar matematika, nilai matematika siswa kurang sehingga guru
dapat menciptakan model pembelajaran yang bisa mengatasi kendalakendala tersebut. Wawancara ini dilakukan peneliti kepada guru
matematika kelas sebelumnya dan kepada siswa tersebut.
3. Teknik Tes
Data tentang hasil belajar matematika diperoleh melalui tes yang
dilakukan setelah pembelajaran berlangsung. Tes hasil belajar
dilakukan dua kali dalam bentuk ulangan harian tiap kompetensi dasar.
Soal-soal pada ulangan harian berdasarkan indikator yang ingin
dicapai pada materi kubus dan balok.
F.

Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh melalui lembar observasi yang kemudian dianalisis.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bertujuan
untuk menggambarkan data tentang siswa dan guru selama proses pembelajaran
serta ketercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada materi kubus dan
balok.

25

1. Analisis Data Aktivitas Siswa
Analisis data tentang aktivitas siswa didasarkan dari hasil lembaran
observasi selama proses pembelajaran yang kemudian dianalisis dengan
analisis deskriptif. Analisis tentang aktivitas siswa dan guru dari lembar
observasi selama pelaksanaan tindakan dikatakan sesuai jika aktivitas
pembelajaran tersebut sudah sesuai dengan metode tutor sebaya, yang
terdapat

dalam pelaksanan pembelajaran diperbaiki untuk pedoman

pembelajaran selanjutnya.
2. Analisis Data Ketercapaian KKM
a. Ketuntasan Individual
Analisis data ketercapaian hasil belajar dapat dilakukan dengan
membandingkan skor hasil belajar dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan yaitu 65. Pada penelitian ini siswa dikatakan
mencapai KKM apabila nilai yang diperoleh siswa sama atau lebih dari
65. Siswa dikatakan tidak mencapai KKM jikka nilai yang diperoleh
lebih kecil dari 65. Jadi semakin banyak siswa yang mencapai KKM
setelah dilaksanakan tindakan daripada sebelum dilaksanakan maka
dapat dikatakan hasil belajar meningkat. Skor hasil belajar siswa yang
diperoleh dari nilai ulangan harian kemudian dianalisis setiap indikator.
Analisis ketercapaian indikator dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus berikut ini :

Nilai =

S
ST

x 100

Keterangan :
S

= Skor yang diperoleh

ST = Skor total
Ketentuan yang digunakan dalam menilai hasil belajar siswa
berpedoman pada kriteria penilaian skala pengkategorian DEPDIKBUD
(1986:6). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kriteria penilaian
aktivitas siswa berikut ini.

26

27

No
1
2
3

Tabel 3.1
Kriteria Penilaian Aktivitas Siswa
Skor
Kategori
96 – 100
Istimewa
86 – 95
Baik Sekali
76 – 85
Baik

4

66 – 75

Cukup

5

56 – 65

Sedang

6

00 – 55

Rendah

Sumber dari DEPDIKBUD (1986: 6)

Sedangkan penilaian

hasil belajar, untuk mempermudah penulis

menetapkan tiga kriteria dalam keberhasilan belajar siswa. Dengan
ketentuan sebagai berikut :
0 – 64 = Rendah
65 – 79 = Sedang
80 – 100 = Tinggi
b. Ketuntasan Klasikal
Hasil belajar matematika dikatakan meningkat apabila

siswa yang

mencapai KKM setelah tindakan lebih banyak daripada sebelum
tindakan. Ketuntasan belajar secara klasikal dikatakan tercapai jika 85%
dari seluruh siswa mencapai KKM. Sedangkan untuk mencapai KKM
terhadap hasil siswa secara keseluruhan menggunakan rumus :
Ketuntasan Klasikal =

Jumlah Siswa yang tuntas
Total Siswa

x 100

G. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran
2014/2015. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober - November 2014. Peneliti
menentukan waktu tersebut dengan alasan siswa masih menerima waktu belajar
efektif, sesuai dengan KTSP yang ditetapkan oleh SD Swasta 009 Immanuel
Tebing Kabupaten Karimun. Selain itu peneliti menetapkan bulan Oktober dan
November sesuai dengan alokasi penelitian dan disejalankan dengan program
pengajaran materi kubus dan balok merupakan materi pelajaran pada semester

28

ganjil. Untuk lebih jelasnya berkaitan dengan alokasi/waktu pelaksanaan
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.2
Alokasi/waktu Pelaksanaan Penelitian
No

Kegiatan Pembelajaran
1 Mempersiapkan perangkat pembelajaran

WaktuPelaksanaan
8 November 2014

2 Pelaksanaan penelitian siklus 1

11 November 2014

3 Pelaksanaan penelitian siklus 2

14 November 2014

4 Pengolahan hasil penelitian

20 November 2014

29

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi per Siklus
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan di SD Swasta 009
Immanuel Tebing pada siswa kelas V yang berjumlah 33 orang. Tindakan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah melaksanakan model pendekatan alat peraga
yang diawali dengan mendemostrasikan alat peraga kubus dan balok di depan
kelas.Tahap pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini mempersiapkan 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Siswa (LKS), dan soal ulangan harian, serta kunci jawaban
LKS dan kunci jawaban ulangan harian.
Pada tahap ini peneliti membagi siswa dalam 8 kelompok yang terdiri dari
3-4 siswa. Penetapan kelompok berdasarkan pemerataan siswa yang tingkat
kemampuannya lebih pandai, sedang, dan kurang pandai.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan metode tutor sebaya dengan materi
kubus dan balok. Pelaksanaan tindakan pada penelitian ini sebanyak 2
siklus.
a. Pelaksanaan siklus 1
Siklus 1 dilaksanakan 1 kali pertemuan yang dilaksanakan pada hari Selasa,
11 November 2014. Pada pertemuan pertama beberapa siswa belum
sepenuhnya memperhatikan sungguh-sungguh penjelasan guru yang
memperkenalkan alat peraga kubus dan balok di depan kelas, hal ini terlihat
dari aktivitas siswa yang terkesan main-main bahkan alat peraga kubus dan
balok dijadikan hal yang lucu bagi mereka. Namun guru terus memberikan
bimbingan dan arahan agar lebih serius. Sehingga dalam menyelesaikan
LKS 1 siswa masih mengalami kesulitan dengan adanya kurang konsentrasi
pada penjelasan materi oleh guru dengan mengedepankan alat peraga.

30

Pada pertemuan pertama ini, peneliti dibantu oleh teman sejawat untuk
melakukan aktivitas siswa.
Adapun hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuan pertama dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1
Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1
No
1
2
3

Fokus Pengamatan
Motivasi siswa mengikuti pembelajaran
Memperhatikan dan mengikuti penjelasan
materi dengan pengenalan alat peraga
Menyelesaikan soal-soal pada LKS

Siswa ( Siklus 1)
Baik
Cukup
Cukup

Berdasarkan hasil tersebut di atas diketahui bahwa memperhatikan
dan mengikuti bimbingan teman sebaya serta menyelesaikan soal-soal
LKS yang diberikan oleh guru masih dalam kategori cukup, sehingga
membutuhkan perbaikan dalam rencana siklus berikutnya.
Di kegiatan akhir pertemuan pertama ini, peneliti langsung
mengadakan ulangan harian 1. Hasil ulangan siswa pada siklus
pertama dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

31

Tabel 4.2
Skor Nilai Siklus 1

Sumber dari hasil ulangan siklus 1

Keterangan : T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata hasil belajar siswa materi operasi
hitung campuran pada siklus 1 adalah 63,64%. Yang tuntas hanya 14 siswa
dengan persentase 42,42%, sedangkan siswa yang belum tuntas ada 19 siswa

32

dengan persentase 57,58%. Setelah mengkaji hasil ulangan harian 1 ternyata ratarata kelasnya 63,64% yang artinya masih di bawah KKM yang telah ditentukan
yaitu 65.
Jika dilihat dari kriteria keberhasilan belajar siswa maka dapat dikatakan hasil
belajar masih rendah. Jika kita lihat perbandingan antara siswa yang tuntas dan
tidak tuntas, siswa yang tidak tuntas masih besar prosentasenya, sedangkan siswa
yang tuntas di bawah 50%. Sehingga dapat dikatakan untuk ketuntasan secara
klasikal masih sangat rendah. Hasil belajar pada siklus I ini memang masih rendah
namun mengalami peningkatan disbanding dengan hasil belajar siswa pada tes
awal. Perbandingan hasil belajar matematika materi kubus dan balok di SD
Swasta 009 Immanuel Tebing pada siklus I dan tes awal tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut ini :

33

Tabel 4.3
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI
KUBUS DAN BALOK PADA TES AWAL DAN SIKLUS I
Skor Nilai
N
Nama Siswa
Ket
Tes
Siklus
o
Awal
1
1 Agustinus Ligaury Ardi Murin
50
50 Tetap
2 Alberto Aldius Marco
40
40 Tetap
3 Alfonsus Felix Brian
50
50 Tetap
4 Angelica Kristina Natalie
40
50 Meningkat
5 Antonius Nanda Saputra
50
50 Tetap
6 Antonius Anus
40
50 Meningkat
7 Apriyani
70
80 Meningkat
8 Ardika Marco Dongoran
50
50 Tetap
9 Christianus Martin Danielo
60
80 Meningkat
10 Dedy Pranata
70
80 Meningkat
11 Devita Sari Simamora
40
40 Tetap
12 Dhe Hotdlen Rhapael S.
40
50 Meningkat
13 E'bri Kasih Tampubolon
50
50 Tetap
14 Erfina Damai Yanti
80
90 Meningkat
15 Erison Manalu
40
40 Tetap
16 Eryadi
80
90 Meningkat
17 Femiliana Agnes
40
40 Tetap
18 Ferdinan Roynaldo Oktaviano S
40
50 Meningkat
19 Heppi Naomi Lastio S
50
50 Tetap
20 Jesy Rosalia Venelia Sari
60
60 Tetap
21 Joni Chandra
70
90 Meningkat
22 Lily Gabriel Malau
50
60 Meningkat
23 Lisa Lavenia
70
80 Meningkat
24 Maria Grasela
50
60 Meningkat
25 Michelle Magdalena
70
80 Meningkat
26 Raifalina Dhea Agnesia P
50
50 Tetap
27 Ryan Pratama Sianturi
80
80 Tetap
28 Stefanie Fransisca Bridoin Ujan
80
90 Meningkat
29 Steviana Br Sihombing
60
60 Tetap
30 Wihelmus Bimo Primastopo
90
90 Tetap
31 Xui Ching Anggelika
90
90 Tetap
32 Yolanda Agnes H. Sitompul
80
80 Meningkat
33 Yosephine Mere
40
50 Meningkat
Meningka
Jumlah
1920
2100 t
63,64
Meningka
Persentasi
58,18% %
t
Sumber dari tes awal dan tes siklus 1

34

Berdasarkan tabel perbandingan tersebut hasil belajar kubus dan balok
pada tes awal mencapai rata-rata 58,18% tergolong rendah, sedangkan pada siklus
1 rata-rata hasil belajar 63,64% tergolong sedang. Dengan demikian terjadi
peningkatan hasil belajar materi kubus dan balok pada siswa kelas V SD Swasta
009 Immanuel Tebing. Selama pelaksanaan berlangsung, guru membuat catatan
harian tentang situasi dan kondisi guru, siswa, dan lingkungan. Pada siklus ini,
kondisi guru dalam keadaan sehat. Namun pada saat proses pembelajaran
berlangsung cuaca kurang mendukung karena terjadi turun hujan yang disertai
petir. Hal tersebut diperparah lagi dengan kondisi listrik padam. Guru mengalami
kesulitan menjelaskan materi pelajaran karena suara guru kurang jelas didengar
oleh siswa.
Refleksi Siklus 1
Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan 1, ketuntasan belajar materi
operasi hitung campuran belum mencapai hasil yang memuaskan, masih ada 19
siswa yang belum tuntas secara individual, dan secara klasikal pun belum tercapai,
tetapi telah menunjukkan peningkatan persentase secara umum baik individu
maupun klasikal.
Ketuntasan belajar siswa belum dapat tercapai dengan maksimal
disebabkan beberapa faktor, antara lain :
1. Dalam perencanaan kurangnya persiapan, sehingga hasil belajar belum
optimal
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru kurang memberi bimbingan
dan kurang tegas kepada siswa yang kurang serius dalam mengerjakan
tugas.
3. Faktor alam yang kurang mendukung yaitu hujan yang disertai
sehingga menyebabkan mati lampu
4. Berdasarkan hasil belajar pada siklus 1 masih belum tuntas, untuk itu
siswa yang belum tuntas diadakan remedial
b. Pelaksanaan Siklus II

35

Untuk siklus II ada satu kali pertemuan dengan satu kali ulangan harian.
Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 15 November 2014.
Adapun hasil observasi aktivitas siswa pada pertemuan kedua siklus II
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4
Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
No
1
2
3

Fokus Pengamatan
Motivasi siswa mengikuti pembelajaran
Memperhatikan dan mengikuti penjelasan
materi dengan pengenalan alat peraga
Menyelesaikan soal-soal pada LKS

Siswa ( Siklus 1)
Baik
Baik
Baik

Berdasarkan hasil tersebut di atas aktivitas siswa sudah baik. Di kegiatan
akhir pertemuan siklus II, peneliti langsung mengadakan ulangan harian
2. Hasil ulangan siswa pada siklus kedua dapat kita lihat pada tabel
berikut ini :

36

Tabel 4.5

Sumber dari hasil ulangan harian 2

Keterangan : T = Tuntas
TT = Tidak tuntas
Hasil belajar metematika pada siklus II ini menunjukkan peningkatan yang sangat
baik, maka peneliti tidak perlu melanjutkan penelitian berikutnya. Namun ada 2
siswa yang belum tuntas tetap menjadi prioritas guru, dibantu oleh siswa yang
menjadi tutor dalam kelompoknya, sehingga siswa yang belum tuntas ini dapat
memahami materi pelajaran kubus dan balok. Dengan harapan pada saat ujian

37

semester ganjil siswa tersebut dapat mengerjakan soal berkaitan dengan kubus dan
balok.
Refleksi siklus II
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan kelas pada siklus II, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hasil belajar matematika materi kubus dan balok di kelas V SD
Swasta 009 Immanuel Tebing meningkat menjadi berkategori baik. Dan dengan
hasil itu maka tidak perlu dilaksanakan siklus selanjutnya.
B. Pembahasan dari Setiap Siklus
Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan metode tutor sebaya
maka terlihat adanya peningkatan dalam hasil belajar matematika materi opearsi
hitung campuran. Peningkatan hasil belajarnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6
Perbandingan Hasil Belajar Tes Awal, Siklus I dan Siklus II
Nilai
80 – 100
65 – 79
0 – 64
Jumlah Siswa
Rata-rata
Kategori

Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah

Hasil Pembelajaran
Tes Awal
Siklus I
Siklus II
7 ( 21,21% )
5 (11,54%)
21 (73,08%)
33
58,18%

13 ( 39,39%)
20 (60,61%)
33
63,64%

20 (60,31%)
5 (15,15%)
8 (24,24%)
33
78,18%

Rendah

Sedang

Baik

Untuk lebih jelasnya lagi perbandingan hasil belajar matematika materi
operasi hitung campuran dapat dilihat pada tabel berikut :

38

Tabel 4.7
Perbandingan Hasil Belajar Matematika Materi Kubus dan Balok
pada Tes Siklus I dan siklus II

Sumber dari hasil tes awal, ulangan harian siklus I dan 2

39

Perbandingan hasil belajar awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.8
Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kubus dan Balok
pada Tes Awal, Siklus I dan Siklus II
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nama Siswa
Agustinus Ligaury Ardi Murin
Alberto Aldius Marco
Alfonsus Felix Brian
Angelica Kristina Natalie
Antonius Nanda Saputra
Antonius Anus
Apriyani
Ardika Marco Dongoran
Christianus Martin Danielo
Dedy Pranata
Devita Sari Simamora
Dhe Hotdlen Rhapael S.
E'bri Kasih Tampubolon
Erfina Damai Yanti
Erison Manalu
Eryadi
Femiliana Agnes
Ferdinan Roynaldo Oktaviano S
Heppi Naomi Lastio S
Jesy Rosalia Venelia Sari
Joni Chandra
Lily Gabriel Malau
Lisa Lavenia
Maria Grasela
Michelle Magdalena
Raifalina Dhea Agnesia P
Ryan Pratama Sianturi
Stefanie Fransisca Bridoin Ujan
Steviana Br Sihombing
Wihelmus Bimo Primastopo
Xui Ching Anggelika
Yolanda Agnes H. Sitompul
Yosephine Mere
Jumlah
Persentase

Tes Awal
50
40
50
40
50
40
70
50
60
70
40
40
50
80
40
80
40
40
50
60
70
50
70
50
70
50
80
80
60
90
90
80
40
1920
58,18%

Skor Nilai
Siklus
Siklus
1
II
50
80
40
60
50
70
50
80
50
60
50
70
80
100
50
80
80
80
80
90
40
50
50
60
50
80
90
90
40
70
90
90
40
70
50
60
50
80
60
60
90
90
60
80
80
90
60
80
80
90
50
60
80
90
90
100
60
70
90
100
90
100
80
90
50
60
2100
2580
63,64% 78,18%

Ket
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat

40

Dan perbandingan hasil belajar matematika tentang materi kubus dan balok pada
tes awal, siklus I dan siklus II dapat digambarkarkan melalui diagram berikut ini.
Gambar 4.1
Diagram Hasil Belajar Matematika Kubus dan Balok
pada Tes Awal, Siklus I, dan Siklus II

Diagram Hasil Belajar Matematika
78.18
75.76

80
Persentase

70

58.18

63.64

63.64

60.61

60
50

36.36

33.39

40

24.24

30
20
10
0

Tes Awal

Siklus I

Siklus II

Tahap Pelaksanaan
Rata-rata

Tuntas

Tidak Tuntas

C. Pembahasan Hasil penelitian
Berdasarkan analisis data yang telah

dilakukan ternyata hasil

belajar siswa setelah tindakan dengan penerapan alat peraga mengarah
kepada yang lebi