Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Pola Menstruasi pada Pelajar Wanita di SMA Negeri 04 Medan

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Menstruasi

2.1.1. Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan
peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal
dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche sampai
menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi (Ganong, 2008). Sedangkan
menurut Cunningham (2005), menstruasi merujuk kepada perdarahan yang
menyertai penarikan progesteron setelah ovulasi pada siklus non-fertil dan
menyebut episode perdarahan endometrium lain pada wanita tidak hamil sebagai
perdarahan uterus atau endometrium (Pratiwi, 2011).
2.1.2. Menstruasi Normal
Pada pengertian klinik, menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama,
siklus haid, yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid

berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai
perdarahan haid berhenti, ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid.
Menstruasi dikatakan normal bila didapatkan siklus antara 21-35 hari (Manuaba
dkk., 2010). Sementara menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus yang
dialaminya tidak pada periode 21-35 hari, menstruasinya sebentar-sebentar
keluar (35 hari) dan kejadiannya selalu berulang
(Riskesdas, 2010). Lama perdarahan pada umumnya 3-7 hari, namun 2-9 hari
masih dianggap fisiologis, dengan jumlah perdarahan selama haid berlangsung
tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari.
2.1.3. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi merupakan suatu periode menstruasi yang dihitung dari
perdarahan hari pertama menstruasi sebelumnya hingga perdarahan hari pertama
menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal dan dianggap
sebagai siklus menstruasi klasik adalah selama 28 hari (Samsulhadi, 2011).
Siklus menstruasi dibagi menjadi 4 yaitu: polimenorea apabila panjang siklus 90 hari
atau 3 bulan (Manuaba dkk., 2010).
Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks
saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan pada aksis hipotalamus,
hipofisis, serta ovarium. Siklus menstruasi yang berlangsung setiap bulan
berhubungan dengan serangkaian perubahan hormonal yang mensekresikan

hormon dalam sistem yang sedemikian rupa. Pusat pengendali hormon dari sistem
reproduksi adalah hipothalamus yang mensekresikan gonadotropin releasing
hormone (GnRH). GnRH akan merangsang sekresi hormon follicle stimulating
hormone releasing hormone (FSH-RH) dan luteinizing hormone releasing
hormone (LH-RH). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis untuk
mensekresikan FSH dan LH yang kemudian berikatan dengan reseptor di ovarium
dan menyebabkan ovarium memproduksi estrogen dan progesteron ke sirkulasi.
Dalam keadaan ini uterus siap untuk menerima pembuahan, namun bila tidak
terjadi pembuahan, maka terjadi menstruasi (Samsulhadi, 2011).
1. Siklus Ovarium
1) Fase Folikuler
Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau terlepasnya
endometrium.

FSH

merangsang

pertumbuhan


beberapa

folikel

primordial dalam ovarium. Satu folikel berkembang menjadi folikel
deGraf. Folikel terdiri dari sebuah ovum dengan dua lapisan sel yang
mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel granulosa mensintesis
progesteron selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja
sebagai prekusor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna
yang mengelilinginya. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan
pelepasan LHRH dari hipotalamus.
2) Fase Luteal
Kadar estrogen yang tinggi akan menghambat produksi FSH.
Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari
folikel deGraf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung

Universitas Sumatera Utara

6


pembuluh darah dan berubah menjadi korpus luteum yang berwarna
kuning pada ovarium. Korpus luteum terus mensekresi sejumlah kecil
estrogen dan progesteron yang makin lama semakin meningkat (Price,
2005).
2. Siklus Endometrium
Siklus menstruasi endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu:
1) Fase Menstruasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami
disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjarkelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
2) Fase Proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang
berlangsung sejak hari ke-lima hingga ovulasi, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 sikus 32 hari.
Permukaan endometrium secara lengkap akan kembali normal dalam
empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Ditandai dengan
menurunnya hormon progesteron sehingga memacu hipofisis untuk
mensekresikan FSH dan merangsang pertumbuhan folikel dalam

ovarium. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang
berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi bergantung dari stimulasi
estrogen yang berasal dari folikel ovarium. Sel folikel berkembang
menjadi folikel de Graaf yang matang dan menghasilkan hormon
estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Pada akhir fase,
terjadi lonjakan LH yang menyebabkan terjadinya proses ovulasi.
3) Fase Sekresi
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi, diproduksi
lebih banyak progesteron sehingga terlihat endometrium yang

Universitas Sumatera Utara

7

edematosa, vaskular, dan fungsional. Pada fase ini juga diikuti
penurunan kadar hormon FSH, LH dan estrogen. Pada akhir sekresi,
endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai
ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi
kaya darah dan sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi

dan memberi nutrisi ovum yang dibuahi.
4) Fase Iskemi
Implantasi (nidasi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7-10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan atau implantasi korpus
luteum (badan kuning yang mensekresi estrogen dan progesteron)
menyusut. Seiring penurunan kadar estrogen dan progesteron yang
cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase iskemi, suplai darah ke
endometrium fungsional berhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi
dimulai, menandai hari pertama siklus berikutnya (Samsulhadi, 2011).

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi
yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Menurut Nizomy (2002), suatu
siklus menstruasi dikatakan teratur apabila berjalan tiga kali siklus dengan lama
siklus yang sama (Pratiwi, 2011)
Bagi remaja wanita, mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur pada
masa-masa awal adalah hal yang normal.Setelah menarche, pertumbuhan linear
melambat untuk dua tahun berikutnya, yang disebut anovulatori. Sehingga dapat
diasumsikan pemeriksaan persentase lemak dan status gizi setelah menarche
dapat ditolerir hingga dua tahun setelah menarche (Aryati, 2008 dalam Pratiwi,

2011).

Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 2.1.1 Perubahan pada umpan balik, ovarium dan endometrium
selama satu siklus
Sumber : Cunningham, 2007

Universitas Sumatera Utara

9

2.1.4. Aspek Endokrin Dalam Siklus Menstruasi
Sekurang-kurangnya ada 5 hormon utama yang berperan dalam pengaturan
dan pengkoordinasian daur pembentukan folikel di ovarium dan daur menstruasi
di uterus, yaitu : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang diproduksi oleh
hipothalamus di otak, FSK (Follicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh
lobus anterior dari hipofisis, LH (Luteinizing Hormone) yang dihasilkan oleh

lobus anterior dari hipofisis, Estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel teka folikel
interna dari folikel yang sedang berkembang menjadi folikel de Graaf,
Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Manuaba dkk, 2010).
Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan sejumlah
kecil FSH dan LH sebagai respon terhadap rangsangan GnRH dari hipotalamus.
Pada waktu tersebut sel-sel folikel ovarium yang belum matang mempunyai
reseptor untuk FSH. FSH merangsang pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel
yang sedang tumbuh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar estrogen
secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler.
Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi
hormon pituitari, sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif rendah
selama fase folikuler. Hubungan antar hormon tersebut berubah secara radikal dan
relatif mendadak ketika sekresi estrogen oleh folikel yang sedang tumbuh mulai
meningkat. Sementara peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat
sekresi gonadotropin pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai
pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan cara
mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi GnRH. Pengaruh itu
lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang
sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di
pituitari terhadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah

mempunyai reseptor terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk
hormonal ini. Dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH
yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang
tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan ovulasi terjadi sekitar
sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price, 2005).

Universitas Sumatera Utara

10

LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di
ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal
siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum mensekresikan estrogen dan
hormon steroid kedua yaitu progesteron. Korpus luteum umumnya mencapai
perkembangan maksimalnya sekitar 8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah
kadar estrogen dan progesteron meningkat, kombinasi hormon-hormon tersebut
memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari, sehingga
menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum
akan lisis (kemungkinan sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh
sel-sel itu sendiri). Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron

menurun. Penurunan kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus
dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-hormon
tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk merangsang
pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler siklus
ovarium berikutnya (Guyton, 2007).
Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh
folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang
menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus
ovarium dikoordinasikan dengan fase proliferasi siklus menstruasi. Penurunan
cepat dalam kadar hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menyebabkan
kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium
tidak dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan
permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).

Universitas Sumatera Utara

11

Gambar 2.1.2 Siklus Ovarium
Sumber : Purves et al, 2007

2.1.5. Gangguan Menstruasi
Gangguan saat menstruasi dinilai masih normal jika terjadi selama dua
tahun pertama setelah haid pertama kali (menarche). Bila seorang wanita telah
mendapatkan haid pertama saat berusia 11 tahun, maka diperkirakan hingga usia
13 tahun haidnya masih tidak teratur. Umumnya ketidakteraturan siklus
menstruasi terjadi pada waktu remaja dan menjelang menopause. Gangguan serta
keluhan yang menyertai menstruasi pada kebanyakan wanita, seringkali
menimbulkan pengaruh secara fisik maupun emosional ataupun kedua-duanya.
Gangguan atau kelainan dalam siklus menstruasi meliputi :
1. Hipermenorea, yaitu perdarahan dengan lama haid lebih panjang dari
normal (>8 hari) dengan darah haid sekitar 26-40 ml. Sedangkan
hipomenorea, yaitu perdarahan dengan jumlah yang lebih sedikit dari
normal serta waktu haid yang lebih singkat.
2. Polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari normal (kurang dari
21 hari) dengan perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari
volume perdarahan menstruasi biasanya.

Universitas Sumatera Utara

12

3. Oligomenorea yaitu menstruasi yang jarang dengan panjang siklus
menstruasi > 35 hari. Volume perdarahan umumnya lebih sedikit dari
volume perdarahan menstruasi biasanya.
4. Amenorea, yaitu tidak menstruasi > 3 bulan berturut-turut sejak
menstruasi terakhir (Manuaba dkk, 2010)

2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi
Kusmiran (2011) dalam penelitian mengenai faktor resiko dari variabilitas
siklus menstruasi, menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi menstruasi
adalah sebagai berikut:
1. Berat badan : peningkatan dan penurunan berat badan memengaruhi
fungsi menstruasi. Pada kelebihan berat badan, terjadi gangguan
metabolisme estrogen yang menyebabkan siklus menjadi tidak teratur.
Padap enurunan berat badan akut menyebabkan gangguan pada fungsi
ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya
penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang
kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan
berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea.
2. Aktivitas fisik : tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat
membatasi fungsi menstruasi.
3. Stres : stres maupun kecemasan menyebabkan perubahan sistemik
dalam tubuh, karena pusat stres dekat dengan pusat pengaturan
menstruasi di otak. Stres memengaruhi elevasi kortisol basal dan
menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea.
3. Diet : vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons
hormone pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus
menstruasi

(kurang

dari

10

kali/tahun).

Diet

rendah

lemak

berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode
perdarahan.
4. Gangguan endokrin : penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes,
hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan

Universitas Sumatera Utara

13

menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi
pada pasien diabetes. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea
dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan
polymenorrhea dan menorraghia
5. Gangguan perdarahan
6. Rokok : siklus menstruasi pada perokok berat cenderung lebih pendek
dan lebih tidak teratur daripada bukan perokok.
7. Konsumsi obat tertentu seperti kontrasepsi hormonal dan obat yang
dapat meningkatkan hormon prolaktin sehingga menyebabkan
perubahan siklus menstruasi. Metode kontrasepsi akan memanipulasi
siklus menstruasi karena hormon-hormon yang dioroduksi memaksa
tubuh untuk membentuk siklus buatan (Evan, 2011 dalam Pratiwi,
2011)

7.1.

Indeks Massa Tubuh
Tubuh manusia dibagi menjadi 2 bagian yang saling berhubungan, yaitu

bahan yang diperlukan untuk energi (lemak dan glikogen) dan air. Sebenarnya
komposisi tubuh manusia jauh lebih kompleks dan terdiri dari 4 macam
komposisi :
1. Komposisi atomik. Dari sudut pandang komposisi atomik, berat badan
merupakan akumulasi dari 6 elemen utama, yaitu: oksigen, karbon,
hidrogen, nitrogen, kalsium, dan fosfor.
2. Komposisi molekular. Elemen terbagi dalam komponen molekular yang
dapat dikelompokkan dalam 5 kategori besar, yaitu: lemak, protein,
glikogen, air, dan mineral. Tingkat molekular ini secara praktis seringkali
dibagi atas: lemak dan massa bebas lemak.
3. Komposisi selular. Komposisi selular terdiri dari 3 komponen: sel, cairan
ekstrasel, dan bagian padat ekstrasel.
4. Komposisi jaringan dan organ. Sel akan membentuk jaringan dan organ
tubuh, seperti jaringan adiposa, otot skelet, tulang, kulit, jantung, dan
organ viseral lainnya (Sugondo, 2009).

Universitas Sumatera Utara

14

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang mencakup body
weight dan body dimension/build. Ada beberapa teknik yang lazim digunakan:
tinggi badan/berat badan, lingkar, dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik
pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang
berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti
penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau
lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti IMT) adalah penilaian untuk body
build (Thang et al., 2006).
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan
tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari IMT pada orang
dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin
tidak berkorespondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda,
dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada mereka (WHO, 2013).
Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2009) berat badan dan Obesitas
dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi obesitas
Klasifikasi
Berat badan kurang
Kisaran normal
Berat badan lebih

IMT
23,0

Beresiko

23,0-24,9

Obese I

25,0-29,9

Obese II

>30,0

Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh
seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang
lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan
perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu.
Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi

Universitas Sumatera Utara

15

epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang
distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas
abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT
berbeda dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki
maupun perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan
lemak tapi dapat juga karena jaringan otot (Thang et al., 2006).

2.4

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Pola Menstruasi
Masalah yang terkait dengan obesitas pada wanita di antaranya adalah

gangguan menstruasi dan penurunan kesuburan yang berhubungan dengan
obesitas pada remaja dan periode reproduksi, peningkatan kelainan perinatal pada
wanita obesitas selama kehamilan dan setelah kehamilan atau persalinan, dan
peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, kanker korpus
uteri, dan kanker payudara pada wanita pascamenopause yang obesitas.
Sebagai mekanisme efek obesitas pada fungsi ovarium, saat ini difokuskan
pada terganggunya metabolisme estrogen, menurunnya hormon seks pengikat
globulin (SHBG), resistensi insulin dan hiperinsulinemia serta gangguan leptin.
Berbagai macam lipid disimpan oleh jaringan lemak dalam tubuh, dan berbagai
lipid tersebut mampu memetabolisme steroid seperti androgen. Peningkatan berat
badan dan jaringan lemak, terutama di daerah sentral dapat mengganggu
keseimbangan hormon steroid seperti androgen, estrogen, dan hormon seks yang
mengikat globulin (SHBG). Perubahan tingkat SHBG juga menyebabkan
perubahan dalam pelepasan androgen dan estrogen di jaringan target. Obesitas
dapat meningkatkan produksi estrogen yang memiliki efek pada berat badan dan
lemak tubuh.
Berdasarkan salah satu penelitian, ditemukan bahwa tidak ada statistik
yang signifikan antara IMT dan pola siklus menstruasi. Namun dalam penelitian
lain, IMT merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus haid tidak teratur.
Resiko amenore dan oligomenore meningkat dengan peningkatan obesitas.
Penelitian telah menunjukkan bahwa 30-47% wanita obesitas memiliki siklus

Universitas Sumatera Utara

16

tidak teratur, meskipun kejadian infertilitas pada wanita gemuk tidak terlalu tinggi
(Setiawati, 2015)

Universitas Sumatera Utara