Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Prasekolah di TK Kalam Kudus Medan Tahun 2015

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Status Gizi

2.1.1. Definisi
Nutrisi adalah proses pencernaan, absorbsi, distribusi, dan metabolisme
nutrien, serta ekskresi zat sisa yang tidak dibutuhkan tubuh. Nutrien adalah zat kimia
yang ada dalam makanan dan digunakan tubuh untuk menghasilkan energi,
mendukung pertumbuhan, dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta
mengurangi resiko terserang penyakit. Nutrien terdiri atas makronutrien dan
mikronutrien. Makronutrien adalah lemak, protein, dan karbohidrat yang dibutuhkan
dalam proses fisiologis tubuh sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral
yang walaupun hanya dalam jumlah yang kecil tetap diperlukan tubuh (Rolfes, Pinna
& Whitney, 2012).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi dan dibedakan atas gizi buruk, kurang, baik, dan lebih
(Almatsier, 2009). Malnutrisi diakibatkan oleh kelebihan atau kekurangan nutrien

yang menyebabkan ketidakseimbangan nutrien. Undernutrition adalah keadaan
kekurangan nutrien seperti underweight, stunting, dan wasting sedangkan
overnutrition adalah keadaan kelebihan nutrien (Rolfes, Pinna & Whitney, 2012).
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
2.1.2.1.Faktor Primer
Kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang yang salah yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,
kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya (Almatsier,
2009).

Universitas Sumatera Utara

5

2.1.2.2.Faktor Sekunder
Berat badan lahir rendah memiliki resiko terjadinya gizi kurang dan lebih
mudah terserang penyakit (Sultan, 2014).
Semua faktor yang menyebabkan zat - zat gizi tidak sampai di sel - sel tubuh
setelah makanan dikonsumsi, terdiri atas:
a) Faktor yang menyebabkan gangguan pencernaan, seperti gigi-gerigi yang

tidak baik, kelainan struktur saluran cerna, dan kekurangan enzim.
b) Faktor yang menganggu absorpsi zat gizi, seperti adanya parasit,
penggunaan laksan/obat pencuci perut, dan sebagainya.
c) Faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat gizi, seperti
penyakit hati, diabetes melitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu,
minuman beralkohol, dan sebagainya.
d) Faktor yang mempengaruhi ekskresi, seperti yang menyebabkan banyak
kehilangan zat gizi yaitu banyak kencing (polyuria), banyak berkeringat,
dan penggunaan obat-obat (Almatsier, 2009).
2.1.3. Masalah Kesehatan Akibat Malnutrisi
2.1.3.1.Gizi Lebih
Gizi lebih menyebabkan kegemukan dan obesitas. Kelebihan energi yang
dikonsumsi disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak (Almatsier, 2009). Anak
yang gemuk meningkatkan resiko terjadinya obesitas di masa dewasa. Komplikasi
dari kegemukan dari anak-anak dapat berlanjut hingga usia dewasa dan menyebabkan
berbagai penyakit komorbid (Gahagan, 2011).
Tabel 2.1. Penyakit Komorbid Akibat Obesitas
Kardiovaskuler Dislipidemia dan Hipertensi
Endokrin


Diabetes melitus tipe 2, sindrom metabolik, dan Polycystic
ovary syndrome

Gastrointestinal

Penyakit kantung empedu dan Nonalcoholic fatty liver disease
(NAFLD)

Universitas Sumatera Utara

6

Neurologis

Pseudotumor cerebri

Ortopedi/Tulang Blount disease (tibia vara), gangguan muskuloskeletal, dan
Slipped capital femoral epiphysis
Psikologikal


Gangguan sifat (Behavioral Complication)

Paru – paru

Asma dan Obstructive Sleep Apnea

Sumber : Gahagan, 2011
2.1.3.2.Gizi Kurang
Pada anak balita, resiko gizi kurang meningkat seiring dengan kebutuhan
nutrisi dan nafsu makan yang berkurang serta muncul sifat memilih – milih makanan
(Gahagan, 2011). Akibat gizi kurang dapat menyebabkan terganggunya:
a) Pertumbuhan
Kekurangan makronutrien menyebabkan anak pendek dan berat badan
rendah (Black & Dewey, 2014). Selain itu, kekurangan protein sebagai zat
pembakar menyebabkan otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok.
b) Produksi tenaga
Energi dibutuhkan anak untuk keperluan metabolisme basal,
pertumbuhan, dan aktifitas (Soetjiningsih & Suandi, 2008).
c) Pertahanan tubuh

Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga mudah terserang
penyakit seperti pilek, batuk, dan diare. Hal ini dapat menyebabkan
kematian pada anak (Almatsier, 2009).
d) Struktur dan fungsi otak
Perkembangan berbagai organ tubuh termasuk otak memerlukan
nutrisi yang adekuat. Kekurangan mikronutrien dan makronutrien (asam
lemak esensial) berpengaruh terhadap perkembangan otak. Nutrien
diperlukan untuk membuat sel saraf baru, pertumbuhan axon dan dendrit,
pembentukan sinaps, selubung mielin yang terbuat dari lemak, sintesis

Universitas Sumatera Utara

7

neurotransmitter, dan pemeliharaan jaringan otak (Prado & Dewey,
2012). Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara
permanen yang akan berpengaruh pada perkembangan anak.
e) Perilaku
Anak yang kekurangan gizi menunjukkan perilaku tidak tenang,
mudah tersinggung, cengeng, dan apatis (Almatsier, 2009).

2.1.4. Penilaian Status Gizi Anak
2.1.4.1.Cara Penilaian Status Gizi Anak
a) Penilaian asupan makanan
Untuk evaluasi kuantitatif asupan makanan digunakan riwayat asupan
makanan 3 - 5 hari. Metode ini menunjukkan asupan makanan sehari –
hari sehingga dapat dinilai defisiensi nutrien dari asupan makanannya
ataupun hubungan antara makanan dengan kondisi tubuh (Kleinman &
Greer, 2014).
Metode yang paling akurat dalam memperkirakan total asupan energi
pada anak usia 4 – 11 tahun adalah 24 - hour multiple pass recall
(Burrows, Martin & Collins. 2014).
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi
zat – zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup
untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2009).
Tabel 2.2.

Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, dan Air
yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari)
Kelompok BB
TB Energi Protein

Lemak (g)
Karb Serat Air
umur

(kg)

(cm)

(kkal)

(g)

Total

n-6 n-3

ohidr

(g)


(ml)

at (g)
1 - 3 tahun

13

91

1125

26

44

7

0,7

155


16

1200

4 - 6 tahun

19

112

1600

35

62

10

0,9


220

22

1500

Sumber : Kemenkes, 2013
b) Pemeriksaan klinis

Universitas Sumatera Utara

8

Inspeksi berguna untuk menilai perubahan tubuh yang signifikan
seperti edema, dehidrasi, lemak subkutan yang berlebih atau tidak
adekuat, dan massa otot. Selain itu, dilakukan penilaian gejala klinis dari
defisien nutrien tertentu namun gejalanya tidak spesifik/khas.
c) Penilaian pertumbuhan
Pengukuran antropometri digunakan untuk menilai pertumbuhan.



Pengukuran panjang badan dan tinggi badan
Untuk anak diatas 2 tahun diukur tinggi badan dengan stadiometer,
microtoise, dan tinggi duduk. Untuk anak > 2 tahun, pada saat
pengukuran anak melepas alas kaki, berdiri tegak dengan kedua
telapak kaki membentuk sudut 60 derajat, dan menghadap kedepan.



Pengukuran berat badan
Berat

badan

diukur

dengan

menggunakan

timbangan

elektronik/injak. Pada saat pengukuran, pastikan alat ukur pada angka
0, anak memakai baju dalam (minimal) dan melepas alas kaki.


Lingkar lepala
Lingkar Kepala digunakan untuk menilai pertumbuhan otak dan
untuk mendeteksi hidrosefalus. Pengukuran dari supraorbital ridges
mengelilingi kepala melewati occipital. Batas penggunaan parameter
ini adalah lahir – 3 tahun.



Body Mass Index (BMI) dan lingkar lengan atas
BMI dihitung dengan cara berat badan dibagi kuadrat tinggi badan
(kg/cm2). Lingkar lengan atas sebagai indikator pertumbuhan jaringan
lunak (otot, tendon, dan ligamen). Pengukuran dilakukan di tengah
acromion (bahu) dan olecranon (siku) (Kleinman & Greer, 2014).
Pengukuran BMI dan lingkar lengan atas untuk indeks jaringan lemak
anak namun keakuratannya masih perlu didiskusikan (Batubara,
2005).

Universitas Sumatera Utara

9

d) Komposisi tubuh
Memberikan informasi tentang fat (lemak), lean mass, dan
kompartemen jaringan tulang. Lemak sebagai indikator cadangan energi,
gizi kurang, dan gizi lebih. Lean mass terdiri dari organ dan otot rangka
sebagai indikator kadar protein dalam tubuh. Tulang sebagai tempat
penyimpanan kalsium dan pertumbuhan tulang pada masa balita penting
sebagai indikator kesehatan rangka tubuh. Namun, berbagai metode
penilaian komposisi tubuh belum standarisasi.
e) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk status gizi adalah pemeriksaan status
darah (hematokrit dan hemoglobin) dan protein (kadar albumin, protein
visceral yang disintesis hati, asam amino esensial, 3-methyl histidine,
kreatinin, dan hydroxyproline). Pemeriksaan nutrien spesifik berguna
untuk menilai status gizi seseorang, tapi kegunaanya terbatas karena
variasi nilai normal dan metode penilaian yang sulit (Kleinman & Greer,
2014).
Secara global, untuk menilai status gizi di tingkat populasi direkomendasikan
penilaian pertumbuhan dengan menggunakan pengukuran antroprometri yaitu tinggi
badan dan berat badan (Batubara, 2005).
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik
pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik

z-score standar

pertumbuhan WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun (Sjarif et al., 2011).
BB/TB sebagai indikasi masalah gizi yang sifatnya akut (diare) dan
malabsorpsi. Pengukuran ini menunjukkan status nutrisi anak yang lebih lengkap
(Kleinman & Greer, 2014)

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.4.2.Interpretasi Status Gizi
Tabel 2.3. Penentuan status gizi menurut kriteria WHO 2006
Status Gizi
BB/TB WHO 2006
Obesitas

>+3 SD

Overweight

>+2 hingga +3 SD

Normal

+2 SD hingga -2 SD

Gizi kurang

200 kata
Membentuk kalimat dengan 3 kata

Tahun hidung sapi)
Mengerti arti kata negatif

Menggunakan kata ganti dengan baik

Menggelompokkan benda

75% kata yang diucapkan dapat

(makanan , mainan)

dipahami
Menggunakan bentuk kata jamak

Mengetahui nama dan fungsi Menyebut nama bagian tubuh sesuai
bagian tubuh

fungsinya
Mampu membaca

4

Melaksanakan 2 - 3 perintah

Menggunakan 300 - 1000 kata

Tahun Mampu menunjukkan persamaan Mampu bercerita
dan perbedaan
Mengerti kata sifat seperti tebal, 100% kata dapat dipahami
tipis dan tajam
Menyebutkan nama dari tindakan Mampu mengungkapkan perasaan
yang

5

dideskripsikan

seperti menggunakan kata yang berhubungan

berenang dan bersepeda

dengan waktu

Mengetahui kiri dan kanan tubuh

Membentuk kalimat dengan 6 - 8 kata

Tahun Mengetahui hal yang berbeda Menggunakan > 2000 kata
dalam rangkaian kalimat

Universitas Sumatera Utara

15

Mengerti kata sifat dengan baik
Memahami

kata

Respon dengan pertanyaan

keterangan Mampu bercerita dengan lengkap dari

tempat seperti samping, tengah, awal sampai akhir
ujung, dll.
Menyukai kata yang memiliki Menyebutkan nomor telepon
persamaan bunyi seperti topi kopi
Sumber : Gerber, Wilks & Lalena, 2010
2.2.3.3.Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian
Periode prasekolah dapat disamakan dengan stadium praoperasional Piaget
yang ditandai dengan magical thinking, egosentris, dan pemikiran yang didominasi
kesadaran (Feigelman, 2011).
Tantangan emosi yang dihadapi anak balita adalah memusatkan perhatian
pada diri sendiri, agresif, muncul rangsangan seksual, berinteraksi dengan lingkungan
orang tua, dan teman sebaya yang lebih luas (Feigelman, 2011)
Tabel 2.6. Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian Balita
Umur
Kemandirian
Pemecahan Masalah
Sosial Emosional
(Kognitif)
3

makan sendiri

Tahun

mengerti arti panjang - belajar berbagi
lebar,

besar

-

kecil,

banyak – sedikit
menuangkan air dari mengetahui jenis kelamin bermain
satu wadah ke yang dan umurnya

dengan

imajinasi

lain
memakai sepatu tanpa menunjukkan

angka

/ takut

tali

huruf sesuai contoh

melepas kancing

menggambar 2 - 3 bagian Dengan
tubuh

pada

benda

yang dihayalkan
kata

menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

16

pemikiran orang lain

4

pergi ke toilet sendiri

Tahun

menggambar 4 - 6 bagian mulai
tubuh

belajar

berbohong dan takut
dibohongi

mencuci

muka

dan berhitung sampai angka 5 ada teman yang lebih

tangan

dengan baik

disukai

menggosok gigi

mengetahui 5 - 6 warna

mengetahui

arti

bahagia, sedih, takut,
dan marah
mengancingkan baju

menunjukkan
huruf

angka

sesuai

/ bermain

secara

yang berkelompok

dilisankan
menggunakan

5

garpu membaca petunjuk umum

dengan baik

dan tempat toko

memakai baju sendiri

menggambar

Tahun

8

-

10 mempunyai

bagian tubuh
makan sendiri

sekelompok teman

berhitung sampai angka meminta maaf jika
10 secara beurutan

menggunakan
saat makan

berbuat salah

pisau mengetahui 10 warna

mengucapkan selamat
kepada

membaca 25 kata

orang

lain

mengetahui bunyi huruf yang menerima hal
konsonan dan vokal

baik

mengetahui bentuk koin
menghafal

dan

menyebutkan huruf/angka
sesuai urutan
Sumber : Gerber, Wilks & Lalena, 2010

Universitas Sumatera Utara

17

2.2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
a) Gizi yang adekuat diperlukan untuk tumbuh kembang yang baik (Sultan,
2014). Anak dengan malnutrisi akut memiliki gangguan fungsi kognitif,
tingkat inteligensi yang lebih rendah, dan penyimbangan perilaku.
Sedangkan anak malnutrisi kronik mengalami perkembangan kognitif dan
motorik yang lebih lambat (Prado & Dewey, 2012).
b) Penyakit kronis/kelainan kongenital, seperti tuberkulosa, anemia, kelainan
jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c) Lingkungan fisik dan kimia seperti, sanitasi lingkungan yang kurang baik,
kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, dan zat kimia (Pb,
Mercuri, rokok) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan
anak.
d) Psikologis, seperti hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak
yang tidak dihendaki orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
e) Endokrin, seperti gangguan hormon misalnya pada penyakit hipotiroid
akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi
hormon pertumbuhan menyebabkan anak kerdil.
f) Sosio-ekonomi, seperti kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, dan ketidaktahuan yang akan
menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan

pengasuhan,

seperti

interaksi

ibu



anak

sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.
h) Stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya menyediakan alat mainan,
sosialisasi anak, perlakuan ibu terhadap perilaku anak, keterlibatan ibu,
dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak (Suganda, 2008).
Permainan yang dimaksud seperti bermain peran (role play) untuk
kemampuan berbahasa, berinteraksi bersama teman (assosiative play)
untuk kemampuan sosialisasi dan kemandirian, permainan bola bersama

Universitas Sumatera Utara

18

(cooperative play) untuk kemampuan motorik kasar dan menggambar
(skill play) untuk kemampuan motorik halus (Sain, Ismanto & Babakal,
2013).
i) Obat-obatan, seperti pemakaian kortikosteroid jangka lama akan
menghambat pertumbuhan dan obat perangsang susunan saraf pusat
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan (Suganda,
2008).
2.2.5. Penilaian Perkembangan Anak dengan Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP)
2.2.5.1.Definisi
Frankenburg dkk mengembangkan prescreening developmental questionnaire
(PDQ) yang dikembangkan dari skrining Denver developmental screening test
(DDST). Formulir PDQ ini telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh tim Kemenkes
RI pada tahun 1996 dan dikenal sebagai Kuesioner Praskrining Perkembangan
(KPSP) (Dhamayanti, 2006).
KPSP digunakan sebagai alat skrining/ pemeriksaan perkembangan anak
untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan (Kemenkes,
2014).
Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah setiap 3 bulan untuk umur 3
bulan – 2 tahun dan setiap 6 bulan untuk umur diatas 2 tahun – 6 tahun.
Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru Taman Kanan - Kanak
(TK), dan petugas Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) terlatih (Kemenkes, 2014).
2.2.5.2.Cara Penilaian Perkembangan Anak dengan KPSP
a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.
b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan dan tahun anak
lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh :
bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4 bulan. Bila umur bayi 3

Universitas Sumatera Utara

19

bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan. Setelah menentukan umur
anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
c) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu:
i. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “Dapatkah
bayi makan kue sendiri ?”
ii. Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan
tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi bayi anda
telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahanlahan ke posisi duduk”.
d) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu - ragu atau takut menjawab,
oleh karena itu, pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan
kepadanya.
e) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu persatu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban tersebut
pada formulir.
f) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab
pertanyaan terdahulu.
g) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab (Kemenkes, 2014).
2.2.5.3.Interpretasi Hasil
a) Hitunglah berapa jumlah jawaban ya.
b) Jawaban ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau
sering atau kadang-kadang melakukannya.
c) Jawaban tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah
melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu.
d) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya (S).
e) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).

Universitas Sumatera Utara

20

f) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan
(P) (Kemenkes, 2014).
2.2.5.4.Tindakan Lanjutan dari Hasil KPSP
A. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut:
 Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.
 Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
 Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin,
sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
 Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36-72 bulan), anak dapat
diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU),
Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak.
 Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap 6
bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.
B. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut:
 Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada
anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
 Ajarkan ibu cara melakukan tindakan intervensi dini berupa stimulasi
perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif di rumah setiap
hari sekitar 3-4 jam selama 2 minggu, stimulasi perkembangan anak
untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketertinggalannya. Bila anak
terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi dapat ditambah. Bila
anak menolak atau rewel, intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan
apabila anak sudah dapat diintervensi lagi.
 Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya
penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.
 Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan
menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.
Cara melakukan evaluasi hasil intervensi perkembangan adalah:

Universitas Sumatera Utara

21

i. Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3,
6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil
intervensi dengan menggunakan formulir KPSP sesuai dengan
umur anak.
ii. Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining
(umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan
evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP
untuk umur yang lebih muda, paling dekat dengan umur anak,
seperti contoh :Anak umur 35 bulan lewat 20 hari, gunakan KPSP
untuk umur 30 bulan.
iii. Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban “YA”
9 atau 10, artinya perkembangan anak sesuai dengan umur
tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai dengan
umurnya sekarang. Misalnya: umur 35 bulan lewat 20 hari, KPSP
umur 36 bulan.
iv. Bila hasil evaluasi intervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8,
kerjakan langkah-langkah berikut:


Teliti kembali apakah ada masalah dengan:



Intensitas intervensi perkembangan yang dilakukan di rumah,
apakah sudah dilakukan secara intensif ?



Jenis kemampuan perkembangan anak yang diintervensi,
apakah sudah dilakukan secara tepat dan benar ?



Cara memberikan intervensi, apakah sudah sesuai dengan
petunjuk dan nasihat tenaga kesehatan ?



Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, apakah ada masalah
gizi?, penyakit pada anak?, kelainan organ-organ terkait?

v. Bila ditemukan salah satu atau lebih masalah di atas:

Universitas Sumatera Utara

22



Bila ada masalah gizi atau anak sakit, tangani kasus tersebut
sesuai pedoman/standar tatalaksana kasus yang ada di tingkat
pelayanan dasar seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), tatalaksana gizi buruk, dan sebagainya.



Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat, atau tidak
sesuai dengan petunjuk/nasihat tenaga kesehatan, sekali lagi,
ajari orang tua dan keluarga cara melakukan intervensi
perkembangan yang intensif yang tepat dan benar. Bila perlu
dampingi orang tua/keluarga ketika melakukan intervensi pada
anaknya.

vi. Kemudian lakukan evaluasi hasil intervensi yang ke-2 dengan
cara yang sama, jika:


Bila kemampuan perkembangan anak ada kemajuan, berilah
pujian kepada orang tua dan anak. Anjurkan orang tua dan
keluarga untuk terus melakukan intervensi di rumah dan
kontrol kembali pada jadwal umur skrining berikutnya.



Bila kemampuan perkembangan tidak ada kemajuan tetap 7
atau 8 maka berarti ada penyimpangan perkembangan anak (P),
dan anak perlu segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki
tenaga dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, rehabilitasi
medik, psikolog dan ahli terapi (fisioterapis, terapis bicara, dan
sebagainya).

C. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan
berikut:
 Rujukan ke Rumah Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah
penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara &
bahasa, sosialisasi dan kemandirian) (Kemenkes, 2014)

Universitas Sumatera Utara

23

Universitas Sumatera Utara