Penentuan Distribusi Ukuran Gelembung Air Dalam Kerosin Dengan Metode Pengapungan Batang (Bouyancy Weighing-Bar Method)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG
Pada dasarnya prinsip Metode Pengapungan Batang pada pengukuran distribusi
ukuran gelembung sama dengan pada pengukuran distribusi ukuran partikel padatan
(particle size), dimana prinsip ini sama dengan yang dipakai pada metode
manometrik dan metode Oden Balance [8]. Pada pengukuran distribusi ukuran
gelembung sampel yang digunakan cair-cair, sedang pada penentuan particle size
digunakan cair-padat. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada
Metode Pengapungan Batang ini analog dengan kurva pressure drop terhadap
superficial velocity pada fluidisasi [9;10;11]. Gambar 2.1 adalah plot pressure drop
∆P terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi
ukuran gelembung secara grafik pada fluidisasi.
Gambar 2.1 Grafik penentuan distribusi ukuran droplet pada fluidisasi
4
Universitas Sumatera Utara
Jika superficial velocity u adalah u3, maka :
∆P = [
[
d∆P
( ρ P − ρ ) M 0 g D( x )
]+u
≡ 0Y ………………………..………. (2.1)
][
du
100
ρP A
d∆ P
( ρ P − ρ )M 0 g D ( x)
≡ XY
] ≡ 0X , u
][
ρP A
du
100
dengan M0, A, dan D(x) adalah total massa gelembung, cross-sectional area dari
unggun, dan persentasi massa kumulatif dari gelembung x.
Gambar 2.2 mengillustrasikan skematik diagram dari pengendapan gelembung.
Volume batang dalam suspensi adalah VB = Ah , dengan A adalah luas permukaan
dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada suspensi.
Densitas dari pelarut (cairan) dilambangkan dengan ρL, sedangkan densitas
gelembung dilambangkan dengan ρP. Konsentrasi mula-mula padatan dalam suspensi
adalah Co (kg-padatan/m3-suspensi) [12; 13].
Gambar 2.2 Skematik diagram pengendapan droplet
Gambar 2.2 (a) menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang
mengapung pada kondisi awal tergantung pada gelembung yang berada antara bagian
atas batang dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengendapan t = 0,
densitas mula-mula dari suspensi (ρS0) adalah:
………………………...………………….……. (2.2)
Karena massa batang mula-mula yang mengapung WB0 tergantung pada
gelembung pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, WB0 dapat
5
Universitas Sumatera Utara
didefenisikan sebagai berikut :
WB0 = VB ρ S0 ………………………………………………………………. (2.3)
Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah
G B0 = VB ρ B − WB0 = VB ( ρ B − ρ S0 ) ……………………………………..… (2.4)
dimana, ρB adalah densitas dari batang. Gambar 2.2 (b) menunjukkan konsentrasi
suspensi (C) semakin menurun dari waktu ke waktu, karena gelembung yang besar
sudah mengendap. Densitas suspensi ρSt , massa pengapungan batang WBt , dan massa
nyata dari batang GBt di dalam suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan
berikut.
ρ St = ρ L +
(ρP − ρL )
ρP
C …………………………………...……………..…. (2.5)
WBt =VB . ρSt ………………………………………………………….……… (2.6)
GBt =VB . ρB −WBt = VB . ρB −VB . ρSt =VB ( ρB − ρSt ) …………….………………. (2.7)
Gambar 2.2 (c), pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua gelembung,
baik besar maupun kecil sudah mengendap. Densitas suspensi ρS∞, massa
pengapungan batang WB∞ , dan massa nyata dari batang GB∞ di dalam suspensi pada t
= ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut.
ρS ∞ = ρL ……………………………………………………………….…… (2.8)
WB∞ =VB . ρL ………………………………………………………………… (2.9)
GB∞ =VB .ρB −WB∞ =VB ( ρB − ρL ) ……..…………………………………….. (2.10)
Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa gelembung dalam suspensi [14].
C 0 − C = C0 ∫
xmax
xi
f ( x ) dx +C 0 ∫
xi
xmin
v ( x )t
f ( x ) dx …………………...……... (2.11)
h
Dari persamaan (2.3), (2.6), (2.9) dan (2.11), diperoleh:
W0 − W = (W0 − W∞ ) ∫
xmax
xi
f ( x )dx + (W0 − W∞ ) ∫
xi
xmin
v( x )t
f ( x ) dx …...….... (2.12)
h
dimana v(x) adalah kecepatan pengendapan, f(x) adalah frekuensi massa gelembung
berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh :
−
xi v ( x )
dW
= (W0 − W∞ ) ∫
f ( x ) dx ……….……………………………. (2.13)
xmin h
dt
6
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan 2.12 dan 2.13,
dW
WBt = WRt + Bt t …………………………………………………… (2.14)
dt
dimana W Rt adalah massa gelembung yang lebih besar dari gelembung berukuran x,
xmax
f ( x)dx.
xi
W0 − (W0 −W∞ ) ∫
Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan :
dG
dG
G Bt = VB .ρ B − WRt + Bt t = G Rt + Bt t
dt
dt
…………………………...…….. (2.15)
dG Bt
dW
Dimana, GRt =VB .ρB −WRt , and
= − Bt , karena penurunan massa batang sesuai
dt
dt
dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai GRt dihitung dari slope
persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, R(x) dan kumulatif massa
undersize, D(x) adalah,
xmax
G −GB0
f ( x)dx = Rt
=1− D ( x ) ……………………………..………. (2.16)
xi
G B∞ − G B 0
R ( x) = ∫
Ukuran gelembung x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes dan
juga persamaan Allen :
•
Persamaan Stokes :
18µ L v ( x )
g(ρ P − ρL )
x=
…..……………..………………………………… (2.17)
dimana g adalah percepatan gravitasi dan µL adalah viskositas larutan. Persamaan
Stokes hanya berlaku untuk partikel yang berada pada aliran laminar dengan
Bilangan Reynold, Rep < 0,2 [18]
•
Persamaan Allen :
x=
1
φ
v x
225
µ L ρL
4
ρL -ρP g2
2
1
3
................................................................. (2.18)
dimana φ adalah Wadell’s shape factor, g adalah percepatan gravitasi µL adalah
viskositas larutan, ρL adalah densitas pelarut (kerosin) dan ρp adalah densitas
gelembung. Nilai dari densitas gelembung diasumsikan sama dengan densitas air,
karena air merupakan fase terdispersi yang akan membentuk gelembung. Bentuk dari
gelembung air diasumsikan memiliki bentuk spherical, sehingga nilai Wadell’s shape
7
Universitas Sumatera Utara
factor untuk gelembung kerosin adalah 1 [19]. Pada persamaan Allen hanya berlaku
untuk partikel yang berada pada aliran transisi dengan bilangan Reynold 0,2< Re p<
500 [20]. Bilangan Reynold dari gelembung dihitung menggunakan persamaan
berikut :
Rep
v x d x ρp
μp
.........................................................................................................(2.19)
dimana v merupakan kecepatan pengapungan yang dihitung dengan persamaan 2.20,
ρp densitas gelembung air, µp adalah viskositas gelembung air.
Kecepatan pengendapan v(x) gelembung dihitung sesuai dengan persamaan 2.20.
v( x) =
h
t
.......……………………………………………………………. (2.20)
dimana h adalah panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu
pengendapan.
Ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan
diameter Stokes dan ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.18
merupakan diameter Allen. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode
Pengapungan Batang ini mirip dengan metode sedimentation balance [8].
Gambar 2.3 Grafik penentuan DSD dengan metode pengapungan
batang
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 mengillustrasikan metode perhitungan DSD yang mengendap
dengan
menggunakan
Metode
Pengapungan
Batang.
Gambar
kanan
atas
menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara gambar
kanan bawah menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran gelembung.
Dari persamaan 2.17 dan 2.19, waktu sebanding dengan kuadrat kebalikan dari
ukuran gelembung. Jadi dalam metode ini, ukuran gelembung x dapat dihitung pada
setiap waktu t, sementara GRt secara simultan dapat dihitung dari slope, sesuai
dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa undersize, D(x) dapat dihitung dengan
persamaan 2.16. Pada gambar kiri atas, DSD diperoleh dari perhitungan ukuran
gelembung x dan D(x) [12;15].
Persamaan 2.2 - 2.19 di atas digunakan dalam penentuan ukuran gelembung
pada pemisahan cair-cair (air dalam minyak), serta menentukan waktu yang
menyatakan telah terpisahnya kedua cairan secara sempurna yang ditandai ketika
massa batang dalam suspensi sudah konstan [17;16].
2.2
PENELITIAN YANG SUDAH PERNAH DILAKUKAN
Penelitian dengan menggunakan metode Metode Pengapungan Batang telah
dilakukan untuk partikel-partikel mengapung dan partikel mengendap dan Penelitian
untuk pengukuran DSD juga telah dilakukan. Penelitian – penelitian yang pernah
dilakukan tersebut adalah sebagai berikut.
Obata, dkk pertama sekali menemukan metode ini dengan mengukur
distribusi ukuran partikel yang mengendap dalam Stokes region. Sampel yang
mereka teliti adalah silica sand, calcium carbonate dan barium-titanate glass
yang diukur dengan menggunakan fase cair air [1].
Motoi, dkk kemudian mengaplikasikan metode ini untuk menentukan
distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang mereka teliti adalah
Glassbubbles, paraffin particle dan Fuji nylon beads. Fase cair yang dipakai
adalah air [13].
Tambun, dkk mengembangkan penelitian ini dengan melakukan pengukuran
distribusi ukuran partikel yang mengapung dalam Allen region. Sampel yang
dipakai adalah polystyrene beads (spherical) dan nylon beads (cylindrical).
Cairan yang dipakai adalah natrium klorida [19].
Opedal, dkk melakukan penelitian penentuan DSD dengan menggunakan
9
Universitas Sumatera Utara
Low Field NMR pada emulsi air dalam minyak dengan menggunakan sampel
crude oil. Hasil pengukuran DSD dengan metode ini memiliki korelasi yang
sama dengan menggunakan optical microscope [2]
Boxall, dkk melakukan penelitian penentuan DSD dari emulsi air dalam
minyak dengan menggunakan Particle Video Microscope dan Focused Beam
Reflectance Method pada sampel crude oil. Hasil penelitian ini adalah bahwa
DSD yang terukur pada konsentrasi fase terdispersi 10 – 20 % [21]
Jurado, dkk melakukan penelitian pengukuran DSD dengan menggunakan
metode laser diffraction yang dilengkapi dengan Coulter LS-230 analyzer
pada sampel triolein, trybutyrin dan air [22]
Pada penelitian sebelumnya, metode pengapungan batang ini sudah pernah
diaplikasikan untuk mengkaji pemisahan dua jenis cairan dan penentuan DSD,
namun masih perlu pengembangan ataupun penelitian lebih lanjut karena masih
minimnya hasil yang diperoleh. Metode BWM ini diharapkan mampu mengukur
DSD air dalam kerosin serta waktu pemisahan yang terbaik dari kedua cairan
tersebut.
2.3
METODE – METODE
GELEMBUNG (DSD)
PENGUKURAN
DISTRIBUSI
UKURAN
2.3.1 Laser Diffraction
Metode ini awalnya digunakan hanya untuk mengukur distribusi ukuran
partikel namun, pemanfaatan metode ini untuk pengukuran DSD telah diwujudkan
bertahun-tahun yang lalu. Metode ini kemudian menjadi metode yang paling umum
digunakan untuk mengukur DSD dari emulsi karena dapat mengukur DSD dari
ukuran 0,1 µm sampai 1000 µm. Prinsip dari metode ini, yaitu sinar monokromatik
ditembakkan melalui suatu emulsi dan pola difraksi yang dihasilkan diukur
menggunakan
serangkaian
detektor
yang
peka
terhadap
cahaya.
Untuk
mengakuratkan metode ini dalam pengukuran DSD ada dua hal yang sangat penting,
yaitu (1) desain sistem optik yang digunakan untuk mengukur pola difraksi yang
dihasilkan dari transmisi sinar laser melalui cuvette dan (2) kecanggihan model
matematika yang digunakan untuk mengkonversi pola difraksi yang diukur dalam
DSD.
Jumlah, posisi dan kualitas detektor pada alat ini yang digunakan untuk
10
Universitas Sumatera Utara
mengukur ketergantungan sudut sinar laser menentukan keakurasian pola difraksi
yang dapat diukur. Semakin besar jumlah detektor, semakin luas area dari sudut yang
terukur dan semakin besar sensivitas detektor maka semakin akurat pola difraksi
yang dapat diukur [23].
Gambar 2.4 Penggunaan Metode Light Scattering untuk Mengukur DSD
2.3.2 Electrical Pulse Counting (Coulter Counter)
Metode ini sering juga disebut dengan electrozone sensing. Pada metode ini
emulsi yang akan dianalisis diencerkan dalam larutan elektrolit lemah yang
ditempatkan pada suatu gelas kimia dengan dua elektroda dicelupkan ke dalamnya.
Salah satu elektroda tersebut memiliki suatu celah kecil dimana emulsi digambarkan.
Prinsip dari metode ini, yaitu ketika suatu oil droplet melewati celah pada eletroda
menyebabkan
penurunan
arus
antara
elektroda,
karena
minyak
memiliki
konduktivitas listrik yang jauh lebih rendah daripada air. Setiap kali oil droplet
melewati celah, instrumen mencatat penurunan arus pada elektroda yang dikonversi
menjadi suatu denyut (pulse) listrik. Alat ini mengontrol volume cairan yang
melewati celah. Oleh karena itu, konsentrasi droplet dapat ditentukan dengan
menghitung jumlah denyut (pulse) listrik dalam suatu emulsi. Metode ini dapat
mengukur DSD yang berukuran 0,4 µm sampai 1200 µm [23].
Gambar 2.5 Metode Coulter Counter
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Microscopy
Pada metode ini DSD ditentukan dengan cara mengamati sampel emulsi
melalui microscope dan secara visual menentukan ukuran dari gelembung. Sering
kali foto diperbesar untuk penentuan visual. Teknik ini memiliki keuntungan untuk
dapat membedakan antara droplet oil dan partikel non-minyak. Alat ini juga dapat
membantu untuk melihat langsung apakah ada faktor bentuk yang ekstrim. Namun,
teknik ini umumtnya menggunakan volume sampel yang sangat kecil dan karena itu
mungkin tidak mewakili dari seluruh sampel [24]. Namun, kelemahan metode ini
adalah tidak terdeteksinya suatu gelembung yang memiliki ukuran kurang dari 0,5
µm. Hal ini terjadi karena lemahnya resolusi dan kecerahan (kontras) pada metode
ini. Dan jika suatu gelembung memiliki brownian effect, maka alat ini tidak bisa
mendeteksi gelembung yang memiliki ukuran kurang dari 1µm [25].
2.3.4 Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Metode ini telah digunakan untuk mengukur DSD dari suatu emulsi, dimana
DSD yang terdeteksi berukuran 0,2 µm sampai 100 µm. Prinsip dari metode ini
sangat rumit, dan telah dijelaskan pada beberapa literatur. Pada dasarnya sampel
yang akan dianalisa ditempatkan pada static magnetic field gradient dan serangkaian
radio frequency pulses ditempatkan pada daerah itu. Pulse tersebut akan
menyebabkan beberapa inti hidrogen dalam sampel memiliki energi yang lebih tinggi
sehingga dapat terdeteksi oleh NMR [23]. Pada saat melakukan pengukuran DSD,
tidak perlu melakukan pretreatmen pada sampel yang akan dianalisa dan sampel
tersebut tidak akan rusak, sehingga memungkinkan untuk kembali melakukan
pengukuran untuk sampel yang sama [26].
Gambar 2.6 Nuclear Magnetic Resonance
12
Universitas Sumatera Utara
2.4
EMULSI CAIR – CAIR
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling
tercampur. Dua fasa cairan ini terdiri dari liquid droplet (fasa terdispersi) yang
terdispersi pada suatu media cair (fase kontinu). Ada beberapa jenis emulsi yaitu
emulsi minyak dalam air (W/O), emulsi air dalam minyak (W/O) dan emulsi minyak
dalam minyak (O/O). Untuk dapat mendispersikan dua cairan yang tidak saling
bercampur diperlukan komponen ketiga, yaitu emulsifier. Penggunaan emulsifier
tidak hanya untuk membantu pembentukan emulsi tetapi juga untuk menstabilkan
emulsi tersebut untuk waktu yang lama [27]. Proses pengubahan dua cairan yang
tidak saling melarut menjadi suatu emulsi disebut homogenisasi dan alat yang
digunakan untuk melakukan fungsi di atas disebut dengan homogenizer [23]. Tipe
emulsi di atas dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti perbandingan jumlah air
dan minyak, konsentrasi elektolit, temperatur [28], ukuran rata-rata dari gelembung,
visksositas dari tiap fasa dan konsentrasi dari emulsifier yang akan digunakan [29].
Beberapa proses yang berkaitan dengan pemecahan emulsi, yaitu : (1) Droplet size
distrbution antara fasa terdispersi dan fasa kontinu. (2) Kelarutan dari fasa terdispersi
dan distribusi ukuran partikel, yang kemudian akan menyebabkan Ostwald ripening
(disproporsional). (3) Stabilitas dari liquid film antara droplet, yang kemudian
menyebabkan peleburan emulsi dan (4) Fase inversi. Fenomena fisik yang terlibat
dalam setiap proses pemecahan pada emulsi di atas tidak sederhana, dan memerlukan
analisis dari setiap fenomena yang terlibat. Selain itu, proses pemecahan di atas lebih
sering terjadi secara bersamaan dibandingkan secara berurutan, yang kemudian akan
mempersulit analisis [27].
13
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG
Pada dasarnya prinsip Metode Pengapungan Batang pada pengukuran distribusi
ukuran gelembung sama dengan pada pengukuran distribusi ukuran partikel padatan
(particle size), dimana prinsip ini sama dengan yang dipakai pada metode
manometrik dan metode Oden Balance [8]. Pada pengukuran distribusi ukuran
gelembung sampel yang digunakan cair-cair, sedang pada penentuan particle size
digunakan cair-padat. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada
Metode Pengapungan Batang ini analog dengan kurva pressure drop terhadap
superficial velocity pada fluidisasi [9;10;11]. Gambar 2.1 adalah plot pressure drop
∆P terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi
ukuran gelembung secara grafik pada fluidisasi.
Gambar 2.1 Grafik penentuan distribusi ukuran droplet pada fluidisasi
4
Universitas Sumatera Utara
Jika superficial velocity u adalah u3, maka :
∆P = [
[
d∆P
( ρ P − ρ ) M 0 g D( x )
]+u
≡ 0Y ………………………..………. (2.1)
][
du
100
ρP A
d∆ P
( ρ P − ρ )M 0 g D ( x)
≡ XY
] ≡ 0X , u
][
ρP A
du
100
dengan M0, A, dan D(x) adalah total massa gelembung, cross-sectional area dari
unggun, dan persentasi massa kumulatif dari gelembung x.
Gambar 2.2 mengillustrasikan skematik diagram dari pengendapan gelembung.
Volume batang dalam suspensi adalah VB = Ah , dengan A adalah luas permukaan
dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada suspensi.
Densitas dari pelarut (cairan) dilambangkan dengan ρL, sedangkan densitas
gelembung dilambangkan dengan ρP. Konsentrasi mula-mula padatan dalam suspensi
adalah Co (kg-padatan/m3-suspensi) [12; 13].
Gambar 2.2 Skematik diagram pengendapan droplet
Gambar 2.2 (a) menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang
mengapung pada kondisi awal tergantung pada gelembung yang berada antara bagian
atas batang dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengendapan t = 0,
densitas mula-mula dari suspensi (ρS0) adalah:
………………………...………………….……. (2.2)
Karena massa batang mula-mula yang mengapung WB0 tergantung pada
gelembung pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, WB0 dapat
5
Universitas Sumatera Utara
didefenisikan sebagai berikut :
WB0 = VB ρ S0 ………………………………………………………………. (2.3)
Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah
G B0 = VB ρ B − WB0 = VB ( ρ B − ρ S0 ) ……………………………………..… (2.4)
dimana, ρB adalah densitas dari batang. Gambar 2.2 (b) menunjukkan konsentrasi
suspensi (C) semakin menurun dari waktu ke waktu, karena gelembung yang besar
sudah mengendap. Densitas suspensi ρSt , massa pengapungan batang WBt , dan massa
nyata dari batang GBt di dalam suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan
berikut.
ρ St = ρ L +
(ρP − ρL )
ρP
C …………………………………...……………..…. (2.5)
WBt =VB . ρSt ………………………………………………………….……… (2.6)
GBt =VB . ρB −WBt = VB . ρB −VB . ρSt =VB ( ρB − ρSt ) …………….………………. (2.7)
Gambar 2.2 (c), pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua gelembung,
baik besar maupun kecil sudah mengendap. Densitas suspensi ρS∞, massa
pengapungan batang WB∞ , dan massa nyata dari batang GB∞ di dalam suspensi pada t
= ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut.
ρS ∞ = ρL ……………………………………………………………….…… (2.8)
WB∞ =VB . ρL ………………………………………………………………… (2.9)
GB∞ =VB .ρB −WB∞ =VB ( ρB − ρL ) ……..…………………………………….. (2.10)
Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa gelembung dalam suspensi [14].
C 0 − C = C0 ∫
xmax
xi
f ( x ) dx +C 0 ∫
xi
xmin
v ( x )t
f ( x ) dx …………………...……... (2.11)
h
Dari persamaan (2.3), (2.6), (2.9) dan (2.11), diperoleh:
W0 − W = (W0 − W∞ ) ∫
xmax
xi
f ( x )dx + (W0 − W∞ ) ∫
xi
xmin
v( x )t
f ( x ) dx …...….... (2.12)
h
dimana v(x) adalah kecepatan pengendapan, f(x) adalah frekuensi massa gelembung
berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh :
−
xi v ( x )
dW
= (W0 − W∞ ) ∫
f ( x ) dx ……….……………………………. (2.13)
xmin h
dt
6
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan 2.12 dan 2.13,
dW
WBt = WRt + Bt t …………………………………………………… (2.14)
dt
dimana W Rt adalah massa gelembung yang lebih besar dari gelembung berukuran x,
xmax
f ( x)dx.
xi
W0 − (W0 −W∞ ) ∫
Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan :
dG
dG
G Bt = VB .ρ B − WRt + Bt t = G Rt + Bt t
dt
dt
…………………………...…….. (2.15)
dG Bt
dW
Dimana, GRt =VB .ρB −WRt , and
= − Bt , karena penurunan massa batang sesuai
dt
dt
dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai GRt dihitung dari slope
persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, R(x) dan kumulatif massa
undersize, D(x) adalah,
xmax
G −GB0
f ( x)dx = Rt
=1− D ( x ) ……………………………..………. (2.16)
xi
G B∞ − G B 0
R ( x) = ∫
Ukuran gelembung x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes dan
juga persamaan Allen :
•
Persamaan Stokes :
18µ L v ( x )
g(ρ P − ρL )
x=
…..……………..………………………………… (2.17)
dimana g adalah percepatan gravitasi dan µL adalah viskositas larutan. Persamaan
Stokes hanya berlaku untuk partikel yang berada pada aliran laminar dengan
Bilangan Reynold, Rep < 0,2 [18]
•
Persamaan Allen :
x=
1
φ
v x
225
µ L ρL
4
ρL -ρP g2
2
1
3
................................................................. (2.18)
dimana φ adalah Wadell’s shape factor, g adalah percepatan gravitasi µL adalah
viskositas larutan, ρL adalah densitas pelarut (kerosin) dan ρp adalah densitas
gelembung. Nilai dari densitas gelembung diasumsikan sama dengan densitas air,
karena air merupakan fase terdispersi yang akan membentuk gelembung. Bentuk dari
gelembung air diasumsikan memiliki bentuk spherical, sehingga nilai Wadell’s shape
7
Universitas Sumatera Utara
factor untuk gelembung kerosin adalah 1 [19]. Pada persamaan Allen hanya berlaku
untuk partikel yang berada pada aliran transisi dengan bilangan Reynold 0,2< Re p<
500 [20]. Bilangan Reynold dari gelembung dihitung menggunakan persamaan
berikut :
Rep
v x d x ρp
μp
.........................................................................................................(2.19)
dimana v merupakan kecepatan pengapungan yang dihitung dengan persamaan 2.20,
ρp densitas gelembung air, µp adalah viskositas gelembung air.
Kecepatan pengendapan v(x) gelembung dihitung sesuai dengan persamaan 2.20.
v( x) =
h
t
.......……………………………………………………………. (2.20)
dimana h adalah panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu
pengendapan.
Ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan
diameter Stokes dan ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.18
merupakan diameter Allen. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode
Pengapungan Batang ini mirip dengan metode sedimentation balance [8].
Gambar 2.3 Grafik penentuan DSD dengan metode pengapungan
batang
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 mengillustrasikan metode perhitungan DSD yang mengendap
dengan
menggunakan
Metode
Pengapungan
Batang.
Gambar
kanan
atas
menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara gambar
kanan bawah menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran gelembung.
Dari persamaan 2.17 dan 2.19, waktu sebanding dengan kuadrat kebalikan dari
ukuran gelembung. Jadi dalam metode ini, ukuran gelembung x dapat dihitung pada
setiap waktu t, sementara GRt secara simultan dapat dihitung dari slope, sesuai
dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa undersize, D(x) dapat dihitung dengan
persamaan 2.16. Pada gambar kiri atas, DSD diperoleh dari perhitungan ukuran
gelembung x dan D(x) [12;15].
Persamaan 2.2 - 2.19 di atas digunakan dalam penentuan ukuran gelembung
pada pemisahan cair-cair (air dalam minyak), serta menentukan waktu yang
menyatakan telah terpisahnya kedua cairan secara sempurna yang ditandai ketika
massa batang dalam suspensi sudah konstan [17;16].
2.2
PENELITIAN YANG SUDAH PERNAH DILAKUKAN
Penelitian dengan menggunakan metode Metode Pengapungan Batang telah
dilakukan untuk partikel-partikel mengapung dan partikel mengendap dan Penelitian
untuk pengukuran DSD juga telah dilakukan. Penelitian – penelitian yang pernah
dilakukan tersebut adalah sebagai berikut.
Obata, dkk pertama sekali menemukan metode ini dengan mengukur
distribusi ukuran partikel yang mengendap dalam Stokes region. Sampel yang
mereka teliti adalah silica sand, calcium carbonate dan barium-titanate glass
yang diukur dengan menggunakan fase cair air [1].
Motoi, dkk kemudian mengaplikasikan metode ini untuk menentukan
distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang mereka teliti adalah
Glassbubbles, paraffin particle dan Fuji nylon beads. Fase cair yang dipakai
adalah air [13].
Tambun, dkk mengembangkan penelitian ini dengan melakukan pengukuran
distribusi ukuran partikel yang mengapung dalam Allen region. Sampel yang
dipakai adalah polystyrene beads (spherical) dan nylon beads (cylindrical).
Cairan yang dipakai adalah natrium klorida [19].
Opedal, dkk melakukan penelitian penentuan DSD dengan menggunakan
9
Universitas Sumatera Utara
Low Field NMR pada emulsi air dalam minyak dengan menggunakan sampel
crude oil. Hasil pengukuran DSD dengan metode ini memiliki korelasi yang
sama dengan menggunakan optical microscope [2]
Boxall, dkk melakukan penelitian penentuan DSD dari emulsi air dalam
minyak dengan menggunakan Particle Video Microscope dan Focused Beam
Reflectance Method pada sampel crude oil. Hasil penelitian ini adalah bahwa
DSD yang terukur pada konsentrasi fase terdispersi 10 – 20 % [21]
Jurado, dkk melakukan penelitian pengukuran DSD dengan menggunakan
metode laser diffraction yang dilengkapi dengan Coulter LS-230 analyzer
pada sampel triolein, trybutyrin dan air [22]
Pada penelitian sebelumnya, metode pengapungan batang ini sudah pernah
diaplikasikan untuk mengkaji pemisahan dua jenis cairan dan penentuan DSD,
namun masih perlu pengembangan ataupun penelitian lebih lanjut karena masih
minimnya hasil yang diperoleh. Metode BWM ini diharapkan mampu mengukur
DSD air dalam kerosin serta waktu pemisahan yang terbaik dari kedua cairan
tersebut.
2.3
METODE – METODE
GELEMBUNG (DSD)
PENGUKURAN
DISTRIBUSI
UKURAN
2.3.1 Laser Diffraction
Metode ini awalnya digunakan hanya untuk mengukur distribusi ukuran
partikel namun, pemanfaatan metode ini untuk pengukuran DSD telah diwujudkan
bertahun-tahun yang lalu. Metode ini kemudian menjadi metode yang paling umum
digunakan untuk mengukur DSD dari emulsi karena dapat mengukur DSD dari
ukuran 0,1 µm sampai 1000 µm. Prinsip dari metode ini, yaitu sinar monokromatik
ditembakkan melalui suatu emulsi dan pola difraksi yang dihasilkan diukur
menggunakan
serangkaian
detektor
yang
peka
terhadap
cahaya.
Untuk
mengakuratkan metode ini dalam pengukuran DSD ada dua hal yang sangat penting,
yaitu (1) desain sistem optik yang digunakan untuk mengukur pola difraksi yang
dihasilkan dari transmisi sinar laser melalui cuvette dan (2) kecanggihan model
matematika yang digunakan untuk mengkonversi pola difraksi yang diukur dalam
DSD.
Jumlah, posisi dan kualitas detektor pada alat ini yang digunakan untuk
10
Universitas Sumatera Utara
mengukur ketergantungan sudut sinar laser menentukan keakurasian pola difraksi
yang dapat diukur. Semakin besar jumlah detektor, semakin luas area dari sudut yang
terukur dan semakin besar sensivitas detektor maka semakin akurat pola difraksi
yang dapat diukur [23].
Gambar 2.4 Penggunaan Metode Light Scattering untuk Mengukur DSD
2.3.2 Electrical Pulse Counting (Coulter Counter)
Metode ini sering juga disebut dengan electrozone sensing. Pada metode ini
emulsi yang akan dianalisis diencerkan dalam larutan elektrolit lemah yang
ditempatkan pada suatu gelas kimia dengan dua elektroda dicelupkan ke dalamnya.
Salah satu elektroda tersebut memiliki suatu celah kecil dimana emulsi digambarkan.
Prinsip dari metode ini, yaitu ketika suatu oil droplet melewati celah pada eletroda
menyebabkan
penurunan
arus
antara
elektroda,
karena
minyak
memiliki
konduktivitas listrik yang jauh lebih rendah daripada air. Setiap kali oil droplet
melewati celah, instrumen mencatat penurunan arus pada elektroda yang dikonversi
menjadi suatu denyut (pulse) listrik. Alat ini mengontrol volume cairan yang
melewati celah. Oleh karena itu, konsentrasi droplet dapat ditentukan dengan
menghitung jumlah denyut (pulse) listrik dalam suatu emulsi. Metode ini dapat
mengukur DSD yang berukuran 0,4 µm sampai 1200 µm [23].
Gambar 2.5 Metode Coulter Counter
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Microscopy
Pada metode ini DSD ditentukan dengan cara mengamati sampel emulsi
melalui microscope dan secara visual menentukan ukuran dari gelembung. Sering
kali foto diperbesar untuk penentuan visual. Teknik ini memiliki keuntungan untuk
dapat membedakan antara droplet oil dan partikel non-minyak. Alat ini juga dapat
membantu untuk melihat langsung apakah ada faktor bentuk yang ekstrim. Namun,
teknik ini umumtnya menggunakan volume sampel yang sangat kecil dan karena itu
mungkin tidak mewakili dari seluruh sampel [24]. Namun, kelemahan metode ini
adalah tidak terdeteksinya suatu gelembung yang memiliki ukuran kurang dari 0,5
µm. Hal ini terjadi karena lemahnya resolusi dan kecerahan (kontras) pada metode
ini. Dan jika suatu gelembung memiliki brownian effect, maka alat ini tidak bisa
mendeteksi gelembung yang memiliki ukuran kurang dari 1µm [25].
2.3.4 Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Metode ini telah digunakan untuk mengukur DSD dari suatu emulsi, dimana
DSD yang terdeteksi berukuran 0,2 µm sampai 100 µm. Prinsip dari metode ini
sangat rumit, dan telah dijelaskan pada beberapa literatur. Pada dasarnya sampel
yang akan dianalisa ditempatkan pada static magnetic field gradient dan serangkaian
radio frequency pulses ditempatkan pada daerah itu. Pulse tersebut akan
menyebabkan beberapa inti hidrogen dalam sampel memiliki energi yang lebih tinggi
sehingga dapat terdeteksi oleh NMR [23]. Pada saat melakukan pengukuran DSD,
tidak perlu melakukan pretreatmen pada sampel yang akan dianalisa dan sampel
tersebut tidak akan rusak, sehingga memungkinkan untuk kembali melakukan
pengukuran untuk sampel yang sama [26].
Gambar 2.6 Nuclear Magnetic Resonance
12
Universitas Sumatera Utara
2.4
EMULSI CAIR – CAIR
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling
tercampur. Dua fasa cairan ini terdiri dari liquid droplet (fasa terdispersi) yang
terdispersi pada suatu media cair (fase kontinu). Ada beberapa jenis emulsi yaitu
emulsi minyak dalam air (W/O), emulsi air dalam minyak (W/O) dan emulsi minyak
dalam minyak (O/O). Untuk dapat mendispersikan dua cairan yang tidak saling
bercampur diperlukan komponen ketiga, yaitu emulsifier. Penggunaan emulsifier
tidak hanya untuk membantu pembentukan emulsi tetapi juga untuk menstabilkan
emulsi tersebut untuk waktu yang lama [27]. Proses pengubahan dua cairan yang
tidak saling melarut menjadi suatu emulsi disebut homogenisasi dan alat yang
digunakan untuk melakukan fungsi di atas disebut dengan homogenizer [23]. Tipe
emulsi di atas dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti perbandingan jumlah air
dan minyak, konsentrasi elektolit, temperatur [28], ukuran rata-rata dari gelembung,
visksositas dari tiap fasa dan konsentrasi dari emulsifier yang akan digunakan [29].
Beberapa proses yang berkaitan dengan pemecahan emulsi, yaitu : (1) Droplet size
distrbution antara fasa terdispersi dan fasa kontinu. (2) Kelarutan dari fasa terdispersi
dan distribusi ukuran partikel, yang kemudian akan menyebabkan Ostwald ripening
(disproporsional). (3) Stabilitas dari liquid film antara droplet, yang kemudian
menyebabkan peleburan emulsi dan (4) Fase inversi. Fenomena fisik yang terlibat
dalam setiap proses pemecahan pada emulsi di atas tidak sederhana, dan memerlukan
analisis dari setiap fenomena yang terlibat. Selain itu, proses pemecahan di atas lebih
sering terjadi secara bersamaan dibandingkan secara berurutan, yang kemudian akan
mempersulit analisis [27].
13
Universitas Sumatera Utara