Penentuan Distribusi Ukuran Gelembung Kerosin Dalam Air Dengan Metode Pengapungan Batang (Bouyancy Weighing-Bar Method)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PRINSIP METODE PENGAPUNGAN BATANG
Pada dasarnya prinsip Metode Pengapungan Batang pada pengukuran distribusi
ukuran gelembung (DSD) sama dengan pada pengukuran distribusi ukuran partikel
padatan (particle size), dimana prinsip ini sama dengan yang dipakai pada metode
manometrik dan metode Oden Balance [9]. Pada pengukuran DSD, sampel yang
digunakan cair-cair, sedang pada penentuan particle size sampel yang digunakan
cair-padat. Secara grafik, kurva massa terhadap waktu pengendapan pada Metode
Pengapungan Batangini analog dengan kurva pressure drop terhadap superficial
velocity pada fluidisasi [10;11;12]. Gambar 2.1 adalah plot pressure drop ∆P
terhadap superficial velocity u, yang menggambarkan perhitungan distribusi ukuran
gelembung secara grafik pada fluidisasi.

Gambar 2.1 Grafik penentuan distribusi ukuran gelembung pada fluidisasi

4
Universitas Sumatera Utara

Jika superficial velocity u adalah u3, maka :


∆P = [

[

d∆P
( ρ P − ρ ) M 0 g D ( x)
]+ u
][
≡ 0Y ………………………………. (2.1)
ρP A
du
100

( ρ P − ρ ) M 0 g D( x)
d ∆P
][
] ≡ 0X , u
≡ XY
ρP A

du
100

dengan M0, A, dan D(x) adalah total massa gelembung, cross-sectional area dari
unggun, dan persentasi massa kumulatif dari partikel x.
Gambar 2.2

mengillustrasikan skematik diagram dari pengapungan

gelembung. Volume batang dalam suspensi adalah VB = Ah , dengan A adalah luas
permukaan dari batang pemberat dan h adalah panjang batang yang dicelupkan pada
suspensi. Densitas dari pelarut (cairan) dilambangkan dengan ρL, sedangkan densitas
gelembung dilambangkan dengan ρP. Konsentrasi mula-mula gelembung dalam
suspensi adalah Co (kg-padatan/m3-suspensi) [17;14].

Gambar 2.2 Skematik diagram pengapungan gelembung

Gambar 2.2 (a) menunjukkan bahwa massa batang mula-mula yang mengapung
pada kondisi awal tergantung pada gelembung yang berada antara bagian atas batang


5
Universitas Sumatera Utara

dan bagian bawah batang dalam suspensi. Pada waktu pengapungan t = 0, densitas
mula-mula dari suspensi (ρS0) adalah:

ρ S0 = ρ L +

C0

ρP

(ρ P − ρ L ) ………………………...………………………. (2.2)

Karena massa batang mula-mula yang mengapung WB0 tergantung pada
gelembung pada suspensi dari permukaan sampai kedalaman h, WB0 dapat
didefinisikan sebagai berikut :
WB0 = VB ρ S0 ……………………………………………………………… (2.3)

Pada kondisi mula-mula, massa batang dalam suspensi adalah


GB0 = VB ρ B − WB0 = VB ( ρ B − ρ S0 ) ……………………………………… (2.4)
dimana, ρB adalah densitas dari batang. Gambar 2.2(b) menunjukkan konsentrasi
suspensi (C) semakin menurun dari waktu ke waktu, karena gelembung yang besar
sudah mengapung. Densitas suspensi ρSt, massa pengapungan batang WBt , dan massa
nyata dari batang GBt di dalam suspensi pada t = t diberikan sesuai dengan persamaan
berikut.

ρSt = ρL +

( ρP − ρ L )
ρP

C …………………………………...……………….. (2.5)

WBt =VB . ρSt …………………………………………………………………. (2.6)
GBt =VB .ρB −WBt =VB .ρB −VB .ρSt =VB ( ρB − ρSt ) …………….………………. (2.7)
Gambar 2.2(c), pada t = ~, konsentrasi suspensi adalah 0, karena semua gelembung,
baik besar maupun kecil sudah mengapung. Densitas suspensi ρS∞, massa
pengapungan batang WB∞ , dan massa nyata dari batang GB∞ di dalam suspensi pada t

= ~ diberikan sesuai dengan persamaan berikut.

ρS ∞ = ρL ……………………………………………………………………. (2.8)
W B∞ =V B . ρ L ……………………………………………………………….(2.9)
G B∞ =V B . ρ B −W B∞ = V B ( ρ B − ρ L ) ……..……………………………..(2.10)

6
Universitas Sumatera Utara

Persamaan 2.11 menunjukkan neraca massa gelembung dalam suspensi [16].

C0 − C = C0 ∫

x max

xi

f ( x ) dx +C 0 ∫

xi


xmin

v ( x )t
f ( x ) dx …………...……....(2.11)
h

Dari persamaan (2.3), (2.6), (2.9) dan (2.11), diperoleh:
W0 − W = (W 0 − W ∞ ) ∫

xmax

xi

f ( x ) dx + (W 0 − W∞ ) ∫

xi

xmin


v ( x )t
f ( x ) dx …….….. (2.12)
h

dimana v(x) adalah kecepatan pengendapan, f(x) adalah frekuensi massa gelembung
berukuran x. Diferensial persamaan 2.12 terhadap waktu t, maka akan diperoleh :



xi v ( x )
dW
= (W0 − W∞ ) ∫
f ( x ) dx ……….…………………………. (2.13)
xmin h
dt

Dari persamaan 2.12 dan 2.13,
WBt = WRt +

dWBt


t .................................................................................. (2.14)

dt

dimana WRt adalah massa gelembung yang lebih besar dari gelembung berukuran x,
xmax

W0 - W0 -W∞

f x dx
xi

Kombinasi persamaan 2.7 dan 2.14 akan menghasilkan :
 dG Bt 
 dG Bt  ……………………….…….. (2.15)
t = G Rt + 
t
 dt 
 dt 


G Bt = V B . ρ B − W Rt + 

Dimana, GRt =VB .ρB −WRt , dan

dG Bt
dW
= − Bt , karena penurunan massa batang
dt
dt

sesuai dengan penurunan massa pengapungan batang. Nilai G Rt dihitung dari slope
persamaan 2.15. Hubungan kumulatif massa oversize, R(x) dan kumulatif massa
ovesize, D(x) adalah,
xmax
G − G B0
f ( x ) dx = Rt
=1 − D ( x ) ……………………………..…….
xi
G B∞ − G B 0


R( x) = ∫

(2.16)
Ukuran gelembung x diekspresikan dengan menggunakan persamaan Stokes dan
juga persamaan Allen:

7
Universitas Sumatera Utara

Persamaan Stokes :
x=

18µ L v ( x)
g ( ρ P − ρ L ) …...……………………..………………………………... (2.17)

Dimana g adalah percepatan gravitasi dan µL adalah viskositas larutan. Persamaan
stokes berlaku hanya untuk jenis aliran laminar dengan Bilangan Reynold, Rep < 0,2
[30].
Persamaan Allen :

x=

1
φ

vx

225

µLρL

4

ρL -ρP g2

2

1
3

................................................................................... (2.18)

dimana φ adalah Wadell’s shape factor, g adalah percepatan gravitasi, µL adalah
viskositas larutan, ρL adalah densitas pelarut (aquadest) dan ρp adalah densitas
gelembung. Nilai dari densitas gelembung diasumsikan sama dengan densitas
kerosin, karena kerosin merupakan fase terdispersi yang akan membentuk
gelembung. Bentuk dari gelembung kerosin diasumsikan memiliki bentuk spherical,
sehingga nilai Wadell’s shape factor untuk gelembung kerosin adalah 1 [18]. Pada
persamaan Allen hanya berlaku untuk jenis aliran transisi dengan bilangan Reynold
0,2 < Rep < 500 [31].
Bilangan Reynold dari gelembung dihitung menggunakan persamaan berikut :


=

......................................................................................... (2.19)

dimana v merupakan kecepatan pengapungan yang dihitung dengan persamaan 2.20,
ρp densitas gelembung kerosin, µp adalah viskositas gelembung kerosin dan d adalah
ukuran gelembung.
Kecepatan pengapungan v(x) gelembung dihitung sesuai dengan persamaan berikut,

v x =

h
t

........................................................................................................................ (2.20)

dimana h adalah panjang batang yang terapung di dalam cairan dan t adalah waktu
pengendapan.

8
Universitas Sumatera Utara

Ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.17 merupakan diameter
Stokes dan ukuran gelembung x yang dihasilkan pada persamaan 2.18 merupakan
diameter Allen. Hal ini membuktikan bahwa teori pada Metode Pengapungan Batang
ini mirip dengan metode sedimentation balance [9].
Gambar 2.3 mengillustrasikan metode perhitungan distribusi ukuran gelembung
yang mengapung dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang. Gambar kanan
bawah menunjukkan perubahan massa batang sebagai fungsi waktu, sementara
gambar kanan atas menunjukkan hubungan waktu dengan kebalikan ukuran
gelembung. Dari persamaan 2.17 dan 2.18, waktu sebanding dengan kuadrat
kebalikan dari ukuran gelembung. Jadi dalam metode ini, ukuran gelembung dapat
dihitung pada setiap waktu t, sementara GRt secara simultan dapat dihitung dari slope,
sesuai dengan persamaan 2.15. Kumulatif massa oversize, R(x) dapat dihitung
dengan persamaan 2.16. Pada gambar kiri atas, distribusi ukuran gelembung
diperoleh dari perhitungan ukuran gelembung x dan R(x) [10;12;14].

Gambar 2.3 Grafik penentuan distribusi gelembung dengan BWM

9
Universitas Sumatera Utara

Persamaan 2.2 -2.18 di atas dipakai dalam penentuan ukuran gelembung

pada

pemisahan cair-cair (minyak dan air) serta menentukan waktu yang menyatakan telah
terpisahnya kedua cairan secara sempurna yang ditandai ketika massa batang dalam
suspensi sudah konstan.

3.2

PENELITAN YANG PERNAH DILAKUKAN
Penelitian dengan menggunakan Metode Pengapungan Batang telah dilakukan

untuk partikel-partikel mengapung dan partikel mengendap. Penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan menggunakan Metode Pengapungan Batang adalah sebagai
berikut.
Obata, dkk pertama sekali menemukan metode ini dengan mengukur
distribusi ukuran partikel yang mengendap dalam Stokes region. Sampel
yang mereka teliti adalah silica sand, calcium carbonate dan bariumtitanate glass yang diukur dengan menggunakan fase cair air [17].
Motoi, dkk kemudian mengaplikasikan metode ini untuk menentukan
distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang mereka teliti
adalah Glass bubbles, paraffin particle dan Fuji nylon beads. Fase cair
yang dipakai adalah air [14].
Ohira, dkk meneliti tentang pengaruh konsentrasi partikel dalam
menentukan distribusi ukuran partikel. Sampel yang mereka teliti adalah
butiran tanah dari daerah Kanto (Jepang). Fase cair yang digunakan adalah
sodium pyrophosphate [19].
Tambun,

dkk

mengembangkan

penelitian

ini dengan

melakukan

pengukuran distribusi ukuran partikel yang mengapung dalam Allen
region. Sampel yang dipakai adalah polystyrene beads (spherical) dan
nylon beads (cylindrical). Cairan yang dipakai adalah natrium klorida [18].
Tambun, dkk meneliti pengaruh ukuran batang, bentuk batang, ukuran
tangki, bentuk tangki dan posisi batang dalam tangki untuk menentukan
distribusi ukuran partikel yang mengapung. Sampel yang digunakan
adalah hollow glass beads. Fase cair yang digunakan adalah air [15].
Arteaga, dkk meneliti estimasi distribusi dari droplet size, interfacial area
dan volum pada emulsi minyak dalam air. Sampel yang digunakan adalah

10
Universitas Sumatera Utara

triolein dan tributirin. Pengukuran DSD dengan menggunakan metode
laser diffraction [2].
Pada penelitian sebelumnya, metode pengapungan batang ini sudah pernah
diaplikasikan untuk mengkaji pemisahan dua jenis cairan dan penentuan DSD,
namun masih perlu pengembangan ataupun penelitian lebih lanjut karena masih
minimnya hasil yang diperoleh. Metode BWM ini diharapkan mampu mengukur
DSD minyak dalam air serta waktu pemisahan yang terbaik dari kedua cairan
tersebut.

2.3

METODE-METODE
GELEMBUNG (DSD)

PENGUKURAN

DISTRIBUSI

UKURAN

2.3.1 Microscopy
Dalam teknik ini, DSD ditentukan dengan mengamati sampel dengan
menggunakan mikroskop dan mengukur gelembung secara visual. Untuk
penentuan secara visual sering dilakukan dengan cara memperbesar foto yang
didapat. Teknik ini memiliki keuntungan untuk dapat membedakan antara
gelembung dari minyak ataupun yang bukan minyak. Mikroskop juga
membantu dalam melihat bentuk yang berbeda pada sampel [20].

Gambar 2.4 Pengukuran DSD dengan Mikroskop

2.3.2 Coulter Counter
Coulter counter terdiri dari dua elektroda yang direndam dalam beaker
yang berisi air yang mengandung ion terlarut untuk memudahkan dalam
menghantarkan arus listrik. Elektroda negatif terletak di dalam glass tube
yang tertutup kecuali pada lubang kecil atau lubang pada sisi tube. Elektroda
positif diletakkan dalam beaker yang berisi air. Arus listrik dialirkan dari

11
Universitas Sumatera Utara

elektroda positif ke elektroda negative melalui lubang pada tube. Pulse yang
dihasilkan dari partikel yang melalui lubang tersebut diukur dan dihitung
secara otomatis/elektronik yang menghasilkan distribusi ukuran partikel [20].

2.5 Metode Coulter Counter

2.3.3 Laser Diffraction
Metode ini awalnya digunakan hanya untuk mengukur distribusi ukuran
partikel namun, pemanfaatan metode ini untuk pengukuran DSD telah
diwujudkan bertahun-tahun yang lalu. Metode ini kemudian menjadi metode
yang paling umum digunakan untuk mengukur DSD dari emulsi karena dapat
mengukur DSD dari ukuran 0,1 µm sampai 1000 µm. Prinsip dari metode ini,
yaitu sinar monokromatik ditembakkan melalui suatu emulsi dan pola difraksi
yang dihasilkan diukur menggunakan serangkaian detektor yang peka
terhadap cahaya. Untuk mengakuratkan metode ini dalam pengukuran DSD
ada dua hal yang sangat penting, yaitu (1) desain sistem optik yang digunakan
untuk mengukur pola difraksi yang dihasilkan dari transmisi sinar laser
melalui cuvette dan (2) kecanggihan model matematika yang digunakan untuk
mengkonversi pola difraksi yang diukur dalam DSD.
Jumlah, posisi dan kualitas detektor pada alat ini yang digunakan untuk
mengukur ketergantungan sudut sinar laser menentukan keakurasian pola
difraksi yang dapat diukur. Semakin besar jumlah detektor, semakin luas area
dari sudut yang terukur dan semakin besar sensivitas detektor maka semakin
akurat pola difraksi yang dapat diukur [29].

12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Penggunaan Metode Light Scattering untuk Mengukur DSD

2.3.4 Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
NMR merupakan teknik instrumental yang memanfaatkan interaksi
antara gelombang radio dan dan inti atom hidrogen untuk memperoleh sifat
dari bahan yang diuji. Teknik NMR sudah dikembangkan untuk mengukur
distribusi ukuran gelembung dari emulsi dengan ukuran 0,2 dan 100 mikron.
Pada dasarnya, sampel yang akan dianalisa ditempatkan dalam static
magnetic field gradient dan radio frequency pulses untuk pengaplikasiannya.
Pulse akan menyebabkan inti hidrogen pada sampel bergerak hingga
mengalami peningkatan energi yang akan menuju ke pendeteksi sinyal NMR.
Amplitudo pada sinyal bergantung pada perpindahan inti pada sampel [20].
Pulsed Field gradient (PFG) NMR memiliki keunggulan dibanding
metode lainnya yaitu dapat mengukur pada emulsi yang berkonsentrasi dan
emulsi yang tidak jernih [27].

2.4

EMULSI CAIR-CAIR
Emulsi terdiri dari 2 fasa cair yang tidak menyatu yaitu antara fasa terdispersi

dan fasa kontinu. Fasa yang berperan dalam pembentukan gelembung adalah fasa
terdispersi dan fasa kontinu merupakan fasa yang membentuk matriks dimana
gelembung tersuspensi [21]. Ada dua jenis tipe emulsi yaitu Air dalam Minyak
(A/M) dimana minyak sebagai fasa kontinu yang mengandung gelembung air dan
Minyak dalam Air (M/A) dimana gelembung dari minyak terdispersi dalam air [22].

13
Universitas Sumatera Utara

Sifat dari emulsi dan penggunaannya pada industri tidak hanya disebabkan oleh
variabel seperti suhu ataupun komposisi, tetapi DSD [23]. Pada tangki berpengaduk
laju perpindahan massa antara sistem fasa cair-cair tidak hanya bergantung pada
dinamika gerak dari dua cairan yang bercampur, tetapi lebih kepada DSD dari
gelembung. DSD dapat terbentuk dari pemecahan gelembung ataupun penggabungan
gelembung. Pemecahan gelembung terjadi pada aliran turbulent. Penggabungan
gelembung tergantung pada frekuensi tumbukan dan effisiensi penggabungan antar
gelembung. Semakin besar fraksi fasa terdispersi, maka akan semakin besar
tumbukan terjadi [24].
Oil droplet size distribution merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi pemilihan pengolahan air. Minyak dalam air dikenal sebagai “reverse
emulsion”. Apabila emulsi bersifat tidak stabil, maka gelembung minyak akan
bergabung ketika antar gelembungnya berdekatan dan membentuk gelembung yang
lebih besar, sehingga memecah emulsi. Emulsi yang stabil adalah suspensi dari dua
stabilizer dan agen pengemulsi untuk

cairan bercampur dengan adanya

mempertahankan fasa antar permukaan [25].
Sifat dari emulsi bergantung dari fasa terdispersi dan volume dari fasa kontinu
dan fasa terdispersi. Karakteristik dari fasa kontinu berhubungan dengan viskositas
dan adanya emulsifier pada permukaan jenis minyak dalam air. Meningkatkan
viskositas fasa kontinu maka akan meningkatkan kestabilan dari emulsi. Semakin
besar ukuran gelembung dan semakin sedikit volume fasa kontinu, akan membuat
emulsi kurang stabil. Jenis dan jumlah emulsifier mempengaruhi ukuran dan
distribusi gelembung minyak [26].
Ukuran gelembung yang kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat
meningkatkan fasa terdispersi. Sebagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan
penyerapan emulsifier

dapat

meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam

menyelubungi permukaan gelembung akan menyebabkan coalescence. Pengemulsian
juga membutuhkan waktu homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses
pencampuran

tergantung

waktu

yang

diperlukan

untuk

melarutkan

dan

mendistribusikannya secara merata [20].
Kerusakan atau destabilisasi emulsi terjadi melalui tiga mekanisme utama yaitu
creaming, flocculation dan coalescence. Creaming merupakan proses pemisahan

14
Universitas Sumatera Utara

yang terjadi akibat terjadi karena gerakan-gerakan ke atas/ke bawah, hal ini terjadi
karena gaya gravitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya. Flocculation
merupakan agregasi dari gelembung. Pada flocculation tidak terjadi pemusatan film
antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran globula tetap, terjadinya flocculation
akan mempercepat terjadinya creaming. Coalescence adalah penggabungan
gelembung menjadi gelembung yang lebih besar. Pada tahap ini terjadi pemusatan
film antar permukaan sehingga ukuran gelembung berubah [20].

15
Universitas Sumatera Utara