Perbedaan Kadar Magnesium Serum Antara Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil dan PPOK Eksaserbasi Chapter III V

BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian
Desain cross – sectional dengan variabel dependen magnesium dan variabel
independen PPOK eksaserbasi dan PPOK stabil.
3.2 Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
Ethical clearance ( izin untuk melakukan penelitian ) diperoleh dari Komite
Penelitian Bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda
tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP ( K ) pada tanggal 20 Desember 2016
dengan nomor 845 / KOMET / FK USU / 2016.
Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk
ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan
penelitian ini.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitan dimulai dengan penelusuran kepustakaan, konsultasi judul, penyusunan
proposal, seminar proposal, penelitian dan analisis data serta penyusunan laporan yang
membutuhkan waktu mulai bulan oktober 2015 sampai dengan april 2017. Penelitian
dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian
FK USU.

Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah dilaksanakan oleh Laboratorium
Patologi Klinik RSUP Haji Adam Malik Medan.
Spirometri dilakukan oleh peneliti sendiri dan bekerja sama dengan paramedis
divisi Pulmonologi Departemen Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara

3.4

Populasi dan Subjek Penelitian

3.4.1. Populasi target penelitian
Penderita PPOK eksaserbasi akut dan stabil, sedangkan populasi terjangkau adalah
penderita PPOK eksaserbasi akut dan stabil yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan
pada Oktober 2016 – Maret 2017.
3.4.2. Subyek penelitian
Penderita PPOK yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan secara tertulis
bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan menandatangani formulir persetujuan tindakan
medis (informed consent).


3.5 Kriteria Inklusi
1. Pasien PPOK Stabil dan Eksaserbasi dengan usia ≥ 40 tahun
2. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam
penelitian secara sukarela dan tertulis (informed consent).

3.6 Kriteria Eksklusi
1.

Kehamilan dan menyusui

2.

Penyakit ginjal kronis

3.

Menggunakan obat – obatan : thiazide diuretics, loop diuretics.

4.


Penyakit keganasan

5.

Alkoholisme

3.7 Besar Sampel
Untuk memperkirakan besar sampel dipergunakan rumus sampel untuk penelitian
analisis numerik yang tidak berpasangan:

 Z  Z S 

n1  n2  2  
 X 1  X 2 

2

Dimana :



= deviat baku alfa = 1.64 ( kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%

hipotesis satu arah)
Z

= deviat baku beta

= 1.28 (kesalahan tipe II ditetapkan sebesar

10%)

Universitas Sumatera Utara

(X1 – X2)

= selisih minimal yang dianggap bermakna, dalam hal ini 0.2 mEq/L

S

= Simpang baku gabungan = 0.2 mEq/L


Dengan tingkat kepercayaan 95% maka sampel minimal untuk masing masing
kelompok PPOK eksaserbasi akut dan PPOK stabil adalah 17 orang dengan total
jumlah sampel keseluruhan adalah 34 orang.

3.8 Cara Penelitian
Terhadap seluruh pasien yang termasuk dalam penelitian diminta memberikan
persetujuan tertulis ( informed consent ) dan dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.
keluhan utama, riwayat merokok atau paparan terhadap polusi udara, riwayat serangan
hingga menyebabkan subjek masuk RSU, riwayat penyakit lain, dan riwayat pengunaan
obat-obatan.
b. Dilakukan pemeriksaan tinggi badan ( TB ) dalam satuan meter ( m ), berat badan

(

2

BB ) dalam satuan Kilogram ( Kg ), indeks masa tubuh ( IMT ) dalam satuan Kg/m .
c. Dilakukan pemeriksaan Tekanan Darah (TD) dengan mengunakan sphygmomanometer

air raksa, dimana sebelumnya penderita di istirahatkan selama 5 menit. Pengukuran
dilakukan pada lengan sebelah kanan sebanyak dua kali dan diambil rerata.
d. Dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik khusus pada saluran pernafasan baik secara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
e. Dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa laboratorium yang meliputi darah
rutin, uji faal hati, faal ginjal, kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta
pemeriksaan foto thoraks.
g. Pengambilan sampel darah serum magnesium dilakukan sebanyak 5 cc pada dalam
waktu 24 jam pada eksaserbasi pada kelompok PPOK eksaserbasi akut, pada pasien
PPOK stabil dilakukan pengambilan sampel darah plasma magnesium dalam keadaan
klinis stabil. Darah dimasukkan dalam tabung sampel darah tanpa penambahan
antikoagulan. Sampel kemudian didiamkan selama ± 5 menit hingga terjadi koagulasi
kemudian dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan mesin centrifuge dengan kecepatan
3000 putaran per menit selama 10 – 15 menit. Serum kemudian diambil menggunakan
pipet dan dimasukkan kedalam tabung yang ditandai dengan stiker identitas pasien
untuk kemudian dimasukkan ke dalam mesin pemeriksa otomatis Abbott Architect
ci4100 integrated system buatan Amerika Serikat.

Universitas Sumatera Utara


h. Pemeriksaan spirometri dilakukan pada keadaan pasien dalam kondisi PPOK stabil
dengan mengunakan alat Spirovit Sp – 1, tipe Schiller AG buatan Swiss yang telah
dikalibrasi terlebih dahulu.

3.9 Definisi Operasional
3.9.1. Usia
Berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan satuan tahun.

3.9.2. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami sesak nafas, batuk atau produksi sputum
yang kronis, serta pajanan terhadap faktor – faktor resiko. Spirometri digunakan untuk
menegakkan diagnosis dalam konteks klinis; nilai rasio FEV1/FVC < 0.7 pada pemeriksaan
spirometri pasca – bronkodilator menandakan hambatan aliran udara yang persisten dan
menegakkan diagnosis PPOK.

3.9.3. PPOK Stabil
Penyakit paru obstruktif kronis stabil didefinisikan sebagai keadaan penyakit PPOK
yang memenuhi kriteria berikut:

1. Tidak dalam kondisi gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
2. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
3. Dahak jernih tidak berwarna
4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
6. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan.
3.9.4. PPOK Eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut PPOK adalah timbulnya perburukan pada PPOK dibandingkan
kondisi sebelumnya yang ditandai; sesak bertambah, bertambahnya sputum, perubahan warna
sputum.

Universitas Sumatera Utara

3.9.5. Jenis kelamin
Jenis kelamin berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan tanda laki – laki
atau perempuan.

3.9.6. Indeks masa tubuh
Indeks masa tubuh berdasarkan perhitungan berat badan dalam kilogram dibagi

tinggi badan dalam meter kuadrat.

3.9.7. Merokok dan Tidak merokok
Riwayat merokok berdasarkan anamnesis yang tertera direkam medis.

3.9.8. Kadar Magnesium serum
Kadar magnesium total dalam serum darah yang diperiksa secara otomatis dengan
menggunakan alat Abbott Architect ci4100 integrated system buatan Amerika Serikat, dalam
satuan mEq/L. Nilai normal 1.4 – 2.1 mEq/L.
3.9.9. Spirometri
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara objektif
kapasitas/fungsi paru.

3.9.10. Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/Force expiration Volume in 1
second (FEV1)
Force expiration Volume (FEV1) adalah volume udara yang dikeluarkan sebanyakbanyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal.

3.9.11. Kapasitas Vital Paksa / Force Vital Capacity (FVC)
Kapasitas Vital Paksa merupakan kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang
dilakukan secepat dan sekuat mungkin.


3.9.12. Rasio FEV1/FVC
Perbandingan antara jumlah yang dapat dikeluarkan ketika ekspirasi dalam waktu
satu detik (forced expiratory volume in one second) dalam satuan liter, dengan jumlah udara
yang dapat dikeluarkan secara paksa setelah inspirasi maksimal (forced vital capacity) dalam

Universitas Sumatera Utara

satuan liter. Nilai normal pada dewasa sehat berkisar antara 0.75 – 0.85. pada penelitian ini
nilai FEV1/FVC dibawah 0.7 dianggap sebagai tanda obstruksi.

3.9.13. Foto Toraks
Foto toraks atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi
dari toraks untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan strukturstruktur di dekatnya. Foto toraks menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis
radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06
mSv.

3.10 Pengolahan dan Analisa Data
Data ditabulasi dan di analisa menggunakan program statistik computer Statistical
Package For Social Sciences (SPSS) version 24. Analisis univariat dilakukan untuk

mengetahui karakteristik demografis dan klinis disajikan dalam bentuk tabel. Uji normalitas
data menggunakan uji Shapiro – Wilk karena besar sampel kurang dari 50. Analisis bivariat
untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium serum antara pasien – pasien dengan PPOK
eksaserbasi akut dan PPOK stabil dengan menggunakan analisis uji T tidak berpasangan jika
distribusi normal atau Mann – Whitney U test jika distribusi data tidak normal dengan
menggunakan derajat kepercayaan 95%.

Universitas Sumatera Utara

3.11 Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Kerangka Operasional

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Selama periode penelitian sejak bulan Oktober 2016 hingga bulan Maret 2017
didapatkan subjek penelitian pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) eksaserbasi dan
PPOK stabil masing-masing sebanyak 17 orang dengan total subjek penelitian berjumlah 34
orang yang memenuhi kriteria inklusi.

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian.
Data karakteristik subjek penelitian yang diperoleh meliputi jenis kelamin, umur,
riwayat merokok, jumlah batang rokok per hari, lama merokok, berat badan, tinggi badan,
indeks massa tubuh (IMT), FEV1, FVC dan kadar magnesium.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik

n = 34

Jenis Kelamin
Laki-laki

29 (85,3%)

Perempuan

5 (14,7%)

Umur, rerata (SD), tahun

60,7 (±7,39)

Riwayat Merokok
Merokok
Tidak Merokok

30 (88.2%)
4 (11.8%)

Jumlah Rokok, median (minimal – maksimal), batang/hari

20 (0 – 40)

Lama Merokok, median (minimal – maksimal), tahun

25,5 (0 – 50)

Berat Badan, median (minimal – maksimal), Kg

55 (35 – 90)

Tinggi Badan, median (minimal – maksimal), cm
Indeks massa tubuh (IMT), median (minimal – maksimal), Kg/m
FEV1, median (minimal – maksimal), %
FVC, rerata (SD), %
Kadar magnesium serum, median (minimal – maksimal), mEq/L

161 (140 – 171)
2

21,15 (15,7 – 45,9)
39,5 (13,2 – 78)
45,19 (±18,2)
1,96 (0,92 – 2,28)

Dari 34 subjek penelitian berjenis kelamin laki – laki sebanyak 29 orang (85,3%)
dan jenis kelamin perempuan 5 orang (14,7%). Umur rerata subjek penelitian 60,7 (SD
±7,39) tahun. Riwayat merokok dijumpai pada 30 subjek (88.2%), sedangkan 4 subjek
(11.8%) mengaku tidak merokok. Lama merokok berkisar antara 0 – 50 tahun dengan
median 25,5 tahun. Berat badan subjek penelitian berkisar antara 35 – 90 Kg dengan median

Universitas Sumatera Utara

55 Kg. Tinggi badan subjek penelitian berkisar antara 140 – 171 cm dengan median 161 cm.
Indeks massa tubuh berkisar antara 15,7 – 45,9 Kg/m2 dengan nilai median 21,5 Kg/m2.
Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) pada subjek penelitian berada pada rentang
13,2 – 78 % dengan nilai median 39,5%. Forced vital capacity (FVC) dengan rerata 45,19 (
SD ±18,2) %. Kadar magnesium serum pada subjek penelitian dijumpai dalam rentang
antara 0.92 – 2,28 mEq/L dengan nilai median 1,96 mEq/L.
4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Keadaan Klinis Pasien
Pada kelompok PPOK stabil dijumpai jenis kelamin laki – laki sebanyak 14 orang
(48,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang (60%). Sedangkan pada kelompok
PPOK eksaserbasi dijumpai jenis kelamin laki – laki 15 orang (51,7%) dan jenis kelamin
perempuan 2 orang (40%). Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam hal jenis
kelamin antara kelompok subjek PPOK stabil dan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 1,000).
Pada kelompok PPOK stabil umur rerata 58,88 (SD + 5,93) tahun,sedangkan pada
kelompok PPOK eksaserbasi 62,52 (SD + 8,4) tahun. Tidak dijumpai perbedaan umur yang
bermakna antara kelompok PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi (p = 0,153).
Pasien dengan riwayat merokok dijumpai pada 14 orang subjek kelompok PPOK
stabil (46,7%)

dan 16 orang subjek (53,3%) pada kelompok PPOK eksaserbasi. Pasien

tanpa riwayat merokok dijumpai pada 3 orang subjek (75%) pada kelompok PPOK stabil
dan 1 orang subjek (25%) pada kelompok PPOK eksaserbasi. Tidak dijumpai perbedaan
yang bermakna pada riwayat merokok kelompok PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut
(p = 0,601).
Lama merokok pada kelompok subjek PPOK stabil adalah 23,94 (SD + 14,39)
tahun, sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi lama merokok adalah 28,47 (SD +
13,31) tahun. Tidak dijumpai perbedaan lama merokok yang bermakna antara kelompok
PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi (p = 0,204).
Jumlah batang rokok per hari pada kelompok PPOK stabil berkisar antara 0 – 32
batang/hari dengan median 20 batang/hari, sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi
berkisar antara 0 – 40 batang/ hari dengan median 20 batang/hari. Tidak dijumpai perbedaan
yang bermakna dalam jumlah batang rokok per hari antara kelompok PPOK stabil dengan
kelompok PPOK eksaserbasi (p =0,348).
Pada kelompok PPOK stabil berat badan berkisar antara 40 – 90 Kg dengan median
50 Kg, sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi berkisar antara 35 – 77 Kg dengan

Universitas Sumatera Utara

median 55 Kg. Tidak dijumpai perbedaan berat badan yang bermakna antara kelompok
PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,407).
Tinggi badan pada kelompok PPOK stabil 159,18 (SD + 8,8) cm dan pada
kelompok PPOK eksaserbasi 160,82 (SD + 6,93) cm. Tidak dijumpai perbedaan tinggi
badan yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi (p
= 0,549).
Indeks massa tubuh (IMT) pada kelompok subjek PPOK stabil berkisar antara 15,745,9 dengan median 20,2, sedangkan pada kelompok subjek PPOK eksaserbasi berkisar
antara 17,8 - 29,3 dengan median 21,5. Tidak dijumpai perbedaan Indeks massa tubuh
(IMT) yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK eksaserbasi
(p = 0,458).
Forced expiratory volume in 1 second (FEV1) pada kelompok PPOK stabil berkisar
antara 14,2 % - 78% dengan median 42,8% sedangkan pada kelompok subjek PPOK
eksaserbasi berkisar antara 13,2 % - 72,5% dengan median 25,5%. Tidak dijumpai
perbedaan FEV1 yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan kelompok PPOK
eksaserbasi (p = 0,148).
Forced vital capacity (FVC) pada kelompok subjek PPOK stabil 46,95 % prediksi
(SD + 16,74) sedangkan pada kelompok PPOK eksaserbasi 43,43 % prediksi (SD + 19,92).
Tidak dijumpai perbedaan FVC yang bermakna antara kelompok PPOK stabil dengan
kelompok PPOK eksaserbasi (p = 0,581).

Tabel 4.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan keadaan klinis
Variabel

Klinis

p

Stabil

Eksaserbasi

(N =17)

(N = 17)

Jenis Kelamin#
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun) *

1,000
14 (48,3%)

15 (51,7%)a

3 (60%)

2 (40%)

58,88 + 5,93

62,52 + 8,4 b

Riwayat merokok#
Ya
Tidak
Jumlah batang/hari**

0,153
0,601

14 (46,7%)

16 (53,3%) a

3 (75%)

1 (25%)

20 (0-32)

20 (0-40) c

0,204

Universitas Sumatera Utara

Lama merokok*

23,94 + 14,39

28,47 + 13,31 b

0,348

Berat badan (kg) **

50 (40-90)

55 (35-77) c

0,407

Tinggi badan (cm) *

159,18 + 8,8

160,82 + 6,93 b

0,549

20,2 (15,7-45,9)

21,5 (17,8-29,3) c

0,458

FEV1 (%)**

42,8 (14,2-78)

25,5 (13,2-72,5) c

0,148

FVC (%)*

46,95 + 16,74

43,43 + 19,92 b

0,581

Indeks Massa Tubuh (Kg/m2) **

a

Data kategorik: n(%)
Data numerik, distribusi normal: rerata + SD
c
Data numerik, distribusi tidak normal: median (minimum-maksimum)
#
Uji Fisher exact, * Independent t test, ** Mann Whitney U test
b

4.1.3. Perbedaan Kadar Magnesium Serum Antara Kelompok Subjek PPOK Stabil
Dan Kelompok Subjek Dengan PPOK Eksaserbasi.
Kelompok pasien PPOK stabil mempunyai nilai rerata kadar Magnesium adalah
2,09 ± 0,11 mEq/L lebih tinggi dari kelompok pasien PPOK eksaserbasi yaitu 1,69 ± 0,27
mEq/L. Dari uji statistik dengan Mann-Whitney menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
kadar Magnesium kelompok PPOK stabil dengan PPOK eksaserbasi (p< 0,05). Hipotesa
yang menyatakan kadar magnesium serum PPOK eksaserbasi lebih rendah dari PPOK stabil
dapat diterima.

Tabel 4.3. Nilai Rerata, Median, Kadar Magnesium Berdasarkan Status Eksaserbasi
Kadar Magnesium Serum
Status Eksaserbasi

dime

nsio

Nilai p*

N

Mean

Deviation

Median

Min

Max

Stabil

17

2,0918

0,11555

2,1000

1,85

2,28

Eksaserbasi

17

1,6871

0,.26727

1,7100

0,92

2,00

34

1,8894

0,28861

1,9650

0,92

2,28

0,0001

Total
* Mann-Whitney U test
n1

Std.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1. Diagram Boxplot Kadar Magnesium pada PPOK Stabil dan Eksaserbasi
4.2 Pembahasan
Peran magnesium pada biologi sel sangat berhubungan erat dengan ion bivalen
lainnya, yaitu kalsium. Magnesium telah dianggap sebagai penghambat kalsium alami. Otot
polos bronkial memerlukan pembangkitan perbedaan potensial elektrokemikal di sepanjang
membran sel untuk dapat menyebabkan kontraksi otot. Hal ini dimodulasi oleh aliran kalsium
masuk kedalam sel atau keluar menuju ekstra sel. Magnesium memiliki efek menghambat
kanal kalsium, menghambat transmisi cholinergic neuro – muscular junction dengan
menurunkan sensitivitas depolarisasi yang dicetuskan asetilkolin, stabilisasi sel mast dan
limfosit T serta stimulasi nitric oxide dan prostasiklin. Penurunan kadar magnesium
intraselular dapat menyebabkan kepekaan saluran nafas yang berlebihan (airway
hyperresponsiveness).
Magnesium juga diduga memiliki efek anti – inflamasi langsung, terutama pada
dosis yang relevan secara klinis, dengan menghambat peningkatan neutrofil saluran nafas
melalui efek negatifnya terhadap influks kalsium. Terbukanya kanal kalsium akibat defisiensi
magnesium juga menyebabkan aktivasi sel – sel fagositik, aktivasi reseptor N – methyl D –
aspartate, dilepaskannya neurotransmiter misalnya substance – P, serta oksidasi membran
dan aktivasi nuclear factor kappa B.
Pada penelitian ini pemeriksaan yang dilakukan adalah magnesium serum total.
Pemeriksaan magnesium ion lebih relevan pada berbagai keadaan klinis dan lebih superior

Universitas Sumatera Utara

karena bentuk inilah yang memiliki aktivitas biologis namun jarang dilakukan. Sifat kimiawi
dari magnesium menyebabkan penentuan kadar magnesium ion sulit dilakukan, dan alat
pemeriksaan yang menggunakan elektroda selektif ion sekarang ini kurang selektif dan butuh
waktu yang lama. Selektivitas pemeriksaan ini mengalami interferensi spesifik (misalnya dari
kalsium dan natrium) serta interferensi non – spesifik (silikon, detergen, dan tiosianat pada
perokok).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada kelompok pasien PPOK stabil
mempunyai nilai rerata kadar magnesium serum 2,09 ± 0,11 mEq/L lebih tinggi
dibandingkan kelompok pasien PPOK eksaserbasi yaitu 1,69 ± 0,27 mEq/L. Secara statistik
menunjukkan ada perbedaan yang kadar magnesium bermakna antara kelompok PPOK stabil
dengan PPOK eksaserbasi (p< 0,05).
Sebuah penelitian oleh Azis et al pada tahun 2005 di St. Joseph’s Regional Medical
Centre New Jersey menunjukkan bahwa kadar magnesium plasma pasien dengan PPOK
eksaserbasi (0.77 ± 0.10 mmol/L) lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kadar
magnesium serum pasien PPOK stabil (0.91 ± 0.10 mmol/L). Pada penelitian Azis et al
tersebut dijumpai hasil pemeriksaan magnesium serum yang dalam rentang hipomagnesemia.
Penelitian lain oleh Singh et al (2012) pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi
ditemukan 34% mengalami hipomagnesemia. Penelitian oleh Singh et al tersebut
menggunakan nilai referensi 0.74 – 0.99 mmol/L. Sedangkan pada penelitian kami hanya 1
subjek yang mengalami hipomagnesemia (2,94 %). Penelitian lainnya oleh Kshirsagar et al
(2014) pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi ditemukan 72% dengan
hipomagnesemia (