Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja dan Strategi Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Langkat Chapter III VI
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Lokasi
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian akan dilaksanakan,
pada penelitian ini lokasi penelitian dilaksanakan di 5 (lima) kecamatan yang ada
di Kabupaten Langkat. 5 (lima) kecamataan tersebut adalah: Kecamatan
Secanggang, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Tanjung
Pura, dan Kecamatan Wampu. Metode penentuan lokasi tersebut dilakukan
dengan metode purposive atau sengaja berdasarkan atas pertimbanganpertimbangan tertentu.
Siswapedia (2013), menyatakan bahwa usulan lokasi penelitian perlu
mengungkapkan alasan-alasan yang tepat sesuai permasalahan dan tujuan
penelitian dalam pemilihan suatu daerah sebagai lokasi penelitian. Untuk bisa
memberikan alasan-alasan yang lebih tepat dan jelas, hendaknya peneliti
mengenali dengan baik lokasi yang nantinya dijadikan lokasi penelitian. Dalam
menentukan
lokasi
penelitian,
cara
terbaik
ditempuh
dengan
jalan
mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari
kesesuaiandengan
kenyataan
yang
ada
di
lapangan
sementara
itu
keterbatasangeografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan
pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.
Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: (1)
Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan 5 kecamatan dengan jumlah penyuluh
terbanyak; (2) Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah sentra pertanian;
(3) Jarak lokasi dengan pusat pemerintahan Kabupaten yang tidak terlalu jauh.
Universitas Sumatera Utara
Data sebaran jumlah penyuluh di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Data sebaran jumlah penyuluh di Kabupaten Langkat
No.
Kecamatan
BPP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Bahorok
Salapian
Kutambaru
Serapit
Kuala
Selesai
Sei Bingai
Stabat
Binjai
Wampu
Secanggang
Hinai
Tanjung Pura
Padang Tualang
Sawit Seberang
Batang Serangan
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Besitang
Pangkalan Susu
Brandan Barat
Pematang Jaya
Kabupaten
Timbang Lawan
Salapian
(Salapian)
Gunung Tinggi
Kuala
Brahrang
Purwobinangun
Perdamaian
Kwala Begumit
Wampu
Secanggang
Cempa
Tanjung Pura
Tanjung
Selamat
(Selamat)
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Besitang
Pangkalan Susu
(Pangkalan Susu)
Pematang Jaya
Dinas Pertanian
Jumlah
Jumlah
Penyuluh
(Orang)
5
4
2
6
7
9
11
7
5
8
12
7
9
5
1
2
6
4
5
6
6
4
5
2
138
Jarak Kecamatan
ke Ibukota
Kabupaten (Km)
73
55
65
60
40
30
45
0
23
5
23
14
18
36
28
31
32
40
40
61
75
45
75
0
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat, 2016
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah semua penyuluh di lokasi penelitian yaitu semua
penyuluh yang ada di 5 (lima) kecamatan yang berjumlah 49 orang penyuluh.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Kecamatan Secanggang
: 12 orang
2. Kecamatan Sei Bingai
: 11 orang
Universitas Sumatera Utara
3. Kecamatan Selesai
: 9 orang
4. Kecamatan Tanjung Pura
: 9 orang
5. Kecamatan Wampu
: 8 orang
Sampel adalah obyek penelitian sebagai perwakilan dari populasi. Dalam
penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus terhadap semua
populasi, dimana semua populasi dijadikan sebagai sampel. Artinya, semua
penyuluh yang ada di 5 (lima) kecamatan tadi dijadikan sebagai sampel penelitian
yaitu berjumlah 49 sampel.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber primer
maupun sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang diperoleh
langsung dari lapangan, sedangkan sumber sekunder adalah data yang diperoleh
dari sumber-sumber lain yang relevan, misalnya instansi-instansi pemerintah.
Data yang diperoleh dari sumber primer disebut data primer, sedangkan data yang
diperoleh dari sumber sekunder disebut data sekunder (Tavi Supriana, 2016).
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari penyuluh (Penyuluh PNS
dan THL-TBPP di 5 lokasi penelitian), sedangkan data sekunder diperoleh dari
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat, BPP 5 lokasi
penelitian dan instansi-instansi terkait lainnya. Jenis data dan metode
pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Data dan metode pengumpulan data
No.
Jenis Data
1. Data primer
2.
Data sekunder
Sumber Data
Penyuluh
Metode Pengumpulan Data
- Wawancara (berdasarkan
daftar kuisioner yang
sudah dipersiapkan
terlebih dahulu),
- Observasi (melihat
langsung di lapangan)
Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan,
BPP, dan instansiinstansi terkait
-
-
Wawancara dan
pengambilan data
publikasi resmi yang
sudah tercatat
Observasi (melihat
langsung di lapangan)
Dalam pengumpulan data primer, wawancara yang dilakukan mengacu
pada daftar kuisioner yang sudah disiapkan yaitu sebanyak 2 buah kuesioner.
Kuisioner I; berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja penyuluh (variabel-variabel penelitian) yaitu: umur
(tahun), pendidikan formal (tahun), pengalaman kerja (tahun), jarak wilayah kerja
(kilometer), jumlah desa binaan (buah), dan kinerja penyuluh (yang tertuang ke
dalam 16 pertanyaan mengenai indikator-indikator dalam mengukur kinerja
penyuluh).
Adapun cara menentukan kinerja penyuluh ditentukan oleh hasil evaluasi
kinerja dengan melihat standar Nilai Prestasi Kerja (NPK), dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Indikator pengukuran terdiri dari 3 indikator dengan jumlah pengukuran/
parameter sebanyak 16 pertanyaan, setiap pertanyaan terdiri dari 5 jawaban
dan dinilai dengan mengggunakan skala 1 sampai dengan 5. Skala 1
menunjukkan kinerja paling rendah dan skala 5 menunjukan kinerja paling
tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Jumlah nilai seluruh pengukuran/ parameter yaitu paling rendah 16 (jumlah
pengukuran/ parameter = 16 X 1) dan paling tinggi 80 (jumlah pengukuran/
parameter = 16 X 5). Jumlah nilai pengukuran/ parameter yang diperoleh
penyuluh disebut Nilai Evaluasi Mandiri (NEM) merupakan ukuran prestasi
kerja.
3. Standar NPK penyuluh dinyatakan dalam angka dan sebutan seperti tertera
pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar nilai prestasi kerja
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Nilai NPK (Kinerja)
91 ke atas
76-90
61-75
51-60
50 ke bawah
Prestasi Kerja
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Buruk
Sumber: Permentan Nomor 91 Tahun 2013
4. Tata cara perhitungan:
NPK =
�����
80
�
x 100
Contoh: Seorang penyuluh dengan total NEM = 60, maka
60
NPK =
80
x 100 = 75
Jadi, kinerja penyuluh tersebut dimasukkan ke dalam kategori “cukup”.
Kuesioner II; berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai seluruh
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja berupa faktor internal dan faktor
eksternal dimana nantinya akan dapat menentukan dan mengklasifikasikan antara
kekuatan, kelemahan, peluang ataupun ancaman dalam kinerja penyuluh sehingga
akan memunculkan suatu strategi peningkatan kinerja penyuluh tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh
Metode analisis data yang digunakan dalam analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja penyuluh adalah metode analisis regresi linier berganda
(multiple regression), dimana metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebasnya terdiri
dari umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah
desa binaan. Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja penyuluh. Adapun
spesifikasi modelnya adalah:
� = β0 + β1�� + β2�2 + β3�� + β4�4 + β5�� + Ʃ
dimana :
β0 = konstanta
β1 ,…, β5 = nilai masing-masing variabel
Y = nilai kinerja (total NPK)
X1 = umur (tahun)
X2 = pendidikan formal (tahun)
X3 = pengalaman kerja (tahun)
X4 = jarak wilayah kerja (kilometer)
X5 = jumlah desa binaan (buah)
Ʃ = error term
Universitas Sumatera Utara
Adapun analisis data yang dilakukan adalah:
1. Uji koefisien determinasi (R Square)
Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur seberapa
besar kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Misal, nilai R Square sebesar 0,946 berarti 94,6% variasi variabel terikat (Y)
mampu dijelaskan oleh variasi variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5),
sedangkan sisanya sebesar 5,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
2. Uji serempak (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat apakah secara serempak variabel bebas
(X1, X2, X3, X4, X5) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis:
-
H0 : Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5 tidak berpengaruh signifikan
terhadap Y
-
H1 : Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5 berpengaruh signifikan
terhadap Y
Kriteria Uji:
-
Bila nilai F-hitung > nilai F-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5
berpengaruh signifikan terhadap Y”
-
Bila nilai F-hitung < nilai F-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5
tidak berpengaruh signifikan terhadap Y”
Universitas Sumatera Utara
3. Uji parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan apakah secara parsial (individu)
variabel bebas (X) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis:
-
H0 : bi = 0 atau variabel X tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
bebas Y
-
H1 : bi ≠ 0 atau variabel X berpengaruh signifikan terhadap variabel bebas
Y
Kriteria Uji:
-
Bila nilai t-hitung > nilai t-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara parsial X1 berpengaruh signifikan
terhadap Y”
-
Bila nilai t-hitung < nilai t-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara parsial X1 tidak berpengaruh
signifikan terhadap Y”
4. Uji koefisien regresi
Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). nilai koefisien regresi dimasukkan ke dalam
spesifikasi model. Contoh, jika nilai koefisien regresi sebesar 5,485, berarti
bahwa setiap adanya peningkatan nilai variabel bebas (X) sebesar 1 satuan,
maka akan meningkatkan nilai variabel terikat (Y) sebesar 5,485 satuan.
-
Koefisien regresi bertanda positif (+) berarti peningkatan nilai variabel
bebas akan meningkatkan nilai variabel terikat
Universitas Sumatera Utara
-
Koefisien regresi bertanda negatif (-) berarti peningkatan nilai variabel
bebas akan menurunkan nilai variabel terikat, demikian sebaliknya.
Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai
model yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang disebut
dengan asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan model
regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Predicted) sehingga persamaan regresi
yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Uji asumsi klasik
yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas dan variabel terikat adalah normal. Menurut
Yusuf (2003) normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-Plot of Regression Standarized
Residual. Suatu model dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Sebagai dasar bahwa uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi
ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel
yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua cara yang digunakan untuk menguji normalitas:
a. Analisis grafik (normal P-P plot)
-
Jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang menceng
(skewness) ke kiri atau ke kanan, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas
-
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukkan pola distribusi
normal model regresi memiliki normalitas
-
Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti pola
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi normalitas
b. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Uji
ini
membandingkan
fungsi
distribusi
kumulatif
dari
pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis.
Hipotesis yang diajukan adalah:
-
H0 = Tidak ada perbedaan disribusi ui (residual) dengan distribusi
normal atau residual berdistribusi normal
-
H1 = Ada perbedaan disribusi ui (residual) dengan distribusi normal
atau residual tidak berdistribusi normal
Krietria pengambilan keputusan:
-
Jika signifikansi > α0,05 maka H0 diterima → residual berdistribusi
normal
-
Jika signifikansi < α0,05 maka H1 diterima → residual tidak
berdistribusi normal
Universitas Sumatera Utara
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka hasil estimasi akan bias. Gejala
multikolinieritas dapat dilihat dari apabila secara serempak variabel
berpengaruh nyata tetapi secara parsial lebih banyak variabel yang tidak nyata.
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak
terjadi korelasi yang biasa disebut non multikolinearitas. Pedoman untuk
menyatakan tidak terjadi korelasi atau tidak terjadi multikolinieritas adalah:
-
Nilai toleransi > 0,1
-
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10
3. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Cara untuk mendeteksi gejala
autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test).
Uji Durbin-Watson dilakukan dengan membandingkan nilai DurbinWatson dari hasil perhitungan dengan nilai Durbin-Watson tabel. Nilai DurbinWatson tabel diperoleh dengan melihat pada K variabel dalam persamaan dan
jumlah pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria pengujian:
-
Bila d < dL → tolak H0. Berarti ada autokorelasi yang positif atau
kecenderungannya ρ = 1
-
Bila dL ≤ d ≤ dU → kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
-
Bila dU ≤ d ≤ 4 - dU → terima H0. Artinya tidak ada autokorelasi positif
maupun negatif
-
Bila 4 - dU ≤ d ≤ 4 – dL → kita tidak dapat mengambil kesimpulan apaapa
-
Bila d > 4 - dL → tolak H0. Berarti ada autokorelasi yang negatif atau
kecenderungannya ρ = -1
4. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi bila variansnya tidak konstan, sehingga seakanakan ada beberapa kelompok data yang mempunyai besaran eror yang
berbeda-beda sehingga bila diplotkan dengan nilai Ŷi akan membentuk suatu
pola.
Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan metode grafik yaitu memplotkan
ui2 dan Ŷi. Heteroskedastisitas akan terdeteksi bila plot menunjukkan pola
yang sistematis.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan verians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika varians tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
maka terjadi problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu
homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
yaitu melihat scatter plot (nilai prediksi dependen ZPRED dengan residual
SRESID), uji Gletjer, uji Park, dan uji White.
3.4.2. Analisis strategi peningkatan kinerja penyuluh
Anonim (2012), dalam penyusunan strategi harus melalui riset Analisis
SWOT. Analisis SWOT pada dasarnya ditujukan untuk mengembangkan „road
map‟ untuk memandu menuju masa depan yang lebih baik. SWOT itu sendiri
merupakan analisis atas keadaan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan ancaman).
Erwin Suryatama (2014), menjelaskan bahwa SWOT adalah singkatan dari
Strengths (S), Weaknesses (W), Opportunities (O), dan Threats (T). Analisis
SWOT sendiri memiliki tujuan untuk memisahkan masalah pokok dan
memudahkan pendekatan strategis dalam suatu bisnis atau organisasi.
Rangkuti (2009), menerangkan bahwa analisis SWOT membandingkan
antara faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan
faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats).
Analisis SWOT mencakup:
1. Identifikasi atas berbagai kekuatan (potensi) signifikan daerah (ekonomi,
sosial dan sebagainnya) yang dapat mendorong pencapaian tujuan-tujuan.
Kekuatan lazimnya adalah yang sudah dilakukan dengan baik oleh daerah
yang perlu dipelihara, ditingkatkan untuk menghasilkan „competitive
advantage‟.
2. Identifikasi atas berbagai kelemahan signifikan utama daerah-dampak
perkembangan eksternal yang dapat menghambat pencapaian tujuan-tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan dengan baik dan
memerlukan upaya untuk mengatasinya, untuk meminimalkan dampak
negatifnya sehingga tidak akan mengurangi „competitive disadvantage‟.
3. Identifikasi berbagai peluang-peluang signifikan utama daerah-dampak
perkembangan eksternal yang dapat mendorong pencapaian tujuan-tujuan.
Peluang adalah potensi situasi yang menguntungkan yang perlu dioptimasikan
dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.
4. Identifikasi berbagai ancaman signifikan terhadap pengembangan daerah,
dampak perkembangan eksternal yang dapat menghambat pencapaian tujuantujuan. Ancaman adalah potensi situasi yang kurang menguntungkan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesejahteraan. Ancaman perlu diatasi
agar dapat menjamin kelangsungan perkembangan daerah.
Beberapa tips dalam melakukan SWOT:
1. Ada dokumentasi informasi keadaan internal dan external
2. Gunakan kerangka berfikir, checklist
3. Ada masukan dari stakeholders
4. Pastikan bahwa SWOT mencerminkan keadaan/situasi sekarang
5. Individu terlibat dalam analisis SWOT mengetahui posisi dan peranan
masing-masing
Langkah-langkah analisis SWOT:
1. Identifikasi
faktor-faktor
internal
dan
faktor-faktor
eksternal
yang
mempengaruhi kinerja penyuluh.
2. Penentuan faktor S, W, O dan T berdasarkan skor. Setelah faktor-faktor
internal dan eksternal diidentifikasi, kemudian disusun kuesioner yang akan
Universitas Sumatera Utara
ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian setiap faktor. Nilai
skor berkisar antara 1 sampai 4, dari penilaian terendah sampai tertinggi
dengan kriteria skor yang telah ditetapkan. Setelah diperoleh skor tiap faktor
dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata skor dari seluruh
responden untuk masing-masing faktor. Pada faktor internal, nilai rata-rata
skor 1 dan 2 menunjukkan Kelemahan (Weakness), dan nilai rata-rata skor 3
dan 4 menunjukkan Kekuatan (Strength). Sedangkan pada faktor eksternal,
nilai rata-rata skor 1 dan 2 menunjukkan Ancaman (Threat), dan nilai rata-rata
skor 3 dan 4 menunjukkan Peluang (Opportunity).
3. Membuat matrik IFAS (Internal Factors Analysis Strategic), dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Kolom 1: tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan
b. Kolom 2: beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala 0,00
(tidak penting) sampai 1,00 (paling penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis (semua bobot dari kekuatan dan
kelemahan tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi bobot total 1,00)
c. Kolom 3: masukkan nilai rata-rata skor dari masing-masing faktor
d. Kolom 4: skor tertimbang perkalian antara bobot dengan skor (kolom 2 x
kolom 3). Skor tertimbang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor
masing-masing kekuatan dan kelemahan
Universitas Sumatera Utara
4. Membuat matrik EFAS (Eksternal Factors Analysis Strategic), dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Kolom 1: tentukan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman
b. Kolom 2: beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala 0,00
(tidak penting) sampai 1,00 (paling penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis (semua bobot dari peluang dan
ancaman tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi bobot total 1,00)
c. Kolom 3: masukkan nilai rata-rata skor dari masing-masing factor
d. Kolom 4: skor tertimbang perkalian antara bobot dengan skor (kolom 2 x
kolom 3). Skor tertimbang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor
masing-masing peluang dan ancaman
5. Penentuan matrik posisi dalam SWOT
Dari matrik IFAS dan EFAS, maka akan diperoleh selisih faktor strategis
internal (kekuatan – kelemahan) dan selisih faktor strategis eksternal (peluang
– ancaman). Dan akan menghasilkan matrik posisi dalam SWOT seperti
terlihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Peluang (O)
Kuadran 3
Kuadran 1
Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
Kuadran 4
Kuadran 2
Ancaman (T)
Gambar 2. Matrik posisi dalam SWOT
Keterangan:
Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan
tersebut memiliki kekuatan dan peluang sehingga dengan
kekuatan yang dimiliki dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi
agresif.
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.
Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain
pihak harus mengahadapi beberapa kendala/ kelemahan internal.
Universitas Sumatera Utara
Fokus strategi perusahaan adalah meminimalkan masalahmasalah internal perusahaan dengan cara strategi turn around.
Kuadran 4: Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
menghadapai berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi
yang diterapkan adalah strategi defensif.
6. Penyusunan strategi dengan menggunakan matrik SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi adalah matrik
SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi penyuluh dapat disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan internal yang dimiliki penyuluh. Matrik ini dapat menghasilkan 4
(empat) set kemungkinan alternatif strategi seperti tertuang pada diagram matrik
SWOT pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan faktor-faktor
peluang eksternal
THREATS (T)
Tentukan faktor-faktor
ancaman eksternal
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan faktor-faktor
kekuatan internal
Tentukan faktor-faktor
kelemahan internal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk mengatasi ancaman kelemahan dan
menghindari ancaman
Gambar 3. Matrik SWOT
3.5. Definisi dan Batasan Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahpahaman, dalam penelitian ini dibuat beberapa
definisi operasional variabel dan batasan operasional variabel, yaitu:
3.5.1. Defenisi operasional variabel
3.5.1.1. Variabel-variabel analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh
a. Kinerja penyuluh adalah hasil evaluasi kinerja yang mengacu kepada nilai
prestasi kerja (NPK)
b. Umur adalah usia penyuluh, diukur dalam satuan tahun
c. Pendidikan formal adalah lamanya proses pendidikan formal yang dilakukan
oleh penyuluh, diukur dalam satuan tahun
d. Pengalaman kerja adalah lamanya pengalaman penyuluh dalam menjalankan
pekerjaannya sebagai penyuluh, diukur dalam satuan tahun
Universitas Sumatera Utara
e. Jarak wilayah kerja adalah jarak tempuh perjalanan penyuluh dari rumah
menuju tempat kerja (BPP), diukur dalam satuan kilometer
f. Jumlah desa binaan adalah banyaknya WKPP yang dibina oleh penyuluh,
diukur dalam satuan buah
3.5.1.2. Variabel-variabel analisis strategi peningkatan kinerja penyuluh
a. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan formal penyuluh
b. Pelatihan adalah pendidikan kompetensi penyuluh di luar pendidikan formal
c. Umur adalah usia penyuluh
d. Motivasi adalah alasan menjadi seorang penyuluh
e. Pemanfaatan media penyuluhan adalah penggunaan media dalam kegiatan
penyuluhan
f. Masa kerja/ pengalaman kerja adalah lamanya pengalaman penyuluh dalam
menjalankan pekerjaannya sebagai penyuluh
g. Ketersediaan sarana dan prasarana adalah fasilitas atau sarana prasarana yang
diterima baik bersifat individu maupun fasilitas umum di lingkup kantor
h. Sistem penghargaan adalah upaya reward and punishment dari organisasi
penyuluhan
i. Jarak wilayah kerja adalah jarak tempuh perjalanan penyuluh dari rumah
menuju tempat kerja (BPP)
j. Jumlah desa binaan adalah banyaknya WKPP yang dibina oleh penyuluh
k. Jumlah kelompok tani binaan adalah banyaknya kelompok tani yang dibina
oleh penyuluh
l. Teknologi informasi adalah kemudahan penyuluh untuk mendapatkan dan
mengakses informasi
Universitas Sumatera Utara
m. Tingkat partisipasi aktif petani adalah respon petani dalam kegiatan
penyuluhan
n. Hubungan dalam organisasi adalah hubungan seorang penyuluh dengan
penyuluh lainnya, penyuluh dengan atasan, dan penyuluh dengan organisasi
penyuluhan
o. Dukungan pembinaan dan supervisi adalah kegiatan pembinaan dan supervisi
yang dilakukan oleh organisasi penyuluhan ditingkat kabupaten
3.5.2. Batasan operasional variabel
a. Lokasi penelitian adalah 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Langkat, yaitu:
Kecamatan Secanggang, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Selesai,
Kecamatan Tanjung Pura, dan Kecamatan Wampu
b. Sampel penelitian adalah penyuluh PNS dan THL-TBPP yang ada di lokasi
penelitian
c. Waktu penelitian adalah bulan Maret s.d April 2017
d. Jumlah populasi adalah 49 orang penyuluh
e. Jumlah sampel adalah 49 orang penyuluh (sensus)
Universitas Sumatera Utara
IV. DESKRIPSI WILAYAH DAN VARIABEL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Letak geografis
Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14‟ - 4°13‟ LU dan
97°52‟ - 98°45‟ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
-
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Aceh
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
-
Sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Aceh dan Tanah Alas
-
Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai
4.1.2. Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Langkat dapat digolongkan atas tiga bagian,
yaitu:
a. Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut
b. Wilayah dataran rendah dengan ketinggian 4 – 30 m di atas permukaan laut
c. Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1.200 m di atas permukaan
laut
Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2% sebesar
59,40% dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 –
40% sebesar 6,8% dari luas lahan.
Daerah ini dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui kecamatan dan
desa-desa, diantara sungai-sungai tersebut adalah: Sungai Wampu, Sungai Batang
Serangan, Sungai Lepan, Sungai Besitang dan lain-lain. Secara umum sungaisungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4.1.3. Luas wilayah
Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6.263,29 km² atau 626.329
Ha. Rincian luas wilayah di tiap Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas wilayah menurut kecamatan dan penggunaannya
No. Kecamatan
Luas Kabupaten Langkat Menurut Kecamatan
dan Penggunaannya (Hektar)
Bukan
Non
Sawah
Jumlah
Sawah Pertanian
720
105.185
4.278
110.183
1.460
7.959
431
9.850
171
20.587
1.415
22.173
0
22.870
814
23.684
3.019
14.348
15.950
33.317
766
18.777
1.080
20.623
1.215
12.443
3.115
16.773
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bohorok
Sirapit
Salapian
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Binjai
Stabat
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
1.399
1.479
941
118
0
407
1.928
5.826
2.740
2.474
6.621
15.185
88.522
19.637
17.387
7.394
13.122
13.505
332
2.785
3.295
1.298
1.273
4.320
1.204
4.171
1.716
4.205
10.885
19.421
89.938
20.910
22.114
10.526
23.119
17.961
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
2.785
4.259
1.916
1.362
1.406
2.809
803
13.438
2.337
23.104
5.678
60.708
10.448
18.672
1.626
1.045
3.048
1.940
9.960
1.878
1.425
17.849
7.641
28.068
8.980
72.074
15.135
20.900
37.529
520.401
68.399
626.329
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.1.4. Iklim
Iklim di wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator
iklim sebagai berikut:
-
Musim Kemarau: Februari s/d Agustus
-
Musim Hujan: September s/d Januari
-
Curah hujan rata-rata 2000 - 3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan
adalah 142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan
-
Suhu rata-rata 28,0 – 30,0°C
4.1.5. Jenis tanah
Berbagai jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Langkat yaitu:
-
Sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah alluvial, yang sesuai untuk jenis
tanaman pertanian pangan
-
Dataran rendah dengan jenis tanah glei humus rendah, hydromofil kelabu dan
plarosal
-
Dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna merah kuning
4.1.6. Penggunaan lahan
Wilayah Kabupaten Langkat digunakan untuk:
a. Kawasan Hutan Lindung seluas ± 266.232 Ha (42,51%)
Kawasan Hutan Lindung terdiri dari:
-
Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
seluas ± 213.985 Ha
-
Kawasan Timur Laut seluas ± 9.520 Ha
-
Kawasan Penyangga seluas ± 7.600 Ha
Universitas Sumatera Utara
-
Kawasan Hutan Bakau seluas ± 20.200 Ha
-
Kawasan lainnya ±14.927 Ha
b. Kawasan Lahan Budidaya seluas ± 360.097 Ha (57,49%)
4.1.7. Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Langkat sekitar 1 juta jiwa lebih. Jumlah
penduduk paling besar adalah di Kecamatan Stabat. Penduduk asli Kabupaten
Langkat adalah Suku Melayu sedangkan suku pendatang ialah Jawa, Karo, Batak
(Toba dan Simalungun), Mandailing, Minang, Aceh, Tionghoa, Tamil dan lainlain. Walaupun merupakan suku pendatang, Suku Jawa merupakan suku
mayoritas di Kabupaten Langkat. Rincian kependudukan di Kabupaten Langkat
dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
tertera pada Tabel 6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok
Umur
(Tahun)
0-4
5-9
10 - 14
Tahun 2015
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
54.697
52.781
107.478
53.446
51.123
104.569
50.306
48.113
98.419
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
47.210
42.947
40.695
38.345
36.402
33.977
30.827
26.531
21.128
44.529
42.001
39.906
38.955
37.272
33.884
31.027
26.157
20.268
91.739
84.948
80.601
77.300
73.674
67.861
61.854
52.688
41.396
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
13.583
8.253
5.918
6.023
13.403
9.020
6.923
7.735
26.986
17.273
12.841
13.758
Total
510.288
503.097
1.013.385
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Rincian jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tertera
pada Tabel 7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin
No. Kecamatan
2015
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1.
2.
3.
Bohorok
Sirapit
Salapian
20.908
8.388
13.633
20.812
8.262
13.487
41.720
16.650
27.120
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
Binjai
Stabat
7.127
25.296
20.414
36.570
22.571
42.668
6.902
25.367
20.561
36.096
21.919
43.549
14.029
50.663
40.975
72.666
44.490
86.217
10.
11.
12.
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
21.538
18.696
13.212
20.953
17.944
13.153
42.491
36.640
26.365
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
24.339
25.186
34.436
34.038
22.446
30.060
24.948
11.779
24.506
24.847
33.954
33.442
22.080
28.998
24.045
11.170
48.845
50.033
68.390
67.480
44.526
59.058
48.993
22.949
21.
22.
23.
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
23.237
21.865
6.933
22.771
21.621
6.658
46.008
43.486
13.591
510.288
503.097
1.013.385
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.1.8. Jumlah desa dan kelurahan
Jumlah desa dan kelurahan di Kabupaten langkat berjumlah 277 desa/
kelurahan. Rincian jumlah desa dan kelurahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah desa dan kelurahan
Jumlah Desa dan Kelurahan
No. Kecamatan
Desa
Kelurahan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bohorok
Sirapit
Salapian
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
Binjai
18
10
16
8
15
14
13
6
1
1
1
2
1
1
19
10
17
8
16
16
14
7
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Stabat
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
Gebang
6
13
7
6
11
12
16
18
10
6
1
1
1
1
1
1
1
1
12
14
8
7
12
13
17
19
11
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
4
9
5
6
9
8
4
5
2
3
2
-
8
14
7
9
11
8
240
37
277
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel penelitian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu variabel bebas/
independent (variabel yang mempengaruhi) dan variabel terikat/ dependent
(variabel yang dipengaruhi). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas
adalah umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan
jumlah desa binaan. Sedangkan variabel terikat adalah kinerja penyuluh. Deskripsi
variabel-variabel dari semua sampel penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berikut diterangkan klasifikasi sampel berdasarkan variabel penelitian:
4.2.1. Umur
Klasifikasi sampel berdasarkan umur tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi sampel berdasarkan umur
No.
1.
2.
3.
4.
Umur (Tahun)
18 – 28
29 – 43
44 – 58
> 58
Jumlah
Jumlah (Orang)
2
19
26
2
49
Persentase (%)
4,08
38,78
53,06
4,08
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa umur sampel terbanyak adalah kisaran
antara 44 – 58 tahun, yaitu berjumlah 26 sampel dari 49 sampel atau sebanyak
53,06%. Nilai rata-rata umur seluruh sampel adalah 43,78 (≈ 44 tahun), artinya
rata-rata umur sampel sudah cukup tua.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Pendidikan formal
Klasifikasi sampel berdasarkan pendidikan formal tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Klasifikasi sampel berdasarkan pendidikan formal
No.
1.
2.
3.
Pendidikan Formal
SLTA
Diploma 3
Diploma 4/ Strata 1
Jumlah
Jumlah (Orang)
22
3
24
49
Persentase (%)
44,90
6,12
48,98
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa pendidikan formal sampel terbanyak
adalah Diploma 4/ Strata 1, yaitu berjumlah 24 sampel dari 49 sampel atau
sebanyak 48,98%. Nilai rata-rata pendidikan formal seluruh sampel adalah 14,14
(≈ 14 tahun), artinya rata-rata pendidikan formal sampel sudah cukup tinggi.
4.2.3. Pengalaman kerja
Klasifikasi sampel berdasarkan pengalaman kerja tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Klasifikasi sampel berdasarkan pengalaman kerja
No.
1.
2.
3.
4.
Pengalaman Kerja (Tahun)
0–3
4–7
8 – 11
> 11
Jumlah
Jumlah (Orang)
31
18
49
Persentase (%)
63,27
36,73
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa pengalaman kerja sampel terbanyak
adalah berkisar antara 8 – 11 tahun, yaitu berjumlah 31 sampel dari 49 sampel
atau sebanyak 63,27%. Nilai rata-rata pengalaman kerja seluruh sampel adalah
15,18 (≈ 15 tahun), artinya rata-rata pengalaman kerja sampel sudah cukup
berpengalaman.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4. Jarak wilayah kerja
Klasifikasi sampel berdasarkan jarak wilayah kerja tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Klasifikasi sampel berdasarkan jarak wilayah kerja
No.
1.
2.
3.
4.
Jarak Wilayah Kerja (KM)
≤5
6 – 10
11 – 19
≥ 20
Jumlah
Jumlah (Orang)
18
26
3
2
49
Persentase (%)
36,73
53,06
6,13
4,08
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa jarak wilayah kerja sampel terbanyak
adalah kisaran antara 6 – 10 kilometer, yaitu berjumlah 26 sampel dari 49 sampel
atau sebanyak 53,06%. Nilai rata-rata jarak wilayah kerja seluruh sampel adalah
7,20 (≈ 7 kilometer), artinya rata-rata jarak wilayah kerja sampel tidak terlalu jauh
dan tidak sampai luar kota.
4.2.5. Jumlah desa binaan
Klasifikasi sampel berdasarkan jumlah desa binaan tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Klasifikasi sampel berdasarkan jumlah desa binaan
No.
1.
2.
3.
4.
Jumlah Desa Binaan (Buah)
1
2
3
≥4
Jumlah
Jumlah (Orang)
21
25
3
49
Persentase (%)
42,86
51,02
6,12
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 13, dapat dilihat bahwa jumlah desa binaan sampel terbanyak
adalah berjumlah 2 buah desa, yaitu 25 sampel dari 49 sampel atau sebanyak
51,02%. Nilai rata-rata jumlah desa binaan seluruh sampel adalah 1,63 (≈ 2 buah
desa), artinya rata-rata jumlah desa binaan sampel lebih dari 1 buah desa.
Universitas Sumatera Utara
4.2.6. Kinerja penyuluh
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja terhadap sampel penelitian yaitu
penyuluh, maka didapat hasil seperti tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Klasifikasi sampel berdasarkan hasil evaluasi kinerja
No.
1.
2.
3.
4.
5.
NPK (Kinerja)
≥ 91
76 – 90
61 – 75
51 – 60
≤ 50
Jumlah
Jumlah (Orang)
5
28
16
49
Persentase (%)
10,20
57,14
32,66
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai kinerja sampel terbanyak adalah
kisaran antara 76 - 90, yaitu 28 sampel dari 49 sampel atau sebanyak 57,14%.
Nilai rata-rata kinerja seluruh sampel adalah 78,95 (≈ 79), artinya rata-rata kinerja
sampel termasuk ke dalam kategori “baik”.
Universitas Sumatera Utara
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
Sebelum melakukan analisis sudah dipastikan bahwa data-data mengenai
variabel-variabel penelitian sudah didapatkan. Setelah itu barulah dilakukan
analisis data. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi
linier berganda (multiple regression) dengan menggunakan program SPSS
Statistics, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara
beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat.
Berikut hasil analisis data yang dilakukan:
1. Uji koefisien determinasi (R Square)
Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur seberapa
besar kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Dari hasil olah data, diperoleh hasil seperti pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji koefisien determinasi (R Square)
Model
1 Regression
R Square
0,729
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 15, diperoleh nilai R Square adalah 0,729. Artinya, sebesar
72,9% kinerja penyuluh mampu dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan
formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan.
Sedangkan sisanya sebesar 27,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
2.
Uji serempak (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat apakah secara serempak variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat. Dari hasil olah data, diperoleh hasil
seperti pada Tabel 16.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Uji F
Model
1 Regression
F-hitung
23,164
F-tabel
2,43
Signifikansi
0,000
(α)
0,05
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 16, diperoleh bahwa nilai F-hitung > nilai F-tabel (23,164 >
2,43) atau nilai Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang
diperoleh adalah H1 diterima, dimana secara serempak variabel umur,
pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa
binaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh.
3. Uji parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan apakah secara parsial (individu)
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Dari hasil olah data,
diperoleh hasil seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Uji t
Model
(Constant)
Umur
Pendidikan formal
Pengalaman kerja
Jarak wilayah kerja
Jumlah desa binaan
B
64,345
-0,151
1.348
0,492
-0,415
-1,414
t-hitung
11,133
-1,371
4,046
5,221
-2,879
-1,402
t-tabel Signifikansi
1,681
0,000
1,681
0,177
1,681
0,000
1,681
0,000
1,681
0,006
1,681
0,168
(α)
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 17, maka dapat dijelaskan dari masing-masing variabel
sebagai berikut:
-
Variabel umur: nilai t-hitung < nilai t-tabel (1,371 < 1,681) atau nilai
Signifikansi > α (0,177 > 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H0
diterima, dimana secara parsial variabel umur tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja penyuluh
Universitas Sumatera Utara
-
Variabel pendidikan formal: t-hitung > nilai t-tabel (4,046 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel pendidikan formal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel pengalaman kerja: t-hitung > nilai t-tabel (5,221 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel pengalaman kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel jarak wilayah kerja: t-hitung > nilai t-tabel (2,879 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,006 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel jarak wilayah kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel jumlah desa binaan: nilai t-hitung < nilai t-tabel (1,402 < 1,681) atau
nilai Signifikansi > α (0,168 > 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh
adalah H0 diterima, dimana secara parsial variabel jumlah desa binaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh
4. Uji koefisien regresi
Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. nilai koefisien regresi dimasukkan ke dalam
spesifikasi model.
Dari Tabel 17, dapat dirumuskan spesifikasi model sebagai berikut:
� = β0 + β1�� + β2�2 + β3�� + β4�4 + β5�� + Ʃ
� = 64,345 – 0,151 �� + 1,348 �2 + 0,492 �� – 0,415 �4 – 1,414 ��+ Ʃ
Universitas Sumatera Utara
Kinerja penyuluh = 64,345 – 0,151 umur + 1,348 pendidikan formal + 0,492
pengalaman kerja – 0,415 jarak wilayah kerja – 1,414 jumlah desa binaan
+Ʃ
Dari spesifikasi model tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
-
Pengaruh umur terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap adanya
peningkatan umur penyuluh sebesar 1 tahun, maka akan menurunkan nilai
kinerja penyuluh sebesar 0,151
-
Pengaruh pendidikan formal terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan pendidikan formal penyuluh sebesar 1 tahun, maka
akan meningkatkan nilai kinerja penyuluh sebesar 1,348
-
Pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan pengalaman kerja penyuluh sebesar 1 tahun, maka
akan meningkatkan nilai kinerja penyuluh sebesar 0,492
-
Pengaruh jarak wilayah kerja terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan jarak wilayah kerja penyuluh sebesar 1 kilometer,
maka akan menurunkan nilai kinerja penyuluh sebesar 0,415.
-
Pengaruh jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan jumlah desa binaan penyuluh sebesar 1 buah, maka
akan menurunkan nilai kinerja penyuluh sebesar 1,414.
Universitas Sumatera Utara
Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai
model yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang disebut
dengan asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan model
regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Predicted) sehingga persamaan regresi
yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Uji asumsi klasik
yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas dan variabel terikat adalah normal. Suatu
model dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Ada dua cara yang digunakan untuk menguji normalitas:
a. Analisis grafik (normal P-P plot)
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Grafik Normal P-P Plot
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4, dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal
dan mengikuti arah garis diagonal, artinya model regresi tersebut memiliki
normalitas.
Gambar 5. Grafik Histogram
Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa grafik histogram menunjukkan
pola distribusi normal, artinya model regresi tersebut memiliki normalitas.
b. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 18.
Tabel 18. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
0,941
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 18, diperoleh nilai Signifikansi sebesar 0,941. Artinya
Signifikansi > α0,05 maka H0 diterima (tidak ada perbedaan disribusi ui
(residual) dengan distribusi normal) → residual berdistribusi normal
Universitas Sumatera Utara
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka hasil estimasi akan bias. Gejala
multikolinieritas dapat dilihat dari apabila secara serempak variabel
berpengaruh nyata tetapi secara parsial lebih banyak variabel yang tidak nyata.
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak
terjadi korelasi yang biasa disebut non multikolinearitas. Pedoman untuk
menyatakan tidak terjadi korelasi atau tidak terjadi multikolinieritas adalah :
-
Nilai toleransi > 0,1
-
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 19.
Tabel 19. Uji multikolinieritas
Model
Umur
Pendidikan formal
Pengalaman kerja
Jarak wilayah kerja
Jumlah desa binaan
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,359
2,782
0,750
1,334
0,358
2,794
0,965
1,036
0,875
1,142
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa nilai toleransi dari masingmasing semua variabel bebas memiliki nilai toleransi > 0,1 dan nilai VIF < 10,
artinya model regresi tersebut sudah baik karena tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebas atau tidak terjadi multikolinieritas.
Universitas Sumatera Utara
3. Uji autokorelasi
Cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW
test). Uji Durbin-Watson dilakukan dengan membandingkan nilai DurbinWatson dari hasil perhitungan dengan nilai Durbin-Watson tabel. Dari hasil
olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 20.
Tabel 20. Uji autokorelasi
Model
1 Regression
Durbin-Watson-hitung
d = 1,505
Durbin-Watson-tabel
dL = 1,3258
dU = 1,7716
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 20, diperoleh nilai Durbin-Watson-hitung d = 1,505. Nilai
Durbin-Watson-tabel diperoleh hasil dL = 1,3258; dan dU = 1,7716. Dari hasil
tersebut sesuai dengan kriteria rumus sebagai berikut:
≈ dU ≤ d ≤ 4 - dU
≈ 1,7716 ≤ 1,505 ≤ 4 – (1,7716)
≈ 1,7716 ≤ 1,505 ≤ 2,2284 → H0 diterima, artinya tidak ada autokorelasi
positif maupun negatif (tidak terjadi autokorelasi).
5. Uji heteroskedastisitas
Model regresi yang baik yaitu homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas yaitu melihat scatter plot. Dari hasil olah data diperoleh
hasil seperti pada Gambar 6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Scatterplot
Pada Gambar 6, menunjukkan tidak ada pola yang jelas serta titik-titiknya
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh di
atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar terdapat kesamaan antara hasil
analisis dengan hipotesis yang dibuat (bersumber dari teori), dimana hipotesis
menyatakan bahwa umur, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan
berpengaruh signifikan secara negatif terhadap kinerja penyuluh, sedangkan
pendidikan formal dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan secara positif
terhadap kinerja penyuluh. Hasil analisis juga menyatakan hal demikian, hanya
saja variabel umur dan jumlah desa binaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyuluh, akan tetapi kedua variabel tersebut sama-sama berpengaruh
secara negatif terhadap kinerja penyuluh sama seperti hipotesis yang dibuat.
Variabel umur, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh
disebabkan karena sebagian besar umur penyuluh berada pada kisaran 44 – 58
tahun (53,06%), dengan kata lain umur penyuluh bisa dikatakan sudah cukup tua.
Dalam kondisi seperti itu, umur yang cukup tinggi akan dibarengi oleh
pengalaman kerja yang juga tinggi sehingga pengalaman kerja akan menutupi
faktor umur tersebut dalam hal pencapaian kinerja.
Variabel jumlah desa binaan, tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyuluh disebabkan karena sebagian besar jumlah desa binaan masingmasing penyuluh adalah 2 buah desa (51,02%). Dalam kondisi keterbatasan
jumlah penyuluh sampai pada saat ini, penyuluh yang memiliki jumlah desa
binaan lebih dari 1, sudah menjadi hal yang biasa dan sudah cukup lama dialami
hal seperti itu sehingga penyuluh sudah cukup berpengalaman mengatasinya
dalam hal pencapaian kinerja.
Universitas Sumatera Utara
Pada review penelitian terdahulu yaitu penelitian Rafiqah Amanda Lubis
(2014) yang berjudul “Faktor-faktor ya
3.1. Metode Penentuan Lokasi
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian akan dilaksanakan,
pada penelitian ini lokasi penelitian dilaksanakan di 5 (lima) kecamatan yang ada
di Kabupaten Langkat. 5 (lima) kecamataan tersebut adalah: Kecamatan
Secanggang, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Tanjung
Pura, dan Kecamatan Wampu. Metode penentuan lokasi tersebut dilakukan
dengan metode purposive atau sengaja berdasarkan atas pertimbanganpertimbangan tertentu.
Siswapedia (2013), menyatakan bahwa usulan lokasi penelitian perlu
mengungkapkan alasan-alasan yang tepat sesuai permasalahan dan tujuan
penelitian dalam pemilihan suatu daerah sebagai lokasi penelitian. Untuk bisa
memberikan alasan-alasan yang lebih tepat dan jelas, hendaknya peneliti
mengenali dengan baik lokasi yang nantinya dijadikan lokasi penelitian. Dalam
menentukan
lokasi
penelitian,
cara
terbaik
ditempuh
dengan
jalan
mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari
kesesuaiandengan
kenyataan
yang
ada
di
lapangan
sementara
itu
keterbatasangeografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan
pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.
Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: (1)
Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan 5 kecamatan dengan jumlah penyuluh
terbanyak; (2) Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah sentra pertanian;
(3) Jarak lokasi dengan pusat pemerintahan Kabupaten yang tidak terlalu jauh.
Universitas Sumatera Utara
Data sebaran jumlah penyuluh di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Data sebaran jumlah penyuluh di Kabupaten Langkat
No.
Kecamatan
BPP
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Bahorok
Salapian
Kutambaru
Serapit
Kuala
Selesai
Sei Bingai
Stabat
Binjai
Wampu
Secanggang
Hinai
Tanjung Pura
Padang Tualang
Sawit Seberang
Batang Serangan
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Besitang
Pangkalan Susu
Brandan Barat
Pematang Jaya
Kabupaten
Timbang Lawan
Salapian
(Salapian)
Gunung Tinggi
Kuala
Brahrang
Purwobinangun
Perdamaian
Kwala Begumit
Wampu
Secanggang
Cempa
Tanjung Pura
Tanjung
Selamat
(Selamat)
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Besitang
Pangkalan Susu
(Pangkalan Susu)
Pematang Jaya
Dinas Pertanian
Jumlah
Jumlah
Penyuluh
(Orang)
5
4
2
6
7
9
11
7
5
8
12
7
9
5
1
2
6
4
5
6
6
4
5
2
138
Jarak Kecamatan
ke Ibukota
Kabupaten (Km)
73
55
65
60
40
30
45
0
23
5
23
14
18
36
28
31
32
40
40
61
75
45
75
0
Sumber: Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat, 2016
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah semua penyuluh di lokasi penelitian yaitu semua
penyuluh yang ada di 5 (lima) kecamatan yang berjumlah 49 orang penyuluh.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Kecamatan Secanggang
: 12 orang
2. Kecamatan Sei Bingai
: 11 orang
Universitas Sumatera Utara
3. Kecamatan Selesai
: 9 orang
4. Kecamatan Tanjung Pura
: 9 orang
5. Kecamatan Wampu
: 8 orang
Sampel adalah obyek penelitian sebagai perwakilan dari populasi. Dalam
penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus terhadap semua
populasi, dimana semua populasi dijadikan sebagai sampel. Artinya, semua
penyuluh yang ada di 5 (lima) kecamatan tadi dijadikan sebagai sampel penelitian
yaitu berjumlah 49 sampel.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber primer
maupun sekunder. Sumber primer merupakan sumber data yang diperoleh
langsung dari lapangan, sedangkan sumber sekunder adalah data yang diperoleh
dari sumber-sumber lain yang relevan, misalnya instansi-instansi pemerintah.
Data yang diperoleh dari sumber primer disebut data primer, sedangkan data yang
diperoleh dari sumber sekunder disebut data sekunder (Tavi Supriana, 2016).
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari penyuluh (Penyuluh PNS
dan THL-TBPP di 5 lokasi penelitian), sedangkan data sekunder diperoleh dari
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Langkat, BPP 5 lokasi
penelitian dan instansi-instansi terkait lainnya. Jenis data dan metode
pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Data dan metode pengumpulan data
No.
Jenis Data
1. Data primer
2.
Data sekunder
Sumber Data
Penyuluh
Metode Pengumpulan Data
- Wawancara (berdasarkan
daftar kuisioner yang
sudah dipersiapkan
terlebih dahulu),
- Observasi (melihat
langsung di lapangan)
Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan,
BPP, dan instansiinstansi terkait
-
-
Wawancara dan
pengambilan data
publikasi resmi yang
sudah tercatat
Observasi (melihat
langsung di lapangan)
Dalam pengumpulan data primer, wawancara yang dilakukan mengacu
pada daftar kuisioner yang sudah disiapkan yaitu sebanyak 2 buah kuesioner.
Kuisioner I; berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja penyuluh (variabel-variabel penelitian) yaitu: umur
(tahun), pendidikan formal (tahun), pengalaman kerja (tahun), jarak wilayah kerja
(kilometer), jumlah desa binaan (buah), dan kinerja penyuluh (yang tertuang ke
dalam 16 pertanyaan mengenai indikator-indikator dalam mengukur kinerja
penyuluh).
Adapun cara menentukan kinerja penyuluh ditentukan oleh hasil evaluasi
kinerja dengan melihat standar Nilai Prestasi Kerja (NPK), dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Indikator pengukuran terdiri dari 3 indikator dengan jumlah pengukuran/
parameter sebanyak 16 pertanyaan, setiap pertanyaan terdiri dari 5 jawaban
dan dinilai dengan mengggunakan skala 1 sampai dengan 5. Skala 1
menunjukkan kinerja paling rendah dan skala 5 menunjukan kinerja paling
tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Jumlah nilai seluruh pengukuran/ parameter yaitu paling rendah 16 (jumlah
pengukuran/ parameter = 16 X 1) dan paling tinggi 80 (jumlah pengukuran/
parameter = 16 X 5). Jumlah nilai pengukuran/ parameter yang diperoleh
penyuluh disebut Nilai Evaluasi Mandiri (NEM) merupakan ukuran prestasi
kerja.
3. Standar NPK penyuluh dinyatakan dalam angka dan sebutan seperti tertera
pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar nilai prestasi kerja
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Nilai NPK (Kinerja)
91 ke atas
76-90
61-75
51-60
50 ke bawah
Prestasi Kerja
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Buruk
Sumber: Permentan Nomor 91 Tahun 2013
4. Tata cara perhitungan:
NPK =
�����
80
�
x 100
Contoh: Seorang penyuluh dengan total NEM = 60, maka
60
NPK =
80
x 100 = 75
Jadi, kinerja penyuluh tersebut dimasukkan ke dalam kategori “cukup”.
Kuesioner II; berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai seluruh
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja berupa faktor internal dan faktor
eksternal dimana nantinya akan dapat menentukan dan mengklasifikasikan antara
kekuatan, kelemahan, peluang ataupun ancaman dalam kinerja penyuluh sehingga
akan memunculkan suatu strategi peningkatan kinerja penyuluh tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh
Metode analisis data yang digunakan dalam analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja penyuluh adalah metode analisis regresi linier berganda
(multiple regression), dimana metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel bebasnya terdiri
dari umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah
desa binaan. Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja penyuluh. Adapun
spesifikasi modelnya adalah:
� = β0 + β1�� + β2�2 + β3�� + β4�4 + β5�� + Ʃ
dimana :
β0 = konstanta
β1 ,…, β5 = nilai masing-masing variabel
Y = nilai kinerja (total NPK)
X1 = umur (tahun)
X2 = pendidikan formal (tahun)
X3 = pengalaman kerja (tahun)
X4 = jarak wilayah kerja (kilometer)
X5 = jumlah desa binaan (buah)
Ʃ = error term
Universitas Sumatera Utara
Adapun analisis data yang dilakukan adalah:
1. Uji koefisien determinasi (R Square)
Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur seberapa
besar kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Misal, nilai R Square sebesar 0,946 berarti 94,6% variasi variabel terikat (Y)
mampu dijelaskan oleh variasi variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5),
sedangkan sisanya sebesar 5,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
2. Uji serempak (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat apakah secara serempak variabel bebas
(X1, X2, X3, X4, X5) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis:
-
H0 : Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5 tidak berpengaruh signifikan
terhadap Y
-
H1 : Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5 berpengaruh signifikan
terhadap Y
Kriteria Uji:
-
Bila nilai F-hitung > nilai F-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5
berpengaruh signifikan terhadap Y”
-
Bila nilai F-hitung < nilai F-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara serempak X1, X2, X3, X4, X5
tidak berpengaruh signifikan terhadap Y”
Universitas Sumatera Utara
3. Uji parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan apakah secara parsial (individu)
variabel bebas (X) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).
Hipotesis:
-
H0 : bi = 0 atau variabel X tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
bebas Y
-
H1 : bi ≠ 0 atau variabel X berpengaruh signifikan terhadap variabel bebas
Y
Kriteria Uji:
-
Bila nilai t-hitung > nilai t-tabel atau nilai sig < α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) diterima. Artinya ”Secara parsial X1 berpengaruh signifikan
terhadap Y”
-
Bila nilai t-hitung < nilai t-tabel atau nilai sig > α (0,05) maka hipotesis
alternatif (H1) ditolak. Artinya ”Secara parsial X1 tidak berpengaruh
signifikan terhadap Y”
4. Uji koefisien regresi
Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y). nilai koefisien regresi dimasukkan ke dalam
spesifikasi model. Contoh, jika nilai koefisien regresi sebesar 5,485, berarti
bahwa setiap adanya peningkatan nilai variabel bebas (X) sebesar 1 satuan,
maka akan meningkatkan nilai variabel terikat (Y) sebesar 5,485 satuan.
-
Koefisien regresi bertanda positif (+) berarti peningkatan nilai variabel
bebas akan meningkatkan nilai variabel terikat
Universitas Sumatera Utara
-
Koefisien regresi bertanda negatif (-) berarti peningkatan nilai variabel
bebas akan menurunkan nilai variabel terikat, demikian sebaliknya.
Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai
model yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang disebut
dengan asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan model
regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Predicted) sehingga persamaan regresi
yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Uji asumsi klasik
yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas dan variabel terikat adalah normal. Menurut
Yusuf (2003) normalitas dapat dideteksi dengan melihat sebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-Plot of Regression Standarized
Residual. Suatu model dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal. Sebagai dasar bahwa uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi
ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel
yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua cara yang digunakan untuk menguji normalitas:
a. Analisis grafik (normal P-P plot)
-
Jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang menceng
(skewness) ke kiri atau ke kanan, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas
-
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukkan pola distribusi
normal model regresi memiliki normalitas
-
Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti pola
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi normalitas
b. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Uji
ini
membandingkan
fungsi
distribusi
kumulatif
dari
pengamatan dengan fungsi distribusi kumulatif teoritis.
Hipotesis yang diajukan adalah:
-
H0 = Tidak ada perbedaan disribusi ui (residual) dengan distribusi
normal atau residual berdistribusi normal
-
H1 = Ada perbedaan disribusi ui (residual) dengan distribusi normal
atau residual tidak berdistribusi normal
Krietria pengambilan keputusan:
-
Jika signifikansi > α0,05 maka H0 diterima → residual berdistribusi
normal
-
Jika signifikansi < α0,05 maka H1 diterima → residual tidak
berdistribusi normal
Universitas Sumatera Utara
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka hasil estimasi akan bias. Gejala
multikolinieritas dapat dilihat dari apabila secara serempak variabel
berpengaruh nyata tetapi secara parsial lebih banyak variabel yang tidak nyata.
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak
terjadi korelasi yang biasa disebut non multikolinearitas. Pedoman untuk
menyatakan tidak terjadi korelasi atau tidak terjadi multikolinieritas adalah:
-
Nilai toleransi > 0,1
-
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10
3. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Cara untuk mendeteksi gejala
autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test).
Uji Durbin-Watson dilakukan dengan membandingkan nilai DurbinWatson dari hasil perhitungan dengan nilai Durbin-Watson tabel. Nilai DurbinWatson tabel diperoleh dengan melihat pada K variabel dalam persamaan dan
jumlah pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria pengujian:
-
Bila d < dL → tolak H0. Berarti ada autokorelasi yang positif atau
kecenderungannya ρ = 1
-
Bila dL ≤ d ≤ dU → kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
-
Bila dU ≤ d ≤ 4 - dU → terima H0. Artinya tidak ada autokorelasi positif
maupun negatif
-
Bila 4 - dU ≤ d ≤ 4 – dL → kita tidak dapat mengambil kesimpulan apaapa
-
Bila d > 4 - dL → tolak H0. Berarti ada autokorelasi yang negatif atau
kecenderungannya ρ = -1
4. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi bila variansnya tidak konstan, sehingga seakanakan ada beberapa kelompok data yang mempunyai besaran eror yang
berbeda-beda sehingga bila diplotkan dengan nilai Ŷi akan membentuk suatu
pola.
Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan metode grafik yaitu memplotkan
ui2 dan Ŷi. Heteroskedastisitas akan terdeteksi bila plot menunjukkan pola
yang sistematis.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan verians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika varians tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
maka terjadi problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu
homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
yaitu melihat scatter plot (nilai prediksi dependen ZPRED dengan residual
SRESID), uji Gletjer, uji Park, dan uji White.
3.4.2. Analisis strategi peningkatan kinerja penyuluh
Anonim (2012), dalam penyusunan strategi harus melalui riset Analisis
SWOT. Analisis SWOT pada dasarnya ditujukan untuk mengembangkan „road
map‟ untuk memandu menuju masa depan yang lebih baik. SWOT itu sendiri
merupakan analisis atas keadaan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal
(peluang dan ancaman).
Erwin Suryatama (2014), menjelaskan bahwa SWOT adalah singkatan dari
Strengths (S), Weaknesses (W), Opportunities (O), dan Threats (T). Analisis
SWOT sendiri memiliki tujuan untuk memisahkan masalah pokok dan
memudahkan pendekatan strategis dalam suatu bisnis atau organisasi.
Rangkuti (2009), menerangkan bahwa analisis SWOT membandingkan
antara faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan
faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats).
Analisis SWOT mencakup:
1. Identifikasi atas berbagai kekuatan (potensi) signifikan daerah (ekonomi,
sosial dan sebagainnya) yang dapat mendorong pencapaian tujuan-tujuan.
Kekuatan lazimnya adalah yang sudah dilakukan dengan baik oleh daerah
yang perlu dipelihara, ditingkatkan untuk menghasilkan „competitive
advantage‟.
2. Identifikasi atas berbagai kelemahan signifikan utama daerah-dampak
perkembangan eksternal yang dapat menghambat pencapaian tujuan-tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan dengan baik dan
memerlukan upaya untuk mengatasinya, untuk meminimalkan dampak
negatifnya sehingga tidak akan mengurangi „competitive disadvantage‟.
3. Identifikasi berbagai peluang-peluang signifikan utama daerah-dampak
perkembangan eksternal yang dapat mendorong pencapaian tujuan-tujuan.
Peluang adalah potensi situasi yang menguntungkan yang perlu dioptimasikan
dan diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.
4. Identifikasi berbagai ancaman signifikan terhadap pengembangan daerah,
dampak perkembangan eksternal yang dapat menghambat pencapaian tujuantujuan. Ancaman adalah potensi situasi yang kurang menguntungkan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kesejahteraan. Ancaman perlu diatasi
agar dapat menjamin kelangsungan perkembangan daerah.
Beberapa tips dalam melakukan SWOT:
1. Ada dokumentasi informasi keadaan internal dan external
2. Gunakan kerangka berfikir, checklist
3. Ada masukan dari stakeholders
4. Pastikan bahwa SWOT mencerminkan keadaan/situasi sekarang
5. Individu terlibat dalam analisis SWOT mengetahui posisi dan peranan
masing-masing
Langkah-langkah analisis SWOT:
1. Identifikasi
faktor-faktor
internal
dan
faktor-faktor
eksternal
yang
mempengaruhi kinerja penyuluh.
2. Penentuan faktor S, W, O dan T berdasarkan skor. Setelah faktor-faktor
internal dan eksternal diidentifikasi, kemudian disusun kuesioner yang akan
Universitas Sumatera Utara
ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian setiap faktor. Nilai
skor berkisar antara 1 sampai 4, dari penilaian terendah sampai tertinggi
dengan kriteria skor yang telah ditetapkan. Setelah diperoleh skor tiap faktor
dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata skor dari seluruh
responden untuk masing-masing faktor. Pada faktor internal, nilai rata-rata
skor 1 dan 2 menunjukkan Kelemahan (Weakness), dan nilai rata-rata skor 3
dan 4 menunjukkan Kekuatan (Strength). Sedangkan pada faktor eksternal,
nilai rata-rata skor 1 dan 2 menunjukkan Ancaman (Threat), dan nilai rata-rata
skor 3 dan 4 menunjukkan Peluang (Opportunity).
3. Membuat matrik IFAS (Internal Factors Analysis Strategic), dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Kolom 1: tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan
b. Kolom 2: beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala 0,00
(tidak penting) sampai 1,00 (paling penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis (semua bobot dari kekuatan dan
kelemahan tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi bobot total 1,00)
c. Kolom 3: masukkan nilai rata-rata skor dari masing-masing faktor
d. Kolom 4: skor tertimbang perkalian antara bobot dengan skor (kolom 2 x
kolom 3). Skor tertimbang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor
masing-masing kekuatan dan kelemahan
Universitas Sumatera Utara
4. Membuat matrik EFAS (Eksternal Factors Analysis Strategic), dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Kolom 1: tentukan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman
b. Kolom 2: beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala 0,00
(tidak penting) sampai 1,00 (paling penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis (semua bobot dari peluang dan
ancaman tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi bobot total 1,00)
c. Kolom 3: masukkan nilai rata-rata skor dari masing-masing factor
d. Kolom 4: skor tertimbang perkalian antara bobot dengan skor (kolom 2 x
kolom 3). Skor tertimbang dijumlahkan untuk mendapatkan total skor
masing-masing peluang dan ancaman
5. Penentuan matrik posisi dalam SWOT
Dari matrik IFAS dan EFAS, maka akan diperoleh selisih faktor strategis
internal (kekuatan – kelemahan) dan selisih faktor strategis eksternal (peluang
– ancaman). Dan akan menghasilkan matrik posisi dalam SWOT seperti
terlihat pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Peluang (O)
Kuadran 3
Kuadran 1
Kelemahan (W)
Kekuatan (S)
Kuadran 4
Kuadran 2
Ancaman (T)
Gambar 2. Matrik posisi dalam SWOT
Keterangan:
Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, perusahaan
tersebut memiliki kekuatan dan peluang sehingga dengan
kekuatan yang dimiliki dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi
agresif.
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi.
Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain
pihak harus mengahadapi beberapa kendala/ kelemahan internal.
Universitas Sumatera Utara
Fokus strategi perusahaan adalah meminimalkan masalahmasalah internal perusahaan dengan cara strategi turn around.
Kuadran 4: Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
menghadapai berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi
yang diterapkan adalah strategi defensif.
6. Penyusunan strategi dengan menggunakan matrik SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi adalah matrik
SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi penyuluh dapat disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan internal yang dimiliki penyuluh. Matrik ini dapat menghasilkan 4
(empat) set kemungkinan alternatif strategi seperti tertuang pada diagram matrik
SWOT pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
IFAS
EFAS
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan faktor-faktor
peluang eksternal
THREATS (T)
Tentukan faktor-faktor
ancaman eksternal
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
Tentukan faktor-faktor
kekuatan internal
Tentukan faktor-faktor
kelemahan internal
STRATEGI SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk mengatasi ancaman kelemahan dan
menghindari ancaman
Gambar 3. Matrik SWOT
3.5. Definisi dan Batasan Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahpahaman, dalam penelitian ini dibuat beberapa
definisi operasional variabel dan batasan operasional variabel, yaitu:
3.5.1. Defenisi operasional variabel
3.5.1.1. Variabel-variabel analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
penyuluh
a. Kinerja penyuluh adalah hasil evaluasi kinerja yang mengacu kepada nilai
prestasi kerja (NPK)
b. Umur adalah usia penyuluh, diukur dalam satuan tahun
c. Pendidikan formal adalah lamanya proses pendidikan formal yang dilakukan
oleh penyuluh, diukur dalam satuan tahun
d. Pengalaman kerja adalah lamanya pengalaman penyuluh dalam menjalankan
pekerjaannya sebagai penyuluh, diukur dalam satuan tahun
Universitas Sumatera Utara
e. Jarak wilayah kerja adalah jarak tempuh perjalanan penyuluh dari rumah
menuju tempat kerja (BPP), diukur dalam satuan kilometer
f. Jumlah desa binaan adalah banyaknya WKPP yang dibina oleh penyuluh,
diukur dalam satuan buah
3.5.1.2. Variabel-variabel analisis strategi peningkatan kinerja penyuluh
a. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan formal penyuluh
b. Pelatihan adalah pendidikan kompetensi penyuluh di luar pendidikan formal
c. Umur adalah usia penyuluh
d. Motivasi adalah alasan menjadi seorang penyuluh
e. Pemanfaatan media penyuluhan adalah penggunaan media dalam kegiatan
penyuluhan
f. Masa kerja/ pengalaman kerja adalah lamanya pengalaman penyuluh dalam
menjalankan pekerjaannya sebagai penyuluh
g. Ketersediaan sarana dan prasarana adalah fasilitas atau sarana prasarana yang
diterima baik bersifat individu maupun fasilitas umum di lingkup kantor
h. Sistem penghargaan adalah upaya reward and punishment dari organisasi
penyuluhan
i. Jarak wilayah kerja adalah jarak tempuh perjalanan penyuluh dari rumah
menuju tempat kerja (BPP)
j. Jumlah desa binaan adalah banyaknya WKPP yang dibina oleh penyuluh
k. Jumlah kelompok tani binaan adalah banyaknya kelompok tani yang dibina
oleh penyuluh
l. Teknologi informasi adalah kemudahan penyuluh untuk mendapatkan dan
mengakses informasi
Universitas Sumatera Utara
m. Tingkat partisipasi aktif petani adalah respon petani dalam kegiatan
penyuluhan
n. Hubungan dalam organisasi adalah hubungan seorang penyuluh dengan
penyuluh lainnya, penyuluh dengan atasan, dan penyuluh dengan organisasi
penyuluhan
o. Dukungan pembinaan dan supervisi adalah kegiatan pembinaan dan supervisi
yang dilakukan oleh organisasi penyuluhan ditingkat kabupaten
3.5.2. Batasan operasional variabel
a. Lokasi penelitian adalah 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Langkat, yaitu:
Kecamatan Secanggang, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Selesai,
Kecamatan Tanjung Pura, dan Kecamatan Wampu
b. Sampel penelitian adalah penyuluh PNS dan THL-TBPP yang ada di lokasi
penelitian
c. Waktu penelitian adalah bulan Maret s.d April 2017
d. Jumlah populasi adalah 49 orang penyuluh
e. Jumlah sampel adalah 49 orang penyuluh (sensus)
Universitas Sumatera Utara
IV. DESKRIPSI WILAYAH DAN VARIABEL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1. Letak geografis
Wilayah Kabupaten Langkat terletak pada koordinat 3°14‟ - 4°13‟ LU dan
97°52‟ - 98°45‟ BT dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
-
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Propinsi Aceh
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
-
Sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Aceh dan Tanah Alas
-
Sebeleh timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai
4.1.2. Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Langkat dapat digolongkan atas tiga bagian,
yaitu:
a. Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut
b. Wilayah dataran rendah dengan ketinggian 4 – 30 m di atas permukaan laut
c. Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1.200 m di atas permukaan
laut
Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2% sebesar
59,40% dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 –
40% sebesar 6,8% dari luas lahan.
Daerah ini dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui kecamatan dan
desa-desa, diantara sungai-sungai tersebut adalah: Sungai Wampu, Sungai Batang
Serangan, Sungai Lepan, Sungai Besitang dan lain-lain. Secara umum sungaisungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4.1.3. Luas wilayah
Luas keseluruhan Kabupaten Langkat adalah 6.263,29 km² atau 626.329
Ha. Rincian luas wilayah di tiap Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas wilayah menurut kecamatan dan penggunaannya
No. Kecamatan
Luas Kabupaten Langkat Menurut Kecamatan
dan Penggunaannya (Hektar)
Bukan
Non
Sawah
Jumlah
Sawah Pertanian
720
105.185
4.278
110.183
1.460
7.959
431
9.850
171
20.587
1.415
22.173
0
22.870
814
23.684
3.019
14.348
15.950
33.317
766
18.777
1.080
20.623
1.215
12.443
3.115
16.773
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bohorok
Sirapit
Salapian
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Binjai
Stabat
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
1.399
1.479
941
118
0
407
1.928
5.826
2.740
2.474
6.621
15.185
88.522
19.637
17.387
7.394
13.122
13.505
332
2.785
3.295
1.298
1.273
4.320
1.204
4.171
1.716
4.205
10.885
19.421
89.938
20.910
22.114
10.526
23.119
17.961
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
2.785
4.259
1.916
1.362
1.406
2.809
803
13.438
2.337
23.104
5.678
60.708
10.448
18.672
1.626
1.045
3.048
1.940
9.960
1.878
1.425
17.849
7.641
28.068
8.980
72.074
15.135
20.900
37.529
520.401
68.399
626.329
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.1.4. Iklim
Iklim di wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator
iklim sebagai berikut:
-
Musim Kemarau: Februari s/d Agustus
-
Musim Hujan: September s/d Januari
-
Curah hujan rata-rata 2000 - 3500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per bulan
adalah 142,59 mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan
-
Suhu rata-rata 28,0 – 30,0°C
4.1.5. Jenis tanah
Berbagai jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Langkat yaitu:
-
Sepanjang pantai terdiri dari jenis tanah alluvial, yang sesuai untuk jenis
tanaman pertanian pangan
-
Dataran rendah dengan jenis tanah glei humus rendah, hydromofil kelabu dan
plarosal
-
Dataran tinggi jenis tanah podsolid berwarna merah kuning
4.1.6. Penggunaan lahan
Wilayah Kabupaten Langkat digunakan untuk:
a. Kawasan Hutan Lindung seluas ± 266.232 Ha (42,51%)
Kawasan Hutan Lindung terdiri dari:
-
Kawasan Pelestarian Alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
seluas ± 213.985 Ha
-
Kawasan Timur Laut seluas ± 9.520 Ha
-
Kawasan Penyangga seluas ± 7.600 Ha
Universitas Sumatera Utara
-
Kawasan Hutan Bakau seluas ± 20.200 Ha
-
Kawasan lainnya ±14.927 Ha
b. Kawasan Lahan Budidaya seluas ± 360.097 Ha (57,49%)
4.1.7. Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Langkat sekitar 1 juta jiwa lebih. Jumlah
penduduk paling besar adalah di Kecamatan Stabat. Penduduk asli Kabupaten
Langkat adalah Suku Melayu sedangkan suku pendatang ialah Jawa, Karo, Batak
(Toba dan Simalungun), Mandailing, Minang, Aceh, Tionghoa, Tamil dan lainlain. Walaupun merupakan suku pendatang, Suku Jawa merupakan suku
mayoritas di Kabupaten Langkat. Rincian kependudukan di Kabupaten Langkat
dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Rincian jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
tertera pada Tabel 6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Kelompok
Umur
(Tahun)
0-4
5-9
10 - 14
Tahun 2015
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
54.697
52.781
107.478
53.446
51.123
104.569
50.306
48.113
98.419
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
47.210
42.947
40.695
38.345
36.402
33.977
30.827
26.531
21.128
44.529
42.001
39.906
38.955
37.272
33.884
31.027
26.157
20.268
91.739
84.948
80.601
77.300
73.674
67.861
61.854
52.688
41.396
60 - 64
65 - 69
70 - 74
75 +
13.583
8.253
5.918
6.023
13.403
9.020
6.923
7.735
26.986
17.273
12.841
13.758
Total
510.288
503.097
1.013.385
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Rincian jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin tertera
pada Tabel 7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin
No. Kecamatan
2015
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin (Jiwa)
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1.
2.
3.
Bohorok
Sirapit
Salapian
20.908
8.388
13.633
20.812
8.262
13.487
41.720
16.650
27.120
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
Binjai
Stabat
7.127
25.296
20.414
36.570
22.571
42.668
6.902
25.367
20.561
36.096
21.919
43.549
14.029
50.663
40.975
72.666
44.490
86.217
10.
11.
12.
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
21.538
18.696
13.212
20.953
17.944
13.153
42.491
36.640
26.365
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
24.339
25.186
34.436
34.038
22.446
30.060
24.948
11.779
24.506
24.847
33.954
33.442
22.080
28.998
24.045
11.170
48.845
50.033
68.390
67.480
44.526
59.058
48.993
22.949
21.
22.
23.
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
23.237
21.865
6.933
22.771
21.621
6.658
46.008
43.486
13.591
510.288
503.097
1.013.385
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.1.8. Jumlah desa dan kelurahan
Jumlah desa dan kelurahan di Kabupaten langkat berjumlah 277 desa/
kelurahan. Rincian jumlah desa dan kelurahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah desa dan kelurahan
Jumlah Desa dan Kelurahan
No. Kecamatan
Desa
Kelurahan
Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bohorok
Sirapit
Salapian
Kutambaru
Sei Bingai
Kuala
Selesai
Binjai
18
10
16
8
15
14
13
6
1
1
1
2
1
1
19
10
17
8
16
16
14
7
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Stabat
Wampu
Batang Serangan
Sawit Seberang
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
Gebang
6
13
7
6
11
12
16
18
10
6
1
1
1
1
1
1
1
1
12
14
8
7
12
13
17
19
11
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya
4
9
5
6
9
8
4
5
2
3
2
-
8
14
7
9
11
8
240
37
277
Total
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2015
Universitas Sumatera Utara
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel penelitian dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu variabel bebas/
independent (variabel yang mempengaruhi) dan variabel terikat/ dependent
(variabel yang dipengaruhi). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas
adalah umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan
jumlah desa binaan. Sedangkan variabel terikat adalah kinerja penyuluh. Deskripsi
variabel-variabel dari semua sampel penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berikut diterangkan klasifikasi sampel berdasarkan variabel penelitian:
4.2.1. Umur
Klasifikasi sampel berdasarkan umur tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi sampel berdasarkan umur
No.
1.
2.
3.
4.
Umur (Tahun)
18 – 28
29 – 43
44 – 58
> 58
Jumlah
Jumlah (Orang)
2
19
26
2
49
Persentase (%)
4,08
38,78
53,06
4,08
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa umur sampel terbanyak adalah kisaran
antara 44 – 58 tahun, yaitu berjumlah 26 sampel dari 49 sampel atau sebanyak
53,06%. Nilai rata-rata umur seluruh sampel adalah 43,78 (≈ 44 tahun), artinya
rata-rata umur sampel sudah cukup tua.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Pendidikan formal
Klasifikasi sampel berdasarkan pendidikan formal tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Klasifikasi sampel berdasarkan pendidikan formal
No.
1.
2.
3.
Pendidikan Formal
SLTA
Diploma 3
Diploma 4/ Strata 1
Jumlah
Jumlah (Orang)
22
3
24
49
Persentase (%)
44,90
6,12
48,98
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa pendidikan formal sampel terbanyak
adalah Diploma 4/ Strata 1, yaitu berjumlah 24 sampel dari 49 sampel atau
sebanyak 48,98%. Nilai rata-rata pendidikan formal seluruh sampel adalah 14,14
(≈ 14 tahun), artinya rata-rata pendidikan formal sampel sudah cukup tinggi.
4.2.3. Pengalaman kerja
Klasifikasi sampel berdasarkan pengalaman kerja tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Klasifikasi sampel berdasarkan pengalaman kerja
No.
1.
2.
3.
4.
Pengalaman Kerja (Tahun)
0–3
4–7
8 – 11
> 11
Jumlah
Jumlah (Orang)
31
18
49
Persentase (%)
63,27
36,73
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa pengalaman kerja sampel terbanyak
adalah berkisar antara 8 – 11 tahun, yaitu berjumlah 31 sampel dari 49 sampel
atau sebanyak 63,27%. Nilai rata-rata pengalaman kerja seluruh sampel adalah
15,18 (≈ 15 tahun), artinya rata-rata pengalaman kerja sampel sudah cukup
berpengalaman.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4. Jarak wilayah kerja
Klasifikasi sampel berdasarkan jarak wilayah kerja tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Klasifikasi sampel berdasarkan jarak wilayah kerja
No.
1.
2.
3.
4.
Jarak Wilayah Kerja (KM)
≤5
6 – 10
11 – 19
≥ 20
Jumlah
Jumlah (Orang)
18
26
3
2
49
Persentase (%)
36,73
53,06
6,13
4,08
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa jarak wilayah kerja sampel terbanyak
adalah kisaran antara 6 – 10 kilometer, yaitu berjumlah 26 sampel dari 49 sampel
atau sebanyak 53,06%. Nilai rata-rata jarak wilayah kerja seluruh sampel adalah
7,20 (≈ 7 kilometer), artinya rata-rata jarak wilayah kerja sampel tidak terlalu jauh
dan tidak sampai luar kota.
4.2.5. Jumlah desa binaan
Klasifikasi sampel berdasarkan jumlah desa binaan tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Klasifikasi sampel berdasarkan jumlah desa binaan
No.
1.
2.
3.
4.
Jumlah Desa Binaan (Buah)
1
2
3
≥4
Jumlah
Jumlah (Orang)
21
25
3
49
Persentase (%)
42,86
51,02
6,12
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 13, dapat dilihat bahwa jumlah desa binaan sampel terbanyak
adalah berjumlah 2 buah desa, yaitu 25 sampel dari 49 sampel atau sebanyak
51,02%. Nilai rata-rata jumlah desa binaan seluruh sampel adalah 1,63 (≈ 2 buah
desa), artinya rata-rata jumlah desa binaan sampel lebih dari 1 buah desa.
Universitas Sumatera Utara
4.2.6. Kinerja penyuluh
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja terhadap sampel penelitian yaitu
penyuluh, maka didapat hasil seperti tertera pada Tabel 14.
Tabel 14. Klasifikasi sampel berdasarkan hasil evaluasi kinerja
No.
1.
2.
3.
4.
5.
NPK (Kinerja)
≥ 91
76 – 90
61 – 75
51 – 60
≤ 50
Jumlah
Jumlah (Orang)
5
28
16
49
Persentase (%)
10,20
57,14
32,66
100,00
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai kinerja sampel terbanyak adalah
kisaran antara 76 - 90, yaitu 28 sampel dari 49 sampel atau sebanyak 57,14%.
Nilai rata-rata kinerja seluruh sampel adalah 78,95 (≈ 79), artinya rata-rata kinerja
sampel termasuk ke dalam kategori “baik”.
Universitas Sumatera Utara
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
Sebelum melakukan analisis sudah dipastikan bahwa data-data mengenai
variabel-variabel penelitian sudah didapatkan. Setelah itu barulah dilakukan
analisis data. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis regresi
linier berganda (multiple regression) dengan menggunakan program SPSS
Statistics, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara
beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat.
Berikut hasil analisis data yang dilakukan:
1. Uji koefisien determinasi (R Square)
Koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur seberapa
besar kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Dari hasil olah data, diperoleh hasil seperti pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji koefisien determinasi (R Square)
Model
1 Regression
R Square
0,729
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 15, diperoleh nilai R Square adalah 0,729. Artinya, sebesar
72,9% kinerja penyuluh mampu dijelaskan oleh variabel umur, pendidikan
formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan.
Sedangkan sisanya sebesar 27,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
2.
Uji serempak (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat apakah secara serempak variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat. Dari hasil olah data, diperoleh hasil
seperti pada Tabel 16.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Uji F
Model
1 Regression
F-hitung
23,164
F-tabel
2,43
Signifikansi
0,000
(α)
0,05
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 16, diperoleh bahwa nilai F-hitung > nilai F-tabel (23,164 >
2,43) atau nilai Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang
diperoleh adalah H1 diterima, dimana secara serempak variabel umur,
pendidikan formal, pengalaman kerja, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa
binaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh.
3. Uji parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan apakah secara parsial (individu)
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Dari hasil olah data,
diperoleh hasil seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Uji t
Model
(Constant)
Umur
Pendidikan formal
Pengalaman kerja
Jarak wilayah kerja
Jumlah desa binaan
B
64,345
-0,151
1.348
0,492
-0,415
-1,414
t-hitung
11,133
-1,371
4,046
5,221
-2,879
-1,402
t-tabel Signifikansi
1,681
0,000
1,681
0,177
1,681
0,000
1,681
0,000
1,681
0,006
1,681
0,168
(α)
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 17, maka dapat dijelaskan dari masing-masing variabel
sebagai berikut:
-
Variabel umur: nilai t-hitung < nilai t-tabel (1,371 < 1,681) atau nilai
Signifikansi > α (0,177 > 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H0
diterima, dimana secara parsial variabel umur tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja penyuluh
Universitas Sumatera Utara
-
Variabel pendidikan formal: t-hitung > nilai t-tabel (4,046 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel pendidikan formal berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel pengalaman kerja: t-hitung > nilai t-tabel (5,221 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,000 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel pengalaman kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel jarak wilayah kerja: t-hitung > nilai t-tabel (2,879 > 1,681) atau nilai
Signifikansi < α (0,006 < 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh adalah H1
diterima, dimana secara parsial variabel jarak wilayah kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh
-
Variabel jumlah desa binaan: nilai t-hitung < nilai t-tabel (1,402 < 1,681) atau
nilai Signifikansi > α (0,168 > 0,05), artinya hipotesis yang diperoleh
adalah H0 diterima, dimana secara parsial variabel jumlah desa binaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh
4. Uji koefisien regresi
Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. nilai koefisien regresi dimasukkan ke dalam
spesifikasi model.
Dari Tabel 17, dapat dirumuskan spesifikasi model sebagai berikut:
� = β0 + β1�� + β2�2 + β3�� + β4�4 + β5�� + Ʃ
� = 64,345 – 0,151 �� + 1,348 �2 + 0,492 �� – 0,415 �4 – 1,414 ��+ Ʃ
Universitas Sumatera Utara
Kinerja penyuluh = 64,345 – 0,151 umur + 1,348 pendidikan formal + 0,492
pengalaman kerja – 0,415 jarak wilayah kerja – 1,414 jumlah desa binaan
+Ʃ
Dari spesifikasi model tersebut maka dapat disimpulkan bahwa:
-
Pengaruh umur terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap adanya
peningkatan umur penyuluh sebesar 1 tahun, maka akan menurunkan nilai
kinerja penyuluh sebesar 0,151
-
Pengaruh pendidikan formal terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan pendidikan formal penyuluh sebesar 1 tahun, maka
akan meningkatkan nilai kinerja penyuluh sebesar 1,348
-
Pengaruh pengalaman kerja terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan pengalaman kerja penyuluh sebesar 1 tahun, maka
akan meningkatkan nilai kinerja penyuluh sebesar 0,492
-
Pengaruh jarak wilayah kerja terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan jarak wilayah kerja penyuluh sebesar 1 kilometer,
maka akan menurunkan nilai kinerja penyuluh sebesar 0,415.
-
Pengaruh jumlah desa binaan terhadap kinerja penyuluh adalah: setiap
adanya peningkatan jumlah desa binaan penyuluh sebesar 1 buah, maka
akan menurunkan nilai kinerja penyuluh sebesar 1,414.
Universitas Sumatera Utara
Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai
model yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang disebut
dengan asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan model
regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Predicted) sehingga persamaan regresi
yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Uji asumsi klasik
yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas atau kenormalan digunakan untuk mendeteksi apakah
distribusi variabel-variabel bebas dan variabel terikat adalah normal. Suatu
model dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Ada dua cara yang digunakan untuk menguji normalitas:
a. Analisis grafik (normal P-P plot)
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Grafik Normal P-P Plot
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4, dapat dilihat bahwa data menyebar disekitar garis diagonal
dan mengikuti arah garis diagonal, artinya model regresi tersebut memiliki
normalitas.
Gambar 5. Grafik Histogram
Dari Gambar 5, dapat dilihat bahwa grafik histogram menunjukkan
pola distribusi normal, artinya model regresi tersebut memiliki normalitas.
b. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 18.
Tabel 18. Uji one sample Kolmogorov-Smirnov
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
0,941
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 18, diperoleh nilai Signifikansi sebesar 0,941. Artinya
Signifikansi > α0,05 maka H0 diterima (tidak ada perbedaan disribusi ui
(residual) dengan distribusi normal) → residual berdistribusi normal
Universitas Sumatera Utara
2. Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka hasil estimasi akan bias. Gejala
multikolinieritas dapat dilihat dari apabila secara serempak variabel
berpengaruh nyata tetapi secara parsial lebih banyak variabel yang tidak nyata.
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Yang baik adalah tidak
terjadi korelasi yang biasa disebut non multikolinearitas. Pedoman untuk
menyatakan tidak terjadi korelasi atau tidak terjadi multikolinieritas adalah :
-
Nilai toleransi > 0,1
-
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10
Dari hasil olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 19.
Tabel 19. Uji multikolinieritas
Model
Umur
Pendidikan formal
Pengalaman kerja
Jarak wilayah kerja
Jumlah desa binaan
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,359
2,782
0,750
1,334
0,358
2,794
0,965
1,036
0,875
1,142
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa nilai toleransi dari masingmasing semua variabel bebas memiliki nilai toleransi > 0,1 dan nilai VIF < 10,
artinya model regresi tersebut sudah baik karena tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebas atau tidak terjadi multikolinieritas.
Universitas Sumatera Utara
3. Uji autokorelasi
Cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW
test). Uji Durbin-Watson dilakukan dengan membandingkan nilai DurbinWatson dari hasil perhitungan dengan nilai Durbin-Watson tabel. Dari hasil
olah data diperoleh hasil seperti pada Tabel 20.
Tabel 20. Uji autokorelasi
Model
1 Regression
Durbin-Watson-hitung
d = 1,505
Durbin-Watson-tabel
dL = 1,3258
dU = 1,7716
Sumber: Data diolah terlampir, 2017
Dari Tabel 20, diperoleh nilai Durbin-Watson-hitung d = 1,505. Nilai
Durbin-Watson-tabel diperoleh hasil dL = 1,3258; dan dU = 1,7716. Dari hasil
tersebut sesuai dengan kriteria rumus sebagai berikut:
≈ dU ≤ d ≤ 4 - dU
≈ 1,7716 ≤ 1,505 ≤ 4 – (1,7716)
≈ 1,7716 ≤ 1,505 ≤ 2,2284 → H0 diterima, artinya tidak ada autokorelasi
positif maupun negatif (tidak terjadi autokorelasi).
5. Uji heteroskedastisitas
Model regresi yang baik yaitu homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas yaitu melihat scatter plot. Dari hasil olah data diperoleh
hasil seperti pada Gambar 6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Scatterplot
Pada Gambar 6, menunjukkan tidak ada pola yang jelas serta titik-titiknya
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat
dikatakan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh di
atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar terdapat kesamaan antara hasil
analisis dengan hipotesis yang dibuat (bersumber dari teori), dimana hipotesis
menyatakan bahwa umur, jarak wilayah kerja, dan jumlah desa binaan
berpengaruh signifikan secara negatif terhadap kinerja penyuluh, sedangkan
pendidikan formal dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan secara positif
terhadap kinerja penyuluh. Hasil analisis juga menyatakan hal demikian, hanya
saja variabel umur dan jumlah desa binaan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyuluh, akan tetapi kedua variabel tersebut sama-sama berpengaruh
secara negatif terhadap kinerja penyuluh sama seperti hipotesis yang dibuat.
Variabel umur, tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyuluh
disebabkan karena sebagian besar umur penyuluh berada pada kisaran 44 – 58
tahun (53,06%), dengan kata lain umur penyuluh bisa dikatakan sudah cukup tua.
Dalam kondisi seperti itu, umur yang cukup tinggi akan dibarengi oleh
pengalaman kerja yang juga tinggi sehingga pengalaman kerja akan menutupi
faktor umur tersebut dalam hal pencapaian kinerja.
Variabel jumlah desa binaan, tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyuluh disebabkan karena sebagian besar jumlah desa binaan masingmasing penyuluh adalah 2 buah desa (51,02%). Dalam kondisi keterbatasan
jumlah penyuluh sampai pada saat ini, penyuluh yang memiliki jumlah desa
binaan lebih dari 1, sudah menjadi hal yang biasa dan sudah cukup lama dialami
hal seperti itu sehingga penyuluh sudah cukup berpengalaman mengatasinya
dalam hal pencapaian kinerja.
Universitas Sumatera Utara
Pada review penelitian terdahulu yaitu penelitian Rafiqah Amanda Lubis
(2014) yang berjudul “Faktor-faktor ya