Gambaran Profil Darah Pada Petugas Radiasi di Unit Radiologi RSUD. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Radiasi
Radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel yang merupakan

salah satu bentuk dari radiasi ionisasi yang memberikan manfaat yang cukup besar
bagi dunia kesehatan karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media
yang dilaluinya (Contran et al., 1999). Radiasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
proses dari sumber-sumber radiasi dan bentuk radiasi.
Berdasarkan dari proses terbentuknya sumber-sumber radiasi yang ada
dilingkungan dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu sumber radiasi alam
dan sumber radiasi radiasi buatan.
1.

Radiasi Alam
Radiasi alam berasal dari sinar kosmos, sinar gamma dari kulit bumi,
peluruhan radom dan thrium di udara, serta radionuklida yang ada dalam
bahan makanan.


2.

Radiasi Buatan
Radiasi buatan adalah radiasi yang timbul karena atau berhubungan dengan
aktivitas manusia, seperti penyinaran dengan sinar-X dibidang medis yaitu
Radiodiagnostik Dan Radioterapi, radiasi diperoleh dipembangkit tenaga
nuklir, radiasi yang diperoleh di bidang industri pertanian, kedokteran dan
lain-lain.
Berdasarkan bentuknya radiasi dapat dibagi menjadi dua yaitu radiasi bukan

pengion dan radiasi pengion.

8
Universitas Sumatera Utara

9

1.


Radiasi bukan pengion adalah jenis radiasi yang apabila melewati bahan
atau jaringan biologi tidak akan mengionkan bahan atau jaringan tersebut,
contohnya : cahaya matahari, gelombang TV, radio, radar, sinar infra merah,
dan sinar ultra violet.

2.

Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapar mengionisasi atom-atom
atau materi, membangkitkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
berlawanan. Radiasi pengion meliputi sinar kosmik, sinar-x, partikel alpha,
partikel beta, gamma, neutron dll (Akhadi, 2000).
Radiasi pengion dapat dibagi menjadi dua bagian menurut jenisnya yaitu

Radiasi Eksterna dan Radiasi Interna.
a.

Radiasi Ekterna
Radiasi ekterna adalah radiasi yang terletak diluar tubuh pasien atau pasien

mendapat pajanan radiasi dari luar tubuhnya yang dapat mengenai seluruh tubuh

(penyinaran total) ataupun mengenai sebagian tubuh saja (penyinaran persial).
Radiasi ekterna ada yang dimanfaatkan untuk keperluan diagnosa maupun untuk
keperluan terapi. Untuk keperluan diagnosa biasanya digunakan sumber radiasi
sinar-X yang dibangkitkan pada tegangan 40 kV – 150 Kv, sedangkan untuk
keperluan terapi selain digunakan sumber radiasi sinar-X dengan orde tegangan
Mega Volt juga biasa digunakan sinar gamma dari radioisotope Cobalt dan
Cessium.
b.

Radiasi Interna
Radiasi interna adalah sumber radiasi yang dimasukkan ke dalam tubuh

pasien. Sumber radiasi yang diperlukan adalah radioisotope non toksik yang

Universitas Sumatera Utara

10

mempunyai waktu paruh pendek dan aktivitas rendah, mislanya TC 99 atau I-131.
Radiasi interna kebanyakan untuk keperluan diagnosa. (Akhadi, 2000)

2.2

Radiodiagnostik
Radiologi diagnostik dimaksudkan sebagai pemanfaat berkas radiasi

eksterna (pesawat sinar-X) yang digunakan untuk menghasilkan suatu gambar
untuk tujuan mendiagnosa, memisahkan maupun mengevaluasi bagian dari suatu
penyakit atau kondisi patologi (Marpaung Togap, 2000).
2.2.1 Sinar-X
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan penting
gelombang

yang

sangat

pendek.

Sinar-X


bersifat

heterogen,

panjang

gelombangnya sangat pendek yaitu 1/10.000 dari panjang gelombang cahaya yang
kelihatan sehingga dapat menembus benda-benda (Rasad, 2005).
2.2.2 Sifat Fisik Sinar-X
Adapun sinar – X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : daya tembus,
pertebaran, penyerapan, efek fotografik, pendar fluor (fluorosensi), ionisasi, dan
efek biologik. Sifat-sifat fisik sinar-X adalah :
1.

Daya Tembus
Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan
digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya
tegangan) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah
berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya.

(Rasad, 2005)

Universitas Sumatera Utara

11

2.

Pertebaran
Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas
tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder
(radiasi

hambur) pada bahan/zat

yang dilaluinya.

Hal

ini


akan

mengakibatkan terjadinya gambar radiografi dan pada film akan tampak
pengaburan kelabu secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi
hambur ini, maka di antara subjek dengan film rontgen diletakkan grid.
3.

Penyerapan
Sinar-x dalam radiografi diserap oleh bahan/zat sesuai dengan berat atom
atau kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat
atomnya, makin besar penyerapannya.

4.

Efek Fotografik
Sinar – X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah
di proses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

5.


Pendar Fluor (Fluoresensi)
Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau
zinksulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut terkena
radiasi sinar-X.
Luminisensi ada 2 jenis yaitu :
a.

Fluorosensi yaitu akan memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar
– X saja.

b.

Fosforisensi yaitu pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat
walaupun radiasi sinar – X sudah dimatikan.

Universitas Sumatera Utara

12


6.

Ionisasi
Efek primer sinar – X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan
menimbulkan ionisasi partikel – partikel bahan atau zat tersebut.

7.

Efek biologik
Sinar – X akan menimbulkan perubahan – perubahan biologik pada
jaringan. Efek biologik ini dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.
(Arif Jauhari, 2008)

2.3

Interaksi Radiasi dengan Suatu Materi
Radiasi apabila menumbuk suatu materi maka akan terjadi interaksi yang

akan menimbulkan berbagai efek. Efek-efek radiasi ini tergantung pada jenis
radiasi yang akan menimbulkan pada jenis materi yang ditumbuk. Pada umumnya

radiasi dapat menyebabkan proses ionisasi atau proses eksitasi ketika melewati
materi yang ditumbuknya.
Ionisasi : Bisa terjadi pada saat radiasi berinteraksi dengan atom materi yang
dilewatinya. Radiasi yang dapat menyebabkan terjadinya ionisasi disebut radiasi
pengio. Pada saat menembus materi, radiasi pengion pada menumbuk elektron
orbit sehingga elektron terlepas dari atom. Akibatnya timbul pasangan ion positif
dan ion negatif.
Eksitasi : Apabila radiasi yang berinteraksi dengan atom tidak cukup energinya
untuk menghasilkan ionisasi langsung, maka dapat mengakibatkan suatu elektron
orbit tertentu berpindah ketingkat energi yang lebih tinggi, atau keadaan
tereksitasi. Energi eksitasi tersebut akan dilepaskan kembali ke orbit dengan
tingkat energi yang lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

13

2.3.1 Interaksi Radiasi dengan Materi Biologik
Gangguan kesehatan dalam bentuk apapun yang merupakan akibat dari
paparan radiasi bermula dari interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun

jaringan tubuh manusia. Interaksi tersebut menyebabkan sel-sel mengalami
perubahan struktur dari struktur normal semula. Interaksi antara radiasi dengan
bahan biologi merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Tahapan
reaksi tersebut yaitu :
1.

Tahap Fisik
Absorsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan
ionisasi pada molekul atau atom penyusun bahan biologi.

2.

Tahap Fisikokimia
Reaksi yang dialami oleh atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi
sampai bentuk radikal bebas yang tidak stabil. Seperti diketahui bahwa lebih
dari 60% tubuh kita ini terdiri dari air. Oleh karena itu, peranan air sangat
besar dalam menentukan hasil akhir efek radiasi. Efek langsung pada
molekul atau atom penyusun tubuh hanya memberikan sumbangan yang
kecil bagi akibat biologi akhir dibandingkan efek tidak langsung melalui
media air. Absorbsi tenaga radiasi oleh air akan menghasilkan radiasi bebas
yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air.

3.

Tahap Kimia dan Biologi
Reaksi ini berlangsung dalam beberapa detik ditandai dengan terjadinya
reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan molekul organik sel serta
inti sel yang terdiri atas kromosom-kromosom. Reaksi ini akan

Universitas Sumatera Utara

14

menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekul-molekul
dalam sel. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur
biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan
molekul DNA didalamnya juga dapat dipergunakan oleh radikal bebas dan
peroksida sehingga terjadi mutasi genetik.
4.

Tahap Biologi
Tahap biologi dapat bervariasi tergantung molekul penting mana yang
terkena.

a.

Rusaknya molekul enzim akan menimbulkan blockade pada barbagai proses
metabolisme.

b.

Kerusakan molekul DNA dapat menimbulkan cacat genetik.

c.

Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan organ
bahkan dapat menimbulkan kematian (BAPETEN, 2005)

2.4

Efek Biologis dari Radiasi
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-macam

bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima. Efek
biologi utama dari radiasi adalah merusak sel dan jaringan tubuh manusia.
Adapun jenis efek biologi radiasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
1.

Efek Stokastik
Efek stokastik adalah efek yang kemunculannya pada individu tidak bisa

dipastikan tetapi tingkat kebolehjadian munculnya efek tersebut dapat
diperkirakan berdasarkan data statistik yang ada. Efek stokastik kemungkinan
terjadinya, sungguh pun tidak berat dianggap merupakan fungsi dari dosis yang

Universitas Sumatera Utara

15

diterima. Dosis pada kasus-kasus demikian diperkirakan tanpa Nilai Ambang
Batas, contohnya : efek karsinogenetik dan genetik yang timbul karena kerusakan
dari sel-sel reproduksi. Efek tersebut dapat berupa kelainan kromosom, mutasi
gen, sterilitas permanen atau temporer.
2.

Efek Deterministik
Efek deterministik adalah efek yang pasti muncul apabila jaringan tubuh

manusia terkena paparan radiasi pengion dengan dosis tertentu. Efek deterministik
berkaitan dengan paparan radiasi dosis tinggi yang kemunculannya dapat
langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang terkena radiasi. Efek
deterministik dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat antara dosis
yang diterima (sebab) dengan efek yang ditimbulkannya (akibat). Kemunculan
efek deterministik ditandai dengan munculnya keluhan baik umum maupun lokal
namun sulit dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya. Keluhan umum bisa
berupa nafsu makan berkurang, mual, lesu, lemah, demam, keringat berlebihan
hingga menyebabkan terjadinya shock. Keluhan lokal yang biasanya muncul
adalah erythema atau kulit memerah, pedih, gatal, bengkak, melepuh, memborok,
dan kerontokan rambut kulit.
Efek deterministik akibat paparan radiasi langsung akan mengakibatkan
adanya gangguan sistem hemopoetik seperti anemia, leukemia, leukopenia, dan
indikasi kearah keganasan (karsinoma kulit). Adapun beberapa efek deterministik
lainnya yang dapat muncul akibat paparan radiasi dosis tinggi pada tubuh manusia
adalah :

Universitas Sumatera Utara

16

a.

Merusak Sistem Syaraf Pusat
Penerimaan radiasi sebesar 100.000 mSv (100 Sv) atau lebih mengakibatkan
kerusakan sistem syaraf pusat yang akan diikuti dengan kematian setelah
beberapa jam atau hari.

b.

Merusak Sistem Pencernaan
Penyinaran radiasi dengan dosis 10 – 50 Sv pada tubuh mengakibatkan
kerusakan saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan kematian setelah 1
– 2 minggu kemudian. Kematian timbul karena dehidrasi berat. Efek biologi
yang akan terjadi adalah gejala mual, muntah, gangguan pencernaan,
penyerapan makanan dan diare. Efek stokastik yang terjadi pada kerusakan
sistem pencernaan adalah kanker pada epitel salura pencernaan.

c.

Merusak Sumsum Tulang
Dosis radiasi 3 – 5 Sv dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan sumsum
tulang yang diikuti kematian 1 – 2 bulan kemudian. Kerusakan utama terjadi
pada organ pembentuk sel-sel darah dalam sumsum tulang. Efek somatik
stokastik pada kerusakan sumsum tulang adalah kanker pada sel epitel
selaput tulang.

d.

Merusak Organ Reproduksi
Efek genetik (stokastik) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel
kelamin. Sedangkan efek somatik non stokastik pada organ reproduksi
adalah sterilisasi. Dimana efek yang terjadi adalah terganggunya produksi
sperma pada pria dan kerusakan ovum pada wanita, sehingga radiasi dapat
mengakibatkan kemandulan.

Universitas Sumatera Utara

17

e.

Merusak Sel Lensa
Radiasi dapat menimbulkan kerusakan sel pada lensa mata. Lensa mata
yang terpapar radiasi dalam waktu cukup lama akan berakibat pada fungsi
transparansi lensa menjadi terganggu sehingga penglihatan menjadi kabur
dan mengakibatkan katarak.

f.

Penyinaran keseluruhan tubuh dengan dosis 1 – 2 Sv menimbulkan gejala
mual-mual yang diikuti muntah.
Tabel 2.1 Efek Biologi Pada Sistem Organ atau Jaringan

No
1.

Sistem Organ atau
Jaringan
Darah dan Sumsum Tulang
Merah

Efek Biologi

Penurunan jumlah sel darah putih, butir
pembeku dan darah merah.
Kerusakan permanen pada sumsum tulang
merah dan berakhir dengan kematian pada
dosis lethal 3-5 Sv.
Kecenderungan pendarahan pada infeksi
Anemia dan kekurangan hemoglobin
Efek stokastik adalah leukemia
2.
Kulit
Efek somatik non stokastik adalah luka
bakar dan kematian jaringan.
Efek somatik stokastik adalah kanker kulit
3.
Kelenjar Gondok
Kelenjar gondok mudah rusak karena
kontaminasi interna oleh yodium
radioaktif
4.
Paru-paru
Umumnya mengalami kerusakan akibat
penyinaran dari gas, atau partikel dalam
bentuk aerosol yang bersifat radioaktif
yang terhirup dan melalui sistem
pernapasan.
5.
Hati dan Ginjal
Hati dan ginjal relatif tahan terhadap
radiasi.
Sumber : Wiharto, Kunto, Efek Radiasi Pada Sistem Biologi

Universitas Sumatera Utara

18

2.5

Profil Hematologi

2.5.1 Pengertian Darah
Darah adalah kendaraan atau medium untuk transportasi massal jarak jauh
berbagai bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri.
Transportasi semacam itu penting untuk memelihara hemeotastis. Karena darah
sangat penting, harus terdapat mekanisme yang dapat memperkecil kehilangan
darah apabila terjadi kerusakan pembuluh darah. Trombosit penting dalam
hemeotastis, yang merupakan penghentian pendarahan dari suatu pembuluh yang
cedera.
Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, memelihara suhu dan
keseimbangan cairan, asam dan basa. Eritrosit selama hidupnya tetap berada
dalam darah. Sel-sel ini secara efektif mampu mengangkut oksigen tanpa
meninggalkan pembuluh darah serta cabang-cabangnya. Sebaliknya leukosit
melaksanakan fugsinya di dalam jaringan, demikian pula trombosit yang
melakukan fungsinya pada dinding pembuluh darah. Baik leukosit maupun
trombosit yang beredar tidak mempunyai fungsi khusus. (AV Hoffbrand, J.E.
Pettit, 1987)
Gambaran lengkap konstituen penyusun darah beserta fungsi yang
dilakukannya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Universitas Sumatera Utara

19

Tabel 2.2. Konstituen Darah Dan Fungsinya
Konstituen
Plasma
Air
Elektrolit

Nutrien, zat sisa, gas, hormon

Protein plasma

Albumin
Globulin
Alfa dan beta
Gama
Fibrinogen
Eritrosit
Leukosit
Neutrofil
Basofil

Monosit

Fungsi
Medium transprortasi, mengangkat panas
Eksitabilitas membran, distribusi osmotik
cairan intrasel dan ekstrasel menyangga
perubahan pH
Diangkut dalam darah, gas CO2 darah
berperan penting dalam keseimbangan asambasa
Secara umum, menimbulkan efek osmotik
yang penting dalam distribusi cairan ekstrasel
antara kompartemen vaskuler dan intersium,
menyangga perubahan pH
Mengangkut banyak zat, memberi kontribusi
terbesar bagi tekanan osmotik koloid
Mengangkut banyak zat, faktor pembekuan,
molekul prekursor inaktif
Antibodi
Prekursor inaktif untuk jaringan fibrin pada
bekuan darah
Mengangkat O2 dan CO2 (terutama O2)
Fagosit yang memakan bakteri dan debris
Menyerang cacing, parasit, pentig dalam
reaksi alergi
Mengeluarkan histamin, yang penting dalam
reaksi alergi, dan heparin, yang membantu
membersihkan lemak dari darah dan mungkin
berfungsi sebagai antikoagulan
Dalam transit untuk menjadi makrofag
jaringan

Limfosit
Limfosit B
Pembentukan antibody
Limfosit T
Respons imun seluler
Trombosit
Hemostasis
Sumber : A.V. Hoffbrand dan Pettit (1987)

Universitas Sumatera Utara

20

2.5.2 Bagian-Bagian Darah
1.

Sel Darah Putih
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam setiap milimeter kubik
terdapat 4.000 – 10.000 (rata - rata 8000) sel darah putih. Lima jenis sel darah
putih yang sudah diidentifikasikan dalam darah perifer adalah netrofil, eosinofil,
basofil, monosit, limfosit, Netrofil, eosinofil dan basofil juga dinamakan
gramulasit, sedangkan monasit dan limfosit dinamakan agramulosit.
Beberapa sel darah putih dibentuk dalam sumsum tulang khususnya
granulosit (netrofil, eosinofil dan basofil) serta disimpan dalam sumsum tulang
sampai sel tersebut dibutuhkan. Sebaliknya non granulosit (limfosit dan monosit)
dihasilkan di berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limfe, timus dan berbagai
sisa limfoid yang terletak dalam usus dan sumsum tulang. Bahan yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah putih umumnya memerlukan vitamin dan asam
amino (asam folat dan vitamin B kompleks). (AV Hoffbrand, 1989 ; dan Nurtjojo,
1994)
Fungsi sel darah putih (leukosit) adalah :
(a)

Fungsi Defensif, adalah fungsi mempertahankan tubuh terhadap bendabenda asing termasuk kuman-kuman penyebab penyakit infeksi. Leukosit
yang berperan daiam hal ini adalah Monosit, yang memakan benda-benda
asing berukuran besar (makrofag). Neurofif, yang memakan benda-benda
asing berukuran kecil (mikrofag). Limfosit, yang membentuk antibodi dan
sel plasma.

Universitas Sumatera Utara

21

(b)

Fungsi Reparatif, fungsi reparatif adalah memperbaiki atau mencegah
terjadinya kerusakan, terutama kerusakan vaskuler.
Jenis leukosit yang berperan dalam hal ini adalah basofil sebagai heparin.

Heparin dapat mencegah terbentuknya trombus- trombus pada pembuluh darah
(AV Hoffbrand, 1989 ; dan Nurtjojo, 1994).
1)

Agranulosit
Agranulosit adalah sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya
yang terdiri dari :

(a)

Limfosit,
Limfosit adalah leukosit mononuklear dalam darah perifer. Sel ini memiliki

inti bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit berwarna
biru yang mengandung sedikit granula. Limfosit sebagian besar membentuk
sarang di dalam kelenjar limfe, limpa, selaput lendir saluran cerna dan tersebar
didalam sumsum tulang, hati, kulit dan jaringan radang kronik ditempat manapun
diseluruh tubuh.
Limfosit terdiri dari dua jenis :
(1)

Limfosit T, dibentuk dalam timus dan merupakan sel yang bertanggung
jawab terhadap berlangsngna imunitas selular dan respons imunologik.
Limfosit T berumur beberapa bulan sampai beberapa tahun dan hampir
selalu ada dalam sirkulasi. Limfosit T berperan untuk imunitas yang
diperantarai sel (misalnya melawan organisme intraseluler termasuk banyak
bakteri, virus, protozoa dan jamur juga melawan organ yang dicangkokkan).
Populasi utama yang beredar (80 % limfosit darah, normal). Ditemukan

Universitas Sumatera Utara

22

pada daerah folikuler kortek bagian dalam limfa nodus, pada jaringan
periarteriolar limpa dan dalam timus. Banyak sel yang berumur panjang
tetapi juga sel berumur pendek, antigen membran yang spesifik T. Berwarna
merah.
(2)

Limfosit B, sel ini dapat berubah menjadi sel yang memproduksi antibodi.
Sebagian besar tetap berada di dalam dan di sekitar folikel – folikel kelenjar
limfe. Sel ini berumur beberapa minggu beberapa bulan. Limfosit B
berperan untuk imunitasi humoral (misalnya melawan bakteri pyogenik
yang berkapsul), kebanyakan terikat dan tidak bergerak (hanya 20 %
limfosit darah normal), ditemukan dalam pusat germinal limfa nodus, limpa,
pengelompokan limfoid saluran pencemaran dan pernafasan, juga dalam
daerah kortikal superficial (subkapuler) dan “medullary corsd” limfo nodus,
mayoritas berumur pendek, misalnya sel plasma 2-3 hari tetapi juga
mencakup sel berumur panjang, memiliki immunoglobulin permukaan.
Sekitar 75-80 % limfosit terdapat dalam sirkulasi pada orang dewasa sehat
adalah limfosit T, 10 – 15 % adalah limfosit B. Limfosit beredar secara
ekstensif sehingga terjadilah pertukaran secara terus – menerus antara
limfosit yang ada dalam jaringan, cairan limfe dan sirkulasi darah.
Limfositis sering terjadi pada bayi dan anak kecil sebagai respon terhadap
infeksi yang menghasilkan reaksi neutrofil pada orang dewasa. Keadaan
khusus yang disertai limfositosis diantaranya adalah infeksi (akut maupun
kronis), tirotoksikosis, leukemia limfositik kronis (dan beberapa limfoma).
Limfopenia tidak umum, tetapi dapat terjadi pada kegagalan sumsum tulang

Universitas Sumatera Utara

23

berat, dengan terapi kortikosteroid dan imunosupresif lain, pada penyakit
Hogkin dan dengan penyinaran luas.
(b)

Monosit
Monosit merupakan 5-8 % dari jumlah leukosit dalam darah, ciri monosit

adalah sel berukuran besar (16 - 20 μm) kromatin inti jelas, inti memanjang
berlekuk atau terlipat dan sitoplasmanya banyak, berwarna biru keabu-abuan dan
tembus pandang. Umur monosit adalah beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang sel – sel cedera atau mati, fragmen –
fragmen sel dan mikroorganisme. Monositosis adalah kenaikan hitung monosit
darah di atas 0,8 10/L. Keadaan ini mungkin terjadi karena infeksi bakteri kronis,
penyakit protozia, neutropenia kronis, penyakit Hodgkin serta leukimia
miemomostik dan monostik. (AV Hoffbrand, 1989 ; dan Nurtjojo, 1994)
2)

Granulosit
Granulosit adalah sel yang sitoplasmanya mengandung granula dengan

bermacam-macam komposisi kimia dan enzim mempuyai ukuran diameter
berkisar dari 10 - 14 μm. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil dan basofil.
(a)

Neutrofil
Neutrofil disebut juga leukosit palimorfonuklear (PMN), sel ini berdiameter

12 - 15 μm, memiliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2
dan 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan banyak mengandung granula merah
jambu (azuropilik). Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan yang
tetap. Kapasitasnya sekitar 10 kali jumlah neutrofil yang dihasilkan setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

24

Leukositosis neutrofil merupakan peningkatan neutrofil yang beredar
sampai kadar lebih besar daripada 7,5 x 10/L adalah salah satu perubahan hitung
yang tersaring diamati. Leukositosis neutrofil sering disertai demam karena
pembebasan pirogen leukosit. Penyebab leukositosis neutrofil diantaranya karena
infeksi bakteri (terutama bakteri pyogenik, setempat atau generalisata),
peradangan dan nekrosis jaringan (misalnya miositis, vaskulitis, infark miokard,
trauma), penyakit metabolik (misalnya uraemia, eklampsia, limfoma, melanoma),
pedarahan

atau

haemolisis,

akut,

terapi

kortikosteroid

dan

penyakit

meiloproliferatif (misalnya leukemia granulositik kronis, polisitaemia vera,
miesklorisis).
Neutropenia menyatakan penurunan jumlah absolut netrofil. Peranan
netrofil adalah untuk pertahanan hospes, maka jumlah netrofil absolut yang
kurang dari 1000/mm3 mempengaruhi individu terhadap infeksi. Jumlah di bawah
500/mm3 merupakan predisposisi terhadap infeksi ang mengancam kehidupan
yang sangat berbahaya. Netroponia dapat diakibatkan oleh pembentukan netrofil
yang tidak efektif dan gangguan pembentukan netrofil.
(b)

Eosinofil
Eosinofil adalah granulosit dengan inti yang terbagi 2 lobus dan sitoplasma

bergranula kasar, berwarna merah tua oleh zat warna yang bereaksi asam yaitu
eosinofil, dalam keadaan normal, eosinofil ini merupakan 2 - 3 % dari seluruh
jumlah sel darah putih yang terdapat dalam darah. Sel eonofil mempunyai daya
fagositosis yang lemah. Eosinofil mengandung berbagai enzim yang menghambat
mediator inflamasi akut. Eosinofil dianggap dapat mendetoksifikasi yang dapat

Universitas Sumatera Utara

25

menyebabkan radang yang dilepaskan oleh sel mast dan sel basofil dan mungkin
juga oleh jaringan – jaringan yang rusak, jadi mencegah penyebaran proses radang
lokal. Eosinofilia adalah peningkatan eosinofil darah di atas rata – rata, dapat
terjadi pada penyakit alergi, penyakit parasit, pemulihan dari infeksi akut,
penyakit kulit tertentu, eosinofilia pulmoner dan sindroma hipereosinofilik,
sensitivitas terhadap obat, poliarteritis nodosa, penyakit hodgkin dan beberapa
tumor lain serta leukimia eosinofilik (jarang).
(c)

Basofil
Basofil merupakan jenis leukosit darah yang jumlahnya paling sedikit. (AV

Hoffbrand, 1989 ; dan Nurtjojo, 1994)
2.

Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit adalah sel gepeng berbentuk piringan yang di bagian tengah kedua

sisinya mencekung seperti sebuah donat dengan bagian tengah menggepeng bukan
berlubang (eritrosit adalah lempeng dengan garis tengah 8 μm, tepi luar tebalnya 2
μm dan bagian tengah tebalnya 1 μm. Bentuk khas ini ikut berperan dalam dua
cara terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsi mereka mengangkut O 2 dalam
darah.
Setiap mililiter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel
darah merah) yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah
sebagai 5 juta per mililimeter kubik (mm3). Masing-masing dari kita memiliki
total 25 sampai 30 triliun sel darah merah yang mengalir di dalam pembuluh darah
setiap saat. Kendaraan pengangkut gas yang vital ini berumur pendek, eirtosit
hanya mampu bertahan rata-rata 120 hari oleh karena itu harus diganti. Sum-sum

Universitas Sumatera Utara

26

tulang dalam keadaan normal menghasilkan sel darah merah suatu proses yang
dikenal sebagai eritropoiesis dengan kecepatan luar biasa 2 sampai 3 juta per detik
untuk mengimbangi musnahnya sel-sel tua. (AV Hoffbrand, 1987 ; Underwood,
J.C.E, 2000)
Selama perkembangan masa janin, eritrosit mula - mula diproduksi oleh
kantong kuning telur dan kemudian oleh hati dan limpa, sampai sumsum tulang
terbentuk dan mengambil alih pembentukan eritosit. Namun seiring dengan makin
dewasanya seseorang sum-sum kuning kuning berlemak yang tidak mampu
melakukan eritropoiesis secara bertahap digantikan sum-sum merah yang yang
hanya tersisa di sternum (tulang dada), vertebra (tulang punggung), iga, dasar
tengkorak dan ujung-ujung atas tulang ekstremitas yang panjang Sum-sum merah
tidak hanya menghasilkan sel darah merah tetapi juga merupakan sumber bagi
leukosit dan trombosit, disumsum merah terdapat sel bak pluripotensial
(pluripotenstial stem cell) yang belum berdiferensiasi yang secara terus menerus
membelah diri dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah.
Sel eritrosit yang paling awal dapat di kenal dalam sumsum tulang adalah
pronormoblas yang ada pada pewarnaan biasa. Romanowsky merupakan sel besar
dengan sitoplasma biru tua, nukleus di tengah dengan nukleoli dan kromatin yang
sedlkit mengelompok. Setelah terjadi proses pembelahan sel, pronormoblas ini
menjadi sederet normoblas yang makin bertambah kecil. Pronormoblas juga berisi
haemoglobin lebih banyak dalam sitoplasma. Sitoplasma berwarna biru pucat
karena kehilangan alat sintesis RNA dan proteinnya, sementara kromatin inti
menjadi leboh padat. Nukleus akhirnya dikeluarkan dari normoblas tua didalam.

Universitas Sumatera Utara

27

sumsum tulang dan terjadilah stadium retikulosit yang masih mengandung
sebagian ribosomal RNA dan masih sanggup mensintesis hemoglobin.
Sel darah merah atau eritrosit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
transportasi dan pertukaran O2 dan CO2. Sel eritosit membawa O2 dari paru-paru
kejaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru. (AV Hoffbrand, 1987 ;
Underwood, J.C.E, 2000)
3.

Butir Pembeku (Trombosit)
Trombosit adalah sel darah yang berukuran sepertiga dari ukuran sel darah

merah, terdapat 300.000 trombosit dalam setiap milimiter kubik darah peranannya
penting dalam penggumpalan darah. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur
selular sumsum tulang dan sangat penting peranannya dalam hemostasi dan
pembekuan. Trombosit berasal dari sel induk pluripotensial yang tidak terikat, bila
dibutuhkan dan dengan adanya faktor perangsang trombosi berdiferensiasi
menjadi kelompok sel induk yang terikat untuk membentuk megakarioblas, sel ini
melalui serangkaian proses pematangan menjadi megakariosit raksasa. Tidak
seperti unsur sel lainnya, megakariosit mengalami endomitosis, dimana terjadi
pembelahan inti di dalam sel, tetapi sel itu sendiri tidak membelah Trombosit
berdiameter 1 sampai 4 mm dan berumur kira-kira 10 hari. Kira-kira sepertiga
berada dalam limpa sebagai sumber cadangan dan sisanya berada dalam sirkulasi
darah, berjumlah antara 150.000 dan 450.000 /mm3.
Trombosit sangat penting fungsinya dalam pembekuan darah, apabila
pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga jaringan ikat di

Universitas Sumatera Utara

28

bawah endotel akan terbuka. Hal ini akan mencetuskan adesi trombosit yaitu suatu
proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing terutama serat kolagen.
Trombosit yang satu juga akan melekat pada trombosit lain dan proses ini disebut
sebagai trombositasi. Selama proses agregasi, terjadi perubahan bentuk cakram
menjadi bulat disertai pembentukan pseudopodi, akibat perubahan bentuk ini
maka granula trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya akan melepaskan
isinya.
Masa agregasi trombosit akan melekat pada endotel, sehingga akan
membentuk sumbat trombosit yang dapat menutup luka pada pembuluh darah.
Tahap terakhir untuk menghentikan perdarahan adalah pembentukan sumbat
trombosit yang stabil melalui pembentukan fibrin. (AV Hoffbrand, dkk. 1987 ;
Rahayuningsih, 1992)
4.

Hemoglobin
Hemoglobin ditentukan dengan mengukur absorpsi larutan hemoglobin

yang berwarna pada panjang gelombang 540nm. Untuk hal ini eritrosit perlu
dihancurkan agar supaya hemoglobin dirubah menjadi satu bentuk yang stabil.
Cara yang paling banyak digunakan adalah konversi hemoglobin menjadi
sianmethemoglobin, karena pada cara ini dapat digunakan reagens dan larutan
baku sianmethemoglobin yang bersifat stabil dan dapat dibeli. Untuk pria dewasa
kadar normal hemoglobin berkisar antara 13 – 17 g/dl, sedangkan untuk wanita
dewasa 12 – 16 g/dl.

Universitas Sumatera Utara

29

Jumlah Normal Hemoglobin dan Sel Darah Normal
Tabel 2.3 Jumlah Hemoglobin Nomal
Kriteria

Kadar Hb (g/dl)
11 – 14,5
12 – 13,5
13 – 17
11 – 14
12 – 16

Anak Umur 6 bln - 6 th
6 th – 14 th
Pria Dewasa
Wanita Hamil
Wanita Dewasa
Sumber : Widman F.K. 1995.

Tabel 2.4 Nilai Sel Darah Normal
Pengukuran

Pria

Nilai

Hitung eritrosit,
Juta sel/mm2
13 – 17
Hemoglobin, g/100 ml
42 - 53
Hematokrit, Vol %
MCHC, g/100 ml
30 – 36
Eritrosit
3,8 - 5,8
MCH, pg/eritrosit
27 – 31
Jumlah leukosit total,
4.000 – 10.000
(Sel/mm3)
Granulosit
PMN, %
Eosinofil, %
38 – 70
Basofil, %
1–5
Monosit, %
0–2
Limposit, %
1–8
Trombosit, sel/mm3
150.000 – 450.000
Hitung retikulosit, %
1–2
Sumber : Ehlers dan Steel, 1969 dalam Sumirat J.S. 2000

Wanita

12 – 16
46

2.5.3 Kelainan-Kelainan Pada Darah
Pada keadaan-keadaan tertentu sel-sel darah yang terdiri dari sel darah
putih, darah merah dan pembeku dapat mempunyai kelainan dari keadaan
normalnya. Kelainan ini dapat berupa kelaianan bentuk fisik maupun kelainan dari
segi jumlahnya.

Universitas Sumatera Utara

30

1.

Kelainan Leukosit
Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua

lapisan sel dan biasanya berkaitan dengan gangguan pembentukan atau
penghancuran dini.
a.

Leukositosis
Leukositosis menyatakan peningkatan jumlah leukosit yang umumnya

melebihi 10.000/mm3. Leukositosis dapat terjadi karena masing-masing
komponen

leukosit

meningkat

atau

hanya

sebagian

yang

meningkat.

Granullositosi menyatakan peningkatan jumlah netrofil, jadi lebih tepat di sebut
netrofilia. Leukosit meningkat karena adanya reaksi fisiologis untuk melindungi
tubuh dari mikroorganisme (infeksi). Bila infeksi mereda neutrofil berkurang dan
monosit meningkat (monositosis). Pada resolusi progresif monosit menurun
terjadi limfositosis (peningkatan jumlah limfosit) dan eosinofilia (peningkatan
jumlah eosinofil). Penyebab leukositosis antara lain : infeksi, toksik, keganasan
(paru-paru, ginjal. Payudara kerja fisik terlalu berat dan penyuntikan epinefrin
serta gangguan mieproliferatif (netrofilia).
Monositosis dapat disebabkan karena penyakit infeksi. penyakit granuloma
kronik (TBC dan sarkaidosis), sedangkan limfositosis disebabkan karena hepatitis
infeksiosa, tokosoplasmosis, campak, parotitis, kepekaan obat limfoma malignum.
Tanda lain pada limfositosis dapat diketahui keadaan penyertanya yaitu
pembesaran hati, limpa dan kelenjar yang merupakan tempat pembentukan
limfosit. (AV Hoffbrand, 1987 ; Ganong, 1999)

Universitas Sumatera Utara

31

b.

Leukopeni
Leukopeni menyatakan berkurangnya jumlah leukosit yang menurun sampai

di bawah 5.000/mm3 atau kurang. Leukopeni terjadi karena adanya penurunan
masing - masing komponen atau sebagian komponen lekosit antara lain
netropenia, agramulositosis dan limfositosis. Leukopenia atau jumlah kurang dari
5.000/mm3 dapat disebabkan oleh beberapa keadaan antara lain adalah :
(1)

Penyakit
Penyakit tifoid atau malaria dapat menurunkan jumlah leukosit serta adanya
infeksi virus dan penyakit keganasan.

(2)

Bahan Kimia dan Fisika
Bahan kimia dan fisika yang dapat berpengaruh terhadap penurunan jumlah
leukosit antara lain zat – zat penekanan sumsum tulang (Pb), radiasi sinar –
X,

obat

sitotastika

(siklosfomamida),

obat

analgetik

(antibiotik,

antihistamin), benzene, zat – zat toksik.
(3)

Hipersplenisme
Adalah berkurangnya jumlah eritrosit, granulosit atau platelet yang
disebabkan karena sel-sel rusak atau tua secara berlebihan, dengan jumlah
meningkat dalam splien yang membesar.

(4)

Kelainan Lain
Adanya penyakit kolagen vaskuler, anemia hipoplastik atau aplastik.

(AV Hoffbrand, 1987 ; Ganong, 1999)

Universitas Sumatera Utara

32

2.

Kelainan Eritrosit
Kelainan pembentukan sel darah merah dapat terjadi, perubahan masa sel

darah merah menimbulkan dua keadaan yang berbeda. Jika jumlah sel darah
merah kurang maka timbul anemia sebaliknya keadaan dimana sel darah merah
terlalu banyak disebut polisitemia.
Keadaan dimana sel-sel darah merah itu sendiri terganggu adalah :
a.

Hemoglobinopati, yaitu haemoglobin normal yang diturunkan misalnya
anemia sel sabit

b.

Gangguan sintesis globin, misalnya talasemia

c.

Gangguan membran sel darah merah, misalnya sferositosis herediter

d.

Defisiensi

enzim,

misalnya

defisiensi

G6PD

(glukosa-6-fosfat

dehidrogenase). (AV Hoffbrand, 1987 ; Ganong, 1999)
3.

Kelainan Trombosit
Kelainan pada proses homeostasis dapat terjadi, evaluasi mencakup

anamnesis teliti dan penilaian fisik serta laboratorium. Anamnesis yang teliti
sering mengarahkan pada diagnosis yang tepat dan pemeriksaan laboratorium
yang diperlukan. Beberapa kelainan pada proses pembekuan darah (hemostasis)
seperti : telangiektasia, petekie, dan ekimosis sering ditemukan pada manusia.
2.6

Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu, tentang proteksi yang perlu diberikan
kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya
akibat negatif dari radiasi, sementara kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian

Universitas Sumatera Utara

33

sumber radiasi masih tetap dilaksanakan. (BAPETEN, 2005) Selain itu, proteksi
radiasi juga merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. (PP RI No. 33 tahun 2007)
Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi berguna untuk menciptakan
kondisi agar dosis radiasi mengenai manusia dan lingkungan hidup tidak
melampaui nilai batas yang ditentukan. Tujuan proteksi radiasi adalah :
a.

Pada Pasien : Dosis radiasi diberikan harus sekecil mungkin sesuai
keharusan klinis

b.

Pada Personil : Dosis radiasi yang diterima harus ditekan serendah mungkin
dan dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis
maksimum yang diperkenankan.
Proteksi radiasi bagi orang-orang yang berhubungan langsung dengan

sumber radiasi dibagi 2 dalam golongan yaitu :
1.

Proteksi Radiasi Terhadap Penderita Dengan Terapi Radiasi
a.

Pemeriksaan sinar-X hanya atas permintaan seorang dokter

b.

Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar-X

c.

Pemakaian Voltage yang lebih tinggi (bila mungkin) sehingga daya
tembusnya lebih kuat.

d.

Jarak fokus-pasien jangan terlalu dekat, sehubungan dengan ini,
berlaku Hukum Kuadrat Terbalik yaitu Intensitas sinar-X berbanding
terbalik dengan jarak pangkat dua.

Jarak –fokus kulit pada :
(1)

Sinar tembus tidak boleh kurang dari 45 cm

Universitas Sumatera Utara

34

(2)

Radiografi tidak boleh kurang dari 90 cm

e.

Daerah yang disinar harus sekecil mungkin, misalnya dengan
mempergunakan konus (untuk radiografi) atau diagfragma (untuk
sinar tembus)

f.

Waktu penyinaran sesingkat mungkin, contohnya : pada pemeriksaan
sinar tembus pada salah satu bagian tubuh tidak boleh melebihi 5
menit.

g.

Alat-alat kelamin dilindungi sebisanya

h.

Pasien hamil, terutama trimester pertama, tidak boleh diperiksa
dariologik.

Untuk proteksi ini perlu diperhatikan :
Tabel 2.5 Nilai atas yang diizinkan telah ditentukan oleh Komisi
Internasional tentang Proteksi Radiasi (ICRP) Tahun 1966
Organ atau Jaringan

Pekerja Radiasi
Dewasa
(Rem per tahun)

Anggota Masyarakat
Bukan Pekerja Radiasi
(Rem per tahun)

Gonad, Sumsum Tulang Merah

5 (a)

0.5

30

3.0

30
75
15

3.0 (b)
7.5
7.5

Kulit, tulang
Kelenjar Gondok
Anggota Badan
Organ Lainnya
Sumber : Rasad. 2005
Ket :

a. Untuk wanita hamil dosis pada janin yang terakumulasi selama masa
kehamilan, sesudah diagnosis, tidak melebihi 1 rem
b. 1,5 rem dalm satu tahun pada kelenjar gondok untuk anak-anak sampai
unia 16 tahun.

Universitas Sumatera Utara

35

2.

Proteksi Terhadap Dokter Pemeriksaan dan Petugas Radiologi Lainnya.
Untuk proteksi ini diperhatikan :
a.

Hindari penyinaran bagian-bagian tubuh yang tidak terlindung

b.

Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung yang berlapis Pb
dengan tebal maksimum 0,5 mm Pb.

c.

Hindari melakukan sinar tembus, usahakan melakukan radiografi

d.

Hindari pemeriksaan sinar tembus tulang-tulang kepala (Head
Fluoroscopy)

e.

Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus
paling sedikit selama 20 menit.

f.

Gunakan alat-alat pengukur sinar Roentgen

g.

Pemeriksaan pesawat sebelum dipakai, misalnya :

h.

(1)

Perlindungan terhadap bahaya elektris,

(2)

Adanya kebocoran pada tabung pesawat

(3)

Voltage yang aman dan lamanya.

Pemeriksaan

rutin

terhadap

kemungkinan

bocor/rusaknya

perlengkapan-perlengkapan perlindungan berlapis Pb.
Ada 2 proteksi radiasi terhadap tingkat pemaparan radiasi yaitu :
(1)

Proteksi Terhadap Sumber Eksterna
Faktor utama dalam melindungi tubuh manuasi dari radiasi eksterna adalah

apabila sumber radiasi berada diluar tubuh manusia. Bahaya radiasi dari sumbersumber eksternal ini dapat dikendalikan dengan tiga prinsip dasar proteksi radiasi,

Universitas Sumatera Utara

36

yaitu pengaturan waktu penyinaran, pengaturan jarak dan penggunaan prisai
radiasi (penahan radiasi). (BAPETEN, 2005)
(a)

Pengaturan Waktu Penyinaran
Pekerja radiasi yang berada di dalam medan radiasi akan menerima dosis
radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di
dalam medan radiasi. Semakin lama seseorang berada di tempat itu, akan
semakin besar dosis radiasi yang diterimanya, demikian pula sebaliknya.
Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja selama berada di dalam medan
radiasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
D = Do. T
Dengan :
D = dosis akumulasi yang diterima pekerja
Do = laju serap dalam medan radiasi
T = lamanya seseorang berada di dalam medan radiasi

(b)

Pengaturan Jarak
Faktor jarak berkaitan erat dengan fluks radiasi. Fluks radiasi pada suatu
titik akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik
tersebut dengan sumber radiasi. Laju dosis pada suatu titik dapat
dirumuskan dengan :
D1 : D2 :D 3 

1
1
1
:
:
R12 R22 R32

Atau :

D1  R12  D2  R22  D3  R32

Universitas Sumatera Utara

37

Dengan :
D = laju dosis serap pada suatu titik
R = jarak antara titik dengan sumber radiasi
(c)

Penggunaan Prisai Radiasi (Penahan Radiasi)
Pengaturan waktu dan jarak kerja tidak mampu menekan penerimaan dosis
oleh pekerja di bawah nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Oleh sebab
itu, dalam penanganan sumber-sumber beraktivitas tinggi ini juga
diperlukan perisai radiasi. Sifat dari bahan perisai radiasi ini harus mampu
menyerap energi radiasi atau melemahkan intensitas radiasi. Perisai ini juga
dibuat dari timbul atau beton. Ada 2 jenis perisai yaitu :

1)

Perisai Primer
Memberi proteksi terhadap radiasi primer. Contohnya : tempat tabung sinarX dan kaca timbal pada tabir fluoroskopi.

2)

Perisai Sekunder
Memberi proteksi terhadap radiasi sekunder. Contonya : tabir pada sarat
timbal, pada tabir fluoroskopi, dan pakaian proteksi.

(2)

Proteksi Terhadap Sumber Interna
Radiasi interna terjadi, apabila tubuh manusia terkontaminasi oleh

radioisotop baik kontaminasi pada bagian tubuh maupun permukaan tubuh. Oleh
karena itu, yang menjadi perhatian dalam proteksi radiasi interna adalah
mencegah atau mengupayakan terjadinya kontaminasi pada permukaan tubuh
pekerja, atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh sekecil mungkin. Laju

Universitas Sumatera Utara

38

paparan zat radioaktif dari dalam tubuh tergantung pada waktu pada zat radioaktif
tersebut.
2.7

Nilai Ambang Batas
Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu

kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang telah ditetapkan. ICRP
mendefenisikan Nilai Batas Dosis yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau
dosis yang berasal dari penyinaran intensif seketika, yang menurut tingkat
pengetahuan dewasa ini memberikan kemungkinan yang dapat diabaikan tentang
terjadinya cacat somatik gawat atau cacat genetik. (Akhadi, 2000)
Dosis maksimal bagi para petugas yang setiap harinya berhubungan dengan
sinar-X diperkirakan dosisnya kurang 1R per hari. Dosis tertinggi yang diizinkan
untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi didasarkan atas rumus dosis
akumulasi sebagai berikut, yaitu :
D = 5 (N-18)
Dimana :
D = Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja
radiasi selama masa kerjanya, dinyatakan dalam rem.
5 = Nilai batas ambang dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi yaitu
5 rem pertahun.
N = Usia pekerja radiasi yang bersangkutan, dinyatakan dalam tahun.
18 = Usia terendah dari seorang yang diizinkan untuk bekerja dalam medan
radiasi, dinyatakan dalam tahun.

Universitas Sumatera Utara

39

Nilai Ambang Batas di Indonesia dalam surat Keputusan Direktur Jenderal
Badan Tenaga Atom Nasional Nomor : PN 03/160/DJ/89 tentang Ketentuan
Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. Dalam peraturan ini ditekankan bahwa
pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan untuk ditugaskan
sebagai pekerja radiasi. Selain itu, petugas wanita dalam masa menyusui tidak
diizinkan mendapat tugas yang mengandung risiko kontaminasi radioaktif yang
tinggi. (Akhadi, 2000)
1.

Nilai Batas Dosis Ekivalen Efektif
Nilai batas dosis ditetapkan sebagai merupakan jumlah dosis radiasi

eksterna dan interna, atau salah satu dari keduanya, tidak merupakan penyinaran
medik dan penyinaran radiasi alam, dinyatakan dalam satuan Sievert (Sv) atau
Rem. Dimana 1 mSv sama dengan 100mRem.
a.

Untuk menghindari efek non stokastik :

(1)

0,5 Sv (5 rem) untuk semua jaringan kecuali lensa mata

(2)

0,15 Sv (1,5 rem) untuk lensa mata.

b.

Untuk menghindari efek stokastik :
Batas dosis ekivalen untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv (5 rem)
dalam satu tahun. Pembatasan dosis ini berlaku baik untuk penyinaran
seluruh tubuh yang merata maupun yang tidak merata. (BAPETEN, 2005)

2.

Nilai Batas Dosis untuk Petugas Radiasi
Nilai batas dosis untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv (5000

mRem) per tahun.

Universitas Sumatera Utara

40

3.

Nilai Batas Dosis untuk Wanita Hamil
Nilai batas dosis untuk wanita hamil selama masa kehamilannya dosis yang

diterima janin tidak boleh melebihi 10 mSv
4.

Nilai Batas Dosis untuk Penyinaran Lokal
Dalam hal penyinaran hanya bersifat lokal yaitu hanya bagian khusus tubuh

ditetapkan sebagai berikut :
a.

Batas dosis efektif yang dihitung berdasarkan faktor bobot jaringan tidak
lebih dari 50 mSv/tahun.

b.

Batas dosis untuk tangan, lengan, kaki dan tungkai adalah 50 mSv (5000
mRem) dalam setahun.

5.

Nilai Batas Dosis untuk Masyarakat Umum

a.

Nilai batas dosis untuk seluruh tubuh adalah 5 mSv/tahun.

b.

Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal 50 mSv/tahun

c.

Nilai batas dosis ekivalen efektif 5 mSv/tahun

6.

Nilai Batas Dosis untuk Siswa dan Magang

a.

Bagi yang berusia diatas 18 tahun adalah 50 mSv/tahun.

b.

Bagi yang berusia antara 16 dan 18 tahun adlah 0,3 NBD pekerja radiasi
yaitu 15 mSv/tahun.

c.

Bagi yang berusia 16 tahun adalah 0,1 dari nilai batas dosis pekerja radiasi
sedangkan kontribusi dosis radiasi yang diterima dari pendidikan tidak
boleh melebihi 0,1 nilai batas dosis masyarakat umum, dan tidak boleh
melebihi 0,01 nilai batas dosis masyarakat umum dalam satu kali
penyinaran. (BAPETEN, 2005)

Universitas Sumatera Utara

41

7.

Nilai Batas Dosis Penyinaran Khusus Direncanakan
Hanya boleh dilakukan bagi pekerja radiasi dikategori A dan telah mendapat

izin dari pengusaha instalasi nuklir setempat dan penyinaran khusus tidak boleh
diberikan kepada pekerja radiasi apabila :
a.

Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar dari pada
NBD seluruh tubuh.

b.

Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan
sehingga dosis melebihi 5 x NBD untuk seluruh tubuh.

c.

Wanita usia subuh

2.7.1 Besaran dan Satuan Dosis
Dosimetri radiasi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari berbagai
besaran dan satuan dosis radiasi, sedang pengertian dosis adalah kuantitas dari
proses yang ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi besaran dan satuan
dosis. Radiasi sendiri mempunyai ukuran atau satuan untuk menunjukkan
besarnya pancaran radiasi dari suatu sumber atau menunjukkan banyaknya dosis
radiasi yang diberikan atau diterima oleh suatu medium yang terkena radiasi.
1.

Paparan
Paparan pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan intensitas

sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi diudara dalam jumlah tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut, maka paparan (X) dapat dirumuskan dengan :
X = dQ/dm
Dengan dQ adalah jumlah muatan elektron yang timbul sebagai akibat
interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara bermassa dm.

Universitas Sumatera Utara

42

Besaran paparan ini memberikan muatan 2,58 x 10-4 dengan satuan Coulomb per
kilogram-udara (C/kg) dan diberi nama khusus Roengen, disingkat R.
2.

Dosis Serap
Dosis serap sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau

banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan itu. Jadi dosis
serap merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion
kepada medium. Untuk keperluan proteksi radiasi digunakan untuk menyatakan
dosis rata-rata pada suatu jaringan. Satuan yang digunakan satuan baru, yaitu gray
(Gy) dimana :
1 gray (Gy) = 1 joule/g
Dengan demikian, dapat diperoleh hubungan 1 gray = 100 Rad, beda dosis
serap ini berlaku semua jenis bahan yang dikenainya. (Zubaidah, 2005)
Tabel 2.6 Dosis Serap Kira-kira untuk Jaringan per Roentgen Pemaparan
Rad per Roentgen Pemaparan
Jaringan
Jaringan Lunak
Tulang
3.

50 KVp

1 MeV

0.95
5

0.95
0.9

Dosis Ekuivalen
Dosis ekuivalen pada prinsipnya adalah dosis serap yang diberi bobot, yaitu

dikali dengan faktor bobotnya. Faktor bobot radiasi ini dikaitkan dengan
kemampuan radiasi dalam membentuk pasangan ion persatuan panjang lintasan.
Semakin banyak pasangan ion yang dapat dibentuk persatuan panjang lintasan,
semakin besar pula nilai bobot radiasi itu. Dosis ekuivalen dalam organ T yang
menerima penyinaran radiasi R (HT.R) ditentukan melalui persamaan :

Universitas Sumatera Utara

43

HT.R = WR . DT.R
Dengan DT.R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ atau
jaringan T yang menerima radiasi R, sedangkan WR adalah faktor bobot dari
radiasi R. Satuan untuk dosis ekuivalen adalah rem, kemudian diganti menjadi
sievert (Sv) dimana 1 Sv = 100 rem. (Krane, 1992)
4.

Dosis Efektif
Hubungan antara peluang timbulnya efek biologi tertentu akibat penerimaan

dosis ekuivalen pada suatu jaringan juga tergantung pada organ atau jaringan yang
tersinar. Untuk menunjukkan keefektifan radiasi dalam menimbulkan efek tertentu
pada suatu organ diperlukan besaran baru yang disebut besaran dosis efektif.
Besaran ini merupakan penurunan dari besaran dosis ekuivalen yang dibobot.
Dosis efektif dalam organ T, HE yang menerima penyinaran radiasi dengan dosis
ekuivalen HT ditentukan dengan persamaan :
HE = WT . HT
ICRP melalui publikasi ICRP Nomor 60 tahun 1990 menetapkan nilai W T
yang dikembangkan dengan menggunakan “manusia acuan” dengan jumlah yang
sama untuk setiap jenis kelamin dan mencakup rentang umur yang cukup lebar.
(Akhadi, 2000)
2.7.2 Alat-alat yang dipakai untuk Mencatat Dosis Personil
Alat-alat ini, ialah :
1.

Film Badge
Fungsi Film Badge ialah untuk mencatat dosis radiasi yang diterima oleh
personil (petugas yang terkena berbagai jenis radiasi). Oleh sebab itu, film

Universitas Sumatera Utara

44

badge yang dipakai harus cukup mampu untuk mencatat dosis radiasi yang
berasal dari sumber-sumber radiasi yang berlainan kualitasnya.
2.

Dosimeter Saku
Dosimeter saku adalah kegiatan pengukur dosis yang mempunyai respon
(reaksi) terhadap radiasi sebanding dengan jumlah pasangan ion yang
dihasilkan selama perjalanannya melalui elemen pendeteksian. Pada
dasarnya dosimeter saku lebih teliti dari pada film badge. (Rasad, 2005)

2.8

Kerangka Pikir

Sinar X

Dosis

Petugas Radiasi

Sistem Hemopoitik

Sirkulasi Darah

Profil Darah
(Hemoglobin, Eritrosit, Leukosit, Trombosit)

Universitas Sumatera Utara