Perbedaan Efektifitas Terapi Applied Behavior Analysis Teknik Extinction Dengan Dan Tanpa Media Video Modelling Untuk Mengurangi Restricted Behavior Pada Anak Autism Spectrum Disorder

BAB I
PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang
Autism Spectrum Disorder atau disingkat ASD saat ini menjadi perhatian
banyak orang karena jumlahnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun
(Publicaheatlh, 2010). Hal ini terlihat dari data Autism Research Institute pada
tahun 1987 yang memperkirakan 1 dari 5000 anak (1:5000) mengalami ASD dan
pada tahun 2005 jumlahnya meningkat dengan pesat menjadi 1 dari 160 anak
(1:160). Data lain dari Centre of Disease Control and Prevention pada tahun 2010
menyebutkan bahwa 1 dari 110 anak (1:110) mengalami ASD, angka ini
meningkat 57% dari tahun 2002 (Centre of Disease Control and Prevention,
2013). Sementara itu untuk data yang ada di Indonesia, jumlah anak ASD yang
ditangani Yayasan Autisma Indonesia pada tahun 2008 terjadi peningkatan dari
jumlah pasien 3 sampai 5 pasien baru pertahun, meningkat menjadi 3 pasien baru
setiap hari. Angka ini masih berupa angka perkiraan, sulit untuk mendapat angka
yang pasti anak penderita ASD di Indonesia disebabkan beberapa hal yaitu: belum
adanya sensus resmi yang dilakukan, belum meratanya diagnosis bagi anak-anak
penderita ASD dan juga sebagian orang tua enggan mengakui putra-putrinya
menderita ASD (Yayasan Autisma Indonesia, 2013).
Menurut Maught (dalam Davison, 2006) meningkatnya jumlah anak

penderita ASD disebabkan oleh berbagai faktor yang masih belum diketahui
secara pasti. ASD bisa terjadi di semua kelas sosio-ekonomi, kelompok etnis dan

1
Universitas Sumatera Utara

ras. Awalnya ASD pada anak terjadi disebabkan perlakuan keluarga, terutama
perlakuan ibu yang tidak baik, sehingga muncul teori “The Frigid Mother” yang
pertama sekali dikemukakan oleh Bruno Bettlelheim (dalam Budhiman dkk,
2002). Teori ini menerangkan timbulnya gejala ASD disebabkan oleh pengasuhan
ibu yang bersikap dingin dan sama sekali tidak bisa menunjukkan kehangatan
kepada anaknya. Namun teori ini kemudian dibantah karena ternyata banyak
orang tua, terutama ibu yang penyayang dan hangat tapi tetap memiliki anak
ASD.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sastry & Aguirre (2014), mereka
berpendapat bahwa teori “The Frigid Mother” sudah tidak lagi digunakan, karena
saat ini ditemukan bahwa pengasuhan bukan penyebab utama munculnya ASD
pada anak. Mereka berpendapat bahwa banyak faktor yang memicu munculnya
ASD diantaranya: faktor genetik, masalah kekebalan tubuh, racun, agen-agen
infeksi, dan hal lain yang berhubungan dengan perkembangan otak.

Leo Kanner (dalam Davison dkk, 2006) seorang psikiater yang pertama
sekali mengidentifikasi gangguan ini mengamati bahwa sejak awal anak ASD
tidak memperdulikan, mengabaikan dan menutup diri dari segala hal yang berasal
dari luar dirinya. Ia menemukan bahwa sejak awal kehidupan, anak tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara wajar. Mereka juga memiliki keterbatasan
dalam hal bahasa dan memiliki keinginan obsesif yang kuat agar segala sesuatu
yang berkaitan dengan diri mereka dilakukan tetap persis sama.
Kondisi ini juga diperlihatkan oleh salah seorang anak laki-laki yang
bernama Fikri (Kohar, 2012). Pada saat berusia satu tahun, Fikri tidak menoleh

2
Universitas Sumatera Utara

ketika namanya dipanggil, matanya tidak pernah fokus terhadap sesuatu dan tidak
mampu melakukan kontak mata, dia seperti hidup dalam dunianya sendiri. Fikri
menunjukkan

perilaku

yang


berbeda

bila

dibandingkan

anak-anak

dilingkungannya, tubuhnya bagaikan dikendalikan oleh mesin dan seperti tidak
punya rasa lelah. Saat berusia dua tahun ia belum bisa mengucapkan satu suku
katapun. Perilaku yang sama juga ditunjukkan oleh seorang anak laki-laki
bernama Kevin (Martien, 2010). Menurut ibunya, Kevin seperti berada dalam
dunianya sendiri dan tidak mau untuk berhubungan dengan oramg-orang
disekitarnya. Kevin juga menunjukkan ketertarikannya pada benda-benda tertentu,
namun benda-benda tersebut tidak lazim disukai oleh anak seusianya, misalnya: ia
sangat suka berada di dekat kipas angin dan melihat kipas angin tersebut bergerak
dalam tempo waktu yang lama. Kevin akan marah dan tantrum apabila dilarang
untuk melihat kipas yang sedang bergerak tersebut. Awalnya, orang tua Fikri dan
orang tua Kevin tidak mengetahui apa yang sedang terjadi pada anaknya, akan

tetapi setelah mencari informasi dari orang-orang sekitarnya, majalah dan setelah
konsultasi dengan beberapa dokter spesialis anak, akhirnya mereka mengetahui
bahwa anak mereka mengalami gangguan autis.
The Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder, fifthedition
(APA, 2013), merupakan buku pedoman gangguan mental berpegang pada
beberapa kriteria dari ASD yaitu: adanya gangguan dalam sosial komunikasi dan
adanya perilaku yang dilakukan secara terus menerus (restricted and repetitive
behavior). Tingkat keparahan anak ASD dibagi atas 3 kelompok yaitu tingkat
keparahan level 1, level 2 dan level 3. Kondisi anak ASD yang berada pada level

3
Universitas Sumatera Utara

1, 2 dan 3 menunjukkan adanya gangguan dalam social communication dan
restricted & repetitive behavior (inflexibility of behavior). Anak ASD yang berada
pada level 1 menunjukkan perilaku restricted yang cukup signifikan dan hanya
mempengaruhi satu atau beberapa bidang kehidupan saja. Dalam hal interaksi
sosial anak sudah mampu mengadakan interaksi sosial, namun masih sulit untuk
memulai interaksi sosial. Selain itu kemampuan komunikasi verbal anak sudah
terbentuk, ia sudah mampu berbicara dengan kalimat lengkap namun belum

mampu untuk melakukan komunikasi dua arah. Anak ASD yang berada pada
level 2 menunjukkan perilaku restricted yang sering muncul. Kondisi ini
mempengaruhi banyak bidang kehidupan sehingga anak sulit untuk menghadapi
perubahan. Dalam hal interaksi sosial, anak sudah mampu untuk melakukan
interaksi sosial namun belum mampu untuk memulai interaksi sosial. Walaupun
anak sudah mampu berbicara dengan kalimat sederhana akan tetapi kata yang
diucapkan terkadang digunakan belum untuk berkomunikasi. Anak ASD yang
berada pada level 3, perilaku restricted terlihat sangat sering muncul sehingga
mempengaruhi keberfungsian dalam semua bidang kehidupan dan anak
mengalami kesulitan yang ekstrim menghadapi perubahan. Dalam hal interaksi
sosial memperlihatkan gangguan yang parah, sehingga anak tidak mampu untuk
memulai dan mengadakan interaksi sosial dengan orang-orang sekitarnya. Selain
itu interaksi sosial yang dilakukan terlihat aneh, pendekatan yang dilakukan anak
tidak biasa dan hanya untuk memenuhi kebutuhannya, misal: anak akan
mendekati ibu dan meminta untuk digendong dengan tujuan agar bisa mengambil
makanan atau mainan yang ada di dekat ibu.

4
Universitas Sumatera Utara


Menurut Boyd, McDonough dan Boldfish (2011) perilaku restricted
merupakan symptom

yang utama pada anak ASD.

Haugaard (2008)

mengungkapkan restricted behavior adalah perilaku ketertarikan pada satu atau
beberapa hal secara terus menerus, hal ini berhubungan dengan kebutuhan untuk
tetap melakukan hal yang sama secara terus menerus dan berulang. Simptom ini
muncul pada masa kanak-kanak awal dan mempengaruhi keberfungsian anak
sehari-hari.
Menurut Williams & Wright (2007) ketertarikan yang dimiliki oleh anak
ASD tidak melulu hanya pada objek tertentu, akan tetapi ketertarikan bisa juga
pada aktifitas, kegiatan, informasi dan lingkungan tertentu. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Handoyo (2008) bahwa anak ASD akan berusaha
mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan serta menunjukkan perilaku tantrum apabila tidak mendapatkan benda
atau aktifitas yang diinginkannya. Menurut Danuatmaja (2003) beberapa terapi
yang dapat diberikan pada anak ASD adalah: terapi perilaku, terapi

medikamentosa, terapi biomedis, terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan anak ASD. Terapi yang diterapkan pada
anak ASD yang satu bisa berbeda dengan yang lain sehingga perlu dilakukan
observasi yang mendalam terlebih dahulu terhadap anak, agar dapat mengetahui
kondisi anak secara menyeluruh.
Menurut Keenan Mickey, dkk (2000) salah satu terapi perilaku yang
digunakan untuk anak ASD adalah Applied Behavior Analysis atau ABA. ABA
merupakan aplikasi dari teori Behavior B.F. Skinner (Wenar & Kerig, 2008) dan
5
Universitas Sumatera Utara

pertama sekali digunakan secara intensif oleh seorang pakar terapi perilaku
bernama Ivan Lovaas sekitar tahun 1960 (Smith & Eikeseth, 2010). Skinner
menjelaskan bahwa konsep utama dalam teorinya adalah “Operant Conditioning”,
dimana sebuah consequences (konsekuensi atau akibat) memiliki pengaruh yang
kuat terhadap perilaku yang disebut dengan principle of reinforcement (dalam
Hall & Licey, 1993). Penelitian Lovaas memperlihatkan bahwa banyak anak ASD
yang mendapatkan terapi ABA dari usia dini dan dilakukan secara intensif
memperlihatkan perkembangan yang sangat dramatis (Smith & Eikeseth, 2010).
Anak ASD yang mengikuti terapi dengan menggunakan metode ABA selama 40

jam dalam seminggu maka dalam 2 – 2,5 tahun mereka sudah mampu untuk
mengikuti sekolah reguler sesuai dengan usianya (Handoyo, 2003). Rapmauli &
Matulessy (2015) melakukan penelitian dengan

menggunakan metode ABA

melalui media flash card kepada 6 orang anak ASD selama 2 minggu dan
hasilnya terbukti bahwa terapi ini efektif untuk meningkatkan interaksi sosial,
meningkatkan kemampuan kontak mata dan meningkatkan kemampuan bahasa
ekspresif pada anak ASD.
Keenan Mickey, dkk (2000) menyatakan bahwa ABA memiliki beberapa
teknik, salah satunya teknik Extinction yang menyatakan bahwa konsekuensi dari
sebuah perilaku yang mendapat reinforcement (penguat) positif, maka anak akan
mengulang perilaku tersebut. Demikian sebaliknya apabila konsekuensi perilaku
mendapat reinforcement negatif, maka anak cenderung tidak akan mengulang
perilaku tersebut. Pemberian penguat (reinforcement) harus di kontrol dari awal
sampai akhir pelaksanaan terapi. Menurut Keenan Mickey, dkk (2000) extinction

6
Universitas Sumatera Utara


akan efektif apabila pada saat pelaksanaannya dikombinasikan dengan positif
reinforcement dan adanya perilaku pengganti (alternative behavior). Perilaku
pengganti adalah perilaku yang diberikan untuk menggantikan perilaku
sebelumnya, perilaku yang terlihat wajar dan dapat diterima oleh lingkungan.
Menggenggam tangan adalah salah satu gerakan sederhana dalam yoga yang
dapat diberikan sebagai alternative behavior karena gerakan ini dapat
menenangkan pikiran dan membuat pikiran menjadi lebih terpusat. Bersamaan
dengan pikiran yang bisa menjadi tenang, tubuh akan terbuka untuk melepaskan
ketegangan dan emosi. Selain itu, diyakini

jari memiliki

gelombang

elektromagnetis sehingga dengan menekan sisi-sisi jari akan dapat mempengaruhi
emosi (Ramaiyah, 2009). Dalam brain gym, menggenggam tangan juga
merupakan salah satu gerakan sederhana yang dapat diberikan sebagai alternative
behavior karena gerakan ini dapat memberikan efek menenangkan sehingga saat
seseorang menggenggam tangan dapat menurunkan tingkat kecemasannya

(Ayinosa, 2009).
Rodriquez, dkk (2012) kemudian membuktikan pendapat Keenan Mickey,
dkk mengenai efektifitas terapi ABA melalui teknik extinction dengan melakukan
penelitian efektifitas terapi ABA dalam mengurangi perilaku restricted yang
dilakukan terhadap 3 orang anak ASD, penelitian ini dilakukan di tempat terapi
dalam satu ruangan dan benda yang ada dalam ruangan terapi di atur sedemikian
sesuai dengan perilaku restricted masing-masing anak ASD. Untuk melihat hasil
dari pelaksanaan penelitian tersebut maka dilakukan pengamatan perilaku di
rumah masing-masing anak. Hasil pengamatan terlihat bahwa frekuensi perilaku

7
Universitas Sumatera Utara

restricted berkurang sesuai dengan konteks saat pelaksanaan terapi dilakukan.
Misalnya: pada subjek yang bernama Christine, saat pelaksanaan terapi, ruangan
terapi dibuat layaknya sebuah ruang tamu sehingga perubahan perilaku Christine
saat berada di rumah hanya terlihat saat ia berada di ruang tamu, akan tetapi
perubahan perilaku Christine tidak terjadi saat berada di dapur dan kamar tidur.
Sehingga Rodriquez, dkk (2012) mengatakan bahwa perlu untuk melakukan
penelitian selanjutnya untuk melihat apakah perubahan perilaku yang ditampilkan

akan bertahan lama dan perubahan perilaku terjadi di semua lingkungan subjek.
Sambandam, Rangaswami dan Thamizharasan (2014) juga melakukan
penelitian dengan menggunakan terapi ABA terhadap 30 anak ASD. Sambandan
membagi 30 anak ASD menjadi 2 kelompok yaitu: 15 anak diberikan terapi ABA
dan 15 anak ASD yang tidak mendapatkan terapi ABA. Dari hasil penelitian ini
terlihat adanya

perubahan dalam perilaku, perkembangan secara umum dan

kemampuan bahasa

pada 15 orang anak ASD yang diberikan terapi ABA.

Bahkan dari penelitian ini juga terbukti bahwa tingkat keparahan pada anak ASD
yang mendapatkan terapi ABA akan mengalami perubahan ke arah yang lebih
baik dibandingkan dengan anak ASD yang tidak mendapatkan terapi ABA.
Efektifitas ABA dalam menangani anak ASD ini sebelumnya juga sudah
dibuktikan oleh Handoyo (2003). Ia mengatakan bahwa efektifitas ABA dalam
penanganan anak autis memiliki angka keberhasilan 47%.
Selain menggunakan terapi ABA, beberapa peneliti lainnya melakukan
penelitian pada anak ASD dengan menggunakan Video Modelling, diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Monica F Delano (2007) yang melakukan

8
Universitas Sumatera Utara

penelitian dengan

menggunakan media video modelling untuk menangani

perilaku restricted, kemampuan sosial dan keberfungsian pada anak ASD. Dalam
penelitian ini Monica (2007) menggunakan 55 orang subjek ASD, 7 subjek lakilaki dan 48 perempuan yang berusia antara 3 tahun sampai 20 tahun . Dalam
penelitian ini Monica (2007) membagi anak dalam 2 kelompok, dimana pada satu
kelompok menggunakan subjek sebagai model dalam video, sedangkan satu
kelompok lagi menggunakan teman sebaya dan orang dewasa sebagai modelnya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari 55 subjek yang ikut penelitian
tersebut, 50 orang anak autis menunjukkan perubahan perilaku yang lebih baik
dan dapat memenuhi beberapa target perilaku yang diharapkan. Dari penelitian ini
juga terlihat bahwa lebih efektif menggunakan subjek sebagai model
dibandingkan dengan menggunakan orang dewasa atau teman sebaya.
Merril Anna (2014) juga menggunakan video modelling dalam
penelitiannya dalam menangani permasalahan perilaku pada anak ASD. Menurut
Merril Anna (2014) penelitian dengan menggunakan video modelling pada anak
ASD memiliki beberapa kelebihan diantaranya: membutuhkan biaya dan waktu
yang sedikit, dan melalui intervensi ini anak ASD dapat melihat secara langsung
perilaku yang hendak ditiru melalui media video sehingga ia dapat meniru
perilaku seperti apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Michelle Tilander (2008) yang menyatakan bahwa beberapa anak ASD memiliki
memori visual yang lebih baik (visual learner). Dettmer, dkk (dalam Nirahma &
Yuniar, 2012) juga

menyatakan bahwa anak ASD lebih mudah untuk

9
Universitas Sumatera Utara

memperoleh informasi secara visual dua atau tiga dimensi dari pada stimulus
auditori.
Schoen (dalam Callahan, Mehta, Magee & Wie, 2009) mengatakan bahwa
mengingat luasnya spektrum pada ASD sehingga tidak ada satu terapi tunggal
yang mampu bekerja sendiri untuk menangani tantangan yang kompleks dari
spektrum pada anak ASD. Untuk itu Callahan, dkk (2009) kemudian membuat
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang

apakah lebih efektif

menggunakan 1 jenis terapi saja atau dengan menggunakan 2 jenis terapi yang
telah dikombinasikan. Kuesioner ini kemudian diisi oleh para ahli yang fokus
menangani intervensi pada anak ASD menggunakan terapi ABA dan terapi
Training and Education of Autistic and Other Communication Handicapped
Children (TEACCH). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa untuk
menangani spektrum pada anak ASD tidak cukup hanya 1 model terapi yang
diberikan, dan 62,3 % para ahli setuju bahwa menggunakan kombinasi dari 2
terapi lebih efektif daripada hanya menggunakan 1 jenis terapi saja.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada perbedaan
efektifitas dari gabungan 2 terapi dalam mengurangi restricted behavior pada
anak ASD. Peneliti ingin melihat perbedaan efektifitas terapi ABA teknik
extinction dengan dan tanpa media video modelling dalam mengurangi restricted
behavior pada anak ASD. Penggabungan ABA dengan Video Modelling
didasarkan atas pendapat Tilander (2008) yang mengatakan bahwa anak ASD
memiliki kemampuan memori visual yang lebih baik daripada kemampuan
auditori. Selain itu,Video Modelling membutuhkan biaya dan waktu yang sedikit.

10
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan 10 orang tua dan 8
orang terapis mengenai restricted behavior anak ASD selama setahun terakhir di
kota Medan, ternyata disamping permasalahan interaksi sosial dan komunikasi,
permasalahan restricted behavior sering tidak mendapat perhatian. Sehingga
walau terapi sudah diberikan dan anak mengalami perubahan dalam interaksi
sosial dan komunikasi namun untuk permasalahan perilaku restricted behavior
anak tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai efektifitas terapi Applied Behavior Analysis
(ABA) dengan teknik extinction dengan dan tanpa media video modelling dalam
mengurangi restricted behavior pada anak autis spectrum disorder (ASD). Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah anak penyandang ASD level 2. Pada level
ini anak sudah

mampu untuk mengadakan interaksi sosial dan mampu

memahami kalimat sederhana dan perintah sederhana, sehingga anak akan lebih
mudah untuk mengikuti terapi yang akan diberikan, mengingat kunci utama
sebelum memasuki proses terapi ABA adalah anak harus sudah mampu untuk
melakukan kontak mata dan memahami perintah sederhana. Karakteristik lainnya
adalah anak berusia 6 – 12 tahun, sejalan dengan pendapat Handoyo (2003)
bahwa terapi ini sangat baik diberikan sedini mungkin bagi semua anak dengan
kelainan perilaku khususnya anak ASD.

11
Universitas Sumatera Utara

I.B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan
efektifitas terapi Applied Behavior Analysis (ABA) teknik extinction dengan dan
tanpa media video modelling dalam mengurangi restricted behavior pada anak
Autism Spectrum Disorder (ASD)?”
I.C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan efektifitas
terapi Applied Behavior Analysis (ABA) teknik extinction dengan dan tanpa
media video modelling dalam mengurangi restricted behavior pada anak Autism
Spectrum Disorder (ASD).
I.D. Manfaat Penelitian:
1. Manfaat Praktis
a. Psikolog Klinis Anak
Hasil penelitian ini kiranya dapat digunakan oleh para Psikolog Klinis
Anak pada saat memberikan layanan psikologi dalam menangani anak ASD yaitu
untuk membuat perancangan dan perencanaan terapi untuk menangani anak-anak
ASD dengan menggunakan terapi ABA dengan teknik extinction melalui media
Video Modelling untuk mengurangi restricted behavior pada anak ASD.
b. Sarjana Psikologi
Saat ini para Sarjana Psikologi sebagai assisten Psikolog yang berperan
langsung dalam menangani anak banyak menggunakan terapi ABA dalam
menangani anak ASD, sehingga penelitian ini nantinya diharapkan mampu
memperkaya informasi bagi para sarjana psikologi bahwa terapi ABA dapat

12
Universitas Sumatera Utara

diberikan melalui media video dalam mengurangi perilaku restricted pada anak
ASD.
c. Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Lembaga Terapi Anak Berkebutuhan
Khusus
Hasil

penelitian

Applied

Behavior

Analysis

dengan

teknik

Extinctionmelalui media Video Modelling ini dapat berguna untuk mengurangi
restricted behavior pada anak ASD melalui rancangan program pendidikan atau
kurikulum di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan lembaga-lembaga anak berkebutuhan
khusus lainnya.
2. Manfaat Teoritis (Perkembangan Riset Psikologi)
Manfaat penelitian ini adalah sebagai pembuktian balik terhadap konsep
teori sebelumnya dari Schoen (dalam Callahan, Mehta, Magee & Wie, 2009) yang
menyatakan bahwa dalam penanganan spektrum yang kompleks pada anak ASD
akan lebih efektif apabila menggunakan 2 jenis terapi daripada hanya
menggunakan 1 jenis terapi.
Beberapa peneliti sebelumnya diantaranya Rodriquez, dkk (2012),
Sambandam, dkk (2014) telah melakukan penelitian dengan menggunakan terapi
ABA pada anak ASD, akan tetapi sejauh yang peneliti ketahui sampai saat ini
penelitian dengan menggunakan terapi ABA teknik

extinction dengan

menggunakan video modelling belum pernah dilakukan. Sehingga hal ini
merupakan terapi yang baru di Indonesia.

13
Universitas Sumatera Utara

I.E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini terdisi dari latar belakang masalah, rumusan
masalah,

tujuan

penelitian,

manfaat

penelitian

dan

sistematika penulisan.
BAB II

LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari
masalah objek penelitian.

BAB III

METODE PENELITIAN
Bab ini berisi mengenai metode yang digunakan pada
penelitian.

Bab IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai pelaksanaan intervensi, hasil
penelitian, serta pembahasan hasil penelitian mengenai
perbedaan efektivitas Applied Behavior Analysis (ABA)
teknik Extinction dengan dan tanpa media video modelling
dalam mengurangi restricted behavior pada anak Autism
Spectrum Disorder (ASD). Selain itu, pada bab ini juga
akan dibahas mengenai keterbatasan dalam penelitian.

14
Universitas Sumatera Utara

Bab V

KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saransaran yang diberikan pada hal-hal yang terkait dengan
penelitian.

15
Universitas Sumatera Utara