Hubungan Perilaku Murid Kondisi Ekonomi
HUBUNGAN PERILAKU MURID, KONDISI EKONOMI DAN
KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI
CACING NEMATODA INTESTINAL (SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIASIS) DI SD INPRES PAMPANG 2 MAKASSAR
The Relation Between Student’s Behavioral, Economic Situation and Environmental
Sanitation Situation with Intestinal Nematode Worms Infection (Soil Transmitted
Helminthiasis) In Primary School of Pampang 2 Makassar
A. SYAFAAT ZULKARNAIN SP1
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Makassar, Indonesia
Hp 085298120840, Email: ahmadsyafaat@med.unismuh.ac.id
Abstrak
Kecacingan merupakan penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah bagi
kesehatan masyarakat namun kurang mendapat perhatian (neglected diseases) paling sering
muncul terutama di daerah miskin dan di Negara berkembang yang memiliki kebersihan dan
sanitasi yang kurang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
perilaku murid, kondisi ekonomi dan kondisi sanitasi lingkungan dengan kejadian infeksi
cacing nematoda intestinal (soil-transmitted helminthiasis) pada SD Inpres Pampang 2
Makassar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode
potong lintang (cross sectional study), yang dilakukan di SD Inpres Pampang 2 Makassar
pada bulan Desember 2016- Februari 2017. Sampel pada penelitian ini berjumlah 74 anak
yang diambil melalui tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menujukkan dari 74 anak
didapatkan 35 anak (47,3%) yang mengalami kecacingan dengan jenis cacing yang paling
dominan adalah Ascaris lumbricoides (62,8%). Dari hasil analisis didapatkan hubungan
yang bermakna antara perilaku murid, kondisi ekonomi dengan kejadian kecacingan (nilai p
0,05; p=0,838).
Kata kunci: Kecacingan, perilaku murid, kondisi ekonomi, kondisi sanitasi lingkungan
Abstract
Worm infestation is disease-based environment that is still an issue for public health but less
attention (neglected diseases) most often appear in poor areas and in developing countries
that have hygiene and sanitation poorly. The research aims to know relation between
student’s behavioral, economic situation and environmental sanitation situation with
intestinal nematode worms infection (soil transmitted helminthiasis) in primary school of
Pampang 2 Makassar. This research is an observational analytic with cross sectional study
method, conducted in primary school of Pampang 2 Makassar in December 2016-February
2017. The samples on this research are 74 kids be taken through purposive sampling. The
result shows in 74 kids, be obtained 35 kids (47,3%) have worm infestation which the
dominant kind of worm infestation is Ascaris lumbricoides (62,8%). Analysis results obtained
that there is significant relation between student’s behavioral, economic situation with worm
infestation (p value 0,05; p=0,838).
Key words: Worm infestation, student’s behavioral, economic situation, environmental
sanitation situation
PENDAHULUAN
Kecacingan merupakan infeksi
kronik paling sering yang muncul
terutama di daerah miskin dan di
Negara berkembang yang memiliki
kebersihan dan sanitasi yang kurang
baik.1 Kecacingan yang paling umum
terjadi disebabkan oleh infestasi cacing
yang penyebarannya melalui tanah
(soil-transmitted
helminthes/STH).
Parasit yang termasuk dalam STH yaitu
Ascaris
lumbricoides,
Trichuris
trichiura, dan cacing tambang (Necator
americanus
dan
Ancylostoma
duodenale).2
Anak-anak
usia
sekolah
merupakan salah satu dari populasi
risiko tinggi atas infeksi parasit
intestinal. World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa lebih dari
270 juta anak-anak usia prasekolah dan
600 juta anak-anak usia sekolah hidup
di daerah dengan penyebaran intensif
parasit-parasit ini dan membutuhkan
terapi dan tindak pencegahan.4
Efek samping dari parasit
tersebut pada anak-anak beragam dan
mengkhawatirkan. Menurut Stephenson
et al, infeksi parasit usus memiliki efek
merugikan pada kelangsungan hidup,
nafsu makan, pertumbuhan dan
kebugaran fisik juga kehadiran sekolah
dan kinerja kognitif. Sedangkan
menurut Avhad, anak usia sekolah
menanggung beban besar dari infeksi
ini,
yang
berhubungan
dengan
malnutrisi, anemia, pertumbuhan dan
penundaan kognitif yang mana dapat
berdampak
negatif
terhadap
perkembangan fisik dan menurunnya
kualitas sumber daya manusia.3
Berdasarkan Ditjen PP-PL,
Depkes RI, kecacingan di Indonesia
pada tahun 2008 terjadi penurunan
prevalensi yang awalnya 32,6% pada
tahun 2006 menjadi 24,1%.5 Walaupun
terjadi penurunan, tetapi prevalensi
diatas masih relatif tinggi terutama pada
penduduk yang kurang mampu dari segi
ekonomi. Hasil studi Tasbih, dkk di
SDN Cambaya Kecamatan Ujung
Tanah Kota Makassar tahun 2014,
didapatkan 60 responden (57,7%)
positif kecacingan dengan jenis cacing
Ascaris lumbricoides sebanyak 51,9%,
sedangkan Trichuris trichiura 36,5%.
Diantara sejumlah responden yang
positif, terdapat 30,7% responden yang
mengalami infestasi ganda dengan dua
jenis
cacing
berbeda
(Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura).6
Tingginya angka kecacingan
tersebut terutama pada usia anak
prasekolah dikarenakan rendahnya
tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup
bersih sehat) seperti kebersihan kuku,
kebiasaan cuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air besar, perilaku
jajan di sembarang tempat yang
kebersihannya tidak dapat dikontrol,
dan perilaku BAB tidak di WC yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran
tanah dan lingkungan dengan feses
yang mengandung telur cacing.7
Pampang merupakan salah satu
daerah
wilayah
kecamatan
Panakkukang.
Pemukiman
penduduknya telihat cukup padat dan
kumuh, dibeberapa tempat masih
didapatkan anak-anak yang berenang
dikanal. Berdasarkan angka kecacingan
pada salah satu Sekolah Dasar di
Makassar dan keadaan sekitar sekolah
SDI Pampang 2 Makassar, maka
peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian terkait kasus kecacingan pada
sekolah ini. Juga dalam rangka
meningkatkan
upaya
pencegahan
kecacingan yang efektif sesuai dengan
Kibajakan
Program
Pengendalian
Penyakit Cacingan di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian observasional analitik dengan
metode potong lintang (cross sectional
study). Penelitian dilakukan di SD
Inpres Pampang 2 Makassar pada bulan
Desember 2016- Februari 2017. Sampel
pada penelitian ini adalah anak SD
kelas satu, dua dan tiga. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik metode Purposive Sampling atau
pengambilan
sampel
berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan
teknik pengambilan sampel yang
digunakan, maka dibentuk kriteria
inklusi maupun eksklusi. Berdasarkan
hasil perhitungan sampel, diperoleh
minimal 66 sampel yang dibutuhkan.
Untuk mengantisipasi terjadinya drop
out maka jumlah sampel ditambahkan
menjadi 200 sampel.
Adapun kriteria inklusi, yaitu:
1. Murid kelas 1-3 SD Inpres
Pampang 2 Makassar
2. Dapat berkomunikasi dengan baik
3. Murid bersedia menjadi objek
penelitian
4. Mendapat izin dari orang tua
Adapun Kriteria eksklusi, yaitu:
1. Tidak bersedia menjadi objek
penelitian
2. Tidak mengembalikan pot
3. Murid yang telah mengkonsumsi
obat anti cacing dalam 6 bulan
terakhir
4. Murid yang berhalangan hadir
Cara pengumpulan data dengan
melakukan wawancara terlebih dahulu
dengan murid didampingi oleh orang
tuanya terhadap perilaku murid
sehubungan dengan risiko terkena
kecacingan dan sanitasi lingkungan
rumah. Perilaku murid berkaitan
dengan penyakit kecacingan diukur
dengan melihat jawaban mengenai
kebiasaan mencuci tangan, menghisap
jari, memasukkan mainan ke mulut,
memotong kuku, membersihkan kuku,
menggunakan alas kaki ke sekolah
maupun bermain, membersihkan alas
kaki, bermain di tanah dan diukur
melalui
skoring
kemudian
dikategorikan menjadi perilaku sehat
dan perilaku cukup sehat. Kondisi
sanitasi lingkungan diukur dengan
menggunakan jawaban dari beberapa
pertanyaan yaitu, tempat buang air di
rumah, lantai rumah, lantai kamar
mandi, air yan digunakan sehari-hari
dan kualitas fisik air dirumah,
kemudian di ukur melalui skoring.
Kondisi
sanitasi
lingkungan
dikategorikan menjadi kondisi sanitasi
yang bersih dan cukup bersih. Kondisi
ekonomi dikategorikan menjadi kondisi
ekonomi mampu dan cukup mampu
dengan melihat gaji yang dihasilkan
oleh kedua orang tua apakah lebih atau
kurang dari UMR.
Setelah dilakukan wawancara,
kepada siswa yang terpilih dibagikan
wadah plastik dengan penutup yang
telah diberikan formalin 10% dan
sendok kecil untuk mengambil feses
yang sebelumnya telah diberikan
penjelasan cara mengambil feses.
Pemeriksaan feses dilakukan di
laboratorium RSUD Haji Makassar
Provinsi
Sulawesi
Selatan
menggunakan metode Kato-Katz.
Data yang didapatkan akan di
analisis dengan uji Chi-square dengan
menggunakan aplikasi SPSS version
23.0.
HASIL
Dari proses pengumpulan data
diperoleh 200 murid yang memenuhi
kriteria, namun yang mengembalikan
pot feses hanya 74.
Dari 74 responden, jangkauan
umur yang ada mulai dari 6 tahun
sampai 9 tahun dimana umur 7 tahun
memiliki jumlah terbanyak sebesar
59,5% sedangkan umur 6 tahun dengan
jumlah
terkecil
sebesar
5,4%.
Sedangkan untuk jenis kelamin maupun
kelas, antara laki-laki dan perempuan
tidak ada perbedaan jumlah yang
signifikan, begitupun dengan distribusi
kelas responden. Hasil distribusi
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik
Murid berdasarkan umur, kelas, dan
jenis kelamin
Umur
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Total
Kelas
I
II
III
Total
N= 74
%
4
44
19
7
74
5.4
59.5
25.7
9.5
100
39
35
74
26
24
24
74
52.7
47.3
100
35.1
32.4
32.4
100
1. Pemeriksaan feses
Dari hasil pemeriksaan feses
didapatkan informasi bahwa dari 74
responden yang terkumpul terdapat 35
yang positif kecacingan (47,3%). Hasil
pemeriksaan tinja pada anak SD Inpres
Pampang 2 Makassar dapat dilihat pada
tabel 2.
Dari 35 responden yang positif, jenis
cacing
yang
paling
dominan
menginfeksi
adalah
Ascaris
lumbricoides (62,8%) dan ada sebagian
yang campuran. Jenis-jenis cacing yang
menginfeksi responden dapat dilihat
pada tabel 3.
2. Perilaku murid, kondisi sanitasi
lingkungan, kondisi ekonomi
Hasil distribusi perilaku murid,
kondisi sanitasi dan kondisi ekonomi
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 2. Distribusi
Responden
Jenis Cacing
N= 35
%
Ascaris lumbricoides
Trichuris trichiura
Hook Worm
Campuran
22
0
3
10
62,8
0
8,,6
28,6
Total
35
100
Hasil wawancara dengan muridmurid SD Inpres Pampang 2 Makassar
tentang perilaku mereka berkaitan
dengan resiko terjangkit penyakit
kecacingan menunjukkan masih lebih
dari 50% responden memiliki perilaku
kurang sehat dan selebihnya sudah
memiliki perilaku yang sehat.
Sesuai dengan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner
menujukkan
semua
murid
menggunakan alas kaki kesekolah,
hampir semua murid mencuci tangan
baik sebelum makan maupun setelah
buang air besar menggunakan sabun.
Lebih dari setengah responden yang
selalu menghidap jari, memasukkan
mainan ke dalam mulut, menggunakan
alas kaki saat bermain. Dan lebih dari
setengah
yang
tidak
pernah
membersihkan kukunya.
Hasil
wawancara
tentang
sanitasi lingkungan di rumah responden
menunjukkan bahwa sudah lebih dari
80% responden telah memiliki sanitasi
yang bersih dengan jumlah responden
pada masing-masing poin pertanyaan
seperti BAB di WC , membersihkan
WC sekali seminggu, lantai rumah
maupun
kamar
mandi
dari
tegel/keramik/
kayu, air yang
digunakan dari PDAM dan kualitas air
yang memenuhi syarat lebih dari 50%.
Kecacingan
Kecacingan
N= 74
%
Positif
35
47,3
Negatif
39
52,7
Total
74
100
Tabel 4. Distribusi Perilaku Murid,
Kondisi Sanitasi dan Kondisi
Ekonomi
Variabel
N
%
65
87.8
1. Perilaku Murid
Tabel 3. Distribusi Jenis Cacing pada
Kecacingan Positif
Mencuci tangan sebelum makan
Mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan tanpa sabun
6
8.1
Kadang-kadang
20
27
Tidak mencuci tangan
3
4.1
Tidak pernah
36
48.6
Sehat
32
43,2
Kurang Sehat
42
56,8
Mencuci tangan setelah bermain
Selalu
5
6.8
Kadang-kadang
29
39.2
2. Kondisi Sanitasi
Tidak pernah
40
54.1
Tempat BAB
Selalu
41
55.4
Kadang-kadang
13
17.6
Tidak pernah
20
27
Selalu
61
82.4
Kadang-kadang
13
17.6
Tidak pernah
0
0
Selalu
45
60.8
Kadang-kadang
5
6.8
Tidak pernah
24
32.4
Selalu
29
39.2
Kadang-kadang
39
52.7
Tidak pernah
6
8.1
Seminggu sekali
28
37.8
2 minggu sekali
14
18.9
> 2 minggu sekali
32
43.2
22
29.7
4
5.4
48
64.9
74
100
Kadang-kadang
0
0
Tidak pernah
0
0
Menghisap jari
Mencuci tangan setelah BAB
Memasukkan mainan kedalam mulut
Memotong kuku
Frekuensi memotong kuku
Membersihkan kuku
Selalu
Kadang-kadang
Tidak pernah
Menggunakan alas kaki ke
sekolah
Selalu
Menggunakan alas kaki saat bermain
Selalu
40
54.1
Kadang-kadang
31
41.9
Tidak pernah
3
4.1
Selalu
24
32.4
Kadang-kadang
17
23
Tidak pernah
33
44.6
18
24.3
Membersihkan alas kaki
Kebiasaan bermain di tanah
Selalu
70
WC
Diluar WC (kebun/ sungai/
4
pantai)
Berapa kali membersihkan tempat
BAB
94,6
5,4
Seminggu sekali
51
68,9
Tidak pernah
23
31,1
Tegel/keramik/kayu
62
83,8
Tanah
Lantai Kamar Mandi
Tegel/keramik/kayu
Tanah
Air yang Digunakan
12
16,2
62
12
83,8
16,2
PDAM
46
62,2
Sumur/ Sungai
28
37,8
Kualitas Air
Memenuhi syarat
47
63,5
Bersih
27
62
36,5
83,8
Kurang Bersih
12
16,2
Mampu
31
41,9
Kurang Mampu
43
58,1
Lantai Rumah
Tidak Memenuhi Syarat
3. Kondisi Ekonomi
Untuk mengetahui hubungan
perilaku murid, kondisi ekonomi dan
kondisi sanitasi lingkungan dengan
kejadian kecacingan maka dilakukan
analisis data dengan menggunakan uji
chi-square. Distribusi sampel menurut
perilaku murid, kondisi ekonomi dan
kondisi sanitasi lingkungan dengan
kejadian kecacingan dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Tabulasi Silang Distribusi
Perilaku Murid, Kondisi Ekonomi
dan
Kondisi
Sanitasi
dengan
Kecacingan
Kecacingan
P
Negatif
N
%
Perilaku Murid
Kurang Sehat 12
Sehat
27
Kondisi Ekonomi
Kurang
17
Mampu
Mampu
22
Kondisi Sanitasi
Kurang Bersih 6
Bersih
33
Positif
N
%
16,2
36,5
30
5
40,5
6,8
p=
0,008
23,0
26
35,1
29,7
9
12,2
p=
0,008
8,1
44,6
6
29
8,1
39,2
p=
0,838
Berdasarkan hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara perilaku murid dan kondisi
ekonomi dengan kejadian kecacingan
dengan nilai p < 0,05 (p= 0,000, p=
0,008) dan tidak terdapat hubungan
antara kondisi sanitasi lingkungan
dengan kejadian kecacingan dengan
nilai p > 0,05 (p= 0,838).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan
feses
,
didapatkaan
persentase
prevalensi kecacingan sebesar 47,3%,
hasil ini berdasarkan pemeriksaan feses
yang dilakukan pada 74 sampel murid
SD Inpres Pampang 2 Makasaar. Hasil
ini lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil survey yang dilakukan oleh
Depkes RI pada tahun 2008, dimana
prevalensi kecacingan sebesar 24,1%.5
Bila dibandingkan dengan target angka
Nasional infeksi kecacingan yaitu
KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI
CACING NEMATODA INTESTINAL (SOIL TRANSMITTED
HELMINTHIASIS) DI SD INPRES PAMPANG 2 MAKASSAR
The Relation Between Student’s Behavioral, Economic Situation and Environmental
Sanitation Situation with Intestinal Nematode Worms Infection (Soil Transmitted
Helminthiasis) In Primary School of Pampang 2 Makassar
A. SYAFAAT ZULKARNAIN SP1
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Makassar, Indonesia
Hp 085298120840, Email: ahmadsyafaat@med.unismuh.ac.id
Abstrak
Kecacingan merupakan penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah bagi
kesehatan masyarakat namun kurang mendapat perhatian (neglected diseases) paling sering
muncul terutama di daerah miskin dan di Negara berkembang yang memiliki kebersihan dan
sanitasi yang kurang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
perilaku murid, kondisi ekonomi dan kondisi sanitasi lingkungan dengan kejadian infeksi
cacing nematoda intestinal (soil-transmitted helminthiasis) pada SD Inpres Pampang 2
Makassar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode
potong lintang (cross sectional study), yang dilakukan di SD Inpres Pampang 2 Makassar
pada bulan Desember 2016- Februari 2017. Sampel pada penelitian ini berjumlah 74 anak
yang diambil melalui tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menujukkan dari 74 anak
didapatkan 35 anak (47,3%) yang mengalami kecacingan dengan jenis cacing yang paling
dominan adalah Ascaris lumbricoides (62,8%). Dari hasil analisis didapatkan hubungan
yang bermakna antara perilaku murid, kondisi ekonomi dengan kejadian kecacingan (nilai p
0,05; p=0,838).
Kata kunci: Kecacingan, perilaku murid, kondisi ekonomi, kondisi sanitasi lingkungan
Abstract
Worm infestation is disease-based environment that is still an issue for public health but less
attention (neglected diseases) most often appear in poor areas and in developing countries
that have hygiene and sanitation poorly. The research aims to know relation between
student’s behavioral, economic situation and environmental sanitation situation with
intestinal nematode worms infection (soil transmitted helminthiasis) in primary school of
Pampang 2 Makassar. This research is an observational analytic with cross sectional study
method, conducted in primary school of Pampang 2 Makassar in December 2016-February
2017. The samples on this research are 74 kids be taken through purposive sampling. The
result shows in 74 kids, be obtained 35 kids (47,3%) have worm infestation which the
dominant kind of worm infestation is Ascaris lumbricoides (62,8%). Analysis results obtained
that there is significant relation between student’s behavioral, economic situation with worm
infestation (p value 0,05; p=0,838).
Key words: Worm infestation, student’s behavioral, economic situation, environmental
sanitation situation
PENDAHULUAN
Kecacingan merupakan infeksi
kronik paling sering yang muncul
terutama di daerah miskin dan di
Negara berkembang yang memiliki
kebersihan dan sanitasi yang kurang
baik.1 Kecacingan yang paling umum
terjadi disebabkan oleh infestasi cacing
yang penyebarannya melalui tanah
(soil-transmitted
helminthes/STH).
Parasit yang termasuk dalam STH yaitu
Ascaris
lumbricoides,
Trichuris
trichiura, dan cacing tambang (Necator
americanus
dan
Ancylostoma
duodenale).2
Anak-anak
usia
sekolah
merupakan salah satu dari populasi
risiko tinggi atas infeksi parasit
intestinal. World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa lebih dari
270 juta anak-anak usia prasekolah dan
600 juta anak-anak usia sekolah hidup
di daerah dengan penyebaran intensif
parasit-parasit ini dan membutuhkan
terapi dan tindak pencegahan.4
Efek samping dari parasit
tersebut pada anak-anak beragam dan
mengkhawatirkan. Menurut Stephenson
et al, infeksi parasit usus memiliki efek
merugikan pada kelangsungan hidup,
nafsu makan, pertumbuhan dan
kebugaran fisik juga kehadiran sekolah
dan kinerja kognitif. Sedangkan
menurut Avhad, anak usia sekolah
menanggung beban besar dari infeksi
ini,
yang
berhubungan
dengan
malnutrisi, anemia, pertumbuhan dan
penundaan kognitif yang mana dapat
berdampak
negatif
terhadap
perkembangan fisik dan menurunnya
kualitas sumber daya manusia.3
Berdasarkan Ditjen PP-PL,
Depkes RI, kecacingan di Indonesia
pada tahun 2008 terjadi penurunan
prevalensi yang awalnya 32,6% pada
tahun 2006 menjadi 24,1%.5 Walaupun
terjadi penurunan, tetapi prevalensi
diatas masih relatif tinggi terutama pada
penduduk yang kurang mampu dari segi
ekonomi. Hasil studi Tasbih, dkk di
SDN Cambaya Kecamatan Ujung
Tanah Kota Makassar tahun 2014,
didapatkan 60 responden (57,7%)
positif kecacingan dengan jenis cacing
Ascaris lumbricoides sebanyak 51,9%,
sedangkan Trichuris trichiura 36,5%.
Diantara sejumlah responden yang
positif, terdapat 30,7% responden yang
mengalami infestasi ganda dengan dua
jenis
cacing
berbeda
(Ascaris
lumbricoides dan Trichuris trichiura).6
Tingginya angka kecacingan
tersebut terutama pada usia anak
prasekolah dikarenakan rendahnya
tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup
bersih sehat) seperti kebersihan kuku,
kebiasaan cuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air besar, perilaku
jajan di sembarang tempat yang
kebersihannya tidak dapat dikontrol,
dan perilaku BAB tidak di WC yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran
tanah dan lingkungan dengan feses
yang mengandung telur cacing.7
Pampang merupakan salah satu
daerah
wilayah
kecamatan
Panakkukang.
Pemukiman
penduduknya telihat cukup padat dan
kumuh, dibeberapa tempat masih
didapatkan anak-anak yang berenang
dikanal. Berdasarkan angka kecacingan
pada salah satu Sekolah Dasar di
Makassar dan keadaan sekitar sekolah
SDI Pampang 2 Makassar, maka
peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian terkait kasus kecacingan pada
sekolah ini. Juga dalam rangka
meningkatkan
upaya
pencegahan
kecacingan yang efektif sesuai dengan
Kibajakan
Program
Pengendalian
Penyakit Cacingan di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian observasional analitik dengan
metode potong lintang (cross sectional
study). Penelitian dilakukan di SD
Inpres Pampang 2 Makassar pada bulan
Desember 2016- Februari 2017. Sampel
pada penelitian ini adalah anak SD
kelas satu, dua dan tiga. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik metode Purposive Sampling atau
pengambilan
sampel
berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan
teknik pengambilan sampel yang
digunakan, maka dibentuk kriteria
inklusi maupun eksklusi. Berdasarkan
hasil perhitungan sampel, diperoleh
minimal 66 sampel yang dibutuhkan.
Untuk mengantisipasi terjadinya drop
out maka jumlah sampel ditambahkan
menjadi 200 sampel.
Adapun kriteria inklusi, yaitu:
1. Murid kelas 1-3 SD Inpres
Pampang 2 Makassar
2. Dapat berkomunikasi dengan baik
3. Murid bersedia menjadi objek
penelitian
4. Mendapat izin dari orang tua
Adapun Kriteria eksklusi, yaitu:
1. Tidak bersedia menjadi objek
penelitian
2. Tidak mengembalikan pot
3. Murid yang telah mengkonsumsi
obat anti cacing dalam 6 bulan
terakhir
4. Murid yang berhalangan hadir
Cara pengumpulan data dengan
melakukan wawancara terlebih dahulu
dengan murid didampingi oleh orang
tuanya terhadap perilaku murid
sehubungan dengan risiko terkena
kecacingan dan sanitasi lingkungan
rumah. Perilaku murid berkaitan
dengan penyakit kecacingan diukur
dengan melihat jawaban mengenai
kebiasaan mencuci tangan, menghisap
jari, memasukkan mainan ke mulut,
memotong kuku, membersihkan kuku,
menggunakan alas kaki ke sekolah
maupun bermain, membersihkan alas
kaki, bermain di tanah dan diukur
melalui
skoring
kemudian
dikategorikan menjadi perilaku sehat
dan perilaku cukup sehat. Kondisi
sanitasi lingkungan diukur dengan
menggunakan jawaban dari beberapa
pertanyaan yaitu, tempat buang air di
rumah, lantai rumah, lantai kamar
mandi, air yan digunakan sehari-hari
dan kualitas fisik air dirumah,
kemudian di ukur melalui skoring.
Kondisi
sanitasi
lingkungan
dikategorikan menjadi kondisi sanitasi
yang bersih dan cukup bersih. Kondisi
ekonomi dikategorikan menjadi kondisi
ekonomi mampu dan cukup mampu
dengan melihat gaji yang dihasilkan
oleh kedua orang tua apakah lebih atau
kurang dari UMR.
Setelah dilakukan wawancara,
kepada siswa yang terpilih dibagikan
wadah plastik dengan penutup yang
telah diberikan formalin 10% dan
sendok kecil untuk mengambil feses
yang sebelumnya telah diberikan
penjelasan cara mengambil feses.
Pemeriksaan feses dilakukan di
laboratorium RSUD Haji Makassar
Provinsi
Sulawesi
Selatan
menggunakan metode Kato-Katz.
Data yang didapatkan akan di
analisis dengan uji Chi-square dengan
menggunakan aplikasi SPSS version
23.0.
HASIL
Dari proses pengumpulan data
diperoleh 200 murid yang memenuhi
kriteria, namun yang mengembalikan
pot feses hanya 74.
Dari 74 responden, jangkauan
umur yang ada mulai dari 6 tahun
sampai 9 tahun dimana umur 7 tahun
memiliki jumlah terbanyak sebesar
59,5% sedangkan umur 6 tahun dengan
jumlah
terkecil
sebesar
5,4%.
Sedangkan untuk jenis kelamin maupun
kelas, antara laki-laki dan perempuan
tidak ada perbedaan jumlah yang
signifikan, begitupun dengan distribusi
kelas responden. Hasil distribusi
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik
Murid berdasarkan umur, kelas, dan
jenis kelamin
Umur
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
Total
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Total
Kelas
I
II
III
Total
N= 74
%
4
44
19
7
74
5.4
59.5
25.7
9.5
100
39
35
74
26
24
24
74
52.7
47.3
100
35.1
32.4
32.4
100
1. Pemeriksaan feses
Dari hasil pemeriksaan feses
didapatkan informasi bahwa dari 74
responden yang terkumpul terdapat 35
yang positif kecacingan (47,3%). Hasil
pemeriksaan tinja pada anak SD Inpres
Pampang 2 Makassar dapat dilihat pada
tabel 2.
Dari 35 responden yang positif, jenis
cacing
yang
paling
dominan
menginfeksi
adalah
Ascaris
lumbricoides (62,8%) dan ada sebagian
yang campuran. Jenis-jenis cacing yang
menginfeksi responden dapat dilihat
pada tabel 3.
2. Perilaku murid, kondisi sanitasi
lingkungan, kondisi ekonomi
Hasil distribusi perilaku murid,
kondisi sanitasi dan kondisi ekonomi
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 2. Distribusi
Responden
Jenis Cacing
N= 35
%
Ascaris lumbricoides
Trichuris trichiura
Hook Worm
Campuran
22
0
3
10
62,8
0
8,,6
28,6
Total
35
100
Hasil wawancara dengan muridmurid SD Inpres Pampang 2 Makassar
tentang perilaku mereka berkaitan
dengan resiko terjangkit penyakit
kecacingan menunjukkan masih lebih
dari 50% responden memiliki perilaku
kurang sehat dan selebihnya sudah
memiliki perilaku yang sehat.
Sesuai dengan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner
menujukkan
semua
murid
menggunakan alas kaki kesekolah,
hampir semua murid mencuci tangan
baik sebelum makan maupun setelah
buang air besar menggunakan sabun.
Lebih dari setengah responden yang
selalu menghidap jari, memasukkan
mainan ke dalam mulut, menggunakan
alas kaki saat bermain. Dan lebih dari
setengah
yang
tidak
pernah
membersihkan kukunya.
Hasil
wawancara
tentang
sanitasi lingkungan di rumah responden
menunjukkan bahwa sudah lebih dari
80% responden telah memiliki sanitasi
yang bersih dengan jumlah responden
pada masing-masing poin pertanyaan
seperti BAB di WC , membersihkan
WC sekali seminggu, lantai rumah
maupun
kamar
mandi
dari
tegel/keramik/
kayu, air yang
digunakan dari PDAM dan kualitas air
yang memenuhi syarat lebih dari 50%.
Kecacingan
Kecacingan
N= 74
%
Positif
35
47,3
Negatif
39
52,7
Total
74
100
Tabel 4. Distribusi Perilaku Murid,
Kondisi Sanitasi dan Kondisi
Ekonomi
Variabel
N
%
65
87.8
1. Perilaku Murid
Tabel 3. Distribusi Jenis Cacing pada
Kecacingan Positif
Mencuci tangan sebelum makan
Mencuci tangan dengan sabun
Mencuci tangan tanpa sabun
6
8.1
Kadang-kadang
20
27
Tidak mencuci tangan
3
4.1
Tidak pernah
36
48.6
Sehat
32
43,2
Kurang Sehat
42
56,8
Mencuci tangan setelah bermain
Selalu
5
6.8
Kadang-kadang
29
39.2
2. Kondisi Sanitasi
Tidak pernah
40
54.1
Tempat BAB
Selalu
41
55.4
Kadang-kadang
13
17.6
Tidak pernah
20
27
Selalu
61
82.4
Kadang-kadang
13
17.6
Tidak pernah
0
0
Selalu
45
60.8
Kadang-kadang
5
6.8
Tidak pernah
24
32.4
Selalu
29
39.2
Kadang-kadang
39
52.7
Tidak pernah
6
8.1
Seminggu sekali
28
37.8
2 minggu sekali
14
18.9
> 2 minggu sekali
32
43.2
22
29.7
4
5.4
48
64.9
74
100
Kadang-kadang
0
0
Tidak pernah
0
0
Menghisap jari
Mencuci tangan setelah BAB
Memasukkan mainan kedalam mulut
Memotong kuku
Frekuensi memotong kuku
Membersihkan kuku
Selalu
Kadang-kadang
Tidak pernah
Menggunakan alas kaki ke
sekolah
Selalu
Menggunakan alas kaki saat bermain
Selalu
40
54.1
Kadang-kadang
31
41.9
Tidak pernah
3
4.1
Selalu
24
32.4
Kadang-kadang
17
23
Tidak pernah
33
44.6
18
24.3
Membersihkan alas kaki
Kebiasaan bermain di tanah
Selalu
70
WC
Diluar WC (kebun/ sungai/
4
pantai)
Berapa kali membersihkan tempat
BAB
94,6
5,4
Seminggu sekali
51
68,9
Tidak pernah
23
31,1
Tegel/keramik/kayu
62
83,8
Tanah
Lantai Kamar Mandi
Tegel/keramik/kayu
Tanah
Air yang Digunakan
12
16,2
62
12
83,8
16,2
PDAM
46
62,2
Sumur/ Sungai
28
37,8
Kualitas Air
Memenuhi syarat
47
63,5
Bersih
27
62
36,5
83,8
Kurang Bersih
12
16,2
Mampu
31
41,9
Kurang Mampu
43
58,1
Lantai Rumah
Tidak Memenuhi Syarat
3. Kondisi Ekonomi
Untuk mengetahui hubungan
perilaku murid, kondisi ekonomi dan
kondisi sanitasi lingkungan dengan
kejadian kecacingan maka dilakukan
analisis data dengan menggunakan uji
chi-square. Distribusi sampel menurut
perilaku murid, kondisi ekonomi dan
kondisi sanitasi lingkungan dengan
kejadian kecacingan dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Tabulasi Silang Distribusi
Perilaku Murid, Kondisi Ekonomi
dan
Kondisi
Sanitasi
dengan
Kecacingan
Kecacingan
P
Negatif
N
%
Perilaku Murid
Kurang Sehat 12
Sehat
27
Kondisi Ekonomi
Kurang
17
Mampu
Mampu
22
Kondisi Sanitasi
Kurang Bersih 6
Bersih
33
Positif
N
%
16,2
36,5
30
5
40,5
6,8
p=
0,008
23,0
26
35,1
29,7
9
12,2
p=
0,008
8,1
44,6
6
29
8,1
39,2
p=
0,838
Berdasarkan hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara perilaku murid dan kondisi
ekonomi dengan kejadian kecacingan
dengan nilai p < 0,05 (p= 0,000, p=
0,008) dan tidak terdapat hubungan
antara kondisi sanitasi lingkungan
dengan kejadian kecacingan dengan
nilai p > 0,05 (p= 0,838).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan
feses
,
didapatkaan
persentase
prevalensi kecacingan sebesar 47,3%,
hasil ini berdasarkan pemeriksaan feses
yang dilakukan pada 74 sampel murid
SD Inpres Pampang 2 Makasaar. Hasil
ini lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil survey yang dilakukan oleh
Depkes RI pada tahun 2008, dimana
prevalensi kecacingan sebesar 24,1%.5
Bila dibandingkan dengan target angka
Nasional infeksi kecacingan yaitu