PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PERAN

PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PERAN AKTIF
GURU PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA
SEBAGAI MODEL PERAN
Sapto Adi
Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Malang
e-mail: sapto.adi.fik@um.ac.id
Abstract
The central role of physical education teachers and sports as the main actors in the learning interactions, providing flexibility in displaying positive role for students that will affect the character and good behavior of students. The protrusion of the se roles can be done when the teacher was doing the learning inside and outside the classroom. Note that each perform teacher learning is already preparing the material well and conveyed with interactive language by seeing that students are part
of a generation of future success or lack of success is the responsibility of adults as agents of change. The superior quality of
the teacher as an adult would have a direct impact on the character of a strong positive for the students. Therefore, the role
model of physical education teachers and sports quality and superior in terms of knowledge, attitude / character, and actions
required to continue to level continuously over time.
Keywords: character, active participation, physical education teachers and sports, role models
Abstrak
peran sentral guru pendidikan jasmani dan olahraga sebagai pelaku utama interaksi dalam pembelajaran, memberikan keleluasan dalam menampilkan peran positif bagi siswa yang akan berpengaruh terhadap karakter dan perilaku baik siswa. Penonjolan peran ini dapat dilakukan ketika guru sedang dalam melakukan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. De ngan catatan bahwa setiap melakukan pembelajaran guru sudah mempersiapkan materi dengan baik dan di sampaikan dengan bahasa yang interaktif dengan melihat bahwa siswa adalah bagian dari generasi masa depan yang keberhasilan atau
ketidak berhasilan merupakan tanggung jawab orang dewasa sebagai agen perubahan. Kualitas unggul guru sebagai orang
dewasa akan berdampak langsung terhadap karakter positif yang kuat bagi siswa. Oleh sebab itu model peran guru pendidikan jasmani dan olahraga yang berkualitas dan unggul dari aspek pengetahuan, sikap/karakter, dan tindakan dituntut terus ditingkat terus menerus sepanjang waktu.
Kata kunci: karakter, peran aktif, guru pendidikan jasmani, model peran

PENDAHULUAN

Masalah karakter dan moralitas siswa selalu
menjadi suatu persoalan dan perdebatan penting di
bidang pendidikan. Ini mungkin akibat dari kenyataan bahwa pendidikan di Indonesia ada kecenderungan menekankan pada perkembangan intelektual
saja, sedangkan aspek lain, seperti kepribadian, faktor afektif, dan kebajikan moral, dan keterampilan
menerima lebih sedikit perhatian. Hal ini, semakin
di dukung dengan adanya ujian tulis nasional yang
berorientasi pada aspek pengetahuan. Sekolah dan
guru benar-benar memainkan peran penting dan
memiliki tanggung jawab untuk siswa belajar, baik
dalam aspek kognitif, afektif, dan keterampilan.
Dengan kata lain, peningkatan dan penekanan pada
aspek kognitif seperti penguasaan dalam membaca,
bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk masuk
dunia global harus seimbang terhadap peningkatan
afektif dan keterampilan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir argumen telah
dibuat untuk reorientasi tujuan pendidikan untuk
memprioritaskan tidak hanya belajar akademik,
tetapi juga emosional, sosial, dan kompetensi etika.


Perkembangan emosional pada anak-anak dan remaja juga menarik perhatian dalam komunitas pendidikan (Lu, C., & Buchanan, A., 2014). Bung
Karno pernah mengatakan, “Bangsa ini harus
dibangun dengan mendahulukan pembangunan
karakter (character building) karena character
building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan,
maka bangsa Indonesia akan menja- di bangsa kuli”
(Noverino, R., 2012).
Dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menye- butkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkem- bangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam undang-undang ini jelas tersurat bahwa pendidikan

1


nasional berkeinginan untuk membentuk karakter
bangsa agar lebih beradab dan bermartabat. Artinya dari undang-undang ini jelas tidak hanya bertujuan pada peningkatan ilmu, namun juga menekankan karakter yang positif.
PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti
karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; Watak; Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas ialah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sedangkan berkarakter ialah berkepribadian, berpe- rilaku, berwatak, bertabiat, bersifat dan berbudi
pekerti. Menurut David Elkind & Freddy Sweet
(dalam Retno, S., 2011) pendidikan karakter adalah
segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini
mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal
terkait lainnya. Sedangkan menurut Rohmansyah,
N. A. (2016) Pendidikan karakter pada
intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa

kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Menurut Power, F. C., & Khmelkov, V. T.
(1998) karakter mengacu pada dimensi khusus moral diri. Pembentukan karakter melibatkan proses
evaluasi diri di mana individu memban- dingkan
deskripsi mereka sendiri. Sedangkan menurut Ryan,
K., & Bohlin, K. E., (1999) memba- ngun karakter
di Sekolah jelas tanggung jawab orang dewasa dan
siswa dalam pemodelan dan memelihara karakter
serta menetapkan pedoman praktis bagi sekolah
yang ingin menjadi komunitas kebajikan di mana
tanggung jawab, kerja keras, kejujuran, dan kebaikan dimodelkan, diajarkan, diharapkan, dirayakan,
dan terus berlatih.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karaker berhubungan dengan kepribadian, watak. Sedangkan pendidikan karakter merupakan usaha untuk membantu membentuk karakter baik yang diharapkan. Guru dan sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan
karakter baik yang dikehendaki.
TUJUAN, FUNGSI, DAN NILAI PENDIDIKAN
KARAKTER
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa
yaitu Pancasila, meliputi: (1) mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia


berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik;
(2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila;
(3) mengembangkan potensi warganegara agar
memi- liki sikap percaya diri, bangga pada bangsa
dan negaranya serta mencintai umat manusia.
Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2)
membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap
pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara
yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu
hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni (Kemendiknas, 2011).
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan
pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8)
demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai
prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta
damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab (Kemendiknas, 2011).
Sebenarnya, masih ada beberapa karakter- karakter posisif yang dapat dikembangkan agar siswa

menjadi lebih unggul dan siap berkompetisi. Karakter tersebut antara lain: (1) tidak mudah menyerah,
(2) percaya diri,(3) memiliki keberanian, (4) rendah
hati, dan sebagainya. Perilaku seseorang yang
berkarakter pada hakekatnya merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang men- cakup
seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas
sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masya- rakat) dan
berlangsung sepanjang hayat (http://fisip.ilearn.unand.ac.id/).
TEMUAN-TEMUAN PENELITIAN BERHUBUNGAN DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Menurut Lumpkin, A. (2008) berdasarkan survei nasional berjudul The Ethics of America Youth,
menemukan bahwa 82% siswa telah berbohong kepada orang tua dan 62% telah berbohong kepada
guru tentang sesuatu yang signifikan, 33% telah
menjiplak dokumen dari internet, dan 23% mencuri
dari orang tua atau kerabat yang lain. Pada survei
yang sama, 98% mengatakan bahwa menjadi orang
yang berkarakter baik adalah penting bagi mereka.
Sedangkan menurut hasil penelitian Mathison, C.
(1999) yang berkaitan pendapat/sikap terhadap pendidikan karakter, 150 guru dari empat wilayah metropolitan besar di Amerika Serikat dan 137 maha-

siswa calon guru dari San Diego State University

School of Education menunjukkan bahwa, pendidikan karak- ter penting, mereka berbeda pendapat
tentang apa pendidikan karakter dan bagaimana harus diajar- kan.
Penelitian Suldo, S. M., dkk., (2012) menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan
karakter secara sosio kultural terinspirasi multikomponen dapat memiliki efek positif pada iklim
sekolah, perilaku murid, dan moral staf. Menurut
Kamaruddin, S. A. (2016) dalam lingkungan pendidikan, diperlukan program pendidikan karakter,
baik secara formal maupun informal. Ini dimaksudkan sebagai salah satu ide yang mendukung untuk
tindak lanjut dalam bentuk desain kegiatan. Pen- didikan karakter pada dasarnya harus mengacu pada
visi dan misi lembaga yang bersangkutan.
Menurut Lopes, J., dkk., (2013) sekolah memiliki banyak pengaruh pada perkembangan anakanak di luar dunia akademis. Mengingat aksesibilitas ini untuk anak-anak, sekolah memiliki kesempatan untuk membantu anak-anak mengem- bangkan karakter positif. Setiap komunitas di sekolah
harus menentukan peran dan konten apa yang akan
akan disampaikan melalui program pendidikan karakter. Hasil penelitian Cosentino, A. C., & Solano,
A. C. (2012) secara umum memper- lihatkan bahwa siswa militer memiliki kekuatan karakter spiritualitas lebih tinggi daripada siswa sipil. Secara
khusus, taruna dengan tingkat yang lebih tinggi
(prestasi akademik) memiliki kekuatan karakter
ketekunan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
taruna berkinerja rendah pada tahun yang sama
studi.
Menurut Parker, D. C., dkk., (2010) hasil penelitian menunjukkan hubungan yang lemah antara
ukuran kelas, persentase siswa penerima bantuan

(makan siang gratis), dan masalah perilaku dalam
sekolah pendidikan karakter daripada di sekolah
kontrol dan bahwa program pendidikan karakter dapat memiliki pengaruh kuat di sekolah dengan persentase siswa penerima bantuan (makan siang gratis). Selain itu Jones, C. (2005) berpen- dapat potensi pelajaran pendidikan jasmani, dan guru pendidikan jasmani berkontribusi pada budidaya karakter
moral, kebiasaan baik dan pemain yang layak, dapat dievaluasi lebih hati-hati.
PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI DAN OLAHRAGA
Bagaimana dengan olahraga, apakah olahraga
membangun karakter? Olahraga dapat melakukan
hal besar yang baik seperti membangun tubuh,
membuat tubuh akan lebih tahan dan kuat, memberi
kepercayaan diri, menumbuhkan keberanian. Tetapi
pada saat yang sama, pemain olahraga sering
melakukan tindakan brutal, mereka menjadi lebih
agresif, dan ganas.

Penelitian dalam pengembangan karakter
olahraga telah menyarankan bahwa olahraga dapat
membangun karakter, tetapi hanya jika pelatih dan
administrator olahraga menerapkan strategi khusus
untuk melakukannya. Sementara pengembangan

karakter bukan merupakan konsekuensi yang
melekat pada partisipasi olahraga, ada bukti yang
cukup bahwa dengan upaya yang disengaja, oleh
pelatih dan orang dewasa lainnya, lingkungan yang
mendorong pengembangan karakter pada atlet
muda dapat dibuat. Dengan menantang atlet untuk
menjadi kekuatan positif pada tim, pelatih dapat
membantu atlet untuk mengembangkan karakter
yang baik termasuk nilai-nilai etika seperti rasa hormat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, dan kasih
sayang. Dengan perkembangan nilai-nilai ini, budaya yang tampaknya negatif seputar lingkungan
olahraga dapat diubah, sehingga memperoleh pengalaman yang lebih positif bagi semua yang terlibat
(Gaines, S. A., 2012).
Menurut Rudd, A., (2005) ada dua jenis yang
berbeda dari karakter yang dianut dalam lingkungan olahraga yaitu nilai-nilai sosial (karakter sosial) dan nilai-nilai moral (karakter moral). Setelah
penjelasan dan perbandingan jenis karakter,
rekomendasi dibuat untuk penekanan diperlukan
terhadap pengembangan karakter moral. Sedangkan
menurut Solomon, G., (1997) pengembangan karakter dalam pendidikan jasmani menunjukkan
bahwa konteks kegiatan fisik yang terorganisir dengan baik berdampak pada pertumbuhan moral
yang positif. Oleh karena itu, pendidik jasmani

memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk
menciptakan situasi yang akan meningkatkan
pengembangan karakter anak. Menurut Wang, X.,
& Sugiyama, Y. (2014) Penelitian ini menguji pengaruh program pendidikan jasmani baru yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial (persahabatan, pengendalian diri, membuka diri, dan
adaptasi) bagi mahasiswa baru. Hasil analisis dua
faktor varians menunjukkan efek interaksi yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol.
Penelitian bertujuan untuk menentukan
apakah empat indikator fungsi moral dalam pendidikan jasmani (pertimbangan moral, alasan moral,
niat moral, dan perilaku prososial) memperkirakan
konsepsi diri dari perilaku yang dirasakan. Peserta
204 laki-laki (n = 87) dan perempuan (n = 117)
siswa pendidikan jasmani di kelas empat, lima, dan
enam. Untuk siswa laki-laki, empat indikator fungsi
moral yang ditemukan untuk menjadi sangat terkait.
Untuk siswa perempuan, analisis regresi berganda
standar mengungkapkan bahwa indikator fungsi
moral yang menyumbang 21% dari varians dalam
perilaku yang dirasakan (Ebbeck, V., & Gibbons, S.
L., 2003). Dalam rang- ka meningkatkan kualitas
hidup mahasiswa melalui pendidikan jasmani dan

olahraga, kita harus lebih memperhatikan, dan
membimbing dan memantau pelatihan fisik pada

waktu luang mereka, dan menangani masalahmasalah yang timbul. Ini sangat berharga bagi pengembangan kemampuan dan karakter mahasiswa
(Feng, Z. H. E. N. G. , 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mengungguli kelompok kontrol
dalam hal bereaksi terhadap masalah, baik masalah
yang terkait olahraga atau masalah yang terkait kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan humanistik untuk pengajaran pendidikan jasmani dapat menghasilkan
siswa yang dapat bereaksi secara bijaksana dalam
menghadapai masalah. Partisipasi dalam kegiatan
pendidikan jasmani menyediakan siswa dengan
salah satu saluran yang benar-benar alami untuk
penyesuaian perilaku sosial. Program pendidikan
jasmani, ketika terorganisir dan mengajar dengan
baik, dapat memberikan kontribusi yang luar biasa
untuk proses sosialisasi dalam kurikulum sekolah
(Salamuddin, N., & Harun, M. T., 2011).
Kurikulum memiliki kewajiban memberikan
kontribusi bagi perkembangan sosial dan moral
anak muda. para peneliti di lapangan menunjukkan
guru pendidikan jasmani dan olahraga memiliki
peran penting dalam mencapai tujuan ini. Saat ini,
terlalu sedikit informasi tentang cara di mana guru
pendidikan jasmani dan olahraga menyadari tanggung jawab mereka dalam pembangunan sosial dan
moral siswa melalui disiplin yang mereka ajarkan.
Ada juga informasi yang cukup dari cara mereka
memahami dan menerapkan tujuan pendidikan
moral (Rus, C. M., & Radu, L. E. (2014).
Para pendukung partisipasi olahraga percaya
bahwa olahraga memberikan konteks yang tepat
untuk belajar keterampilan sosial seperti kerja sama
dan pengembangan perilaku prososial (Weiss,
Smith, & Stuntz, 2008). Studi ini mengandalkan
strategi seperti model pembelajaran, penguatan
langsung, menciptakan iklim motivasi, penguasaan,
dan mentransfer kewenangan dari pendidik kepada
anak untuk meningkatkan perkembangan moral
mereka. Model tanggung jawab pribadi dan sosial
Hellison yang menggunakan banyak strategi pembelajaran yang sama, sambil memberikan model
lima tingkat ditunjukkan untuk meningkatkan perkembangan moral. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan karakter harus dipupuk melalui pendidikan jasmani dengan menggunakan model lima
tingkat Hellison tentang tanggung jawab pribadi
dan social (Destani, F., dkk., 2014).
Sedangkan salah alah satu Ajaran dari Ki
Hajar Dewantara yang sangat populer adalah
“Seorang pemimpin harus memiliki tiga sifat

seperti: 1) Ing Ngarsa sung Tuladha ; ing(di),
Ngarsa (depan), sung (jadi), Tuladha (contoh/
panutan) makna: Di Depan menjadi Contoh atau
Panutan, 2) Ing Madya Mangun Karsa ; ing (di),
Madya (tengah), mangun (berbuat), Karsa
(penjalar) makna: Di tengah Berbuat Keseimbangan
atau Penjalaran, 3) Tut Wuri Handayani ; Tut (di),
Wuri (berbuat/mengelola), Handayani(Dorongan)
makna: Di Belakang membuat Dorongan atau
Mendorong
Dari ajaran, tersebut dapat disarikan bahwa
sebagai seorang guru, seyogjanya dapat membe- rikan contoh atau teladan. Dapat dimaknai sebelum
memberikan contoh maka guru harus memiliki
kompetensi yang baik. Ketika di tengah menggugah
semangat siswa, agar dalam pembelajaran tercipta
situasi yang nyaman untuk belajar. Sedangkan saat
di belakang, guru benar-benar mampu mendorong
moral siswa, agar tumbuh semangat dalam belajar.
PERAN GURU PENDIDIKAN JASMANI DAN
OLAHRAGA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER SISWA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia peran
diartikan perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Tingkah inilah yang akan dapat memberikan dampak pada pembentukan karakter siswa. Pe- modelan
pean inilah yang harus menjadi penekanan bahwa
secara eksplisit bahwa guru pendidikan jasmani dan
olahraga berperan secara langsung terhadap pembentukan karakter positif siswa. Hal ini, juga terdapat dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga kurikulum 2013.
Dalam artikel ini, penulis akan banyak memberikan berbagai ilustrasi praktis ketika pembelajaran pendidikan jasmani sedang berlang- sung. Catatan-catatan penting bahwa pelajaran pendidikan
jasmani dan olahraga dapat diper- gunakan sebagai
pembentuk karakter positif adalah jika guru benarbenar secara sadar bahwa pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dipahami sebagai media/alat untuk mendidik sikap dan keterampilan. Di dalam
komponen sikap inilah, watak/ kepribadian siswa
dapat dengan sengaja dibentuk oleh guru sebagai
orang dewasa yang berperan penting dan pembelajaran.
Dalam uraian Tabel 1 di bawah ini, penulis
memberikan dua ilustrasi secara eksplisit bagaimana peran guru pendidikan jasmani dan olahraga
itu benar-benar secara eksplisit membangun karakter positif siswa.

Tabel 1. Pembentukan Karakter Secara Eksplisit dalam Aktivitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga.

Materi pembelajaran

Sikap/kepribadian

Permainan
tradisional gobak sodor

Kerjasama dan
saling membantu

Permainan
bolavoli

Peran guru pendidikan jasmani
dan olahraga
Manajemen kelas dalam mempersiapan sarana/lapangan

Kejujuran

Sebagai wasit
saat permainan
berlangsung

Sikap adil

Sebagai manajer

Kerja keras
dan menghargai prestasi,
toleransi, jujur

Sebagai wasit

Penjelasan
Guru bertindak secara langsung dalam
memberikan instruksi kepada seluruh siswa
di kelas untuk bersama-sama membuat lapangan gobak sodor. Pembagian peran oleh
guru sudah dapat dilaksanakan. Ada sebagian siswa membuat lapangan dengan mempersiapkan alat ukur lapangan, sebagian siswa, mempersiapkan cat untuk membuat garis permanen, sebagian siswa mempersiapkan tali rafia sebagai patokan membuat garis lurus saat dilakukan pembuatan garis.
Saat kerjsama membuat lapangan ini, sekaligus guru memperhatikan semua siswa, seandainya ada siswa yang kesulitan dan perlu
dibantu oleh siswa lain. Saat itu juga guru
dapat secara langsung meminta tolong siswa
lain agar dapat segera membantunya.
Guru bertindak sebagai wasit untuk memastikan bahwa para siswa yang sedang bermain gobak sodor, benar-benar dapat menerapkan kejujuran itu. Sebagian siswa memiliki
keinginan untuk menang sangat tinggi. Keinginan ini, dapat menimbulkan konsekuensi
siswa berbuat tidak jujur sangat tinggi. Contoh, jika siswa bertindak sebagai pemain
yang sedang berjaga. Saat berjaga, siswa harus selalu mengikuti garis dalam permainan
itu, jika ingin “mematikan” lawan dengan
cara menyentuk sebagaian anggota badan.
Dia tidak boleh menyentuh pemain lawan
tanpa menginjak garis. Kalau ini terjadi
maka guru sebagai wasit harus segera bertindak langsung untuk memutuskan bahwa
tindakan siswa itu tidak sah dan harus dibatalkan karena dia tidak mengikuti aturan
permaian. Saat itu juga guru harus menjelaskan bahwa tindakannya masih salah karena
dia tidak mengikuti aturan secara benar.
Ketika pembelajaran pada tahap bertanding
bolavoli antar kelompok. Sebagai manajer
guru harus membagi kelompok secara adil
dan merata dari tingkat kemampuan siswa.
Hal ini harus dilakukan agar tidak menimbulkan kecemburuan siswa terhadap kelompok lain. Dan ini lakukan untuk semua siswa secara merata dan adil tanpa membedakan jenis kelamin.
Berperan sebagai wasit saat pertandingan
antar kelompok, adalah wujud peran guru
membiasakan siswa untuk membentuk sikap
dan perilaku berkompetisi secara sehat. Sehingga kebiasaan menang dan kalah adalah
bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak
harus disikapi secara berlebihan. Hal ini

guru sudah berperan untuk membiasakan
menghargai prestasi. Ketika ada siswa yang
kelihatan tidak bergairah dalam bermain,
maka guru harus segera mengingatkan siswa
untuk berusaha bekerja keras untuk memperoleh kemenangan. Disisi lain, saat memiliki keinginan kuat untuk menang, dapat
memunculkan sikap kurang menghargai teman tim yang kurang memiliki ketrampilan
yang baik untuk bermain. Bisa saja siswa
yang pintar akan “mengecilkan” dengan
cara mengolok-olok atau membodohkan dengan kata-kata yang tidak santun. Peran
guru, harus segera mengingatkan secara verbal bahwa tindakan siswa yang seperti itu tidak benar dan kalau perlu guru mengingatkan secara khusus siswa yang seperti itu.
Sebagai wasit guru juga harus menunjukan
keputusan yang obyektif

KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa peran guru pendidikan jasmani dan
olahraga secara eksplisit benar-benar dapat
membangun karakter, dengan kesadaran
penuh bahwa aktivitas jasmani dan olahraga sebagai alat untuk mendidik dan membentuk karakter positif. Kesadaran saat
pembelajaran ini harus benar diperha- tikan dari awal oleh guru agar pencapaian
tujuan pembentukan karakter dapat dicapai
dengan baik. Bagaimanapun juga, bahwa

aktivitas gerak dan olahraga pada dasarnya
belum memberi makna apa-apa, tanpa guru
yang memberi makna. Sebagai guru pendidikan jasmani dan olahraga harus memanfaat aktivitas jasmani dan olahraga sebagai
media/alat yang baik untuk dipergunakan
sebagai pembangun kepriba- dian, watak
dan sifat yang baik dan unggul dalam menciptakan sumber daya manusia yang siap
berkompetisi dalam tataran goblal.

DAFTAR PUSTAKA
1.

1.

2.

3.

Cosentino, A. C., & Solano, A. C. Character
strengths: A study of Argentinean soldiers. The Spanish journal of psychology, 15(01), 199- 215, (2012).
Destani, F., Hannon, J. C., Podlog, L., &
Brusseau, T. A. Promoting Character Development through Teaching Wrestling in
Physical Education. Journal of Physical Education, Recreation and Dance, 85(5), 23-29,
(2014).
Ebbeck, V., & Gibbons, S. L. Explaining the
self-conception of per- ceived conduct using
indicators of moral functioning in physical
education. Research Quarterly for Exercise
and Sport, 74(3), 284-91, (2003).
Feng, Z. H. E. N. G. The Relationship between Leisure Physical Education and Col-

4.
5.
6.
7.

lege Students' Character Traits. Journal of
Bijie University, 3, 028, (2007).
Gaines, S. A. Theory into practice: Developing individual and team character in
sport. Strategies, 25(8), 30-33, (2012).
http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/87
9/mod_resource/content/1/Desain-Induk-Pendidikan-Karakter-Kemdiknas.pdf
Jones, C. Character, virtue and physical education. European Physical Education Review, 11(2), 139-151, (2005).
Kamaruddin, S. A. Mahasiswa dan Perilaku
Berkarakter: Studi Sosiologis terhadap
Pendidikan Karakter di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UVRI Makassar,
Sulawesi
Selatan.
SOSIOHUMANIKA, 7(1), (2016).

8.
9.
10.

11.

12.
13.
14.

15.

16.

17.

18.
19.

20.
21.

22.

Kemendiknas, R. I. Pedoman Pendidikan
Karakter Bagi Anak Usia Dini, (2011).
Lopes, J., Oliveira, C., Reed, L., & Gable, R.
A. Character education in Portugal. Childhood Education, 89, (2013).
Lu, C., & Buchanan, A. Developing students'
EMOTIONAL WELL-BEING in physical
education. Journal of Physical Education,
Recreation & Dance, 85(4), 28-33, (2014).
Lumpkin, A. Teachers as role models teaching character and moral virtues. Journal of
Physical
Education,
Recreation
&
Dance, 79(2), 45-50, (2008).
Mathison, C. How teachers feel about character education: A descriptive study. Action
in Teacher Education, 20(4), 29-38, (1999).
Noverino, R., Pendidikan Karakter Bangsa
di Sekolah melalui Pembiasaan. (2012).
Parker, D. C., Nelson, J. S., & Burns, M. K.
Comparison of correlates of classroom behavior problems in schools with and without a school‐wide character education program. Psychology in the Schools, 47(8), 817827, (2010).
Power, F. C., & Khmelkov, V. T. Character
development and self-esteem: Psychological
foundations and educational implications.
International Journal of Educational Research, 27(7), 539-551, (1998).
Retno Susanti, L. R. Membangun Pendidikan Karakter Di Sekolah: Melalui
Kearifan Lokal. Membangun Pendidikan
Karakter Di Sekolah: Melalui Kearifan
Lokal, (2011).
Rohmansyah, N. A. Peran guru pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan dalam upaya pembentukan karakter kewarga negaraan. Civis, 5(2/juli), (2016).
Rudd, A. Which" character" should sport
develop?. Physical Educator,62(4), 205,
(2005).
Rus, C. M., & Radu, L. E. The implications
of physical education and sport in the
moral education of high school students. Revista de Cercetare si Interventie Sociala, 45, 45, . (2014).
Ryan, K., & Bohlin, K). Building character
in schools. San Francisco: Journey-Bass, .
(1999)
Salamuddin, N., & Harun, M. T. The Effect
Of The Intervention Program In Physical
Education Classes On Students' Personal
And Social Development. International
Journal Of Arts & Sciences, 4(11), 353-361,
(2011).
Solomon, G. Does physical education affect
character development in students?. Journal
of Physical Education, Recreation &
Dance, 68(9), 38-41, . (1997).

23. Suldo, S. M., McMahan, M. M., Chappel, A.
M., & Loker, T. Relationships between perceived school climate and adolescent mental
health across genders. School Mental
Health, 4(2), 69-80, (2012).
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional