2_Bab 2.1_Perubahan RPJMD

BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1.

ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI

2.1.1.

Karakteristik Lokasi dan Wilayah

2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administratif
Kota Cilegon merupakan kota otonom yang secara yuridis dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon
dan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok. Sebagai kota yang berada di ujung Barat Pulau
Jawa, Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa
dengan Sumatera. Secara administratif, dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 7
Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan di Kota Cilegon, Kota Cilegon memiliki luas
wilayah 175,51 km2 yang terbagi kedalam 8 (delapan) Kecamatan dan 43 (empat puluh tiga)
Kelurahan. Pembagian wilayah serta jumlah kecamatan dan kelurahan di Kota Cilegon dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1

Jumlah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Cilegon
Pusat
Kecamatan
1 Ciwandan
Tegal Ratu
2 Citangkil
Kebonsari
3 Pulomerak
Tamansari
4 Purwakarta
Purwakarta
5 Grogol
Grogol
6 Cilegon
Ciwaduk
7 Jombang
Jombang Wetan
8 Cibeber
Kalitimbang
Kota Cilegon

Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2012
No.

Kecamatan

Luas
Km2
51,81
22,98
19,86
15,29
23,38
9,15
11,55
21,49
175,51

%
29,52
13,09

11,32
8,71
13,32
5,21
6,58
12,24
100,00

Jumlah
Kelurahan
6
7
4
6
4
5
5
6
43


II - 1

Gambar 2.1
Wilayah Administratif Kota Cilegon

II - 2

2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Cilegon terletak antara 105°54’05” - 106°05’11” Bujur Timur dan
5°52’24” - 6°04’07” Lintang Selatan yang dibatasi oleh :
Sebelah Barat
: Selat Sunda
Sebelah Utara
: Kabupaten Serang
Sebelah Timur
: Kabupaten Serang
Sebelah Selatan : Kabupaten Serang
Ditinjau dari aspek geostrategis, Kota Cilegon memiliki peran dan posisi yang sangat
menentukan dalam mendukung arah dan pola pembangunan dan pengembangan perkotaan
baik dalam konstelasi regional, nasional, dan bahkan internasional yaitu:

1.

Kota Cilegon sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah Provinsi Banten.
Dalam arahan RTRW Provinsi Banten, Kota Cilegon terletak di Wilayah Kerja
Pembangunan (WKP) II, yang mempunyai arti strategis bagi seluruh wilayah provinsi.
Kota Cilegon, Kota Serang dan Kabupaten Serang berfungsi sebagai pemacu dan pusat
pertumbuhan utama bagi wilayah belakangnya dengan kegiatan perekonomian terdiri dari
industri, pelabuhan, pertanian, pariwisata, kelautan dan perikanan, pendidikan,
kehutanan, pertambangan, dan jasa. Fungsi Kota Cilegon sebagai pusat pertumbuhan
tidak dapat dilepaskan dari peran PT. Krakatau Steel yang alokasinya dalam RTRW
Provinsi Banten sudah fix dan menjadi penggerak utama kegiatan industri di Provinsi
Banten. Kawasan PT. Krakatau Steel dan sekitarnya ini pun kemudian direncanakan
untuk ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus oleh Provinsi Banten dan PLTU
Suralaya serta Waduk Krenceng sebagai Kawasan Strategis Provinsi.

Kota Cilegon sebagai salah satu PKN dan pusat pertumbuhan wilayah Provinsi Banten,
sebagaimana dalam RTRW Provinsi Banten Tahun 2009–2029, Kota Cilegon lebih
diarahkan pada pengembangan kelompok industri besar dan sedang, industri kecil, dan
industri


kerajinan.

Dalam

realisasinya,

kawasan

industri

yang

ada

telah

bertumbuhkembang dan sekaligus berperan sebagai pembentuk utama perekonomian
Kota Cilegon. Peran sektor industri di Kota Cilegon juga memiliki peranan penting
terhadap perekonomian Provinsi Banten. Sebagai pusat permukiman dengan segenap
fasilitas dan jasa perkotaan yang tersedia, Kota Cilegon merupakan orientasi pergerakan

bagi wilayah di sekitarnya, seperti Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Lebak.

II - 3

Kota Cilegon merupakan salah satu daerah andalan bagi Provinsi Banten dalam sektor
industri yang berskala nasional maupun yang sudah berorientasi ekspor. Kondisi ini
merupakan suatu potensi yang perlu untuk dipertahankan bahkan dapat terus
ditingkatkan di masa yang akan datang. Selain potensi industri yang berskala nasional,
Kota Cilegon juga memiliki potensi yang berbasis pada masyarakat menengah yang
dapat dikembangkan untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah.

2.

Kota Cilegon sebagai simpul sistem jaringan utilitas dan pergerakan JawaSumatera.
Melalui posisi seperti ini Kota Cilegon turut menentukan pertumbuhan dan perkembangan
wilayah di kedua pulau besar tersebut. Dalam sektor transportasi, keberadaan Pelabuhan
Merak menjadi penentu roda perekonomian dan pergerakan dari Pulau Jawa ke Pulau
Sumatera dan sebaliknya, khususnya dalam menjamin kelancaran distribusi arus barang
dan manusia. Di samping itu, keberadaan Jalan Tol Jakarta – Merak semakin

meningkatkan aksesibilitas eksternal Kota Cilegon, baik dengan ibukota negara (Jakarta)
maupun wilayah-wilayah di Pulau Jawa lainnya. Selain itu dalam hal sistem jaringan
transportasi kereta api, Kota Cilegon merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
konstelasi simpul sistem pengelolaan jaringan rel KA Jawa – Bali; serta dalam kaitannya
dengan sistem jaringan prasarana energi dan tenaga listrik yang diprioritaskan
penanganannya terutama sebagai pemasok kebutuhan listrik bagi Jawa-Bali.

3.

Kota Cilegon sebagai potensi inlet-outlet terhadap lokasi pasar dunia.
Secara geografis memiliki akses langsung terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) I yang didukung oleh keberadaan 21 pelabuhan umum dan khusus. ALKI yang
merupakan salah satu jalur pelayaran internasional menjadi salah satu acuan
pengembangan inlet-outlet wilayah nasional, yaitu dalam meningkatkan aksesibilitas
terhadap lokasi pasar dunia. Dari gambaran aksesibilitas outlet terhadap pasar dunia
dapat disimpulkan bahwa tendensi akses ALKI I adalah ke negara ASEAN, Uni Eropa,
dan Asia Pasifik. Peran penting Kota Cilegon sebagai inlet-outlet di tingkat nasional disisi
lain ditunjukkan dengan kinerja bongkar muat barang antar pulau dan luar negeri pada
beberapa pelabuhan di Kota Cilegon yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun.
Peran penting Kota Cilegon sebagai inlet-outlet di tingkat nasional di sisi lain ditunjukkan

dengan kinerja bongkar muat barang antar pulau dan luar negeri pada Pelabuhan PT.
Krakatau Bandar Samudera (PT. KBS) yang menempati urutan ketiga di tingkat nasional
pada tahun 2002.

II - 4

Gambar 2.2
Posisi Geostrategis Kota Cilegon
Dalam Konstelasi Regional dan Internasional

Selain aspek geostrategis, karakteristik geografis Kota Cilegon masuk ke dalam kategori kota
pesisir. Hal ini diindikasikan dengan membentangnya kawasan pesisir laut dari bagian utara
hingga selatan wilayah kota serta hasil perhitungan Peta Topografi Kota Cilegon di mana
panjang garis pantai Kota Cilegon adalah 40,88 km atau sekitar 43,6% dari total perimeter
wilayah Kota Cilegon.

2.1.1.3. Kondisi Morfologi dan Topografi
Kota Cilegon memiliki bentang alam yang beragam dari mulai dataran hingga perbukitan terjal.
Ditinjau dari satuan morfologi daratan, banyak dijumpai di sepanjang pantai dan bagian tengah
wilayah melebar ke timur. Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0-553 meter di atas

permukaan laut (dpl). Wilayah tertinggi berada di bagian utara Kecamatan Pulomerak (Gunung
Gede), sedangkan terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Lebih
spesifik lagi satuan ini dapat dipisahkan atas sub satuan dataran pantai dengan kemiringan 03% dan sub satuan morfologi bergelombang dengan kemiringan 3-5%.

II - 5

Berdasarkan karakteristik morfologi daratan dan kemiringan lahan, secara garis besar
karakteristik fisik Kota Cilegon dapat dibedakan ke dalam tiga bagian, yaitu:


Bentuk dataran, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 0-2% hingga 2–7% dan
ketinggian antara 0 meter hingga 50 meter dpl, tersebar di sepanjang pesisir pantai barat
dan bagian tengah Kota Cilegon.



Bentuk perbukitan-sedang, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 7-15% dan
ketinggian antara 50-100 meter dpl, terdapat di wilayah tengah kota, tersebar di bagian
utara dan selatan Kecamatan Cilegon dan Cibeber, serta bagian selatan Kecamatan
Ciwandan dan Citangkil.




Bentuk perbukitan-terjal, mempunyai kemiringan lahan berkisar antara 15–40% hingga
lebih dari 40% dengan ketinggian antara 100 hingga 200 meter dpl, tersebar di bagian
utara Kota Cilegon (Kecamatan Pulomerak dan Grogol) dan sebagian kecil wilayah barat
Kecamatan Ciwandan.

Berdasarkan kenampakan pada peta topografi dan citra satelit SPOT, sebaran bentang alam
di wilayah Kota Cilegon teratur. Kondisi bentang alam (morfologi) wilayah ini dicirikan oleh
adanya beberapa satuan bentang alam, yaitu: satuan perbukitan bergelombang rendah dan
satuan dataran rendah.

Satuan bentang alam perbukitan rendah bergelombang menempati wilayah di bagian utara,
dicirikan oleh perbukitan bergelombang rendah dengan ketinggian maksimum sekitar 1000
meter. Secara umum permukaan dataran dari satuan ini adalah rata sampai miring landai,
torehan sungai dangkal dan lebar. Satuan ini disusun oleh produk erupsi dan hasil rombakan
dari gunung api-gunung api pada satuan pegunungan. Dari kenampakan bentang alamnya,
batuan yang menyusunnya relatif lebih lunak atau bersifat lepas yang terdiri dari tufa dan
breksi berbutir halus.

Satuan bentang alam dataran rendah menyebar hampir di seluruh wilayah, sebagian besar
di dataran pantai barat. Bentuk satuan ini berbeda dalam kenampakan yang sifatnya sesuai
dengan cara pembentukan dataran tersebut. Dataran aluvial sungai dan pantai merupakan
bentuk yang sangat umum terdapat di wilayah ini.

II - 6

2.1.1.4. Kondisi Hidrogeologi dan Hidrologi
Kondisi hidrogeologi dan hidrologi di Kota Cilegon dapat dibedakan atas air tanah dan air
permukaan. Air tanah umumnya dapat dijumpai pada kedalaman yang cukup tinggi dengan
produktivitas yang beragam tergantung pada karakteristik geologi dan kandungan unsur kimia
lainnya. Akan tetapi dengan semakin tingginya kompetisi pengambilan air tanah baik untuk
kebutuhan industri maupun domestik menimbulkan dampak terhadap produktivitasnya yang
semakin menurun. Bahkan untuk daerah di sekitar pesisir pantai, intrusi air laut dan
kandungan logam dalam air (besi, timbal, nitrit, dan logam berat lainnya) dapat ditemukan
sehingga sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Potensi air sungai wilayah ini umumnya kecil
dengan fluktuasi sangat tergantung pada musim. Sebagian besar sungai di wilayah ini kering
di musim kemarau (intermitten). Sungai-sungai yang cukup potensial berada jauh dari pusat
kota, bahkan di luar Kota Cilegon.

Keadaan hidrogeologi di Kota Cilegon memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : (1)
Terdapatnya daerah aliran langka, potensi mata air langka dengan daerah penyebaran di
bagian utara dan tengah wilayah kota; (2) Akuifer produktif rendah, air melalui celahan dan
ruang antar butir, potensi mata air sedang; (3) Akuifer produktif dengan penyebaran luas,
alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air; dan (4) Akuifer
produktif sedang dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini
tidak ada mata air.

Kualitas air tanah Kota Cilegon umumnya masih memenuhi syarat untuk air minum (TDS <
1.000 mg/l), kecuali di sepanjang pantai Selat Sunda (nilai TDS 1.000-20.960 mg/l), dan
sebagian lokasi di Kelurahan Kotabumi (Kecamatan Purwakarta), Mekarsari (Kecamatan
Pulomerak), Sukmajaya (Kecamatan Jombang), Cibeber (Kecamatan Cibeber), kualitas air
tanahnya tidak memenuhi syarat sebagai air minum (nilai TDS 1.000-8.000 mg/l).

Berdasarkan pada analisis dengan Diagram Wilcox, daerah kajian pada umumnya mempunyai
resiko kegaraman (salinity hazard) sedang dan sodium (sodium/alkali hazard) rendah. Resiko
kegaraman tinggi-sangat tinggi dan resiko sodium rendah (C4-S1) akan cenderung dijumpai di
sekitar daerah pantai setempat, dijumpai di sekitar Kelurahan Kotabumi (Kecamatan
Purwakarta) dan Mekarsari (Kecamatan Pulomerak).

Dengan memperhatikan faktor-faktor morfologi, litologi dan arah aliran air tanah, daerah akifer
dengan produktivitas tinggi (Qs = 1-19 lt/dtk/m) terdapat di sekitar daerah industri PT. Krakatau

II - 7

Steel. Di dalam peta potensi air tanah, daerah tersebut dizonasikan sebagai daerah yang
mempunyai produktivitas sumur >5lt/dtk. Menurut hasil pengamatan lapangan serta dengan
memperhatikan tipikal konstruksi sumur bor yang ada, sebagian besar muka air tanah sumur
bor yang ada umumnya lebih rendah dari muka air sumur gali di sekitarnya. Berdasarkan
kondisi ini untuk tujuan konservasi (melindungi air sumur gali agar tidak tersedot ke sumur bor)
pengambilan air tanah untuk sumur bor harus mulai dicermati. Penambahan debit
pengambilan untuk industri (usaha komersial) sebaiknya dilakukan dengan penelitian
hidrogeologi yang lebih teliti dan detail pada skala lokal.

Kondisi Hidrologi Kota Cilegon dapat dilihat dengan daerah aliran Sungai di Kota Cilegon.
Pada umunya Sungai-sungai yang ada di Kota Cilegon tergolong sungai-sungai kecil dengan
debit air yang tidak terlalu besar. Perlu strategi penangan sungai-sungai di Kota Cilegon agar
dapat dimanfaatkan lebih Optimal dengan keterbatasan debit air. Gambaran Keseluruhan DAS
yang terdapat di Kota Cilegon dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2
DAS dan Sub River Basin di Kota Cilegon
No.

Nama DAS

1. Cibeber

Wilayah DAS
Panjang
Debit Rata-rata
(Km)
(M3/detik)
20,87
65,55

2. Kedungingas

24,23

35,85

3.
4.
5.
6.
7.

4,79
3,35
6,76
8,93
11,82

8,46
5,70
19,82
11,51
18,13

Gunungsugih
Kali Malang
Kali Saksak
Kali Mancak
Cigeblag

8. Ciluwit
8,05
9. Kebonsari
6,49
10. Kali Grogol
8,53
11. Kali Gerem
6,04
12. Cibatu
4,70
13. Cikuasa
3,93
14. Cilangon
6,03
15. Cipala
3,28
16. Cisalak
3,79
17. Cikohot
4,59
Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2012

12,99
13,30
18,57
9,83
5,60
4,80
11,19
4,19
5,02
11,55

Sub River Basin
Nama Sungai
Ciweleh
Cigundil
Cikukulu
K. Husen
K. Kubang Semar
K. Kalapa
K. Melati
Cibojongjengkol
K. Lengkong
Cisukanala
Cibuntu
Ciwatujaran
Cipeutey

Panjang (Km)
5,09
2,89
2,72
1,98
3,03
8,16
3,48
5,85
2,44
5,44

3,37
4,20

2,05

II - 8

Untuk sebaran air di permukaan, terdapat beberapa sungai (kali) kecil. Di daerah Pulomerak
sungai kecil ini berawal dari kawasan puncak Gunung Gede, sedangkan untuk yang melintasi
daerah Kecamatan Cilegon, Ciwandan, dan Cibeber bersumber dari mata air yang berada di
luar wilayah Kota Cilegon. Pada umumnya kali tersebut hanya berfungsi sebagai saluran
pembuangan air (drainase kota) yang bersifat alami dan belum dimanfaatkan secara optimal
untuk keperluan lain, semisal untuk irigasi pertanian dan lain-lain.

Hal ini tidak terlepas dari kondisi permukaan air kali-kali tersebut yang pada umumnya terletak
jauh lebih rendah dari lahan di sekitarnya serta debit air rata-rata yang rendah. Neraca air di
Kota Cilegon dihitung dengan Metode F.J. Mock, dengan jumlah limpasan air permukaan
sebesar 614,79 mm dan volume simpanan air tanah (storage volume) sebesar 432 mm. Jika
luas wilayah Kota Cilegon 175,5 km2, maka besarnya volume simpanan air tanah adalah
75.816.000 m3/tahun.

Secara umum dapat disebutkan kali-kali yang terdapat di Kota Cilegon antara lain Kali Kahal,
Kali Tompos, Kali Sekong, Kali Gayam (debit air 36 liter/detik), Kali Medaksa, Kali Sangkanila,
Kali Cikuasa, Kali Sumur Wuluh, Kali Gerem, Kali Grogol, Kali Cijalumpong, Kali Cibeber
(3000 liter/detik), Kali Kedungingas (14000 liter/detik), Kali Cidanau (2000 liter/detik), Kali
Krenceng (5 liter/detik), dan Kali Cipanyurungan. Dari sejumlah kali tersebut, yang sudah
dimanfaatkan untuk kegiatan komersial adalah Kali Cidanau. Aliran air kali ini di daerah
Krenceng ditampung dalam sebuah waduk (Waduk Krenceng) untuk selanjutnya diolah dan
dimanfaatkan untuk kebutuhan air industri dan untuk pelayanan air bersih untuk kebutuhan
domestik.

2.1.1.5. Kondisi Klimatologi
Berdasarkan aspek klimatologi, kondisi iklim di Kota Cilegon dengan temperatur berkisar
antara 22,1ºC - 34,0ºC yakni beriklim tropis dengan dua kali pergantian musim dalam setahun,
yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau terjadi antara bulan Mei-Oktober
sedangkan musim penghujan terjadi sekitar bulan November-April. Curah hujan tahunan ratarata berkisar antara 1.000-1.500 mm/tahun, sedang kecepatan angin rata-rata berkisar antara
3,7-4,8 m/detik.

II - 9

Tabel 2.3
Keadaan Suhu Udara Perbulan di Kota Cilegon
Tahun 2008-2011
No.

Suhu

Bulan

Maksimum
1. Januari
30.5
2. Pebruari
31.5
3. Maret
31
4. April
32
5. Mei
31.9
6. Juni
32.2
7. Juli
31.8
8. Agustus
32.4
9. September
33.1
10. Oktober
32.7
11. Nopember
32.3
12. Desember
32
Rata-rata 2011
32
Rata-rata 2010
31.7
Rata-rata 2009
32.2
Rata-rata 2008
31.5
Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2012

Minimum
23.6
23.6
23.6
23.6
23.5
23.2
22.9
22.1
22.6
28.8
23.6
24
23,8
23.9
23.3
23.1

Rata-rata Suhu
26.5
26.7
26.5
27
27.2
27
26.7
26.7
27.2
27.3
27.2
27.5
27
27
27.1
26.6

Tabel 2.4
Keadaan Tingkat Kelembaban di Kota Cilegon Tahun 2011
No.

Bulan

Kelembaban
Udara

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Januari
83
Pebruari
84
Maret
84
April
83
Mei
85
Juni
79
Juli
81
Agustus
77
September
76
Oktober
79
Nopember
80
Desember
81
81
Rata-rata
Sumber: Cilegon Dalam Angka Tahun 2012

Tekanan Udara

Tekanan Uap
Air

1007.7
1007.9
1008
1008.7
1008.9
1009.2
1009.7
1010
1010.5
1009
1008.2
1008
1008.8

28.7
29.4
29.2
29.5
30.7
28.1
28.4
27
27.4
28.7
28.9
29.7
28.8

Secara klimatologi Kota Cilegon memiliki 2 (dua) musim, yaitu musim penghujan dan kemarau.
Musim penghujan terjadi antara bulan November–April. Sedangkan musim kemarau terjadi
antara bulan Mei–Oktober. Besarnya curah hujan bulan November-April berkisar antara 100–
400 mm, sedangkan bulan Mei–Oktober berkisar antara 50–150 mm. Besarnya curah hujan
tahunan berkisar antara 1000–1500 mm/tahun.

II - 10

Sementara itu kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Februari dan tertinggi pada bulan
Maret. Curah hujan tertinggi di bulan Januari sekitar 243 mm/tahun dan terendah di bulan
September sekitar 32 mm/tahun.

Hasil rekaman suhu rata-rata di St. Klimatologi Serang nampak bahwa rata-rata bulanan dari
Januari hingga Desember, suhu terendah 22,1 C yang terjadi pada Agustus dan suhu tertinggi
terjadi pada September yaitu 33,1 C. Keadaan rata-rata tekanan udara berkisar antara 1007,7
milibar (mb) hingga 1010,5 mb. Tekanan terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada
September. Penyinaran matahari rata-rata bulanan dari yang terendah sampai yang tertinggi
antara 8,0 % dan 40,6 %. Penyinaran matahari yang terendah terjadi
pada Juli dan tertinggi pada Februari. Kecepatan angin rata-rata bulanan dari yang terendah
hingga yang tertinggi antara 2,0 m/det dan 4,0 m/det. Kecepatan terendah terjadi pada Januari
dan tertinggi pada Maret. Kelembaban udara rata-rata bulanan dari yang terendah hingga
yang tertinggi antara 77 dan 85. Kelembaban terendah terjadi pada Agustus dan tertinggi pada
Mei.

2.1.1.6. Kondisi Geologi dan Tanah
Keadaan batuan yang tersingkap di Kota Cilegon terdiri dari batuan vulkanik dan aluvium.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan IWACO dan WASECO pada tahun 1990 serta hasil
analisis dan penafsiran Citra Spot pada tahun 1991, sebaran batuan yang terdapat di Kota
Cilegon terdiri dari lava, tuva, breksi dan endapan sungai. Jenis batuan mempunyai sebaran
sebagai berikut :


Lava dan Breksi Gunung Gede tersebar di Bagian Utara;



Breksi dan Tuva Gunung Gede tersebar di Bagian Tengah sampai Barat;



Endapan sungai berada diantara sebaran lava/ breksi Gunung Gede dan breksi/tuva
Gunung Gede;



Breksi dan Tuva Gunung Danau tersebar di bagian Tengah, Barat, dan Selatan;



Tuva dan Breksi Gunung Tukang berada di bagian Barat Daya; dan



Tuva Gunung Danau berada di bagian Timur.

Berdasarkan pada evaluasi peta geologi yang ada (E. Rusmana,dkk,1991), struktur geologi
yang terdapat di daerah kajian berupa kelurusan-kelurusan topografi yang diidentifikasi melalui
foto udara. Kelurusan-kelurusan tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya jalur struktur
rekahan atau sesar (patahan), yang umumnya berarah barat laut-tenggara dan sebagian barat

II - 11

daya-timur laut. Struktur rekahan atau sesar yang berarah barat laut tenggara terdapat di
kompleks G.Gede memotong batuan volkanik Kuarter Tua, dan struktur yang berarah barat
daya-timur laut terdapat di bagian timur Kota Cilegon yang memotong batuan Tufa Banten.

Kondisi tanah di Kota Cilegon merupakan hasil pelapukan batuan vulkanik yang berasal dari
Gunung Gede. Jenis tanah ini di jumpai di daratan dan lereng pegunungan, berwarna Cokelat
Muda dan Cokelat Tua dengan tekstur halus – kasar, termasuk jenis tanah ini adalah lempung,
lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau yang bersifat pasiran mempunyai sifat
meresapkan air cukup baik.

Tanah yang berasal dari aluvium (endapan sungai, pantai dan rawa) dapat dijumpai di wilayah
Utara Kota Cilegon. Jenis tanah ini dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan, bersifat
agak lepas, ukuran butir dan lempung hingga pasir, tekstur halus – kasar. Sesuai dengan
tekstur tanah dan sebenarnya, kadalaman efektif masing-masing tanah bervariasi, yang
diuraikan berikut ini:


Aluvium dengan Kedalaman efektif 30 – 60 cm, tekstur tanah halus, sebaran di bagian
Utara;



Latasol dengan kedalaman efektif < 30 cm, tekstur tanah halus, sebaran di Bagian Utara;



Regosol dengan kedalaman efektif > 30 cm, Tekstur tanah halus, sebaran di Bagian
Tengah, Barat, Timur, dan Utara;



Regosol dengan kedalaman efektif > 90 cm, tekstur tanah kasar, sebaran di Bagian Barat
hingga Barat Daya (pantai);



Aluvial dengan kedalaman efektif > 90 cm, tekstur tanah kasar, sebaran di Bagian Barat
hingga Barat Daya;



Aluvial dengan kedalaman efektif 90 cm, tekstur tanah sedang, sebaran di Bagian Barat
hingga Barat Daya;



Regosol kelabu kekuning kuningan dengan kedalaman efektif > 90 cm, tekstur tanah
halus, sebaran di Bagian Selatan;



Latosol dengan kedalaman efektif > 90 cm, tekstur tanah kasar, sebaran di Bagian
Tengah.

Keadaan tanah di Kota Cilegon merupakan hasil pelapukan batuan vulkanik yang berasal dari
Gunung Gede. Jenis tanah ini dijumpai di dataran dan lereng pegunungan, berwarna cokelat
muda, cokelat tua dengan tekstur halus-kasar, termasuk jenis tanah ini adalah lempung,
lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau yang bersifat pasiran mempunyai sifat
meresapkan air cukup baik. Tanah yang berasal dari aluvium (endapan sungai, pantai, dan

II - 12

rawa) dijumpai di wilayah utara Kota Cilegon. Jenis tanah ini dicirikan dengan warna abu-abu
muda kecokelatan, bersifat agak lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, tekstur haluskasar. Sesuai dengan tekstur tanah dan sebarannya, dengan kedalaman efektif masingmasing tanah yang bervariasi.

Tekstur tanah merupakan keadaan kasar halusnya tanah (bahan padat anorganik) yang
ditentukan berdasarkan perbandingan fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah di Kota
Cilegon diklasifikasikan dalam tiga kelas, yaitu tekstur tanah kasar, sedang, dan halus. Dilihat
dari sebarannya, tekstur tanah di Kota Cilegon sebagian besar merupakan tanah dengan
tekstur halus (liat) yang tersebar dari barat, tengah, timur kota, dan sebagian di wilayah
selatan. Untuk wilayah utara sebagian besar bertekstur tanah sedang (lempung) dan di bagian
barat daya bertekstur kasar (pasir). Berdasarkan luasnya, luas wilayah dengan tekstur tanah
sedang (lempung) merupakan wilayah terbesar di Kota Cilegon yaitu dengan luas 10.528 Ha
atau sebesar 59,99% dari luas wilayah keseluruhan. Kemudian disusul wilayah dengan tekstur
halus seluas 5.847 Ha atau sebesar 33,31% serta yang terkecil adalah luas wilayah dengan
tekstur kasar seluas 1.175 Ha atau sebesar 6,70%.

2.1.1.7. Kondisi Kelautan
Kondisi yang dibahas meliputi bathimetri, pasang surut, dan arus. Untuk keadaan bathimetri,
Selat Sunda dibagi menjadi dua bagian, yaitu : (1) bagian pantai dengan kedalaman rata-rata
20 meter dengan kemiringan dasar rata-rata 10%; dan (2) bagian tengah dengan kedalaman
rata-rata 30 meter selebar 4 kilometer. Dari data sounding, diketahui sampai kurang lebih jarak
1 kilometer dari garis pantai, kedalaman laut rata-rata
sekitar 10 meter dengan kemiringan dasar laut slope rata-rata 10%.

Analisis pasang surut dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari daerah di
sekitarnya yaitu lokasi Pelabuhan Merak dan Ciwandan. Tipe pasang surutnya adalah 2 kali
pasang dan 2 kali surut dalam 24 jam, sedangkan tenggang pasang surut yang tertinggi
adalah 1,2 meter. Arus perairan seperti Selat Sunda dapat dipengaruhi pasang surut.
Kecepatan arus pada saat pasang kurang lebih 0,6 knot dengan arah timur laut, saat surut 0,7
knot dengan arah barat daya. Pada musim timur, arus laut di perairan Selat Sunda lebih
banyak mengarah ke timur atau timur laut sedangkan pada musim barat mengarah ke barat
atau barat daya, dengan kecepatan arus berkisar antara 1,5-2,2 knot.

II - 13

Dari hasil pengkajian analisis dampak lingkungan Proyek Perluasan Pelabuhan MerakBakauheni, diperoleh keterangan bahwa berdasarkan informasi dari nelayan setempat dan
pengamatan visual, terdapat terumbu karang di sekitar Pulau Merak Kecil dan di sebelah
Tenggara, Selatan, dan Barat Laut Pulau Merak Besar.

Ikan hasil tangkapan dengan bagan, pancing, gillnet dan payang, biasanya didaratkan di TPI
Anyer. Selain ikan teri, aembang, kembung, layang, umumnya ikan-ikan yang tertangkap
merupakan ikan pilajik besar (tongkol, layaran, cakalang, tuna, dan tenggiri). Ladang ikan
pilajik ini umumnya terdapat di perairan Dusun Sangiang.

2.1.1.8. Kondisi Pemanfaatan Ruang
Sebagai kawasan perkotaan dengan tipologi kota sedang (jumlah penduduk kurang dari 500
ribu jiwa), Kota Cilegon telah berubah menjadi kota yang memiliki potensi yang cukup tinggi
untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini diindikasikan dengan heterogenitas dan dinamika
perubahan konfigurasi ruang dalam konteks peningkatan intensitas pemanfaatan ruang.
Secara umum, pemanfaatan atas ruang dibedakan atas dua fungsi utama kawasan yaitu
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan Lindung merupakan kawasan fungsional
yang berperan dalam menjaga kelestarian ekosistem dan keseimbangan tata lingkungan dari
penetrasi aktivitas manusia. Sedangkan Kawasan Budidaya merupakan kawasan yang secara
fisik mampu menjadi ruang bagi manusia dalam menyelenggarakan aktivitas bagi kehidupan
dan penghidupannya.
A. Kawasan Lindung
Secara umum Kawasan lindung di Kota Cilegon dibedakan atas kawasan tangkapan air dan
berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber air baku; kawasan perbukitan yang memiliki
kemiringan lereng di atas 40% dengan jenis tanah yang mempunyai tingkat kepekaan sangat
tinggi/mudah erosi; dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan hal tersebut, Kota Cilegon memiliki
beberapa kawasan lindung baik yang berfungsi sebagai kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan setempat maupun kawasan dibawahnya, yaitu hutan lindung di sekitar
Kecamatan Pulomerak, hutan lindung di sekitar Kecamatan Ciwandan, kawasan lindung di
pulau-pulau kecil, dan kawasan sempadan yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan
setempat.

II - 14

B. Kawasan Budidaya
Secara umum, kawasan budidaya dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kawasan
budidaya terbangun dan kawasan budidaya tidak terbangun. Kawasan budidaya terbangun
meliputi kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan perdagangan dan jasa di mana
menurut hasil analisis sebagaimana pada tabel di atas memiliki luas sekitar 4.252,28 ha atau
sekitar 24,2% dari total luas Kota Cilegon. Sedangkan Kawasan budidaya tidak terbangun
mencakup kebun/ladang, sawah (irigasi dan tadah hujan), dan waduk dengan luas sekitar
7.930,43 ha atau sekitar 45,2% dari total luas Kota Cilegon.

2.1.2.

Potensi Pengembangan Wilayah

A. Potensi Pengembangan Industri dan Kepelabuhanan
Pengembangan industri (terutama industri berat) dan pelabuhan seperti dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain di mana peran pelabuhan itu sendiri sangat
penting dalam sirkulasi pergerakan produk industri. Pertumbuhan dan perkembangan sektor
industri diinisiasi oleh kondisi pesisir pantai Selat Sunda yang sangat ideal bagi
pengembangan kepelabuhanan terutama ditinjau dari topografi (kedalaman) pantai yang ideal
bagi penambatan kapal besar dan karakteristik perairan yang relatif tenang (selat). Posisi
pelabuhan sendiri dalam perkembangan industri memegang peranan yang sangat sentral
sebagai fasilitas utama dalam menunjang pergerakan barang dan produksi baik itu lalu lintas
bahan baku maupun produk industri. Kondisi topografis pantai ini pun ditunjang oleh peran
Selat Sunda sebagai jalur pelayaran internasional sehingga aksesibilitas perairan Kota Cilegon
sangat tinggi.

Dengan panjang pantai yang membentang dari utara hingga selatan wilayah Kota Cilegon
(sekitar 40,88 km atau sekitar 43,6% dari total keliling wilayah Kota Cilegon), industri dan
pelabuhan merupakan aktivitas yang intensitasnya paling tinggi di mana sekitar 52,3% dari
panjang garis pantai telah terisi oleh kegiatan tersebut.
Selain pengembangan industri berbasis pesisir, terdapat pula industri yang dikembangkan
pada areal perkotaan seperti di sekitar Kelurahan Kepuh, Kelurahan Gunungsugih, Kelurahan
Randakari, Kelurahan Banjarnegara, Kelurahan Kubangsari, Kelurahan Ramanuju, Kelurahan
Kedaleman, Kelurahan Gerem, dan sebagainya di mana aksesibilitas industri ditunjang oleh
keberadaan sistem jaringan infrastruktur yang menunjang aktivitas industri seperti jaringan

II - 15

jalan (jalan tol Jakarta-Merak dan Jalan Lingkar Selatan), prasarana listrik dan gas, serta
kondisi topografi yang relatif datar. Pada areal perkotaan, pengembangan kawasan industri
diarahkan ke Kecamatan Ciwandan (Kelurahan Kepuh, Kelurahan Gunungsugih, dan
Kelurahan Randakari) dengan jenis industri adalah industri berat dan industri menengah nonpolutan.

B. Potensi Pengembangan Perumahan
Sebagai efek berganda dari pertumbuhan aktivitas perkotaan yang disertai dengan
bertambahnya laju pertumbuhan penduduk maka kebutuhan akan hunian pun semakin
meningkat. Saat ini lahan perumahan yang sudah terbangun baik yang masuk ke dalam
kategori perumahan terencana maupun perumahan tidak terencana adalah sekitar 2.641,30 ha
atau sekitar 15,5% dari total luas kota. Dalam konteks pengembangan perumahan, terdapat
beberapa kriteria lokasi yang perlu diperhatikan berkaitan dengan fungsi sosial dan fungsi
lingkungan dari pengembangan sektor perumahan di mana berdasarkan Undang-Undang No.
4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman ditegaskan bahwa penyelenggaraan
perumahan harus memperhatikan aspek kelayakan lingkungan perumahan meliputi
kesehatan, keamanan, keserasian, dan keteraturan. Mengacu pada hal tersebut, maka lokasi
pengembangan perumahan haruslah memperhatikan beberapa faktor antara lain:
1. Jarak relatif terhadap aktivitas yang tidak berkesesuaian dengan karakteristik perumahan
(seperti industri, tempat penampungan sampah, pengelolaan limbah, dan sebagainya).
2. Topografi dan tingkat kerentanan terhadap bencana alam
3. Aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana kota
4. Keterpaduan dengan aktivitas sekitarnya.
5. Arahan kepadatan bangunan (kepadatan tinggi yaitu lebih dari 36 unit bangunan/ha;
kepadatan sedang antara 12 hingga 36 unit bangunan/ha; dan kepadatan rendah yaitu
kurang dari 12 unit bangunan/ha).

Dengan memperhatikan ke lima faktor tersebut maka potensi pengembangan perumahan
diarahkan pada bagian selatan dan timur kota antara lain:
1. Pengembangan perumahan terencana berbasis kawasan/lingkungan siap bangunan
(kasiba/lisiba) terutama di sekitar Kelurahan Cibeber, Kelurahan Kalitimbang, Kelurahan
Ciwedus, Kelurahan Karangasem, Kelurahan Kedaleman, Kelurahan Tamanbaru, dan
Kelurahan Lebakdenok
2. Pengembangan perumahan vertikal terutama pada kawasan pusat kota, kawasan cepat
tumbuh (fast-growing area), dan sekitar kawasan industri/pelabuhan meliputi di Kelurahan

II - 16

Mekarsari, Kelurahan Tamansari, Kelurahan Banjarnegara, Kelurahan Jombang Wetan,
Kelurahan Ramanuju, dan Kelurahan Gerem.
3. Alih fungsi lahan pertanian yang sudah tidak produktif dengan tetap memperhatikan daya
dukung lingkungan serta arahan rencana tata ruang.
4. Pengembangan perumahan tidak terencana (pengembangan individual) yang terintegrasi
dengan sistem pusat pelayanan permukiman.
5. Peningkatan kondisi lingkungan permukiman padat-kumuh melalui serangkaian program
perbaikan prasarana dasar serta peningkatan kesehatan lingkungan.
6. Penanganan lingkungan perumahan yang tumbuh di sekitar kawasan industri dan
kawasan lindung melalui insentif/disinsentif penataan ruang dan relokasi.
C. Potensi Pengembangan Perdagangan dan Jasa
Potensi pengembangan perdagangan dan jasa akan semakin meningkat seiring dengan
perubahan atas tiga hal yaitu meningkatnya status pelayanan perkotaan Kota Cilegon sebagai
service-city bagi daerah sekitarnya (Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kabupaten
Pandeglang), pembangunan infrastrutkur jalan sebagai penunjang aksesibilitas kawasan, dan
peningkatan pembangunan perumahan. Selama ini pengembangan perdagangan dan jasa
lebih terkonsentrasi pada dua kawasan yaitu di sekitar jalan protokol dan sekitar kawasan
Pelabuhan Merak. Mengacu pada rencana pengembangan aksesibilitas kota serta
pengembangan kawasan perumahan, maka potensi pengembangan perdagangan dan jasa
akan semakin besar, meliputi:
1. Keberadaan Jalan Lingkar Selatan sebagai pusat pertumbuhan baru yang diproyeksikan
memiliki peran strategis dalam menunjang pelayanan perkotaan.
2. Perkembangan pusat perbelanjaan, perkantoran, dan jasa ke lahan yang potensial dan
strategis sehingga mampu memperkuat pembentukan struktur pelayanan dan citra Kota
Cilegon sebagai service-city.
D. Potensi Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Keberaaan RTH di Kota Cilegon akan sangat bermanfaat sebagai penyeimbang tingginya
intensitas kegiatan terutama industri dan kawasan terbangun. Apabila pengembangan fisik
kawasan tidak disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas RTH, maka degradasi
kualitas lingkungan baik mikro maupun makro akan semakin kentara seperti polusi udara,
banjir, kenaikan suhu udara, dan sebagainya. Dalam konteks pengembangan RTH pada
prinsipnya terdapat tiga fungsi yaitu sebagai konservasi, pelindung kelestarian

II - 17

objek/lingkungan tertentu, dan penunjang estetika kota. Sebagai konservasi, potensi
pengembangan RTH direalisasikan dengan penetapan kawasan konservasi di sekitar
Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Ciwandan.

RTH yang berfungsi sebagai pelindung kelestarian objek/lingkungan tertentu direalisasikan
dalam alokasi RTH penyangga (buffer) antara kawasan industri dan perumahan, RTH di
sekitar ruang sempadan sungai, jalur kereta api, jaringan listrik tegangan tinggi
(SUTT/SUTET), jalan tol, sempadan pantai, areal sekitar waduk, dan sekitar Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Sedangkan untuk pengembangan RTH yang berfungsi penunjang
estetika kota dialokasikan pada lahan eks-Pasar Kota serta rencana pengembangan taman
skala kecamatan dan kelurahan.
E. Potensi Pengembangan Pariwisata
Secara konseptual, pariwisata akan senantiasa diawali dengan keberadaan daya tarik
kawasan (attraction) sehingga

mendorong

wisatawan

untuk berkunjung. Potensi

pengembangan wisata di Kota Cilegon meliputi pengembangan pariwisata eksisting berbasis
pantai seperti kawasan wisata Pulorida termasuk pulau di sekitarnya (Pulau Merak Besar,
Pulau Merak Kecil, dan Pulorida). Di samping itu direncanakan pula pengembangan wisata
alam lain (wisata hutan) seperti wisata Gunung Gede dan wisata Cipala dan infrastruktur
pendukungnya seperti fasilitas penginapan (hotel), atraksi wisata, dsb. Secara spasial, potensi
pengembangan pariwisata diarahkan ke sekitar Kelurahan Mekarsari dan Kelurahan
Lebakgede. Berikut adalah potensi pengembangan kawasan pariwisata:
1. Pengembangan wisata pantai tetap menjadi icon pengembangan pariwisata mengingat
potensi wisata dan infrastruktur pendukung telah ada seperti wisata Pulorida, beberapa
fasilitas penginapan (hotel), dan fasilitas penunjang lainnya seperti pertokoan, angkutan
umum, dsb. Untuk meningkatkan pelayanan kepariwisataan, hal yang perlu dilakukan
antara lain pemasaran daya tarik wisata, perbaikan kualitas lingkungan pesisir pantai,
perbaikan kondisi permukiman, dsb.
2. Sebagai manifestasi dari pelibatan masyarakat sekitar kawasan pariwisata sebagai bagian
dari pengembangan sektor wisata, maka kawasan permukiman/perumahan yang ada dan
ditetapkan sebagai lokasi pengembangan pariwisata merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan pengembangan pariwisata itu sendiri. Permukiman yang ada
perlu ditingkatkan kualitas tata bangunan dan lingkungannya; pelaksanaan sosialisasi
peningkatan kualitas lingkungan dan upaya mendukung pengembangan pariwisata; dan

II - 18

penetapan permukiman wisata (pengembangan home-industry, pelatihan industri kecil,
dsb).
3. Fasilitas pendukung wisata sangat penting untuk menunjang keberadaan daya tarik wisata
seperti toko merchandise, restaurant/rumah makan, kafe, warung kopi, dsb dengan desain
dan tata massa bangunan yang memiliki ciri khas.
4. Untuk pulau-pulau kecil di sekitar wilayah perencanaan seperti Pulau Merak Kecil, Pulau
Merak Besar, dan Pulorida, dapat difungsikan sebagai daya tarik wisata baru seperti
pengembangan wisata kuliner, wisata suaka margasatwa (Pulau Merak Besar), dsb.
5. Di samping pariwisata berbasis pantai, dapat pula dikembangkan wisata pelabuhan,
wisata industri, wisata belanja dan kuliner.
6. Keberadaan areal lindung dan lahan kebun berpotensi pula untuk dikembangkan menjadi
agrowisata (wisata berbasis agrikultur).

F.

Potensi Pengembangan Agrikultur

Dalam konteks pengembangan perkotaan, keberadaan aktivitas agrikultur memiliki peran
ganda yaitu sebagai penunjang ekonomi masyarakat peri-urban dan berfungsi sebagai ruang
terbuka hijau. Kegiatan agrikultur yang berkembang di Kota Cilegon antara lain meliputi
pertanian lahan kering seperti padi sawah, sayuran (jagung), ketela (pohon dan rambat),
kacang-kacangan (kacang tanah, kacang hijau), dan beberapa jenis buah-buahan (mangga,
durian, pepaya, dsb) yang secara spasial tersebar di beberapa lokasi terutama pada bagian
utara dan selatan Kota Cilegon di sekitar kawasan lindung (Kecamatan Pulomerak, bagian
selatan Kecamatan Citangkil, Kecamatan Cilegon, dan Kecamatan Cibeber); dan pertanian
lahan basah berupa sawah irigasi yang terdapat di Kecamatan Cibeber (Kelurahan
Kedaleman) dan Kecamatan Jombang (Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Panggungrawi).

Mengacu pada data luasan pemanfaatan ruang Kota Cilegon dapat diketahui bahwa untuk
pertanian lahan kering yang meliputi kebun/ladang dan sawah tadah hujan mencapai 2131,63
ha sedangkan untuk pertanian lahan basah (sawah irigasi) sekitar 4.794,04 ha. Berkaitan
dengan beberapa luasan lahan pertanian yang terdapat di sepanjang jalan utama kota
dikarenakan lokasinya yang strategis dan memiliki nilai ekonomi tinggi, maka dapat
dipertimbangkan adanya alih fungsi pemanfaatan ruang secara bertahap ke arah kegiatan
non-pertanian terutama pada lahan-lahan di bagian timur Kota Cilegon dan sebagian di sekitar
Jalan Lingkar Selatan. Untuk lahan pertanian yang belum beralih fungsi, aktivitas agrikultur
dapat terus dikembangkan melalui pendekatan intensitifikasi pertanian. Sedangkan konversi

II - 19

lahan agraris perlu mempertimbangkan hasil analisis HBU (Highest and Best Use) yang
dilakukan oleh instansi terkait.

Untuk sawah tadah hujan pengelolaannya diarahkan pada sistem pengelolaan yang
memperhatikan aspek lingkungan dan secara bertahap dikembangkan sebagai kawasan
budidaya non-pertanian. Mengingat Kota Cilegon memiliki potensi kegiatan industri dan
permukiman yang cukup tinggi, maka perkembangan kawasan industri dan permukiman yang
cenderung memanfaatkan lahan pertanian produktif perlu diarahkan ke lokasi/lahan pertanian
yang tidak/kurang produktif. Sedangkan Untuk kawasan pertanian lahan kering yang berada
dalam kawasan lindung adalah dengan mempertahankan luas yang ada dan meningkatkan
perlakuan konservasi sehingga akan mampu mendukung fungsi kawasan lindung sebagai
daerah resapan air, selain untuk meningkatkan produksi hasil pertanian. Jenis tanaman yang
dikembangkan adalah yang bernilai ekonomi tinggi dan berfungsi konservasi.

2.1.3.

Wilayah Rawan Bencana

A. Gempa dan Gelombang Tsunami

Gempa di laut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya gelombang tsunami.
Intensitas tsunami ditentukan oleh magnitude dari gempa dan kedalamannya, perambatan
gelombang tsunami, variasi arah rambatan gelombang gempa, konfigurasi pantai, topografi
daratan/bentuk bentang alam, tipe serta ukuran deformasi laut yang diukur dengan bathimetri
dasar laut. Gelombang Tsunami di Selat Sunda dapat disebabkan oleh gempa tektonik
disebabkan oleh proses subduksi pada lempeng Eurasia dan lempeng Samudera Hindia.
Adanya pergesekan antara dua lempengan tersebut baik ke arah vertikal maupun horizontal
dapat memicu pergerakan tektonik bawah laut yang akan diikuti oleh rambatan gelombang air
laut yang sangat besar. Gelombang Tsunami di pesisir Kota Cilegon dapat pula dipicu oleh
gempa vulkanik akibat letusan Gunung Anak Krakatau yang sampai saat ini masih aktif.
Kerusakan akibat gelombang tsunami terutama terjadi pada daerah teluk akibat terjadinya
penyempitan gerakan gelombang sehingga mempercepat gerakan gelombang tersebut.
Kecepatan tsunami lebih besar pada laut dalam dibandingkan laut dangkal karena pada laut
dangkal kecepatan gelombang banyak dinetralisir oleh dasar laut, sementara pada laut dalam
gelombang bergerak tanpa hambatan.

II - 20

Gambar 2.3
Peta Struktur Patahan Dan Lipatan Regional di Wilayah Banten Dan Sekitarnya

Sumber: Martodjojo, 1984

Khusus untuk kawasan Selat Sunda, kegempaan di wilayah ini menunjukkan aktivitas yang
besar. Kegempaan di Selat Sunda dengan skala di atas 2,5 skala Richer pada tahun 1988 13
kali, tahun 1989 12 kali dan tahun 1990 sebanyak 6 kali. Berdasarkan pencatatan telemetri
didapatkan angka sebanyak 2.456 kali gempa pada tahun 1994, dan paling kecil sebanyak
1.692 kali tahun 1993. Titik pusat gempa dapat dilihat pada gambar selanjutnya. Rata-rata
kejadian gempa adalah sekitar 2000 kali setiap tahunnya. Dari catatan kejadian gempa bumi
yang terjadi dari tahun 1900 sampai tahun 1993, sebagian besar mempunyai magnitude (M)
sebesar 4,1 sampai 6,0.

Gempa besar lain yang terjadi di kawasan Selat Sunda adalah pada tanggal 27 Februari 1903
dengan skala VII MMI di Banten, 12 Mei 1923 dengan skala VII MMI di Banten yang dirasakan
di seluruh Jawa, 24 Juni 1949 skala 7 Richer di dekat Krakatau, 9 Juli 1957 skala 6,2 Richer di
sebelah barat Selat Sunda serta 16 Desember 1963 skala V MMI di Labuhan. Pusat gempa
antara tahun 1900-1999 dengan magnitude >4 umumnya terjadi di lautan Hindia dan Selat
Sunda dengan frekuensi 6–29 kali per tahun. Konsentrasi pusat gempa berada di 3 lokasi,
yaitu di bawah G. Krakatau, pada graben (sesar turun) di sebelah barat Selat Sunda, dan di

II - 21

selatan Sumatera. Beberapa pusat gempa yang telah terjadi di daratan umumnya terjadi di
Banten Selatan (Kabupaten Lebak atau Kabupaten Pandeglang).
Dengan memperhatikan potensi bencana alam khususnya gempa bumi dan tsunami, maka
kawasan pesisir Kota Cilegon merupakan daerah yang memiliki tingkat kerentanan yang cukup
tinggi. Terlebih aktivitas yang berkembang di sekitar kawasan pesisir adalah kawasan industri
(khususnya industri kimia dan logam) dan pelabuhan sehingga bencana alam yang terjadi
dapat disertai dengan bencana industri.
Gambar 2.4
Peta Seismitas di Selat Sunda Tahun 2006

Sumber: USGS, 2006
Keterangan : Pusat gempa umumnya mempunyai intensitas magnitude 6 dan berada pada kedalaman
0 hingga -35 km di bawah permukaan laut.

Lebih jauh lagi, gempa dengan magnitude 7, 8, dan lebih dari 8 sempat terekam sejak tahun
1900. Terdapat 1 titik gempa di Selat Sunda pada kedalaman 0 hingga 35 m di bawah muka
laut.

II - 22

Gambar 2.5
Potensi Tsunami Kawasan Pesisir Kota Cilegon

B. Kegunungapian
Aktivitas gunungapi di sekitar Selat Sunda terdapat pada Gunung Anak Krakatau yang telah
tumbuh sejak letusannya terakhir pada abad ke-19. Letusan gunungapi Gunung Krakatau
pada tanggal 27 Agustus 1883 yang diikuti oleh tsunami telah menghancurkan kota dan desa
di sekitar Selat Sunda dan mengakibatkan hilangnya nyawa 36.000 orang. Letusan gunungapi
tersebut merupakan letusan terbesar dengan melontarkan material vulkanik sebanyak 18 km3
setinggi 80 km dan menimbulkan gelombang tsunami setinggi 30 – 40 m di sepanjang pantai
Merak – Banten, Lampung Selatan hingga Jakarta. Gelombang tsunami terdeteksi dengan
periode lebih dari 30 menit pada lokasi yang dekat hingga 1 – 2 jam pada lokasi yang jauh.
Tsunami tersebut berjalan ke arah barat di perairan Samudera India sekitar Tanjung Harapan
(Cape of Good Hope) dan ke utara hingga Atlantik. Tsunami terekam di Cape Town, Afrika
Selatan (13.032 km jaraknya), di Pelabuhan Cape Horn, Amerika Selatan (14.470 km) dan di
Panama, Amerika Tengah (20.646 km).

Letusan besar pada gunungapi tersebut telah membentuk kaldera, serta menyisakan tiga
pulau, yaitu Pulau Rakat, Sertung, dan Panjang yang terletak di pematang kaldera. Sejak
tahun 1930 di tengah-tengah kaldera muncul titik letusan baru yang lama kelamaan menjadi
kerucut gunungapi dan dinamakan G. Anak Krakatau. Sejak tahun 1963 kegiatan G. Anak
Krakatau bergeser ke barat dan telah membentuk kerucut kedua yang telah mencapai

II - 23

ketinggian 201,446 m pada tahun 1983. Dari tahun 1930 hingga 1983, G. Anak Krakatau telah
mengerupsi sebanyak 74 kali, baik erupsi eksplosif maupun efusif. Dari sejumlah tersebut,
pada umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di skeitar tubuh kerucutnya. Erupsi ini
merupakan kegiatan rutin Anak Krakatau yang terjadi setiap satu sampai delapan tahun sekali,
dan umumnya terjadi empat tahun sekali yang berupa letusan abu dan lelehan lava.

Berkaitan dengan upaya mitigasi bencana di Kota Cilegon, Pemerintah Kota Cilegon dalam
mengantisipasi tsunami telah membagi zona wilayah rawan bencana tsunami berdasarkan
ketinggian (Diatas Permukaan Laut/DPL) berdasarkan versi A. Soebandono. Kota Cilegon
dibagi menjadi 4 zona, yaitu:
1. zona yang berada kurang dari 7 M DPL, adalah daerah amat berbahaya.
2. zona dengan ketinggian 7-12 M DPL, adalah daerah berbahaya.
3. zona dengan ketinggian 12-25 M DPL, adalah daerah cukup aman.
4. zona dengan ketinggian di atas 25 M DPL, adalah daerah aman.
C. Banjir
Fenomena banjir yang terjadi di Kota Cilegon mayoritas dapat dijelaskan dari dua aspek yaitu
aspek topografi dan aspek pengelolaan sistem drainase. Secara topografis, bagian utara dan
selatan Kota Cilegon memiliki tingkat kemiringan (slope) yang cukup curam disertai dengan
menurunnya kemampuan infiltrasi tanah terhadap air hujan sehingga aliran air bergerak tanpa
disertai penyerapan ke tanah. Di sisi lain pada kondisi di mana terjadi pasang laut, aliran air
menjadi terhambat sehingga menimbulkan genangan pada beberapa titik terutama untuk area
yang memiliki tingkat kemiringan datar atau cekungan. Sedangkan ditinjau dari aspek
pengelolaan sistem drainase terdapat beberapa kondisi yang menjadi pemicu timbulnya
permasalahan banjir seperti penyempitan saluran, sedimentasi dan pendangkalan yang
diakibatkan oleh material dan sampah, pelanggaran terhadap sempadan sungai, tidak
terintegrasinya sistem drainase, serta belum adanya saluran yang seharusnya tersedia
terutama di kawasan permukiman.

Berikut adalah beberapa daerah dengan potensi genangan yang sering terjadi terutama pada
musim penghujan.

II - 24

Tabel 2.5
Daerah Potensi Genangan
No.
Daerah Genangan
1 Jl.Raya Cilegon Depan Mitsubishi
2 Daerah pasar Baru/Kp.Sawah Besar
3 Daerah Lingkung Kenanga
4 Daerah Mekarsari/ P.Merak
5 Daerah Pagebangan / Ds. Ketileng
6 Daerah Palas / Ds.Bendungan
7 Daerah Perkantoran Pemkot Cilegon
8 Daerah Tegalratu
9 Belakang Stasiun KA
10 Bag.Hulu (sebelah Barat) Pasar Baru
11 Jl.Keranggot
12 Jl.SMEA 17 sekitar SMP PGRI
13 Jl.Raya Cilegon Depan Hotel Gondang
14 Jl.Piranha Sebelah BBS
15 Ds. Masigit
16 Ds. Kebondalem
17 Jembatan Jl.Raya Cilegon (K.Kd.Ingas)
18 Pasar Cigading
19 Kubangsari
20 Tamansari ( Kp. Sawah )
21 Panyairan Bawah
22 Sumur Menjangan
23 Sumampir
24 Kalitimbang
25 Cikerut
26 Sambirata
27 Taman Raya Cilegon
28 Panggungrawi
29 Kaligandu
Sumber : PJM Drainase Kota Cilegon, 2003

Luas ( Ha )
2
1
3
0,02
1,8
0,02
0,01
0,05
1,5
3–4
2
2
1
4
3
0,5
2
2
1
1 - 1,5
0,5 - 1
1
0,5 - 1
0,5 - 1
0,3 – 0,5
0,5 – 0,7
1 - 1,5
1 - 1,2
0,5 - 1

Tinggi ( M )
0,2 - 0,5
0,2 - 0,4
0,5 - 0,8
0,2 - 0,4
0,25 - 0,75
0,3 - 0,5
0,3 - 0,5
0,3 - 0,4
0,3 - 0,6
0,3 - 0,6
0,3 - 0,5
0,2 - 0,6
0,3 - 0,5
0,3 - 0,7
0,4 - 1
0,15 - 0,75
0,3 - 1
0,3-0,5
0,3 - 0,5
0,5 - 1
0,5 - 1
0,3 - 0,4
0,5 - 1
0,5 - 1
0,3 - 0,4
0,4 - 0,6
0,3 - 0,5
0,3 - 0,5
0,3 - 0,4

Durasi ( Jam )
4
2-4
3-5
1-3
1-3
1-2
1-2
1-2
2-4
2-4
2-3
2-4
2-3
2-4
4
1 - 1,25
2-3
2-3
3-4
2-3
2-3
1-2
1-2
1 - 1,5
1 - 1,5
1-2
1-2
1-2
1-2

II - 25

D. Intrusi dan Abrasi Air Laut
Proses intrusi terjadi karena adanya penurunan kandungan air tanah sehingga mengakibatkan
penetrasi air laut ke arah daratan pada suatu lapisan tanah yang sudah mengalami
peronggaan. Adanya eksploitasi air tanah berlebih baik untuk menunjang kebutuhan industri
maupun domestik akan meningkatkan penetrasi air laut yang berkorespondensi dengan
semakin menurunnya kualitas air tanah. Hal ini pun disebabkan oleh menurunnya kemampuan
tanah dalam menyerap air hujan/air buangan yang diakibatkan oleh kerusakan fisik tanah itu
sendiri dan/atau berkurangnya luasan tanah untuk penyerapan air sebagai dampak
meningkatnya kawasan budidaya (kawasan terbangun). Fenomena ini dapat dirasakan
manakala air tawar berubah warnanya menjadi agak keputihan dan rasanya sedikit payau.
Kondisi ini dapat dirasakan terutama pada area di sekitar kawasan pesisir seperti di sekitar
Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Ciwandan, dan Kecamatan Grogol.

Sedangkan abrasi air laut terjadi sebagai akibat dari tingginya frekuensi hempasan gelombang
air laut yang lambat laun mengikis lapisan perkerasan dan dataran pada pesisir pantai
terutama pada daerah yang sudah tidak mem