Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan yang
menghasilkan bahan-bahan industri sejak lama kita kenal. Namun sayang
tumbuhan

ini

kurang

mendapat

perhatian

untuk

dikembangkan

atau


dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak. Begitu banyak
ragam produk yang dipasarkan setiap hari yang berasal dari bahan baku pohon
aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan ekspor
maupun kebutuhan dalam negeri semakin meningkat. Hampir semua bagian
pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari
bagian fisik (akar, batang, daun, ijuk dll) maupun hasil produksinya berupa gula
aren (Gultom, 2009).
Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan palma yang memproduksi
buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil produksi aren ini semuanya
dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi hasil produksi aren
yang banyak diusahakan oleh masyarakat adalah nira yang diolah untuk
menghasilkan gula aren dan produk ini memiliki pasar yang sangat luas. Negaranegara yang membutuhkan gula aren dari Indonesia adalah Arab Saudi, Amerika
Serikat, Australia, Selandia Baru, Jepang dan Kanada (Sapari, 1994).
Aren merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis,
distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk
keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang
berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren sebagian besar secara nyata
digunakan untuk bahan bangunan, keranjang, kerajinan tangan, atap rumah, gula,
manisan buah dan lain sebagainya (Sumarni, dkk., 2003). Aren merupakan


Universitas Sumatera Utara

6

tumbuhan serbaguna, dimana setiap bagian pohon aren tersebut dapat diambil
manfaatnya, mulai dari akar untuk obat tradisional, batang untuk berbagai macam
peralatan dan bangunan, daun muda/janur untuk pembungkus kertas rokok. Hasil
produksinya juga dapat dimanfaatkan, misalnya buah aren muda diolah menjadi
kolang-kaling, air nira untuk bahan pembuatan gula merah/cuka dan pati/tepung
dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan.
Morfologi Tanaman Aren ( Arenga pinnata Merr )

Gambar 1. Tanaman Aren ( A. pinnata Merr )

Taksonomi dari tanaman Aren ( A. pinnata Merr ) adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta


Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Arecales

Famili

: Aracaceae

Genus

: Arenga


Spesies

: Arenga pinnata Merr.

( Sunanto, 1993).

Universitas Sumatera Utara

7

Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman berbiji tertutup
(Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkus daging buah. Tanaman aren ini
termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Tanaman aren banyak terdapat
mulai dari Pantai Timur India sampai ke daerah Asia Tenggara. Di Indonesia
tanaman ini banyak terdapat hampir di seluruh wilayah nusantara (Sunanto, 1993).
Batang aren bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 30-65 cm.
Tanaman ini adalah palem besar, tidak bercabang dengan batang tebal, berserat
dan berbulu hitam. Batang mengandung teras pati yang lunak dengan banyak
serabut kasar dan berkayu. Struktur umum yang dimiliki pada batang, pada bagian
luar terdapat epidermis yang ditutupi oleh bahan lemak alam yang sangat tahan air

(kutin). Lapisan kutin disebut dengan kutikula. Pada A. pinnata, kutikulanya
cukup tebal, bersifat kedap air dan gas (impermeabel). Bagian sebelah dalam
epidermis terdapat korteks yang terdiri dari jaringan parenkim, kolenkim, dan
sklerenkim. Di sebelah dalam korteks terdapat silinder pusat yang berisi jaringan
pembuluh yang biasa disebut ikatan pembuluh (Effendi, 2009).
Tanaman aren bisa tumbuh besar, kalau sudah tua. Garis tengah batangnya
bisa sampai 65 cm, sedang tingginya 15 m. Kalau ditambah dengan tajuk daun
yang menjulang di atas batang, tinggi keseluruhannya bisa sampai 20 meter.
Waktu pohon masih muda, batang itu belum begitu kelihatan karena tertutup oleh
pangkal-pangkal pelepah daun. Baru setelah daun paling bawahnya sudah gugur
maka batangnya mulai kelihatan. Kadang-kadang sampai 3,5 tahun baru daunnya
yang tertua gugur dari ruas yang paling bawah (Soesono, 1991).

Universitas Sumatera Utara

8

Akar pohon aren berbentuk serabut, menyebar dan cukup dalam dapat
mencapai > 5 m sehingga tanaman ini dapat diandalkan sebagai vegetasi pencegah
erosi, terutama untuk daerah yang tanahnya mempunyai kemiringan lebih dari

20 % (Sunanto, 1993).
Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m
dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang hingga 7
x 145 cm. Daunnya hijau gelap di atas dan hijau keputihan dibawah karena
lapisan lilin disisi bawahnya. Anak daun bentuk lanset, menyirip, pangkal
membulat, ujung runcing, tepi rata dan tangkai pendek (Orwa dkk., 2009).
PenyebaranTanaman Aren ( A. pinnata Merr )
Salah satu tanaman yang paling penting dan umumnya tumbuh jauh di
daerah pedalaman adalah aren. Jenis tanaman ini tumbuh menyebar secara alami
di negara-negara kepulauan bagian tenggara, antara lain Malaysia, India,
Myanmar, Laos, Vietnam Kepulauan Ryukyu, Taiwan dan Philipina (Hadi, 1991).
Aren atau enau (Arenga pinnata), tersebar di seluruh kepulauan nusantara,
dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut.
Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah
lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan,
di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan
dan perawatan. Bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum
dibudidayakan (Gultom, 2009).
Tanaman aren ini menyebar luas di Indonesia, oleh sebab itu mempunyai
nama daerah masing-masing, misalnya: bak juk (Aceh), ijuk (Gayo), pola atau

paula (Karo), bagot atau agaton (Toba), bargot (Mandailing), peto (Nias), poula

Universitas Sumatera Utara

9

(Mentawai), kawung (Sunda), aren (Jawa, Madura), hano (Bali), kalotu (Sumba),
maoke

(flores),

nau

(Timur),

seho

(Manado)

dan


segeru

(Maluku),

(Muhaemin, 2012).
Syarat Tumbuh Tanaman Aren (Arenga pinnata Meer)
Iklim
Dalam pertumbuhan tanaman aren yang optimal membutuhkan suhu 20 250C. Pada kisaran suhu yang demikian membantu tanaman aren untuk berbuah.
Kelembaban tanah dan ketersediaan air sangat perlu dengan curah hujan yang
cukup tinggi diantara 1.200 - 3.500 mm/tahun berpengaruh dalam pembentukan
mahkota pada tanaman aren (Joseph, 1994).
Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun,
yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Jika diperhitungkan dengan
perumusan Schmidt dan Fergusson, iklim yang paling cocok untuk tanaman ini
adalah iklim sedang sampai iklim agak basah. Tanaman aren tidak membutuhkan
sinar matahari yang terik sepanjang hari, sehingga dapat tumbuh dengan subur di
daerah-daerah perbukitan yang lembab yang banyak ditumbuhi oleh berbagai
tanaman keras (Sunanto, 1993).
Tanah

Jenis tanah yang dipilih untuk berkebun aren harus jenis tanah-tanah yang
yang cukup sarang (mudah meneruskan kelebihan air), seperti misalnya tanah
beranjangan yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah liat berpasir
di sepanjang tepian sungai. Tanah-tanah itu tidak boleh mengandung batu cadas
dan air tanah yang menggenang (berhenti mengalir) di lapisan dangkal yang
kurang dari 1 m, karena dapat menghambat pertumbuhan akar (Soeseno, 2000).

Universitas Sumatera Utara

10

Tanaman aren dapat tumbuh di dekat pantai sampai pada ketinggian 1.400
m dpl. Pertumbuhan yang baik adalah pada ketinggian sekitar 500-1.200 m dpl
karena pada kisaran lahan tersebut tidak kekurangan air tanah dan tidak tergenang
oleh banjir permukaan (Akuba, 1993).
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang
khusus, sehingga dapat tumbuh di tanah liat (berlempung), berkapur, dan berpasir.
Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (pH
tanah terlalau asam). Di Indonesia, tanman aren dapat tumbuh baik dan
berproduksi pada daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 mdpl.

Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari
800 m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang
memuaskan. Disamping itu banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada
tumbuhnya tanaman ini. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata
sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun (Hatta, 1993).
Selain itu pohon aren merupakan pohon berdaun hijau, sehingga dengan
menanam aren, kita ikut serta dalam menumbuhkan paru-paru dunia dan
mengurangi atau mencegah pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang
dihasilkan oleh aktivitas di bumi melalui proses fotosintesis. Dengan kondisi
lingkungan yang semakin baik, kita dapat menyediakan masa depan lebih baik
bagi anak-anak kita (Hardjosoediro, 1980).
Kondisi Umum Penelitian
Kondisi Umum Kawasan Hutan Batang Toru
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur
(Sarulla), secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02°

Universitas Sumatera Utara

11


03’ - 01° 27’ Lintang Utara. Hutan alami (primer) di Batang Toru yang tersisa
saat ini diperhitungkan seluas 136.284 ha dan berada di Blok Barat seluas 81.344
ha dan di Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara administratif berada di 3
Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
Kabupaten Tapanuli Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalam
daerah Tapanuli Utara adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air
dari hutan Batang Toru di Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah
Sarulla dan hulunya dari DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli
Utara. Pegunungan yang paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara
yaitu Dolok Saut 1.802 m dpl (YEL, 2007).
Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam.
Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih
curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang
peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk
mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap
datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803
m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan
pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini
sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian
Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang
sedang disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru
sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli
(YEL, 2007).

Universitas Sumatera Utara

12

Kondisi Umum Kabupaten Tapanuli Utara
Tapanuli Utara Dalam Angka (2012) secara geografis Kabupaten Tapanuli
Utara terletak pada koordinat 1º20'00" - 2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98 05"99 16" Bujur Timur (BT).Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara
berbatasan dengan lima kabupaten tetangga. Adapun batas-batas adalah sebagai
berikut :


Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten
Humbang Hasundutan,



Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu,



Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir,



Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Eksplorasi
Pemuliaantanaman

merupakan

ilmu

terapan

yang

memanfaatkan

pengetahuantentang genetika, patologi, fisiologi tumbuhan, statistik dan biologi
molekuler untuk digunakan dalam modifikasi spesies tumbuhan bagi keperluan
atau kebutuhan manusia(Lempang, 1999).
Pada dasarnya kegiatan utama pemuliaan tanaman meliputi tiga hal yaitu
1) eksplorasi dan identifikasi, 2) seleksi dan 3) evaluasi. Eksplorasi adalah suatu
kegiatan yang bertujuan mengumpulkan dan mengkoleksi semua sumber
keragaman genetic yang tersedia. Identifikasi merupakan suatu kegiatan
karakterisasi semua sifat yang dimiliki atau yang terdapat pada sumber
keragamaan gen sebagai data base sebelum memulai rencana pemuliaan tanaman.
Identifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara : 1) identifikasi berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

13

morfologi, 2) identifikasi berdasarkan sitologi, 3) identifikasi berdasarkakn pola
pita DNA (molekuler) (Swasti, 2007).
Inventarisasi Hutan
Kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hutan harus berdasarkan pada
prinsip kelestarian hutan (Suistanable Forest Management). Prinsip kelestarian
hutan yang dimaksud adalah kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologis, dan
fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan tersebut harus menjamin
keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan, fungsi hutan sebagai sistem penyangga
kehidupan berbagai spesies asli beserta ekosistemnya dan kehidupan masyarakat
setempat yang tergantung kepada hutan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, Untuk itu kegiatan inventarisasi hutan sangat berperan dalam
menyajikan informasi yang akurat tentang keadaan tegakan hutan, baik keadaan
pohon-pohon maupun berbagai karakteristik areal tempat tumbuh. Informasi
tersebut digunakan untuk menyusun perencanaan dalam pengelolaan hutan
(Simson, 1993).
Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data
dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan serta
lingkungannya secara lengkap. Kegiatannya dengan cara melakukan survey
mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia
serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Hasil dari inventarisasi
hutan antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan,
penyusunan neraca sumberdaya hutan, penyusunan rencana kehutanan dan sisitem
informasi kehutanan. Oleh karena itu, data hasil kegiatan inventarisasi hutan harus

Universitas Sumatera Utara

14

memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dengan memperhatikan efisiensi dalam
pengambilan data (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Kegiatan pengumpulan data penunjang dalam kegiatan inventarisasi hutan
terdiri dari data luas dan letak, topografi, bentang alam spesifik, geologi dan
tanah, iklim, fungsi hutan, tipe hutan, flora dan fauna yang dilindungi,
pengusahaan hutan serta penduduk, kelembagaan dan sarana-prasarana.
Sedangkan kegiatan pengolahan data terdiri penyusunan daftar nama jenis pohon
dan dominasi, perhitungan masa tegakan, perhitungan luas bidang dasar pohon
serta perhitungan volume pohon.
inventarisasi

hutan,

telah

Dalam

dikembangkan

kaitannya
berbagai

dengan
metode

beik

kegiatan
teknik

pengambilan data, penggunaan bentuk unit contoh maupun pengelolaan datanya.
Metode-metode tersebut digunakan untuk menduga potensi tegakan yang ada,
karena tidak mungkin dilakukan sensus terhadap tegakan hutan yang sangat luas.
Demikian perlu adanya perbaikan-perbaikan dan penemuan metode baru yang
tepat bagi kegiatan inventarisasi hutan untuk pendugaan potensi tegakan agar
lebih praktis dan juga mempunyai ketelitian yang tinggi (Purwaningrum, 2002).
Metode sampling yang belakangan ini sering digunakan dalam kegiatan
inventarisasi hutan adalah metode sampling jalur sistematik yang merupakan
metode pengambilan sampel dengan unit sampel berupa petak ukur jalur yang
terdistribusi secara sistematik. Sistematik disini diartikan jalur tersebar merata
dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu tetap dari satu jalur ke jalur
lainnya, sedangkan petak ukur yang yang dimaksudkan adalah satuan sampling
yang berupa bagian dari luasan sebuah tegakan dimana akan dilakukan
pengukuran dan pengamatan karakter tegakan dan kondisi lahannya.

Universitas Sumatera Utara

15

Secara umum inventarisasi hutan didefenisiskan sebagai pengumpulan
dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan
pengelolaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan
serbaguna.

Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik mengumpulkan,

mengevaluasi, dan menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal hutan
karena secara umum hutan merupakan areal yang luas, maka data biasanya
dikumpulkan dengan kegiatan sampling

dengan kata lain inventarisasi hutan

adalah suatu usaha untuk menguraikan kualitas dan kuantitas pohon-pohon hutan
serta berbagai karakteristik arael tempat tumbuhnya
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu
harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran pohon-pohon
yang masih berdiri, penaksiran tempat tumbuh dan pengeluaran hasil. Kegiatan
inventarisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan pengukuran
seluruh populasi atau disebut dengan cara sensus dan dengan cara pengambilan
sebagian dari populasi (sampling). Cara pertama menghasilkan cara cermat tetapi
memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, sehingga cara kesua lebih
lazim diterapkan. Purwaningrum (2002), mengkaji bahwa sampling merupakan
tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode pengukurannya hanya
dilakukan pada sebagian elemen dari populasi, tidak semua elemen dalam
populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan karakteristik suatu populasi
berdasarkan contoh (sample) yang diambil dari populasi tersebut yang digunakan
untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari. Cenderung
menguntungkan karena menghemat sumberdaya (biaya, waktu, dan tenaga),

Universitas Sumatera Utara

16

kecepatan mendapatkan informasi, ruang lingkup (cakupan) lebih luas,
data/informasi yang diperoleh lebih teliti dan mendalam serta pekerjaan lapangan
lebih mudah dibanding cara sensus.
Metode sampling jalur sistematik merupakan suatu metode yang
ditentukan berdasarkan luas tertentu dari unit contohnya, yakni berdasarkan
dengan unit contoh berbentuk jalur yang terdistribusi secara sistematik. Sistematik
di sini diartikan bahwa jalur tersebar merata dengan lebar jalur dan jarak antar
jalur yang selalu tetap dari satu jalur ke jalur lainnya. Penentuan sampling jalur
sistematik terkait dengan petak ukur pengamatan. Petak ukur ini berbasis pada
plot persegi maupun persegi panjang yang umunya dibuat tegak lurus garis kontur
atau sungai yang mengarah ke puncak gunung atau bukit agar keragaman
karakteristik tegakan yang diukur dapat terwakili. Adanya penentuan petak ukur
ini tidak lepas dari pengamatan, pengukuran, dan penandaan pohon inti yang
meliputi jumlah, jenis, diameter dan tingkat kerusakannya. Biasanya kegiatan ini
digunakan untuk inventarisasi hutan alam (Sutarahardja, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

9 114 109

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

8 52 73

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 2 13

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 1 2

Inventarisasi Dan Pemanfaatan Rotan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan(Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 3

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 8

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 2

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 4

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 3

Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (Arenga Pinnanta Merr) (Studi Kasus: Hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 18