Uji Jenis Dekomposer Pada Pembuatan Kompos Dari Limbah Pelepah Kelapa Sawit Terhadap Mutu Kompos Yang Dihasilkan

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit
Klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Divisio

: Tracheophyta

Subdivisio

: Pteropsida

Kelas

: Angiospermae

Subkelas

: Monocotiledonae

Ordo


: Cocoidae

Familia

: Palmae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guinensis

Varietas

: Dura, Psifera, Tenera

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang

hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman
penghasil minyak nabati lainnya. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain,
minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan terendiri, yakni rendahnya
kandungan kolestrol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang
tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan nonpangan (Hadi, 2004).
Pelepah dan daun kelapa sawit memiliki kandungan nutrisi bahan kering
(% BK) setara dengan rumput alam yang tumbuh di padang penggembalaan.
Kandungan zat-zat nutrisi pelepah dan daun kelapa sawit adalah bahan kering
48.78%, protein kasar 5.3%, hemiselulosa 21.1%, selulosa 27.9%, serat kasar
31.09%, abu 4.48%, BETN 51.78%, lignin 16.9%, dan silica 0.6% (Imsya, 2007).
5

6

Limbah Perkebunan Kelapa Sawit
Menurut Sa’id (1996), berdasarkan lokasi pembentukannya, limbah hasil
perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Limbah lapangan
Limbah lapangan merupakan sisa tanaman yang ditinggalkan waktu panen,

peremajaan, atau pembukaan areal perkebunan baru. Contoh limbah lapangan
adalah kayu, ranting, pelepah, dan gulma hasil penyiangan kebun. Setiap
pembukaan perkebunan baru dihasilkan kayu tebangan hutan antara 40 – 50
m3/tahun. Satu hektar tanaman kelapa sawit akan menghasilkan limbah pelepah
daun sebanyak 10,40 ton bobot kering dalam setahun.
2. Limbah pengolahan
Limbah pengolahan merupakan hasil ikutan yang terbawa pada waktu
panen hasil utama, dan kemudian dipisahkan dari produk utama waktu proses
pengolahan. Menurut penggunaannya, limbah pengolahan terdiri dari tiga kategori
sebagai berikut.
a. Limbah yang diolah menjadi produk lain karena memiliki arti ekonomi yang
besar seperti inti sawit.
b. Limbah yang didaur ulang untuk menghasilkan energi dalam pengolahan dan
pupuk, misalnya tandan kosong, cangkang, dan serat (sabut) buah sawit.
c. Limbah yang dibuang sebagai sampah pengolahan.
Limbah pelepah sawit hanya dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan
pupuk kompos. Analisa kimia terhadap pelepah sawit menunjukkan bahwa
terdapat komponen selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang memperlihatkan

7


bahwa pelepah sawit berpeluang untuk diolah lebih lanjut menjadi produk yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis (Badan Pusat Statistik Riau, 2011).
Kompos
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan
organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos
mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:
1) memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan
2) memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
3) menambah daya ikat air pada tanah
4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah
5) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
6) mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
7) membantu proses pelapukan bahan mineral
8) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba
9) menurunkan aktivitas mikroorganime yang merugikan
(Indriani, 2001).
Menumpuknya limbah organik memerlukan penanganan agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau tidak sedap atau menjadi sarang
lalat. Jalan pintas yang sering dijumpai adalah dengan membakar. Pembakaran

limbah organik tersebut selain tidak memberikan manfaat, juga dapat
menimbulkan polusi udara. Kandungan rata- rata kompos dapat dilihat pada tabel:

8

Tabel 1. Kandungan rata-rata hara kompos
Komponen
Kandungan (%)
Kadar air
41,00 – 43,00
C-Organik
4,83 – 8,00
N
0,10 – 0,51
P2O5
0,35 – 1,12
K 2O
0,32 – 0,80
Ca
1,00 – 2,09

Mg
0,10 – 0,19
Fe
0,50 – 0,64
Al
0,50 – 0,92
Mn
0,02 – 0,04
Sumber : Dari beberapa pupuk organik yang beredar di pasaran s/d 2002

(Musnamar, 2003).
Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan
bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan
yang dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Penguraian bahan-bahan
tersebut dibantu oleh suhu 60° C. Proses penguraian tersebut mengubah unsur
hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik
larut sehingga berguna bagi tanaman. Pengomposan bertujuan untuk menurunkan
rasio C/N. Tergantung jenis tanamannya, rasio C/N sisa tanaman yang masih
segar umumnya tinggi sehingga mendekati rasio C/N tanah. Bila bahan organik
yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan terlebih dahulu (langsung

diberikan ke tanah) maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah
(Lingga dan Marsono, 2001).
Prinsip Pengomposan
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga
sama dengan C/N tanah (