Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Udang Kelong (Penaeus merguiensis) di Perairan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Udang
Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih
(renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan
daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari
dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola
dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus
dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain
yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).
Pemanfaatan sumberdaya udang yang dilakukan oleh nelayan merupakan
salah satu aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan udang, terutama di
daerah mangrove. Pengaruh penangkapan udang terjadi apabila makin besar laju
penangkapan, menyebabkan ketersediaan udang makin menurun pada musim
berikutnya (Sasmita, 2002).
Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda/
masih berukuran kecil dalam jumlah yang banyak. Kecenderungan yang terjadi
apabila laju penangkapan makin meningkat, maka jumlah hasil tangkapan udang
semakin menurun dengan kondisi regenerasi yang sama. Bahkan dapat berakibat
fatal, yaitu terjadi kepunahan sumberdaya udang pada daerah tersebut (Naamin
dkk, 1981).
Walaupun secara keseluruhan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di
perairan Indonesia masih berada di bawah potensi lestari yang ada, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
pada beberapa wilayah telah mengalami tangkap lebih (overfishing), seperti jenis
ikan karang dan udang penaeid.
Udang Kelong (Penaeus merguiensis)
Dalam dunia perdagangan Udang Kelong mempunyai banyak nama
dagang misalnya di Hongkong dinamakan White Prawn, di Australia Banana
Prawn atau White Shrimp, di Malaysia udang Kaki Merah, dan di Indonesia
dikenal dengan nama udang Putih, udang Perempuan, udang Popet, udang
Jerbung, udang Peci, udang Pate, udang Cucuk, Pelak, Kebo, Angin, Haku,
Wangkang, Pesayan, Kertas, dan udang Tajam (Martosubroto, 1977). Kedudukan
Udang Kelong secara taksonomi menurut Racek dan Dall (1965), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Crustaceae
Subclass
: Malacostrata
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Natantia
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus merguiensis
Secara umum morfologi Udang Kelong tidak berbeda dengan udang yang
lain. Tanda-tanda khusus yang membedakannya antara lain warna badan yang
putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau. Udang Kelong umumnya
memiliki panjang total 24 cm untuk betina, dan 20 cm untuk jantan. Ujung ekor
Universitas Sumatera Utara
dan kakinya berwarna merah, antennula bergaris-garis merah tua, dan antenna
berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5 – 8 dan bagian bawah 2 – 5. Pada
karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas (Kusrini, 2008). Bentuk
Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 2.
Rostrum
Mat
Karapas
Antena
Pleomore
Antennul
a
Maxillipe
Uropod
Kaki Jalan
Telson
Kaki
Renang
Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)
Seluruh tubuh Udang Kelong tertutup oleh kerangka luar yang disebut
eksoskeleton yang terbuat dari chitin. Tubuh udang agak melengkung (bengkok),
udang berjalan dengan cara merayap di dasar air menggunakan kaki-kakinya
(pereiopod) yang juga dapat digunakan untuk berenang (pleopod), sedangkan
bagian ekor terdiri atas telson dan uropod yang digunakan untuk mengemudi
(Darmono, 1991).
Bagian kepala Udang Kelong ditutup oleh sebuah kelopak yang
dinamakan cangkang kepala (karapas). Di kanan-kiri sisi kepala terdapat insang
yang ditutup oleh kelopak kepala, mulut terdapat di bagian bawah kepala antara
rahang-rahang (mandibula). Pada bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki
Universitas Sumatera Utara
renang (pleopod) yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6,
kaki renangnya mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda).
Ujung ruas ke-6 ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah
pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Kusrini, 2008).
Organ Reproduksi Udang Kelong (Penaeus merguiensis)
Udang penaeid pada umumnya termasuk ke dalam hewan heteroseksual
(diocious) sehingga dapat dibedakan antara jantan dan betina secara morfologi
(seksual dimorfisme). Pada umur yang sama ukuran udang betina lebih besar dari
pada udang jantan dan mempunyai abdomen yang lebih besar. Antara udang
jantan dan udang betina dapat dibedakan dari alat kelamin luarnya. Alat
reproduksi udang jantan terdiri atas sepasang testes, vasa diferensia, dan sebuah
petasma yang berada di luar serta appendiks maskulina (George, 1979). Petasma
terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak
di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Gambar 3).
Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Kelong
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada udang betina, sistem alat reproduksi terdiri atas sepasang
ovarium dan sepasang oviductus, lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang
disebut dengan thelycum terletak antara pasangan keempat dan kelima kaki jalan.
Gonad betina atau ovarium (indung telur), berfungsi untuk menghasilkan telur.
Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Kematangan telur dapat
dilihat dari perkembangan ovarinya (kandungan telur), yang terletak dibagian
punggung (dorsal) dari tubuh udang mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor
(telson). Ovari yang mengandung telur matang dapat dilihat dengan jelas pada
individu yang masih hidup terutama pada jenis Udang Kelong, karena kulitnya
tipis dan jernih (Purwanto, 1986).
Habitat dan Tingkah Laku Udang Kelong
Udang Kelong umumnya hidup di dasar perairan dengan dasar lumpur,
berpasir atau lumpur berpasir. Hal ini terkait dengan kebiasaan makan udang yang
makanannya terdiri atas detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar.
Pada umumnya udang tertangkap dalam jumlah banyak diperairan dangkal
terutama di daerah muara sungai. Udang Kelong senang tinggal di daerah yang
terjadi pencampuran air laut dan air sungai, karena di daerah ini banyak makanan
dan unsur hara yang dibutuhkan oleh Udang Kelong, sehingga pertumbuhan
udang makin cepat (Sasmita, 2002).
Umumnya Udang Kelong berkelompok baik pada siang maupun malam
hari di dasar perairan dalam jumlah besar. Udang Kelong termasuk omnivora dan
lebih menyukai organisme yang sedang dalam proses pembusukan, sehingga
daerah yang terdapat proses pembusukan merupakan petunjuk kelimpahan Udang
Universitas Sumatera Utara
Kelong. Tingkah laku Udang Kelong termasuk golongan yang jarang
membenamkan diri dalam lumpur dan hampir selalu aktif bergerak, terutama pada
siang hari, sehingga penangkapan Udang Kelong sebaiknya dilakukan pada siang
hari (Motoh, 1981).
Sifat bergerombol Udang Kelong dewasa ada hubungannya dengan masa
perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959). Pemijahan Udang Kelong terjadi pada
malam hari. Gerombolan Udang Kelong biasanya terdapat di dekat dasar perairan
pada saat air tenang (saat antara pasang surut dan pasang naik) atau bila arus air
lemah (Martosubroto, 1978).
Daur Hidup Udang Kelong
Daur hidupnya Udang Kelong terjadi pada dua daerah, yaitu fase di laut
dan fase estuaria (Gambar 4). Pemijahan terjadi di laut sepanjang tahun dengan
puncaknya pada bulan Maret dan Desember. Induk udang yang matang telur
biasanya memijah pada malam hari dan telur diletakkan di dasar laut. Kira-kira 12
jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva pada stadia pertama yang
disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius
berubah menjadi stadia zoea atau protozoea. Pada stadia ini, larva mulai
mengambil makanan dari sekitarnya, dan selanjutnya bentuk zoea berubah
menjadi mysis (Koswara, 1985).
Dari stadia mysis, larva bermetamorfosis menjadi stadia pasca larva yang
selanjutnya bermigrasi ke perairan estuarin. Di perairan estuarin udang
membenamkan diri pada siang hari di dasar lumpur yang lembek untuk
menghindari gangguan predator sampai menjadi yuwana. Setelah yuwana
berumur 3 - 6 bulan di daerah estuarin, yuwana kembali ke laut untuk tumbuh dan
Universitas Sumatera Utara
berkembang sampai mencapai tingkat kematangan gonad dan bertelur di perairan
laut. Beberapa spesies udang kadang-kadang hanya mencapai umur 12-14 bulan
dan udang dewasa mati setelah kembali ke perairan dalam dan bertelur (Koswara,
1985). Menurut Naamin (1975) udang jerbung yang normal dapat hidup selama
12 bulan dan dapat mencapai 2 tahun. Daur hidup Udang Kelong dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).
Alat Tangkap Udang Kelong
Alat tangkap Udang Kelong yang bersifat aktif, pengoperasiannya dengan
cara ditarik kapal dengan daya tertentu atau dilingkarkan di perairan yang
bertekstur dasar lebih rata, terdiri atas lumpur atau lumpur berpasir yang banyak
Udang Kelongnya. Jenis alat tangkap yang termasuk kategori ini adalah trawl,
jaring trammel net, jaring gill net, set net, dan cantrang (Zalinge dan Naamin,
1975).
Universitas Sumatera Utara
Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap Udang Kelong di
perairan Kabupaten Langkat, yaitu jaring udang (Gill net dan Trammel net).
Jaring insang (Gill net) merupakan jaring selapis yang digunakan pada saat
menangkap udang, biasanya lebar jaring insang lebih pendek dibandingkan
panjangnya. Selain Gill net, alat tangkap lain yang sering digunakan nelayan
adalah Trammel net (Gambar 5). Trammel net adalah jaring tiga lapis yang
biasanya juga digunakan untuk menangkap ikan selain udang. Jaring ini memiliki
lebar jaring yang berbeda-beda setiap lapisannya. Pengoperasian trammel net
yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arus akan memperoleh hasil
tangkapan Udang Kelong yang lebih baik (Wudianto, 1985). Umumnya
kedalaman perairan saat operasi penangkapan sekitar 5 - 20 m. Satu trip
penangkapan alat tangkap trammel net (5 – 7) hari. Rata-rata pengoperasian alat
3-5 setting per hari. Faktor keberhasilan penangkapan Udang Kelong dengan
trammel net adalah bahan, kontruksi dan teknologi penangkapannya (Wudianto,
1985).
Gambar 5. Trammel net
Universitas Sumatera Utara
Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong
Hubungan panjang bobot udang dan distribusi panjangnya perlu diketahui
terutama apabila diperlukan konversi statistik hasil tangkapan dalam bobot ke
jumlah udang, menduga besarnya populasi dan laju kematian. Analisis hubungan
panjang karapas dan bobot tubuh udang untuk tiap spesies menggunakan teknik
hubungan eksponensial dan hubungan linear. Analisis hubungan panjang-bobot
udang bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan udang di alam. Dari pola
pertumbuhan alami akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dan bobot, nilai
ini digunakan untuk mencari nilai faktor kondisi udang yang menggambarkan
bentuk tubuh udang (gemuk atau kurus). Hubungan panjang bobot tubuh udang
ditentukan untuk melihat sifat pertumbuhan allometrik atau isometrik. Panjang
karapas pada udang dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan
bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang tersebut. Hubungan
panjang-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang
merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya (Diskibiony, 2012).
Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut menjelaskan pola pertumbuhan.
Menurut Effendie (1997) diacu oleh Robiyani (2000), jika nilai b yang diperoleh
tidak sama dengan tiga (b < 3 atau b > 3) menunjukkan bahwa pertumbuhan
bersifat
allometrik,
artinya
pertambahan
panjang
lebih
cepat
daripada
pertambahan beratnya atau pertambahan berat lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjangnya. Nilai b = 3 maka pertumbuhan udang bersifat isometrik,
artinya pertambahan panjang dan beratnya seimbang.
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong
Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data
komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang
memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam
komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan
umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat
dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam
sejumlah umur (Sparre dan Venema, 1999). Faktor pembatas dalam analisis
frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan
selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya
diketahui untuk mendeteksi kelompok umur pertama. Analisis frekuensi panjang
memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode
lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly, 1984 diacu oleh Diskibiony,
2012).
Pertumbuhan Udang Kelong
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau
bobot dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah
peningkatan biomass suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan
dari lingkungan. Pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks
dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika dihubungkan dengan ketersediaan makanan,
pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai perubahan panjang atau bobot yang
terjadi pada suatu individu/populasi yang merupakan tanggapan atau respon
terhadap perubahan makanan yang tersedia. Menurut Nikolsky (1963), laju
pertumbuhan organisme perairan bervariasi bergantung pada kondisi lingkungan
Universitas Sumatera Utara
tempat/habitat organisme tersebut berada, serta ketersediaan makanan yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinyu karena hanya terjadi
setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Hartnoll
(1982), menyatakan pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan
perpaduan antara proses perubahan struktur melalui proses metamorfosis dan
ganti kulit (moulting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi
materi dan energi pakan menjadi massa tubuh udang.
Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya pergantian kulit, yang secara
sederhana digambarkan sebagai berikut: udang berganti kulit melepaskan dirinya
dari kulit luarnya yang keras/eksoskeleton, air diserap sehingga ukuran udang
bertambah besar, kulit luar yang baru terbentuk dan air secara bertahap hilang dan
diganti dengan jaringan baru. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan panjang
individu merupakan fungsi berjenjang (step function). Tubuh udang akan
bertambah panjang pada setiap ganti kulit, dan tidak bertambah panjang pada saat
antara ganti kulit (intermolt). Pada setiap ganti kulit integument terbuka,
menyebabkan pertumbuhan terjadi dengan cepat pada periode waktu yang pendek,
sebelum integument yang baru menjadi keras (Hartnoll, 1982 diacu oleh Naamin,
1984).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang (Hartnoll,
1982) adalah sebagai berikut:
1. Faktor dalam, yaitu jenis kelamin, tingkat kedewasaan, dan anggota tubuh
yang hilang.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor luar, yaitu ketersediaan makanan, cahaya, salinitas, suhu dan
parasit.
Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan udang seperti suhu
air, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan panjang hari (fotoperiod).
Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor
lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat
kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Faktor-faktor dalam
yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan udang adalah umur, ukuran
udang serta kematangan gonad (Effendie, 1997).
Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang
tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan secara teoritis
hanya akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi.
Udang memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi
sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi
pemanfaatan energi (pakan) untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya
dukung lingkungannya (Anggoro, 1992).
Laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi
lingkungan yang merupakan tempat bagi organisme untuk hidup serta
ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang kelangsungan
hidup dan pertumbuhan. Berdasarkan kondisi individu, maka pola pertumbuhan
individu dibagi atas dua, yaitu pola pertumbuhan isometrik dan pola pertumbuhan
allometrik. Pola pertumbuhan isometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot
seimbang atau dengan kata lain pertumbuhan bobot pada udang yang terjadi terusmenerus secara proporsional terhadap pertumbuhan panjang, sedangkan pola
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan allometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot tidak seimbang
atau pertumbuhan bobot yang tidak proporsional terhadap pertumbuhan panjang
(Effendie, 1997).
Di dalam manajemen perikanan, mempelajari laju pertumbuhan sangat
penting, karena laju pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad
pertama, komposisi umur dalam suatu stok biota, dan mortalitas. Selain itu,
analisis pertumbuhan digunakan untuk meramalkan ukuran rata-rata biota di suatu
populasi pada waktu tertentu, dan untuk membandingkan kondisi biota di daerah
perikanan yang berbeda atau pada daerah yang sama dengan strategi manajemen
yang berbeda. Pada organisme yang tidak mempunyai kerangka luar, ukuran
panjang berubah secara kontinyu, tetapi pada krustesea yang memiliki kerangka
luar, pertumbuhan menjadi suatu proses yang diskontinyu (Anggraini, 2001).
Laju Eksploitasi Udang Kelong
Mortalitas suatu kelompok Udang Kelong yang mempunyai umur yang
sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang
terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab
lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian
karena adanya predasi, penyakit, dan umur. Laju mortalitas total (Z) adalah
penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan
(King, 1995 diacu oleh Diskibiony, 2012).
Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai pertumbuhan Von
Bertalanffy yaitu K dan L∞. Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang paling
mempengaruhi nilai M adalah suhu rata rata perairan selain faktor panjang
maksimum karapas secara teoritis∞)(Ldan laju pertumbuhan (K). Laju
Universitas Sumatera Utara
eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap
selama Udang Kelong hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai
jumlah udang yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total udang yang mati
karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang
dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju
mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Diskibiony, 2012).
Nisbah Kelamin Udang Kelong
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Udang Kelong jantan
dengan Udang Kelong betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin
dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh.
Menurut Bal dan Rao (1984) diacu oleh Tampubolon (2008), kondisi nisbah
kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting
diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan
1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah
laku Udang Kelong jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Ismail, 2006
diacu oleh Diskibiony, 2012).
Menurut Effendie (2002) diacu oleh Diskibiony (2012), perbandingan
ratio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola distribusi yang
disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan
rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang
pemijahan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor Kondisi Udang Kelong
Faktor kondisi (FK) adalah suatu keadaan yang menyatakan kemontokan
udang dengan angka. Faktor kondisi ini dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat kecocokan suatu spesies terhadap lingkungan. Selanjutnya Effendie
(1997), menyatakan bahwa variasi harga K sangat ditentukan oleh makanan,
umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Dengan diketahuinya faktor kondisi
maka bila terjadi perubahan mendadak pada suatu populasi udang akan cepat
dapat diketahui (Robiyani, 2000).
Faktor kondisi menunjukkan keadaan udang secara fisik untuk bertahan
hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui
kemontokan udang dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan
panjang dan bobot. Faktor kondisi merupakan satu bentuk ekspresi pertumbuhan
Udang Kelong. Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi
udang
yang
berhubungan
dengan
beberapa
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu. Adanya perubahan faktor
lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari udang tersebut.
Faktor kondisi dapat naik turun. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks
relatif penting makanan dan pada Udang Kelong betina dipengaruhi oleh indeks
kematangan gonad (Diskibiony, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Sumberdaya Udang
Udang sebagai sumberdaya hayati akuatik, yang bersifat dapat pulih
(renewable), namun dalam pemanfaatannya harus tetap diperhatikan potensi dan
daya dukung. Sumberdaya udang perlu dikelola dengan baik sehingga tetap lestari
dan bermanfaat secara ekonomi bagi nelayan. Sumberdaya udang yang dikelola
dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
berkontribusi bagi perekonomian daerah. Pengelolaan sumberdaya udang harus
dilaksanakan secara terpadu dengan lingkungan pendukung dan sumberdaya lain
yang mempengaruhinya (Haluan, 1994).
Pemanfaatan sumberdaya udang yang dilakukan oleh nelayan merupakan
salah satu aktivitas yang berpengaruh terhadap perkembangan udang, terutama di
daerah mangrove. Pengaruh penangkapan udang terjadi apabila makin besar laju
penangkapan, menyebabkan ketersediaan udang makin menurun pada musim
berikutnya (Sasmita, 2002).
Pada umumnya hasil tangkapan yang diperoleh dapat berupa udang muda/
masih berukuran kecil dalam jumlah yang banyak. Kecenderungan yang terjadi
apabila laju penangkapan makin meningkat, maka jumlah hasil tangkapan udang
semakin menurun dengan kondisi regenerasi yang sama. Bahkan dapat berakibat
fatal, yaitu terjadi kepunahan sumberdaya udang pada daerah tersebut (Naamin
dkk, 1981).
Walaupun secara keseluruhan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di
perairan Indonesia masih berada di bawah potensi lestari yang ada, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
pada beberapa wilayah telah mengalami tangkap lebih (overfishing), seperti jenis
ikan karang dan udang penaeid.
Udang Kelong (Penaeus merguiensis)
Dalam dunia perdagangan Udang Kelong mempunyai banyak nama
dagang misalnya di Hongkong dinamakan White Prawn, di Australia Banana
Prawn atau White Shrimp, di Malaysia udang Kaki Merah, dan di Indonesia
dikenal dengan nama udang Putih, udang Perempuan, udang Popet, udang
Jerbung, udang Peci, udang Pate, udang Cucuk, Pelak, Kebo, Angin, Haku,
Wangkang, Pesayan, Kertas, dan udang Tajam (Martosubroto, 1977). Kedudukan
Udang Kelong secara taksonomi menurut Racek dan Dall (1965), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Crustaceae
Subclass
: Malacostrata
Ordo
: Decapoda
Subordo
: Natantia
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus merguiensis
Secara umum morfologi Udang Kelong tidak berbeda dengan udang yang
lain. Tanda-tanda khusus yang membedakannya antara lain warna badan yang
putih kekuningan dengan bintik coklat dan hijau. Udang Kelong umumnya
memiliki panjang total 24 cm untuk betina, dan 20 cm untuk jantan. Ujung ekor
Universitas Sumatera Utara
dan kakinya berwarna merah, antennula bergaris-garis merah tua, dan antenna
berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5 – 8 dan bagian bawah 2 – 5. Pada
karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas (Kusrini, 2008). Bentuk
Udang Kelong dapat dilihat pada Gambar 2.
Rostrum
Mat
Karapas
Antena
Pleomore
Antennul
a
Maxillipe
Uropod
Kaki Jalan
Telson
Kaki
Renang
Gambar 2. Udang Kelong (P. merguiensis)
Seluruh tubuh Udang Kelong tertutup oleh kerangka luar yang disebut
eksoskeleton yang terbuat dari chitin. Tubuh udang agak melengkung (bengkok),
udang berjalan dengan cara merayap di dasar air menggunakan kaki-kakinya
(pereiopod) yang juga dapat digunakan untuk berenang (pleopod), sedangkan
bagian ekor terdiri atas telson dan uropod yang digunakan untuk mengemudi
(Darmono, 1991).
Bagian kepala Udang Kelong ditutup oleh sebuah kelopak yang
dinamakan cangkang kepala (karapas). Di kanan-kiri sisi kepala terdapat insang
yang ditutup oleh kelopak kepala, mulut terdapat di bagian bawah kepala antara
rahang-rahang (mandibula). Pada bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki
Universitas Sumatera Utara
renang (pleopod) yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6,
kaki renangnya mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda).
Ujung ruas ke-6 ke arah belakang membentuk ujung ekor (telson). Di bawah
pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Kusrini, 2008).
Organ Reproduksi Udang Kelong (Penaeus merguiensis)
Udang penaeid pada umumnya termasuk ke dalam hewan heteroseksual
(diocious) sehingga dapat dibedakan antara jantan dan betina secara morfologi
(seksual dimorfisme). Pada umur yang sama ukuran udang betina lebih besar dari
pada udang jantan dan mempunyai abdomen yang lebih besar. Antara udang
jantan dan udang betina dapat dibedakan dari alat kelamin luarnya. Alat
reproduksi udang jantan terdiri atas sepasang testes, vasa diferensia, dan sebuah
petasma yang berada di luar serta appendiks maskulina (George, 1979). Petasma
terdapat pada kaki renang pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak
di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5 (Gambar 3).
Gambar 3. Alat Kelamin jantan dan Betina Udang Kelong
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada udang betina, sistem alat reproduksi terdiri atas sepasang
ovarium dan sepasang oviductus, lubang genital, dan sebuah alat kelamin yang
disebut dengan thelycum terletak antara pasangan keempat dan kelima kaki jalan.
Gonad betina atau ovarium (indung telur), berfungsi untuk menghasilkan telur.
Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ke ekor. Kematangan telur dapat
dilihat dari perkembangan ovarinya (kandungan telur), yang terletak dibagian
punggung (dorsal) dari tubuh udang mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor
(telson). Ovari yang mengandung telur matang dapat dilihat dengan jelas pada
individu yang masih hidup terutama pada jenis Udang Kelong, karena kulitnya
tipis dan jernih (Purwanto, 1986).
Habitat dan Tingkah Laku Udang Kelong
Udang Kelong umumnya hidup di dasar perairan dengan dasar lumpur,
berpasir atau lumpur berpasir. Hal ini terkait dengan kebiasaan makan udang yang
makanannya terdiri atas detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar.
Pada umumnya udang tertangkap dalam jumlah banyak diperairan dangkal
terutama di daerah muara sungai. Udang Kelong senang tinggal di daerah yang
terjadi pencampuran air laut dan air sungai, karena di daerah ini banyak makanan
dan unsur hara yang dibutuhkan oleh Udang Kelong, sehingga pertumbuhan
udang makin cepat (Sasmita, 2002).
Umumnya Udang Kelong berkelompok baik pada siang maupun malam
hari di dasar perairan dalam jumlah besar. Udang Kelong termasuk omnivora dan
lebih menyukai organisme yang sedang dalam proses pembusukan, sehingga
daerah yang terdapat proses pembusukan merupakan petunjuk kelimpahan Udang
Universitas Sumatera Utara
Kelong. Tingkah laku Udang Kelong termasuk golongan yang jarang
membenamkan diri dalam lumpur dan hampir selalu aktif bergerak, terutama pada
siang hari, sehingga penangkapan Udang Kelong sebaiknya dilakukan pada siang
hari (Motoh, 1981).
Sifat bergerombol Udang Kelong dewasa ada hubungannya dengan masa
perkawinan dan pemijahan (Racek, 1959). Pemijahan Udang Kelong terjadi pada
malam hari. Gerombolan Udang Kelong biasanya terdapat di dekat dasar perairan
pada saat air tenang (saat antara pasang surut dan pasang naik) atau bila arus air
lemah (Martosubroto, 1978).
Daur Hidup Udang Kelong
Daur hidupnya Udang Kelong terjadi pada dua daerah, yaitu fase di laut
dan fase estuaria (Gambar 4). Pemijahan terjadi di laut sepanjang tahun dengan
puncaknya pada bulan Maret dan Desember. Induk udang yang matang telur
biasanya memijah pada malam hari dan telur diletakkan di dasar laut. Kira-kira 12
jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva pada stadia pertama yang
disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius
berubah menjadi stadia zoea atau protozoea. Pada stadia ini, larva mulai
mengambil makanan dari sekitarnya, dan selanjutnya bentuk zoea berubah
menjadi mysis (Koswara, 1985).
Dari stadia mysis, larva bermetamorfosis menjadi stadia pasca larva yang
selanjutnya bermigrasi ke perairan estuarin. Di perairan estuarin udang
membenamkan diri pada siang hari di dasar lumpur yang lembek untuk
menghindari gangguan predator sampai menjadi yuwana. Setelah yuwana
berumur 3 - 6 bulan di daerah estuarin, yuwana kembali ke laut untuk tumbuh dan
Universitas Sumatera Utara
berkembang sampai mencapai tingkat kematangan gonad dan bertelur di perairan
laut. Beberapa spesies udang kadang-kadang hanya mencapai umur 12-14 bulan
dan udang dewasa mati setelah kembali ke perairan dalam dan bertelur (Koswara,
1985). Menurut Naamin (1975) udang jerbung yang normal dapat hidup selama
12 bulan dan dapat mencapai 2 tahun. Daur hidup Udang Kelong dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Daur hidup Udang Kelong (Penaeus merguiensis) (Stewart, 2005).
Alat Tangkap Udang Kelong
Alat tangkap Udang Kelong yang bersifat aktif, pengoperasiannya dengan
cara ditarik kapal dengan daya tertentu atau dilingkarkan di perairan yang
bertekstur dasar lebih rata, terdiri atas lumpur atau lumpur berpasir yang banyak
Udang Kelongnya. Jenis alat tangkap yang termasuk kategori ini adalah trawl,
jaring trammel net, jaring gill net, set net, dan cantrang (Zalinge dan Naamin,
1975).
Universitas Sumatera Utara
Alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap Udang Kelong di
perairan Kabupaten Langkat, yaitu jaring udang (Gill net dan Trammel net).
Jaring insang (Gill net) merupakan jaring selapis yang digunakan pada saat
menangkap udang, biasanya lebar jaring insang lebih pendek dibandingkan
panjangnya. Selain Gill net, alat tangkap lain yang sering digunakan nelayan
adalah Trammel net (Gambar 5). Trammel net adalah jaring tiga lapis yang
biasanya juga digunakan untuk menangkap ikan selain udang. Jaring ini memiliki
lebar jaring yang berbeda-beda setiap lapisannya. Pengoperasian trammel net
yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arus akan memperoleh hasil
tangkapan Udang Kelong yang lebih baik (Wudianto, 1985). Umumnya
kedalaman perairan saat operasi penangkapan sekitar 5 - 20 m. Satu trip
penangkapan alat tangkap trammel net (5 – 7) hari. Rata-rata pengoperasian alat
3-5 setting per hari. Faktor keberhasilan penangkapan Udang Kelong dengan
trammel net adalah bahan, kontruksi dan teknologi penangkapannya (Wudianto,
1985).
Gambar 5. Trammel net
Universitas Sumatera Utara
Hubungan Panjang Karapas dan Bobot Udang Kelong
Hubungan panjang bobot udang dan distribusi panjangnya perlu diketahui
terutama apabila diperlukan konversi statistik hasil tangkapan dalam bobot ke
jumlah udang, menduga besarnya populasi dan laju kematian. Analisis hubungan
panjang karapas dan bobot tubuh udang untuk tiap spesies menggunakan teknik
hubungan eksponensial dan hubungan linear. Analisis hubungan panjang-bobot
udang bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan udang di alam. Dari pola
pertumbuhan alami akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dan bobot, nilai
ini digunakan untuk mencari nilai faktor kondisi udang yang menggambarkan
bentuk tubuh udang (gemuk atau kurus). Hubungan panjang bobot tubuh udang
ditentukan untuk melihat sifat pertumbuhan allometrik atau isometrik. Panjang
karapas pada udang dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan
bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang tersebut. Hubungan
panjang-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot udang
merupakan hasil pangkat tiga dari panjangnya (Diskibiony, 2012).
Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut menjelaskan pola pertumbuhan.
Menurut Effendie (1997) diacu oleh Robiyani (2000), jika nilai b yang diperoleh
tidak sama dengan tiga (b < 3 atau b > 3) menunjukkan bahwa pertumbuhan
bersifat
allometrik,
artinya
pertambahan
panjang
lebih
cepat
daripada
pertambahan beratnya atau pertambahan berat lebih cepat dibandingkan
pertambahan panjangnya. Nilai b = 3 maka pertumbuhan udang bersifat isometrik,
artinya pertambahan panjang dan beratnya seimbang.
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Sebaran Frekuensi Panjang Karapas Udang Kelong
Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data
komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang
memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam
komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan
umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat
dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam
sejumlah umur (Sparre dan Venema, 1999). Faktor pembatas dalam analisis
frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan
selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya
diketahui untuk mendeteksi kelompok umur pertama. Analisis frekuensi panjang
memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode
lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly, 1984 diacu oleh Diskibiony,
2012).
Pertumbuhan Udang Kelong
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau
bobot dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah
peningkatan biomass suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan
dari lingkungan. Pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks
dipengaruhi oleh banyak faktor. Jika dihubungkan dengan ketersediaan makanan,
pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai perubahan panjang atau bobot yang
terjadi pada suatu individu/populasi yang merupakan tanggapan atau respon
terhadap perubahan makanan yang tersedia. Menurut Nikolsky (1963), laju
pertumbuhan organisme perairan bervariasi bergantung pada kondisi lingkungan
Universitas Sumatera Utara
tempat/habitat organisme tersebut berada, serta ketersediaan makanan yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinyu karena hanya terjadi
setelah ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Hartnoll
(1982), menyatakan pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan
perpaduan antara proses perubahan struktur melalui proses metamorfosis dan
ganti kulit (moulting), serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi
materi dan energi pakan menjadi massa tubuh udang.
Pertumbuhan udang ditandai dengan adanya pergantian kulit, yang secara
sederhana digambarkan sebagai berikut: udang berganti kulit melepaskan dirinya
dari kulit luarnya yang keras/eksoskeleton, air diserap sehingga ukuran udang
bertambah besar, kulit luar yang baru terbentuk dan air secara bertahap hilang dan
diganti dengan jaringan baru. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan panjang
individu merupakan fungsi berjenjang (step function). Tubuh udang akan
bertambah panjang pada setiap ganti kulit, dan tidak bertambah panjang pada saat
antara ganti kulit (intermolt). Pada setiap ganti kulit integument terbuka,
menyebabkan pertumbuhan terjadi dengan cepat pada periode waktu yang pendek,
sebelum integument yang baru menjadi keras (Hartnoll, 1982 diacu oleh Naamin,
1984).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan udang (Hartnoll,
1982) adalah sebagai berikut:
1. Faktor dalam, yaitu jenis kelamin, tingkat kedewasaan, dan anggota tubuh
yang hilang.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor luar, yaitu ketersediaan makanan, cahaya, salinitas, suhu dan
parasit.
Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan udang seperti suhu
air, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan panjang hari (fotoperiod).
Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor
lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur, serta tingkat
kematian yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Faktor-faktor dalam
yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan udang adalah umur, ukuran
udang serta kematangan gonad (Effendie, 1997).
Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang
tersedia, bagaimana energi tersebut digunakan di dalam tubuh dan secara teoritis
hanya akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi.
Udang memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi
sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi
pemanfaatan energi (pakan) untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya
dukung lingkungannya (Anggoro, 1992).
Laju pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi
lingkungan yang merupakan tempat bagi organisme untuk hidup serta
ketersediaan makanan yang dapat dimanfaatkan dalam menunjang kelangsungan
hidup dan pertumbuhan. Berdasarkan kondisi individu, maka pola pertumbuhan
individu dibagi atas dua, yaitu pola pertumbuhan isometrik dan pola pertumbuhan
allometrik. Pola pertumbuhan isometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot
seimbang atau dengan kata lain pertumbuhan bobot pada udang yang terjadi terusmenerus secara proporsional terhadap pertumbuhan panjang, sedangkan pola
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan allometrik adalah pertumbuhan panjang dan bobot tidak seimbang
atau pertumbuhan bobot yang tidak proporsional terhadap pertumbuhan panjang
(Effendie, 1997).
Di dalam manajemen perikanan, mempelajari laju pertumbuhan sangat
penting, karena laju pertumbuhan dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad
pertama, komposisi umur dalam suatu stok biota, dan mortalitas. Selain itu,
analisis pertumbuhan digunakan untuk meramalkan ukuran rata-rata biota di suatu
populasi pada waktu tertentu, dan untuk membandingkan kondisi biota di daerah
perikanan yang berbeda atau pada daerah yang sama dengan strategi manajemen
yang berbeda. Pada organisme yang tidak mempunyai kerangka luar, ukuran
panjang berubah secara kontinyu, tetapi pada krustesea yang memiliki kerangka
luar, pertumbuhan menjadi suatu proses yang diskontinyu (Anggraini, 2001).
Laju Eksploitasi Udang Kelong
Mortalitas suatu kelompok Udang Kelong yang mempunyai umur yang
sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang
terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab
lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian
karena adanya predasi, penyakit, dan umur. Laju mortalitas total (Z) adalah
penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan
(King, 1995 diacu oleh Diskibiony, 2012).
Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai pertumbuhan Von
Bertalanffy yaitu K dan L∞. Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang paling
mempengaruhi nilai M adalah suhu rata rata perairan selain faktor panjang
maksimum karapas secara teoritis∞)(Ldan laju pertumbuhan (K). Laju
Universitas Sumatera Utara
eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap
selama Udang Kelong hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai
jumlah udang yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total udang yang mati
karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang
dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju
mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Diskibiony, 2012).
Nisbah Kelamin Udang Kelong
Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah Udang Kelong jantan
dengan Udang Kelong betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin
dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh.
Menurut Bal dan Rao (1984) diacu oleh Tampubolon (2008), kondisi nisbah
kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting
diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan
1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah
laku Udang Kelong jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Ismail, 2006
diacu oleh Diskibiony, 2012).
Menurut Effendie (2002) diacu oleh Diskibiony (2012), perbandingan
ratio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola distribusi yang
disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan
rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang
pemijahan.
Universitas Sumatera Utara
Faktor Kondisi Udang Kelong
Faktor kondisi (FK) adalah suatu keadaan yang menyatakan kemontokan
udang dengan angka. Faktor kondisi ini dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat kecocokan suatu spesies terhadap lingkungan. Selanjutnya Effendie
(1997), menyatakan bahwa variasi harga K sangat ditentukan oleh makanan,
umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad. Dengan diketahuinya faktor kondisi
maka bila terjadi perubahan mendadak pada suatu populasi udang akan cepat
dapat diketahui (Robiyani, 2000).
Faktor kondisi menunjukkan keadaan udang secara fisik untuk bertahan
hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui
kemontokan udang dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan
panjang dan bobot. Faktor kondisi merupakan satu bentuk ekspresi pertumbuhan
Udang Kelong. Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi
udang
yang
berhubungan
dengan
beberapa
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu. Adanya perubahan faktor
lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari udang tersebut.
Faktor kondisi dapat naik turun. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks
relatif penting makanan dan pada Udang Kelong betina dipengaruhi oleh indeks
kematangan gonad (Diskibiony, 2012).
Universitas Sumatera Utara