makalah ste blok 19

Penyakit Arteri Perifer dan Penatalaksanaannya
Stevani
102015030, A1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
stevani.2015fk030@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Penyakit arteri perifer adalah masalah sirkulasi dimana penyempitan arteri yang terjadi
mengurangi aliran darah ke kaki. Ketika mengembangkan penyakit arteri perifer (PAD), ekstremitas
– biasanya bagian kaki – tidak menerima aliran darah yang cukup untuk memenuhi permintaan. Hal
ini menyebabkan gejala nyeri kaki terutama ketika berjalan (klaudikasio intermiten). Penyakit arteri
perifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi berlanjut dari deposito lemak di arteri
(aterosklerosis). Kondisi ini dapat mengurangi aliran darah ke jantung dan otak, serta kaki.
Kata kunci: penyakit arteri perifer, aterosklerosis, ekstremitas.
Abstract
Peripheral artery disease is a circulatory problem in which narrowing of the arteries that
occurs reduces blood flow to the legs. When developing peripheral arterial disease (PAD), your
extremities - usually the legs - do not receive sufficient blood flow to meet the demand. This causes
symptoms of leg pain, especially when walking (intermittent kaludikasio). Peripheral artery disease
also may be a sign of continued accumulation of fatty deposits in the arteries (atherosclerosis). This

condition can reduce blood flow to the heart and brain, as well as the legs.
Keywords: peripheral artery disease, atherosclerosis, extremities.

1

Pendahuluan
PAD (Perifer Arterial Disease) atau bisa juga disebut Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah
penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi
yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait
dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Ketika kondisi ini muncul
maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penurunan
tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Studi menunjukkan bahwa kondisi atherosklerosis
kronik pada tungkai bawah yang menghasilkan lesi stenosis. 1 Aterosklerosis menjadi penyebab
paling banyak dengan kejadiannya mencapai 4% populasi usia di atas 40 tahun, bahkan 15-20%
pada usia lebih dari 70. Kondisi aterosklerosis tersebut terjadi sebagaimana pada kasus penyakit
arteri koroner begitu juga dengan faktor resiko majornya seperti merokok, diabetes mellitus,
dislipidemia dan hipertensi. Karena itulah, tidak heran jika sekitar 40% penderita penyakit arteri
perifer juga memiliki penyakit arteri koroner yang signifikan juga. Penderita PAD memiliki resiko
dua kali hingga lima kali lebih besar mengalami kematian akibat kardiovaskular dibanding mereka
yang tidak.


Skenario 7
Seorang laki – laki 71 tahun, pensiunan, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada
tungkai yang semakin memburuk 1 minggu yang lalu.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu wawancara medis yang merupakan tahap awal dari suatu rangkaian
pemeriksaan terhadap pasien. Baik bersangkutan dengan pasien (auto-anamnesis) maupun dengan
relasi terdekatnya(allo-anamnesis). Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap
karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.
Anamnesis yang dilakukan pada kasus ini, yaitu:2


Identitas pasien: laki-laki, 71 tahun



Keluhan utama: nyeri pada tungkai yang semakin memburuk 1 minggu yang lalu.
2




Riwayat penyakit sekarang: nyeri dirasakan pada kedua tungkai, terutama tungkai
kanan, durasi nyeri : 20 – 30 menit. Memburuk saat berjalan kaki dalam jarak yang
jauh dan membaik saat istirahat. Terjadi perubahan warna tungkai dan kaki tampak




lebih pucat.
Riwayat penyakit dahulu: Nyeri sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
Riwayat pribadi : Pasien mantan perokok berat selama 40 tahun.

Pemeriksaan Fisik
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk
mengarahkan evaluasi selanjutnya. Pada pemeriksaan fisik yang harus dilihat yaitu keadaan umum
pasien apakah pasien tampak sakit ringan, sedang ataupun berat, lalu tingkat kesadaran pasien.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan dan
suhu.2 Data yang didapatkan pada skenario:

1. KU
: sakit sedang
2. Kesadaran
: compos mentis
3. TTV
:
a. TD
: 160/70mmHg
b. Nadi : 80 x permenit
c. Nafas : 18 x permenit
d. Suhu : afebris
4. Pemeriksaan head to toe
a. Pada tungkai warna kanan tampak lebih pucat daripada kiri
b. Suhu raba kanan lebih dingin daripada kiri
c. Pulsasi kanan lebih lemah daripada kiri
d. Lesi tidak ada
e. Hasil ABI : 0,7
Pemeriksaan Penunjang
Ankle Brachial Indeks (ABI)
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi adanya PAD

dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan pengukuran non-invasif. ABI
didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik
pada lengan.3 Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

0,91- 1,30 = normal & borderline
0,41-0,90 = PAD ringan- sedang
1,30 = Abnormal (possibly

3

Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes
yang mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang mewakili aliran
darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk gelombang. PVR juga dapat digunakan
pada pasien PAD yang mengalami kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa
ditemukan pada pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat memprediksi
apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau tidak untuk bertahan atau jika
akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut. Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi
mengenai derajat obstruksi PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi

akan terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir dengan
lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi maka akan terlihat
gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan datar. Tingkat keakuratan
pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD berkisar antara 90-95%.2,3
Toe-Brachial Index (TBI)
TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien diabetes
dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada pembuluh darah ekstremitas
bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI,
indeks ABI > 1,30) sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan
ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.3

Ultrasonografi Dupleks
Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang nefrotoksik
sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penggunaan angiografi
dengan kontras. Modalitas diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal
sebelum dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan
4

spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar antara 70% dan
90%. Dupleks ultrasonografi juga dapat menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat

menentukan apakah pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain
itu, alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri tersebut
merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal pembuluh darah pada saat
dilakukan intervensi endovascular.2,3
Computed Tomographic Angiography (CTA)
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang seiring
perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk
mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi
dupleks, CTA juga menyediakan gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk
mendeteksi adanya aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau
plak yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA tetap memiliki
keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan insufisiensi renal sedang-berat yang
belum menjalani dialysis.2
Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap kejadian
gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA (Class I Level of Evidence
A) ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah yang hampir sama dengan gambaran pembuluh
darah pada pemeriksaan angiografi. Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dan
media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan
dengan kontras yang digunakan pada CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas

alat ini untuk mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 8090%.2,3
Working Diagnosis
Peripheral Arterial Disease
PAD (Perifer Arterial Disease) atau bisa juga disebut Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah
penyumbatan pada arteri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis atau proses inflamasi
5

yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan trombus (biasanya terkait
dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya atherosklerosis). Penyakit arteri perifer adalah
semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aorta. Penyakit
ateri perifer meliputi arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah
melewati aortoiliaka, termasuk ekstremitas bawah dan ekstremitas atas dan paling banyak di
temukan di masyarakat adalah penyakit arteri ekstremitas bawah yang paling sering. Penyebab
terbanyak penyakit oklusi arteri pada usia di atas 40 tahun adalah aterosklerosis.
Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang
dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Gangguan aliran darah
juga menyebabkan hilangnya pulsasi. Apabila terjadi stenosis pada arteri abdominal, subklavia dan
femoral, maka dapat terdengar suara bruit. Iskemia yang kronis selain menyebabkan otot atrofi juga
membuat kulit berubah warna menjadi pucat, sianotik, hilangnya rambut halus serta timbul
ganggren dan ulkus. Ulkus yang terjadi pada PAD sering kali disebabkan oleh trauma kecil yang

tidak kunjung sembuh akibat aliran darah yang terhambat.4

Differential Diagnosis
Tromboangiitis Obliterans (Buerger’s Disease)
Penyakit Buerger merupakan suatu penyakit tersendiri yang sering menyebabkan insufiensi
vaskular, ditandai dengan peradangan akut dan kronis segmental yang menimbulkan thrombosis di
arteri ukuran kecil sampai sedang. Penyakit terutama mengenai arteri tibialis dan radialis dan
kadang-kadang meluas ke vena serta saraf ekstremitas. Penyakit Buerger, yang dahulu hampir
selalu terjadi hanya pada laki-laki perokok berat, kini semakin banyak dilaporkan pada perempuan,
mungkin mencerminkan bertambahnya perempuan yang merokok. Penyakit yang dimulai sebelum
usia 35 tahun pada sebagian besar kasus.3
Hubungan dengan merokok adalah salah satu aspek paling konsisten pada penyakit ini.
Beberapa kemungkinan dipostulasikan untuk keterkaitan ini, termasuk toksisitas sel endotel
langsung oleh sebagian produk tembakau atau hipersensitivitas terhadap produk tersebut. Yang
mendukung hal ini adalah bahwa pada banyak pasien dibuktikan terjadi disfungsi endotel. Hal ini
tercermin dalam gangguan vasodilatasi dependen-endotel pada pemberian asetilkolin. Antibody
antisel endotel juga pernah ditemukan. Terdapat peningkatan prevalensi HLA-A9 dan HLA-B5
pada para pasien ini, dan penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di Israel, Jepang, dan India
daripada di Amerika Serikat dan Eropa, yang semuanya mengisyaratkan perngaruh genetik.
6


Manifestasi awal adalah flebitis nodular superfisialis, kepekaan terhadap dingin tipe Raynaud di
tangan, dan nyeri di telapak kaki bagian dalam yang dipicu oleh olahraga (disebut instep
claudication). Berbeda dengan insufisiensi yang disebabkan oleh ATh, pada penyakit Buerger,
insufisiensi cenderung disertai nyeri hebat, bahkan saat istirahat, yang jelas berkaitan erat dengan
saraf. Dapat timbul ulkus kronis di jari kaki, kaki atau jari tangan, yang kadang-kadang disertai
gangrene. Berhenti merokok pada stadium awal penyakit sering cepat menghentikan serangan
selanjutnya.5
Insufisiensi Vena Kronik
Insufisiensi vena kronis disebabkan oleh lebih tinggi dari biasanya tekanan darah dalam
pembuluh darah kaki. Insufisiensi vena kronis dapat menyebabkan pembekuan darah atau
pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah (radang urat darah). Gumpalan darah di kaki
(deep vein thrombosis), dapat merusak katup dalam vena. Ketika insufisiensi vena kronis adalah
hasil dari bekuan darah, Ini disebut sindrom pasca-trombotik. Ketika insufisiensi vena kronis terjadi
setelah flebitis, dapat didiagnosis sebagai sindrom postflebitichesky. Penyebab lain dari insufisiensi
vena kronis termasuk tidak adanya atau kelemahan katup dalam vena kaki (mewarisi saat
lahir),peningkatan tekanan vena di kaki untuk alasan apapun, phlebeurysm.
Seperti darah terakumulasi di kaki, menempatkan tekanan pada vena. Kadang-kadang darah
bocor keluar ke jaringan. Dapat mengubah warna dan bahkan merusak kulit dan menyebabkan bisul
kulit. Gejala insufisiensi vena kronis dapat mencakup pembengkakan pada kaki, nyeri di kaki

terutama setelah berjalan yang berupa sakit, nyeri tumpul, kelelahan. Dapat juga terjadi kulit merah
atau coklat pada kaki, varises, borok pada kaki, terutama di sekitar bagian dalam pergelangan kaki,
ketat, kulit kasar di kaki Anda.
Faktor, yang meningkatkan risiko insufisiensi vena kronis adalah kegemukan, kurangnya
aktivitas fisik, usia (50 dan lebih tua), perempuan, kehadiran anggota keluarga dengan deep vein
thrombosis atau varises, merokok, kehamilan, sembelit kronis, kursi biasa atau berdiri untuk jangka
waktu yang panjang, mengenakan membatasi pergerakan pakaian, seperti sabuk sangat ketat atau
tali.3,5

Thrombophlebitis Superficial

7

Tromboflebitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah. Tromboflebitis
berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam vena dekat dengan kulit. Mungkin juga ada
infeksi pada pembuluh darah. Tromboflebitis biasanya terdapat di vena kaki atau lengan.
Tromboflebitis paling sering mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi dapat juga
mempengaruhi vena superfisial di paha. Sering kali, tromboflebitis terjadi pada orang dengan
varises tetapi tidak semua penderita varises menderita tromboflebitis. Tromboflebitis superfisialis
menyebabkan reaksi peradangan akut yang menyebabkan trombus melekat dengan kuat ke dinding
vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena permukaan tidak memiliki otot di sekitarnya yang bisa
menekan dan membebaskan suatu trombus. Karena itu tromboflebitis superfisialis jarang
menyebabkan emboli. Paling sering, tromboflebitis berkurang dengan sendirinya. Dengan
analgesik, seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID), biasanya membantu
mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan antibiotik juga harus diberikan. Untuk
mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan
trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari. Selain obat dan terapi
operatif tersebut dapat pula di tambahkan dengan meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran
darah vena menjadi lebih mudah.5
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Deep vein thrombosis telah diperkirakan mempengaruhi lebih dari 250.000 pasien setiap
tahunnya. Diperkirakan juga DVT dan emboli pulmonal (PE) secara bersamaan bersama-sama
bertanggung jawab untuk 300,000-600,000 rawat inap dan sebanyak 56 kematian per tahun;
perkiraan lain menunjukkan tingkat kematian tahunan lebih tinggi. DVT bertanggung jawab untuk
tingkat 21% per tahun dari kematian pada manula. Sehingga tromboemboli vena tetap menjadi
masalah yang signifikan hari ini. Faktor risiko yang biasa dikaitkan dengan DVT termasuk usia tua,
keganasan, obesitas, varises, DVT sebelumnya, operasi, cedera vaskular, imobilitas, penggunaan
kontrasepsi oral, gagal jantung, dan berbagai negara hiperkoagulasi. DVT ekstremitas bawah
biasanya memanifestasikan dengan nyeri dan pembengkakan, terutama di betis. Namun, temuan
yang abnormal terkait dengan DVT tidak spesifik untuk diagnosis, dan sekitar setengah dari semua
kasus tidak menunjukkan gejala. Oleh karena itu penyakit DVT tidak dapat dipercaya didirikan atau
dikecualikan semata-mata atas dasar sejarah dan pemeriksaan fisik. tergantung pada pengaturan
klinis, pemeriksa harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk DVT, dan pengujian
laboratorium harus digunakan secara bebas dalam evaluasi pasien yang diagnosis dicurigai.4,5
Etiologi dan Epidemologi
8

Dalama masyarakat keadaan ini hampir semua di sebabkan oleh arterosklerosis. Penyebabpenyebab lain yang jarang, meliputi arteritis sel raksasa, penyakit Buerger dan penyakit Takayasu,
Gumpalan darah yg memblokir pembuluh darah, kecederaan yang ekstrim, struktur jaringan ikat
atau otot yang abnormal, DM jangka lama.6
Resiko penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia dengan insiden tertinggi
pada decade keenam dan ketujuh. Didapatkan 2-3% pria dan 1-2% wanita lebih dari 60 tahun →
claudicasio intermitten. Dengan pemeriksaan sensitive didapatkan kejadiannya meningkat dan
sering under diagsnosa. Individu berusia >40 tahun memiliki resiko menderita penyakit arteri
perifer sebesar 4,3%, dibandingkan dengan individu berusia > 70 tahun yang memiliki resiko
sebesar 14,5%. Kejadian PAD lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Sebuah penelitian yang
dilakukan pada tujuh Negara asia termasuk Indonesia terhadap pasien diabetes mellitus tipe 2,
didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7% populasi.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi
segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah berukuran
besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan kalsium,
penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis disana-sini, fragmentasi lamina elastika
interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi yang terkena
terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka (30% dari pasien yang simptomatik), arti
femmorallis dan poplitea (80-90%). Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan
arteri, memudahkan terjadinya kerusakan tunika intima.6 Pembuluh darah distal lebih sering terkena
pad pasien usia lanjut dan diabetes melitus. Mekanisme pembentukan aterosklerosis:7
1. Aterosklerosis berawal dari cedera dinding pembuluh darah, yang memicu

respons

peradangan yang menyiapkan tahap-tahap pembentukan plak. Dalam keadaaan normal,
peradangan adalah suatu respon protektif untuk melawan infeksi dan mendorong perbaikan
jaringan yang rusak. Namun jika cedera jaringan menetap dalam dinding pembuluh, respons
peradangan ringan berkepanjangan selama beberapa dekade dapat secara perlahan
menyebabkan pembentukan plak arteri. Hal-hal yang dicurigai merusak arteri dan mungkin
memicu respons peradangan vaskular antara lain adalah kolesterol teroksidasi, radikal
bebas, tekanan darah tinggi, homosistein, bahan kimia yang disebabkan dari sel lemak, atau
9

bahkan bakteri dan virus yang merusak dinding pembuluh darah. Bahan pemicu tersering
tampaknya adalah kolesterol teroksisdasi.
2. Tahap awal aterosklerosis biasanya ditandai oleh akumulasi lipoprotein berdensitas rendah
(low density lipoprotein, LDL) atau dinamai juga kolesterol jahat, yang berkaitan dengan
suatu protein pembawa, dibawah endotel. Seiring dengan menumpuknya LDL didalam
dinding pembuluh, produk kolesterol ini teroksidasi terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang
dihasikan oleh sel pembuluh darah. Zat-zat sisa ini adalah radikal bebas. Vitamin
antioksidan yang mencegah oksidasi LDL, misalnya vitamin E, vitamin C, beta karoten,
memperlambat pengendapan plak.
3. Sebagai respons terhadap keberadaan LDL teroksidasi atau iritan lain, sel-sel endotel
menghasilkan bahan-bahan kimia yang menarik monosit, sejenis sel darah putih, ketempat
peradangan. Sel-sel imun ini memicu respons peradangan lokal.
4. Setelah meninggalkan darah dan masuk kedinding pembuluh, monosit menetap permanen
dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag. Makrofag dengan rakus memfagosit
LDL teroksidasi hingga sel ini dipenuhi oleh butir-butir lemak sehingga tampak berbusa
dibawah mikroskop. Makrofag yang sangat membengkak ini, yang kini disebut sel busa,
menumpuk dibawah dinding pembuluh darah dan membentuk fatty streak, bentuk paling
dini plak aterosklerotik.
5. Karena itu, tahap paling awal pada pembentukan plak adalah akumulasi endapan kaya
kolesterol dibawah endotel. Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos didalam
dinding pembuluh darah bermigrasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tempat dibawah
endotel dan menutupi akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahan-bahan kimia
yang disebabkan ditempat peradangan. Dilokasinya yang baru, sel-sel otot polos terus
membelah diri dan membesar. Inti lemak dam otot polos yang mennutupinya bersama-sama
membentuk plak matang.
6. Seiring dengan perkembangannya, plak secara progresif menonjol kedalam lumen
pembuluh. Plak yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh darah.
7. LDL teroksidasi menghambat pelepasan nitrat oksid dari sel endotel dan ikut mempersempit
pembuluh. Nitrat oksida adalah cara kimiawi lokal yang menyebabkan relaksasi lapisan sel
otot polos normal di dinding pembuluh darah. Relaksasi sel-sel otot polos ini menyebabkan
dilatasi pembuluh darah. Karena pelepasan nitrat oksida berkurang, pembuluuh yang rusak
akibat pembentukan plak ini tidak mudah berdilatasi seperti pembuluh normal.
8. Plak yang menebal juga menghambat pertukaran nutrien bagi sel-sel yang terletak didalam
dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi dinding disekitar plak. Daerah yang
10

rusak kemudian diinvasi oleh fibroblas (sel pembentuk jaringan parut) yang membentuk
jaringan ikat kaya kolagen menutupi plak.
9. Pada taha lanjut, Ca2+ sering mengendap di plak. Pembuluh yang terkena menjadi keras dan
tidak mudah mengembang.
Gejala klinis
Gejala klinis PAD bervariasi dan meliputi rentang gejala mulai dari tidak bergejala (umumnya
pada awal penyakit) hingga nyeri dan rasa tidak nyaman. Dua gejala yang paling umum yang terkait
dengan PAD adalah klaudikasio intermitten dan nyeri/sakit pada ekstremitas bawah. Klaudikasio
intermiten ditandai dengan adanya kelemahan, rasa tidak nyaman, nyeri, kram, dan rasa ketat atau
baal pada ekstremitas yang terkena (biasanya pada bokong, paha atau betis). Gejala-gejala ini
biasanya terjadi saat beraktivitas dan reda setelah beristirahat dalam beberapa menit. Nyeri saat
istirahat biasanya terjadi selanjutnya ketika aliran darah tidak adekuat untuk melakukan perfusi ke
ekstremitas. Gejala lain dari penyakit yang lanjut dapat meliputi baal atau nyeri kontinu pada jari
kaki atau kaki, yang dapat menyebabkan terjadinya ulserasi, nekrosis jaringan, dan pada akhirnya
dilakukan amputasi.8
Penyakit arteri ekstremitas bawah (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis berdasarkan
kriteria Fontaine dan Rutherford, meskipun sebagian besar pasien tidak mengalami gejala apapun.
Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi sumbatan tersebut. Pada kondisi berat atau
disebut dengan iskemia tungkai kritis, nyeri dapat muncul mesikpun pada saat istirahat dan
membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit
vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan
neuropati perifer dimana terdapat instabilitas berjalan.7,8
Klasifikasi Fontaine
Stadium Gejala
I
Asimptomatik
II
Klaudikasio intermiteno
III
Nyeri iskemik saat istirahat
IV
Ulserasi atau gangren

Klasifikasi Rutherford
Grade Kategori Gejala
0
0
Asimptomatik
I
1
Klaudikasio ringan
I
2
Klaudikasio sedang
I
3
Klaudikasio berat
II
4
Nyeri iskemik saat istirahat
III
5
Kehilangan jaringan ringan
III
6
Kehilangan jaringan berat

11

Penatalaksanaan
Pendekatan utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis
dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan operasi. Pada pasien yang merokok, cara
yang paling bijaksana dari menghambat perkembangan PAD adalah untuk menghentikan
penggunaan tembakau. Bukti luas menunjukkan bahwa berhenti merokok meningkatkan prognosis.
Selain itu, peningkatan jarak berjalan kaki dan tekanan pergelangan kaki telah dikaitkan dengan
berhenti merokok.9
Terapi Non-farmakologi
Melakukan perubahan pola hidup dengan cara, berhenti merokok, menurunkan berat badan
pada penderita obesitas (diet dan olahraga), menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar
kolesterol dalam darah, menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes, dan olahraga teratur.
Dapat juga dilakukan terapi suportif dengan cara, perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan
lembab dengan memberikan krim pelembab, memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dari
bahan sintetis yang berventilasi, hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah
ke kulit, serts atihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit.

Terapi Farmakologi
Terapi Farmakologi dapat diberikan untuk menurunkan faktor resiko yang ada seperti
menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati diabetes. Selain itu, terapi
farmakologis juga diberikan untuk mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika
berjalan. 9,10


Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala klaudikasio

intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co A reductase inhibitor
(Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar 23%.
Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan bebas rasa
sakit dan aktivitas rawat jalan
12



Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker, angiotensin-

converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium channel
blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner
paru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan


Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan kematian

vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet
(aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan
aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang menghambat agregasi
platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan
meningkatkan HDL dan menurunkan kadar TG.

Pedoman ACC / AHA telah memberikan

cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan
dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya ½ jam sebelum atau 2
jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang umum dari cilostazol termasuk sakit
kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya
berjangka pendek dan jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien
dengan gagal jantung.
Operasi


Angioplasti = untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka sumbatan



dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.
Operasi By-pass = bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi
dengan angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala dan
tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.9,10

Pencegahan
Dalam kasus ini, pencegahan yang dapat dilakukan agar seseorang tidak mengalami
penyakit arteri perifer adalah latihan fisik berupa walking and treadmill, warm up and cool down
13

selama 5-10 menit. Latihan ini dapat dilakukan selama 30-50 menit dengan frekuensi 3-5x/minggu.
Cara lain untuk mencegah claudicatio adalah dengan mempertahankan gaya hidup sehat.9 Artinya:
1. Berhenti merokok jika anda seorang perokok.
2. Jika anda memiliki diabetes, jaga gula darah anda dalam kontrol yang baik.
3. Menurunkan kolesterol dan tingkat tekanan darah.
4. Makan makanan yang rendah lemak jenuh.
5. Mempertahankan berat badan yang sehat.
Komplikasi
Jika penyakit arteri perifer anda disebabkan oleh penumpukan plak dipembuluh darah
(ateroskelorosis), anda juga berisiko iskemia tungkai kritis. Kondisi ini dimulai sebagai luka
terbuka yang tak kunjung sembuh, cedera, atau infeksi kaki. Iskemia tungkai kritis terjadi ketika
cedera atau kemajuan infeksi dapat menyebabkan kematian jaringan (gangrene), kadang
memerlukan amputasi pada anggota tubuh yang bermasalah. Stroke dan serangan jantung.
Aterosklerosis yang menyebabkan tanda-tanda dan gejala penyakit arteri perifer tidak hanya
terbatas pada kaki. Timbunan lemak juga dapat menumpuk dibagian ateri yang menyuplai jantung
dan otak. Pasien dengan PAP kemungkinan mengalami banyak masalah, seperti klaudikasio
intermiten, critical limb ischemia (CLI), ulserasi iskemik, rawat inap berulang, revaskularisasi, dan
amputasi anggota tubuh. Hal ini menyebabkan kualitas hidup pasien menjadi buruk dan
meningkatkan kejadian depresi pada pasien. Pasien dengan PAP juga memiliki kemungkinan lebih
besar mengalami infark miokard (MI), stroke, dan kematian akibat penyakit jantung.11
Prognosis
Dalam penyakit arteri perifer prognosisnya baik. Kondisi ini dapat dikontrol dengan
pengobatan termasuk lifestyle, olahraga dan pengobatan. Biasanya pasien yang memiliki faktor
resiko yang tidak terkontrol seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Kesimpulan
14

PAD (Perifer Arterial Disease) atau PAP (Penyakit Arteri Perifer) adalah masalah sirkulasi
dimana penyempitan arteri yang terjadi mengurangi aliran darah ke kaki. Ketika dibahas lebih
dalam penyakit arteri perifer (PAD), ekstremitas – biasanya bagian kaki – tidak menerima aliran
darah yang cukup untuk memenuhi permintaan. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kaki terutama
ketika berjalan (klaudikasio intermiten). Penyakit arteri perifer juga mungkin menjadi tanda
akumulasi berlanjut dari deposito lemak di arteri (aterosklerosis). Perlu dilakukan diagnosis dan
pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan menurunkan angka
kematian akibat PAD. Berdasarkan hasil anamnesis, PF yang ditemukan gejala klinis PAD dan hasil
pemeriksaan ABI 0,7 (PAD ringan – sedang), serta PP, pasien ini didiagnosa menderita PAD.

Daftar pustaka
1. American Heart Association. Management of patients with peripheral artery disease. 2011;
Dallas.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: EGC; 2009.H.175-7.
3. National institute for health and clinical excellence. Lower limb peripheral arterial disease :
diagnosis and management. UK: 2014
4. Hanafi M. Penyakit pembuluh darah perifer . In: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK,eds. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. h.185-9
5. Underwood JCE. Crdiovascular system. Dalam: General and Systemic Pathology. Edisi 4.
Philadelphia: Elsevier; 2005: h. 2005.

15

6. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke5. Jakarta: Internal Publishing; 2015.h.1518-1523.
7. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
2. Edisi 6. Jakarta: Internal Publishing; 2014. h. 1516-19.
8. Sabiston. Buku ajar bedah. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2007.h.114-8
9. Daniela C.Gey. in : management of peripheral arterial disease. Vol 69,Germany.University of
Heidelberg School of Medicine, Heidelberg, 2004.
10. Creager MA, Loscalzo J. Vascular disease of the extremities. Harrison’s principles of internal
medicine 17th ed. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser et al. New York: Mc. Graw Hill; 2009. p.
1568-75.
11. Runge SM, Greganti AM. Peripheral Arterial Disease. Dalam: Netter’s Internal Medicine.
Philadelphia; 2009: h. 213.

16