Faktor Faktor Kelembagaan yang Mempengar

1

Faktor-Faktor Kelembagaan yang Mempengaruhi Kinerja Perbankan Syariah
di Indonesia 2000-2011
Oleh:
R. Bambang Budhijana*)
Abstract
The main objective of Islamic banking is receiving money, lend money, and help the
remittance services, it is named as the intermediary function. By doing this intermediary, the
bank aims to gain an advantage. The advantage of a bank will be reflected through a
successful performance. In many areas of success, data and reality shows that none of the
Islamic banks that get into the bank recapitalization program. This research attempted to find
a different side of the institutional factors that affect directly the performance of the Bank,
among others, through the institutional understanding of risk factors, bank intermediation and
market share growth. This study uses various secondary data from 2000 to 2011. The purpose
of this study is to examine and analyze the institutional influence on the performance and
growth of Islamic banks. This research uses a model Tawhidi String Relation (TSR) which is
based on Al Quran and Hadith, along with Circular Causation Analysis. The results showed
that the institutional understanding of risk factors, bank intermediation and market share
growth affect the increase and decline of Islamic Banking Performance in Indonesia.


Abstrak
Tujuan utama perbankan syariah adalah menerima uang, meminjamkan uang, dan
membantu jasa pengiriman uang, hal ini dinamakan sebagai fungsi intermediasi.
Dengan melakukan kegiatan intermediasi ini, bank bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Keuntungan suatu bank akan tercermin melalui sukses kinerjanya. Dalam
kesuksesannya banyak kajian, data maupun kenyataan menunjukan bahwa tidak ada
satu pun dari bank-bank syariah yang masuk ke dalam program rekapitalisasi
perbankan. Riset ini berusaha mencari sisi yang berbeda terhadap faktor kelembagaan
yang mempengaruhi secara langsung kinerja Bank antara lain melalui kelembagaan
pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market share. Kajian
ini menggunakan berbagai data sekunder dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011.
Tujuan penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis pengaruh kelembagaan tersebut
terhadap kinerja dan pertumbuhan bank syariah. Riset ini menggunakan model
Ta whidi String Relation (TSR ) yang didasarkan pada Al Quran dan Hadits yang
disertai dengan Circula r Ca usation Ana lysis . Hasil penelitian menunjukan bahwa
Kelembagaan pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market
share berpengaruh dalam peningkatan dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di
Indonesia.

Keywords: Ta whidi String Relation , P olity Mar ket Interaction, Institutions.

*)

Dosen Kopertis Wilayah 3 Jakarta, email: radenbambangbudhijana@yahoo.co.id

2

I. Pendahuluan
1.1.

Latar Belakang Masalah
Tujuan utama perbankan adalah menerima uang, meminjamkan uang, dan

membantu jasa pengiriman uang, hal ini dinamakan sebagai fungsi intermediasi.
Dengan melakukan kegiatan intermediasi ini, bank bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Keuntungan suatu bank akan tercermin melalui kinerjanya. Suatu bank
dapat tumbuh dan berkembang apabila masyarakat mau menjadi nasabahnya dan
bersedia menempatkan dananya pada bank tersebut, dan juga nasabah mau memakai
dana yang tersedia pada bank yang berbentuk pinjaman atau kerja sama untuk
kegiatan usahanya ( Antonio dan Mahfudz, 2010).
Praktek bank konvensional dibangun dari konsep kapitalisme yang menganut

paham liberalisme. Menurut paham liberalisme ini memiliki unsur-unsur seperti
lembaga kepemilikan pribadi, pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya, pasar
bebas, dan akumulasi modal sebagai motor penggeraknya, dengan menyampingkan
unsur agama ( Antonio dan Mahfudz, 2010).
Selanjutnya, modal dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang sebesarbesarnya, dan diinvestasikan kembali dalam usaha yang produktif yang menghasilkan
kekayaan yang lebih besar. Dalam manifestasinya, akumulasi modal melahirkan
kelompok pemilik modal yang kemudian berkembang menjadi pasar uang dan modal.
Dalam pasar uang dan modal, uang merupakan komoditi yang diperdagangkan dengan
hasil di wakili oleh suatu tingkat bunga atau interest (Stigler, J. 1960 dan Thoha, 2001).
Dalam prakteknya sistem perbankan konvensional ini disamping bisa membantu
nasabahnya untuk berinvestasi atau melakukan kegiatannya, namun banyak juga yang

3

mengalami kesengsaraan karena sistem ini tidak memperhatikan kesulitan yang
dialami nasabah, sistem ini dirasakan tidak adil karena resiko bisnis sepenuhnya
dipikul oleh nasabah sendiri (Thoha, 2001).
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia boleh
dikatakan terlambat berkaitan dengan perkembangan infrastruktur ekonomi Islam.
Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Indonesia sangat jauh ketinggalan.

Pemerintah Indonesia dahulu tampaknya kurang merespon kepentingan kaum muslim
secara serius, termasuk dalam hal ini adalah aspirasi mereka untuk mendirikan sebuah
bank yang diatur secara Islam (Effendy, 2009:209-210).
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan
berdirinya Bank Muamalat Indonesia (selanjutnya disebut Bank Muamalat) yang
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari
Cendekiawan Muslim Indonesia dan beberapa pengusaha muslim. Pada awal
pendirian Bank Muamalat, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian
yang optimal dalam tatanan landasan perbankan nasional. Landasan hukum bank
syariah pada saat itu hanyalah UU No. 7 tahun 1992, dimana operasi bank yang
menggunakan sistem syariah tersebut dikategorikan sebagai bank dengan sistem bagi
hasil. Dalam Undang-Undang No. 7 tersebut tidak terdapat hukum syariah secara
terinci serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan bank syariah baru dirasakan mulai dengan adanya UU No. 10
tahun 1998. Dalam Undang-Undang ini mulai diatur dengan rinci landasan hukum
serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan di implimentasikan oleh bank
syariah. Undang-Undang ini juga memberikan kesempatan

bagi bank-bank


4

konvensional untuk membuka unit syariah atau mengkonversi bank konvensional
secara total menjadi bank syariah. Hal ini disambut antusias oleh masyarakat
perbankan. Pada tahun 1999, Bank Mandiri mengkonversikan bank konvensional
Bank Susila Bhakti menjadi bank syariah kedua bernama Bank Syariah Mandiri.
Pada saat Indonesia dilanda krisis keuangan pada tahun 1997, banyak bank yang
mengalami kesulitan bahkan terpaksa ditutup. Bank Muamalat sempat terimbas oleh
krisis tersebut, namun bisa bertahan meskipun ikut mengalami kerugian. Kemudian,
IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit
menjadi sehat dan kembali menghasilkan laba. Pada krisis keuangan yang menimpa
dunia perbankan tersebut banyak perusahaan yang tidak mampu membayar kewajiban
hutangnya pada bank-bank sehingga berdampak pada cash flow atau likuiditas dari
bank yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kredit macet.
Saat ini, perjalanan perbankan syariah di Indonesia sudah mencapai dua
dasawarsa. Secara

institusional, bank-bank

Islam


di

Indonesia

mengalami

perkembangan yang signifikan, terutama dalam 5 tahun terakhir ini pertumbuhannya
mencapai ± 40% per tahun. Namun secara nasional, pangsa pasar bank syariah ini
masih kecil, dan setelah berkiprah selama 20 tahun, pangsa pasarnya secara nasional
belum mencapai 5%.

Dalam fungsinya menerima penitipan uang, dari tahun ke tahun bank syariah telah
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan hal ini dapat dilihat dari total dana
pihak ketiga yang diterimanya, dari tahun 2002 yang hanya sebesar Rp. 2,918 Milyar
pada tahun 2011 menjadi Rp. 101, 804 Milyar. Jika dibandingkan dengan perbankan

5

konvensional jumlah tersebut masih jauh berada dibawahnya. Namun dari grafiknya

DPK bank syariah mengalami lonjakan yang positif. Secara detail pertumbuhan DPK
bank syariah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1. DPK, Perbandingan Jumlah DPK Bank Konvensional dan Bank Syariah
2005-2011
Keterangan

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011


1,127,937

1,287,102

1,510,834

1,753,292

1,973,042

2.338.824

2.784.912

Bank Syariah

15,584

20,672


28,012

36,852

52,271

76,036

101,804

Market Share

1,38%

1,50%

1,85%

2,10%


2,68%

3,25%

3,84%

Bank
Konvensional

Data BI, 2011 (diolah)

Dalam hal penyaluran dana atau pemberian pembiayaan kepada masyarakat, bank
syariah mampu menyalurkannya dana secara penuh dan optimal. Hal tersebut dapat
dilihat dari nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencapai rata-rata 89%103%. Yang hal ini berarti bahwa bank syariah telah mampu memenuhi standart yang
di tetapkan oleh BI dalam penyaluran dananya untuk pembiayaan. Untuk total
pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 1.2. Pembiayaan, Perbandingan Penyaluran dana kepada Masyarakat. (Satuan
dalam Milliar)
2005


2006

2007

2008

2009

2010

2011

Bank Konvensional

132,979

149,680

185,071

256,212

297,486

347,627

435,407

Bank Syariah

15,232

20,445

27,944

38,195

46,886

68,181

96,805

Market Share Bank Syariah

1,78%

2,03%

2,07%

2,00%

2,40%

3,86%

4,47%

Pembiayaan

Data BI, 2011 (diolah)

Dengan demikian, secara umum kualitas kinerja bank syariah dapat dikatakan lebih
baik dari pada bank-bank konvensional. Hal ini dapat terlihat pada nilai Financing to
Deposit Ratio (FDR) bank syariah lebih besar dari pada Lending to Deposit Ratio
(LDR) di bank konvensional. FDR bank syariah sebesar 97,75% pada tahun 2005

6

sedangkan LDR bank konvensional dalam angka 74,75% pada tahun 2011. Ini artinya
bahwa dana yang terhimpun oleh bank syariah tidak bersifat iddle, namun
kesemuanya disalurkan ke masyarakat di sektor riil. Bahkan jumlah FDR yang di atas
angka 100% tersebut menandakan bahwa seluruh DPK yang terhimpun dapat
disalurkan kembali.
Tabel 1.3. Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah dan Lending to Deposit
Ratio (LDR) di bank konvensional
FDR/LDR

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Bank Konvensional

51%

59,93%

62,37%

70,27%

69,55%

71,54%

74,75%

97,75%

98,90%

99,76%

103,65%

89,70%

89,67%

94,88%

Bank Syariah
Data BI, 2011 (diolah)

Nilai Non-performing Financing (NPF) atau risiko kredit macet bank syariah yang
lebih stabil yaitu berkisar antara 3%-4%, dibandingkan dengan nilai NPL bank
konvensional yang fluktuatif, dimana di tahun 2005 nilai Non-performing Loan (NPL)
bank-bank konvensional mencapai prosentasi cukup tinggi yaitu 7,56%. Baru 4 tahun
terakhir bank konvensional mampu menekan nilai NPL-nya pada kisaran 2%-3%.
Kestabilan angka NPF bank syariah tersebut merupakan indikator bahwa pendanaan
yang disalurkan oleh bank syariah relatif lebih lancar, sehingga sirkulasi dana dapat
terjaga dengan baik.

7

Tabel 1.4. Nilai Non-performing Financing (NPF) pada Bank Syariah dan nilai Nonperforming Loan (NPL) pada Bank Umum
NPL

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Bank UMUM

7,56%

6,07%

4,07%

3,20%

3,31%

2,56%

2,17%

Bank Syariah

2,82%

4,75%

4,05%

3,95%

4,01%

3,02%

3,12%

Data BI, 2011 (diolah)

Melihat hal tersebut, menunjukan bahwa tidak ada satu pun dari bank-bank
syariah yang masuk ke dalam program rekapitalisasi perbankan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa kinerja perbankan syariah di Indonesia termasuk bank yang
sehat. Melihat sukses kinerja tersebut maka perlu mencari sisi yang berbeda ( second
window opinion) terhadap faktor yang mempengaruhi secara langsung kinerja Bank

antara lain melalui Pemahaman Faktor Risiko, pengetahuan masyarakat, Intermediasi
Bank. Selain dari itu faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung kinerja Bank
antara lain kepercayaan masyarakat, peranan teknologi, serta juga peranan Sumber
Daya Insani (SDI). Dalam ruang lingkup tersebut, yang menjadi pusat perhatian
dibatasi pada faktor tertentu, yang mempengaruhi kinerja bank syariah dari tahun
2000 sampai dengan tahun 2011.
Tujuan penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis pengaruh kelembagaan
pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market share terhadap
kinerja dan pertumbuhan bank syariah.
II. Metoda Penelitian
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan The Structural
Equation Model (SEM) yang merupakan sekumpulan teknik-teknik statistik yang

memungkinkan

pengujian

sebuah

rangkaian

hubungan

kausal

yang

dapat

8

memiliki/menggunakan banyak struktur variable hipotetis dan proxy. SEM memiliki
kemampuan mengukur variabel laten yang tidak secara langsung dapat diukur tetapi
melalui estimasi indikator atau parameternya (Raykof, 2010). Menurut Kusnendi
(2008) SEM adalah pengembangan suatu model yang mempunyai justifikasi teoritis
yang kuat. SEM bukanlah untuk menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan
adanya kausalitas teoritis melalui uji empirik.
Choudhury (1999), Choudhury (2002) dan Budhijana(2010) menyatakan
bahwa dengan berlandaskan Al Quran dan Hadits kehadiran moral etika akan
memunculkan sifat saling melengkapi ( pervasive complementary),
(pairness),

berpasangan

mutualisme (codetermination), oleh karena itu pendekatan ekonomi

syariah memiliki prinsip universal saling melengkapi yang berlawanan dengan dalil
substitusi marjinal yang menciptakan kompetisi (competition) yang terus menerus,
kelangkaan (scarcity) dan opportunity cost. Dalil substitusi marjinal telah
menanamkan dan memuaskan axioma pilihan rational dalam bentuk optimalitas baik
kondisi minimizing dan maximizing.
Menurut Choudhury (2002) bagi analisis ekonomi syariah metode simulasi
secara efektif menggantikan metode optimalitas, dan penggunaan berurutan
berhubungan antara runtun sebab dan bentuk-bentuk akibat (circular causation ). Riset
ini menggunakan model Tawhidi Str ing Relation yang didasarkan pada Al Quran
dan Hadits. Model yang memadai untuk analisa ini menggunakan Socia l WellBeing kinerja perbankan syariah dapat disajikan sebagai berikut Socia l WellBeing/ SWB

K [φ] =

{FR [φ], IB [φ], MS [φ]} dan Simulasi K [φ] = {FR

9

[φ], IB [φ], M S [φ]}; Dimana: FR= Kelembagaan Pemahaman Faktor Risiko; IB=
Kelembagaan Intermediasi Bank; MS= Kelembagaan Penumbuhan Market share; K=
Kinerja Bank Syariah; dan [φ]= Moral dan Etika.

Dengan simulasi terbentuk

fungsi-fungsi saling keterikatan ( circula r ca usa tion ) adalah sebagai berikut: FR
[φ]= { IB[φ], MS [φ ], K [φ]}; IB [φ] = {MS[φ], FR [φ], K [φ]}; MS [φ]= {
FR[φ], IB [φ], K [φ]}; dan K [φ]= {MS[φ], IB[φ], FR [φ]}.
Berdasarkan circular causation ini maka perhitungan simulasi ini akan
memunculkan pasangan variable/unsur (pairness) sebagaimana tersurat dalam Az
Zukhruf (43): 12 dan Yassin (36): 33-36.

Dalam pendekatan ini fungsi kinerja

perbankan syariah akan memiliki kemampuan pengembangan dengan dasar saling
melengkapi (pervasive complementarities).
III. PEMBAHASAN
Dari hasil estimasi SEM pada model dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
data yang digunakan didukung oleh indikator convergent validity, goodness of fit,
hypothesis testing dan variabel yang digunakan dalam model yakni FR, IB, dan MS

memiliki direct effect dan berpengaruh langsung terhadap variabel K. Dalam estimasi
SEM menghasilkan persamaan sebagai berikut:
K = 0.43 FR + 0.78 IB + 0.92 MS
Hasil estimasi SEM di atas dapat menyatakan bahwa kinerja perbankan syariah
dipengaruhi oleh Pemahaman Faktor Risiko, Intermediasi Bank dan Pertumbuhan
Market share. Kelembagaan yang mempengaruhi peningkatan Kinerja Bank masingmasing adalah Pemahaman Faktor Risiko /FR (0.43); Intermediasi Bank/IB (0.78)
dan Pertumbuhan Market share /MS (0.92). Pemahaman Faktor Risiko, Intermediasi

10

Bank dan Pertumbuhan Market share berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja
Perbankan Nasional.

Hasil ini menunjukan bahwa perbankan syariah perlu

mengedukasi pemahaman faktor risiko dalam intermediasi

jasa bank dan

menggiatkan penggunaan akad musyarakah dan mudharabah karena kedua akad
ini dinilai lebih mendekati tuntunan syariah. Selain itu, pembiayaan
berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah membuka peluang pembagian
risiko antara pihak perbankan dan nasabah pembiayaan dapat didistribusikan
secara lebih adil. Salah satu langkah yang perlu diambil berkaitan dengan ini
adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya insani perbankan
syariah.

Selain hal tersebut hasil ini menunjukan bahwa Pemahaman Faktor

Risiko; Intermediasi Bank dan Pengetahuan Masyarakat perbankan syariah perlu
didorong untuk lebih mengarahkan pembiayaannya kepada peningkatan modal
kerja dan investasi. Pihak perbankan syariah diharapkan untuk lebih berani
menanggung risiko, sehingga tidak selalu bermain di level aman. Hal ini
sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan sektor riil dan perluasan
kesempatan kerja.
3.4.1. Analisa Circular Causation
Dalam Choudhury (1999); Budhijana (2010) dan Raykov (2010) analisis
korelasi dapat digunakan untuk menunjukan keterhubungan (interelational) antar
variabel yang ada dalam model. Dalam circular causation keterhubungan
(correlation) dan keterkaitan (interconnectedness) suatu variabel kepada variabel

lainnya secara berpasangan, berotasi yang secara bertahap akan menghilangkan

11

kelangkaan (scarcity) kemudian menghadirkan pervasive complementarity antar
variabel yang terlibat.
3.4.1.1 Analisa dan kajian terhadap Polity Market Interaction(PMI)
Dalam analisis ini menyiratkan bahwa dalam rangka pandangan pembangunan,
pengembangan dan pertumbuhan Bank Syariah yang terintegrasi ini akan sarat dengan
suatu proses berbasis pengetahuan (induced knowledge based ) yaitu menyatukan
sistem evolusi institusi dengan semua parameter pengetahuan dengan sebagai suatu
target yang direncanakan. Dalam North (1991) dan Steven (1993) dalam Budhijana
(2011) konvergensi interelational/ interconnectedness antar institusi disebut sebagai
polity interaction (PI) . Selanjutnya konvergensi interaksi antar institusi yang berada

pada suatu lingkungan sosial ekonomi yang demokrasi dan berproses evolusi berbasis
pengetahuan

akan

menghadirkan

interaksi

disebut

sebagai

polity-market

interaction/PMI. Dikaitkan dengan perbankan, maka interaksi ini akan mengarah

pada penyatuan (unity, interaction, integration and evolution ) semua bentuk
pandangan pembangunan perbankan secara keseluruhan (Choudhury, 1992 dan 2003;
Budhijana, 2011; Myrdal, 1957; Stigler, 1960).

Dalam teori keuangan telah

menjelaskan bahwa pasar kredit/pembiayaan yang ditandai oleh asimetrik informasi
yang tinggi, terjadinya moral hazard, atau masalah adverse selection akan mengarah
pada penyimpangan dan bahkan kehancuran pasar kredit formal. Kontrak pembiayaan
tidak akan disepakati dalam kondisi seperti itu. Akibatnya, barang dan jasa tidak akan
dihasilkan dan dikonsumsi secara optimal (under-produced dan under-consumed).
Kontrak antar peminjam dan pemilik dana hanya akan terjadi apabila elemen
kepercayaan bisa eksis dalam transaksi tersebut. Basis kepercayaan tersebut

12

tergantung pada dua elemen kunci yaitu reputasi peminjam dan ketersediaan aset
yang cukup untuk jaminan jika terjadi gagal bayar ( Budhijana, 2012 dan
Dusuki, 2008).
Tabel 3.1. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation FR= f { K, IB,
MS}
Koefisien PMI
K
MS
IB

K
1.0000
0.0350
-0.0640

MS
0.1785
0.9200
-0.6681

IB
-0.0493
-0.1009
1.0000

(i)
1.1292
0.8541
0.0379

Dalam tabel 3.1. ketergantungan pada institusi Pemahaman Faktor Risiko (FR)
diperkirakan akan memiliki hubungan

dalam pelemahan dan penguatan peranan

faktor kelembagaan Intermediasi Perbankan (IB), Pertumbuhan Market share (MS)
dan Kinerja Bank (K). Pada table 3.1 masing-masing lembaga tersebut memiliki nilai
interconnectedness (i) terlemah 0.0379 dan yang terkuat 1.1292. Dari hasil penelitian

ini justru telah dapat menunjukan bahwa Intermediasi Perbankan Syariah telah
memiliki kemajuan yang berarti dibandingkan beberapa tahun silam.

Menurut

penelitian Hamidi et al. (2010) mendukung hasil ini yang menyatakan bahwa bagi
masyarakat baik nasabah maupun bukan nasabah bank syariah, adalah positif terhadap
bank syariah.
Berkaitan dengan Pemahaman Faktor Risiko upaya sosialisasi tentang perbankan
syariah perlu ditingkatkan, terutama untuk menjangkau kalangan masyarakat
bawah. Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung sebelum nasabah diterima
manjadi nasabah. Disamping itu, sosialisasi juga perlu dilakukan secara luas
melalui media massa yang mudah diakses masyarakat luas seperti televisi,

13

radio, surat kabar, dan majalah. Kegiatan sosialisasi tersebut perlu melibatkan
segenap

pemangku

kepentingan

seperti

pemerintah,

akademisi, tokoh agama, dan pihak perbankan sendiri.

Bank

Indonesia,

Selain hal tersebut

dapat dikatakan juga bahwa berbagai pihak yang berkepentingan ( sta keholder )
seperti manajemen perbankan syariah, lembaga diklat, lembaga riset dan
perguruan tinggi perlu membina nasabah yang dibiayai agar usahanya da pat
berjalan dengan lancar dan mampu berkembang dengan cepat. Kegiatan
pembinaan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu kegiatan CSR dari
pihak yang bersangkutan.

Beberapa Bank Syariah memanfaatkan alokasi

pendanaan CSRnya kearah pengembangan peran serta/ pemberdayaan bisnis
masyarakat, promosi kegiatan, program sosial,

sampai pada penerbitan dan

penyebaran brosur di counter meja kantor untuk memudahkan calon nasabah
memahaminya.

Brosur

tersebut

hanya

memuat

dalam

tabel

jumlah

pembiayaan, jangka waktu pengembalian dan jumlah angsuran yang harus
dibayarkan dengan persyaratan pembiayaan yang harus dipenuhi nasabah
(Budhijana, 2012)
Tabel 3.2. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation IB= f { FR,
MS, K}
Koefisien PMI
MS
FR
K

MS
0.4300
-0.0299
-0.3212

FR
-0.3468
0.9200
0.1071

K
0.0730
0.0210
1.0000

(i)
0.1562
0.9111
0.7859

Dalam tabel 3.2. ketergantungan pada institusi Intermediasi Bank (IB) diperkirakan
akan memiliki hubungan dalam pelemahan dan penguatan peranan faktor Pemahaman

14

Faktor Risiko (FR), Pertumbuhan Market share (MS) dan Kinerja Bank (K).

Pada

table 3.2 masing-masing lembaga tersebut memiliki nilai interconnectedness (i)
terlemah 0.1562 dan yang terkuat 0.9111. Hasil ini Intermediasi Perbankan masih
memiliki peluang pengembangan jasa Bank Syariah; juga bank syariah sebagai bagian
dari kelompok lembaga keuangan memiliki pemasok dana dari berbagai sumber dan
harus memampukan satu sama lain (anggota kelompoknya) yang bersifat pervasive
complementarities. Melihat dari Funding/Financing Deposit Ratio (FDR) yang tinggi

pada bank-bank syariah maka perlu diantisipasi secara cermat dan juga terlihat
pemasokan dana perlu segera diperkuat, karena banyaknya alternatif pengganti dari
sumber dana konvensional yang selama berkembang dengan insentif bunga. Menurut
Hasan (2011) dalam risetnya menunjukan bahwa bagi industri financing, Aset
perbankan syariah masih sangat kecil (kurang dari 5% aset`perbankan nasional),
sehingga daya tawar perbankan syariah masih relatif kecil.
Berdasarkan Analisis Circular Causaution ini menunjukan bahwa nilai
interconnectedness secara keseluruhan institusi adalah positive 0.1562-0.9111. Dari

hasil ini dapat diintepretasikan bahwa dari kelembagaan yang ada memiliki kemajuan
pengembangan yang amat baik dan juga masih memiliki kemungkinan pengembangan
dan potensi yang luas. Keberadaan perbankan syariah semakin penting dengan
prospek masa depannya yang cerah dan membutuhkan dukungan pemerintah untuk
mengembangkan

perbankan

syariah

ini.

Dalam

Intermediasi

Bank

ini,

menunjukan bahwa akad yang digunakan tercatat adanya berbagai kelemahan
diantaranya belum siapnya teknologi yang yang diterapkan, manajemen dan

15

sumberdaya manusia yang dimiliki untuk menjalankan akad mudhor oba h dan
musha r oka h yang memiliki faktor resiko yang lebih besar.

Tabel 3.3. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation MS= f { IB, K,
FR}
Koefisien
PMI

IB

IB

0.7800

-0.0670

-0.0440

0.6690

K

-0.0516

1.000

0.0356

0.9840

FR

-0.0470

0.0810

0.4300

0.4640

K

FR

(i)

Dalam tabel 3.3. ketergantungan pada institusi Pertumbuhan Market share (MS)
diperkirakan akan memiliki hubungan

dalam pelemahan dan penguatan peranan

faktor kelembagaan Intermediasi Perbankan (IB), Pemahaman Faktor Risiko (FR) dan
Kinerja Bank (K).

Pada table tersebut masing-masing lembaga tersebut memiliki

nilai interconnectedness (i) terlemah 0.4640 dan yang terkuat 0.9840. Berdasarkan
penelitian ini,
terlemah namun

meski Pemahaman Faktor Risiko memiliki interconnectedness
pelanggan terlihat memiliki niat untuk komit dan yakin dalam

membangun relationship dengan bank.

Hal ini menunjukkan bahwa komitmen

merupakan hal penting bagi pengembangan pemasaran relasional jangka panjang dan
komitmen hanya ada ketika relationship dipertimbangkan sebagai hal yang utama.
Pihak yang komit yakin bahwa relationship adalah kegiatan yang menguntungkan
(menghilangkan risiko operasional dan risiko pasar) dalam jangka panjang dan
komitmen merupakan faktor penting bagi pengembangan dan keberadaan relasional
yang sukses. Menurut kajian Aiyub (2007) pengetahuan pemahaman risiko tentang
Bank Syariah sangat terbatas. Dalam kajian ini, menunjukan bahwa sebagian

16

masyarakat belum memahami konsep dan akad-akad yang dipraktikkan dalam
risiko pembiayaan. Disamping itu, nampaknya masyarakat juga tidak begitu
peduli dengan aturan-aturan binis tersebut. Pada umumnya mereka masih
memandang sama saja pola syariah dengan pola bunga yang diterapkan
perbankan konvensional. Hal ini antara lain disebabkan ol eh terbatasnya
pengetahuan nasabah tentang ekonomi syariah dan kurangnya penjelasan oleh
pihak perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan. Dengan demikian,
semakin jelas bahwa sosialisasi tentang pemahaman risiko perbankan syariah
memang belum mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat.
Dalam kaitan dengan bagi hasil, kualitas pembiayaan perbankan syariah
secara umum dapat dinilai dari Non Performing Financing (NPF). NPF
perbankan syariah mengalami peningkatan pada pembiayaan yang disalurkan.
Sejalan

dengan

hal

tersebut,

kualitas

pembiayaan

perbankan

syariah

berdasarkan penilaian nasabah pembiayaan cukup beragam. Nasabah menilai
pembiayaan yang dijalankan bank tersebut sudah cukup baik karena prosedur
pengurusan dibuat

jelas semua (transparan), serta biaya telah ditentukan

diawal dan semuanya resmi, serta terbinanya hubungan baik dengan staf
urusan pembiayaan. Sementara itu, nasabah juga menilai adanya kemudahan
dan kecepatan dalam pengurusan pembiayaan. Selain itu menurut nasabah
selayaknya Bank Syariah memberikan bimbingan dan penanganan yang
fleksibel ketika nasabah mengalami permasalahan.

17

IV. KESIMPULAN
Penelitian ini menjawab factor-faktor kelembagaan yang berperan dalam
peningkatan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia.

Kelembagaan Pemahaman

Faktor Risiko, Intermediasi Bank, dan Pertumbuhan Market share berpengaruh dalam
peningkatan dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia.

Bagi

kelembagaan-kelembagaan tersebut berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan
dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia.
Keterpaduan dan kerjasama antar kelembagaan yang ada dengan berbasis
pengetahuan Syariah akan menyatukan evolusi institusi kearah yang lebih
berkembang, lebih kuat, saling melengkapi dan secara perlahan menghapuskan biaya
spekulasi dan biaya opportunity. Kelembagaan dengan berbasis pengetahuan ini dapat
mendorong daya guna sumber-sumber yang menghasilkan produktivitas dan
pertumbuhan BUS diantaranya adalah sumber pendanaannya yang bebas dari riba.

DAFTAR PUSTAKA
Aiyub. 2007. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung Dan
Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe Aceh
Darussalam Jurnal E-Mabis Fe-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari
2007 Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh.
Antonio, Muhammad Syafii Antonio dan Mahfudz Shaifurrokhman. 2010. Peluang
dan Tantangan Industri Syariah di Indonesia (Diunduh dari
http://www.
syafiiantonio.com/index.php?content=artikeldeta
it&&nid=17)
Ascarya, Diana Yumanita dan Guruh S. Rokhimah, 2009, Analisis Efisiensi
Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah di Indonesia dengan
Data EnveloMSent Analysis, dalam Huda dan Nasution (eds), Current
Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Prenada Media Grup.

18

Bank Indonesia dan Undip. 2000. Penelitian Potensi, Preferensi Dan Perilaku
Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Jawa Tengah Dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat Penelitian Kajian Pembangunan.
Lemlit Undip.
Bank Indonesia dan Institut Pertanian Bogor 2004. Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat Bank terhadap Syariah di Wilayah Kalimantan Selatan.
Kerjasama Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia dengan
Institut Pertanian Bogor
Bank Indonesia, 2011. Statistik Perbankan Syariah, Oktober 2011
Bank Indonesia, 2000-2010. Statistik Perbankan Syariah, 2000-2010
Bank Muamalat, 2009. Laporan Tahunan 2009.
Bank Indonesia, 2010. Krisis Global dan Penyelamatan Perbankan Indonesia.
http://www.bi.go. id/NR/rdonlyres/24C9500A-COCF-4BB 3954D-D2997AD865B3/186
59/krisisglobaldanpenyelamatansistemperbankan indonesia.pdf
Budhijana.R.Bambang. 2010. Tawhidi String Relation (TSR) sebagai Solusi
Penelitian Ekonomi Syariah. Universitas Azzahra, Program MEi,
Jakarta.
__________________ . 2011. Economics Analysis on Impact of the Existing Shariah
and Estate Crops Export as a Part of Real Economy. Jurnal Ekonomi.
Universitas Tarumanegara. Jakarta.
__________________ . 2012. Mendorong Perbaikan dan Penerapan Akuntansi
Sosial Ekonomi Islam Di Indonesia. Universitas Tarumanegara.
Jakarta.
Choudhury, Masudul Alam, 1999. Contributions to Islamic Economic Theory. A Study
in Social Economics. New York, St. Martin's Press.
______________________, 1992. Comparative DeveloMSent Studies. Saint Martin’s
Press Inc. NY USA
______________________.1999. Comparative Economic Theory Occidental and
Islamic
Perspectives.
Kluwer
Academic
Publisher.
Boston/Dordrecht/London
______________________ and Mochammad Ziaul Hoque.2002. An Advanced
Exposition of Islamic Economics and Finance. The Edwin Mellen
Press. Lewiston/Queenston/Lampeter

19

Choudhury, M.A., and Harahap, S.S. (2004), "Social accounting in Islamic political
economy", Harmonising DeveloMSent and Financial Instruments by
Shariah Rules for Ummatic Integration , International Islamic
University, Chittagong
Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. 2004.
Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di
Wilayah
Kalimantan
Selatan.
(Diunduh
dari
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/ODF09BE2-9FDE-49F0-88AE248B7B0856DD /13436/ringkasan Eks kalsel.pdf pada Desember
2010)
Dusuki, Asyraf Wajdi, 2008. "Banking for the poor: the role of Islamic banking in
microfinance initiatives". Humanomics, Vol. 24 No. 1, 2008, pp. 49-66.
Effendi, Ebrinda Daisy Gustiani, Ascarya, Jaenal Effendi. 2009;2010. Analisis
Pengaruh Social Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam Di
Indonesia. BI dan UI. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April
2010
Hamidi, Jazim, Siti Hamidah, Sukarmi,Sihabuddin, Lucky Hendrawati, Adi
Kusumaningrum, (2010) Persepsi Dan Sikap Masyarakat Santri Jawa
Timur Terhadap Bank Syariah. FEUB.
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Alfa Beta. Bandung.
Mahfudz, Ahmad Affandi dan Yulizar Djamaluddin Sandrego, 2010, "Performance
Evaluation of Islamic Commercial Banks in Indonesia After the
Financial Crisis", Makalah dalam The Third International Conference
on Islamic Banking and Finance: Risk Management, Regulation and
Supervision, Jakarta: PEBS FE UI, Bank Indonesia dan IRTI Islamic
DeveloMSent Bank.
Hasan. 2011. "Membangun Sinergi Perbankan Syariah" (http://www.niriah.com
/opini/2id942.htm1)
Myrdal, Gunnar. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Regions (London
Harper and Row).

North, Douglass. C. 1991. Public Choice: Institutions, Institional Change and
Economic Performance. Cambridge University Press. New York.
USA.

20

Raykov, Tenko. 2010. Evaluation of Convergen and Validity with MultitraitMultimethod Correlations. British Journal of Mathematical and
Statistical Psychology. raykov@msu.edu
Stigler,G.J.1960. The Influence of Events and Policies on Economic Theory.
American Economic Review. (May 1960)
Stevens, Joe B. 1993. The Economics of Collective Choice. Public Choice Series.
Oregon State University. Westview Press. Colorado.
Thoha, Mahmud, 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. Jakarta, Pusat
Penelitian Ekonomi-LIPI.