Food Security Studi Kasus dan Implementa (1)

Reza Sinatrya, 130910101050, Jurusan Hubungan Internasional Universitas
Jember
Implementasi Swaziland Project di Indonesia
Food

Security

(Ketahanan

Pangan)

jika

dijelaskan

secara

singkat

merupakan kemampuan suatu negara-bangsa mempertahankan suplai makanan
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang ada dalam negara-bangsa tersebut. Saat

ini, studi ketahanan pangan tidak hanya menyoroti ketersediaan bahan pangan
dalam negeri saja, tetapi juga menyoroti tentang bagaimana akses yang dimiliki
masyarakat terhadap ketersediaan bahan pangan, juga bagaimana pengetahuan
yang dimiliki masyarakat untuk mengolah bahan pangan yang tersedia agar
mendapatkan gizi atau nutrisi yang baik untuk kesehatan dan yang terakhir
tetapi juga terpenting adalah bagaimana suatu negara tersebut, melalui
kebijakan ataupun program pemerintahannya dapat mempertahankan stabilitas
ketahanan pangan.
Saat ini, dimana populasi penduduk dunia sudah mencapai total 7.2 milyar
(data tahun 2013) dan telah diproyeksikan akan bertambah sekitar 2.4 milyar
pada tahun 2050 yang akan datang 1 (untuk melihat tabel dapat mengakses link),
ketahanan pangan dan kebijakan yang berkenaan dengannya akan memiliki
signifikansi yang cukup tinggi dalam berbagai proses pengambilan kebijakan tiap
pemerintahan dunia. Kenapa? Cukup sederhana, karena hingga saat ini, masih
banyak negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Afrika yang berada
dalam wilayah berbahaya ataupun rawan terkena keadaan food insecurity, tidak
terkecuali wilayah negara kita, Indonesia.
Keadaan food insecurity (kerawanan pangan), seperti namanya secara
harfiah merupakan keadaan dimana negara, dalam hal kebijakan maupun
penerapan


kegiatan

pemerintahan

sehari-hari,

tidak

mampu

memenuhi

kebutuhan pangan yang diperlukan oleh masyarakat negaranya. Keadaan
kerawanan pangan ini memiliki kemungkinan besar dapat memunculkan
keadaan negara tidak dapat berfungsi secara baik atau yang lebih sering disebut
failure state atau fragile state dimana pemerintahan pusat sangatlah lemah dan
tidak efektif dalam menjalankan setiap kebijakan yang diambil dan tidak
memiliki kontrol terhadap masyarakat dan wilayahnya. Bagaimana bisa? Sebagai
bagian dari kebutuhan pokok, pangan merupakan satu hal yang paling

1

Diambil dari https://www.un.org/development/desa/en/news/population/un-report-worldpopulation-projected-to-reach-9-6-billion-by-2050.html, diakses tanggal 15 Oktober 2015

dibutuhkan oleh manusia, manusia tanpa tempat tinggal dapat tetap bertahan
hidup, manusia tanpa pakaian juga tetap dapat bertahan hidup, tetapi apabila
akses terhadap sumber makanan yang dimiliki telah habis atau hilang dari
peredaran maka social order atau ketertiban sosial yang telah dibangun oleh
suatu institusi yang disebut “negara” akan dengan singkatnya menjadi tidak
berlaku, menimbulkan meningkatnya tingkat kriminalitas dan berbagai jenis
kekacauan.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk menerapkan kebijakan yang tepat
dalam sektor ketahanan pangan. Dalam kaitannya dengan kebijakan yang
diambil atau akan diambil di Indonesia, kita dapat melakukan studi kasus
terhadap pengambilan kebijakan mengenai keputusan atau kebijakan yang telah
diterapkan di negara-negara lain dan telah menuai hasil lalu kemudian
menganalisis bagaimana hasil yang akan diperoleh oleh Indonesia apabila
menerapkan kebijakan yang serupa.

Studi Kasus : Swaziland

Negara Swaziland adalah suatu negara yang memiliki wilayah di Afrika
sub-sahara yang wilayahnya, tidak memiliki daerah kelautan atau landlocked
dengan wilayah yang diapit oleh Afrika Selatan dan Mozambiq. Swaziland,
sebagai

negara

dengan

pemerintahan

yang

berbentuk

monarki

absolut,

sangatlah memerlukan pemerintah atau dalam konteks negara-nya raja yang

dapat

membuat

kebijakan

sesuai

dengan

kebutuhan

masyarakatnya.

Pemerintahan Swaziland tidak memiliki perencanaan yang baik dalam bidang
ekonomi dan juga pertaniannya sehingga ketahanan pangan-pun sangatlah sulit
untuk dicapai. Kenapa? Pada tahun 2002, negara Swaziland mengalami bencana
kelaparan yang menimpa lebih dari ratusan ribu jiwa penduduknya, dan pada
waktu krisis terjadi, pemerintahan memutuskan untuk membeli jet mewah
senilai 50 juta USD, yang mana merupakan nilai dari seperempat pendapatan

total negara per tahun, dan membiarkan rakyatnya tetap kelaparan. Sayangnya
dalam tanah yang berada di wilayah Swaziland tidak terkandung minyak yang
melimpah seperti di wilayah Jazirah Arab ataupun memiliki wilayah yang
strategis untuk kegiatan politik, ekonomi atau kekuatan militer sehingga Amerika
Serikat tidak tertarik untuk membawakan “demokrasi” ke wilayah Swaziland.

Selain untuk lelucon, Swaziland memang memerlukan intervensi atau bantuan
asing untuk mengatasi masalah pangan yang dihadapi.
Pada tahun 2002 yang sama, parahnya bencana kelaparan yang melanda
Swaziland akhirnya menggerakkan pemerintahan Finlandia yang melalui palang
merah-nya bergerak dan memberikan bantuan dalam bentuk menjalankan
proyek pemeliharaan ketahanan pangan Swaziland yang dilakukan dalam tiga
wilayah berbeda2 dengan tujuan agar rumah tangga yang mayoritas rentan
terhadap kelaparan mendapatkan keamanan pangan melalui peningkatan
produksi bahan pangan serta pendapatan ekonomis. 3
Proyek yang dilakukan oleh Palang Merah ini secara keseluruhan terdiri
dari empat pokok program yaitu :
1. Pembentukan Kebun Komunal (Kebun yang dikelola bersama oleh orangorang dalam daerah yang sama)
2. Program Kebun Halaman Belakang (program ini dijalankan oleh tiap rumah
tangga dengan menanam bahan pangan pokok di halaman yang dimiliki)

3. Pembentukan Kolam Komunal ()
4. Pembentukan Peternakan Unggas Komunal ()
Langkah yang diambil untuk menerapkan proyek atau program ini adalah
menyiapkan tanah untuk membentuk kebun, peternakan serta kolam komunal
yang nantinya dapat menghasilkan produk pangan secara berkelanjutan. Selain
itu, diberikan bantuan finansial untuk pembangunan infrastruktur proyek seperti
pembangunan bendungan dan kolam, pengadaan penyedot air, benih dan bibit,
pembelian anak ayam dan lain-lainnya. 4 Manajemen perkebunan, kolam dan
peternakan yang dibentuk oleh tiap komunitas diserahkan pada orang-orang
yang dipilih dari komunitas itu sendiri sehingga mereka dapat menerapkan
pengetahuan yang telah diberikan selama proses pelatihan dan pembelajaran
dalam berkebun, membesarkan benih dan beternak yang akhirnya secara
bertahap akan menyebarkan pengetahuan mengenai proses pertanian dan
peternakan ke seluruh wilayah di Swaziland.
Proyek ini memiliki banyak dampak yang baik bagi masyarakat Swaziland
yang terlibat didalamnya. Perkebunan Komunal maupun Individual secara
2

Swaziland : Good Food Security Practices to Share and Replicate, International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2006, p.6. dapat diakses di

http://www.ifrc.org/PageFiles/114719/Swaziland_good%20food%20security%20practices
%20to%20share%20and%20replicate-en.pdf.
3
Ibid.
4
Ibid.

langsung telah menaikkan ketersediaan dan akses terhadap pangan rumah
tangga di daerah proyek ini dilakukan, yang mana menurunkan kerawanan
pangan (food insecurity) yang dialami sebelumnya.5 Masalah yang dihadapi di
wilayah Swaziland adalah susahnya memberikan tempat untuk menyimpan atau
menampung air untuk proses pembuatan kolam komunal sehingga rencana
pembuatan kolam tidak berlangsung dengan baik serta beberapa tempat telah
terbukti tidak memiliki tanah yang subur atau tanahnya tidak dapat ditanami
tumbuhan dan dipakai untuk membuat baik kebun individu ataupun kebun
komunal. Tetapi dampak dari ketidaksuburan tanah ataupun ketidak tersediaan
tempat untuk beternak ikan dapat ditutupi dengan program proyek lainnya yaitu
dengan pembuatan peternakan unggas dan dengan kelebihan komoditas mereka
juga dapat menutupi kekurangan komoditas dengan melakukan barter ataupun
transaksi/berdagang dengan komunitas lainnya, sehingga secara langsung

proyek ini telah memberikan perubahan dalam ketahanan pangan yang dimiliki
oleh Swaziland.

Implementasi di Indonesia
Pertanyaan yang pertama kali akan muncul adalah, Apakah bisa proyek
yang dilakukan di Swaziland ini diterapkan di Indonesia? Melihat dari konteksnya,
kesejahteraan yang dimiliki oleh Indonesia berada Jauh diatas Swaziland, yang
mana berarti secara ekonomi Indonesia memiliki daya beli yang lebih besar
apabila dibandingkan dengan daya beli masyarakat Swaziland, lalu apakah bisa
diterapkan? Ya, program tersebut bisa diterapkan di Indonesia. Kenapa? Karena
di Indonesia, tersebarnya akses terhadap makanan masih bervariasi dan tidak
merata, disebagian tempat akses terhadap makanan sangatlah mudah dan
masyarakat

mampu

mengaksesnya

(baik


secara

fisik

maupun

ekonomi)

sedangkan disebagian tempat lainnya, jangankan akses terhadap makanan,
infrastruktur atau sarana dan prasarana untuk mencapai tempat tersedianya
bahan pangan masih belum tersedia (seperti misalnya daerah terpencil di
Papua).
Indonesia dengan jumlah kepala keluarga yang mencapai 67,6 Juta (data
tahun 20146), apabila setengahnya saja mampu melakukan proyek perkebunan
5

Ibid. p.6.
Diambil dari http://print.kompas.com/baca/2015/06/23/7-Juta-Perempuan-KepalaKeluarga, diakses tanggal 15 Oktober 2015
6


individual dan menghasilkan 10 kg hasil kebun per kepala keluarga, maka akan
menyumbangkan produk perkebunan senilai tiga ratus ribu ton lebih, yang
setidaknya mampu memperkuat ketahanan pangan yang dimiliki oleh Indonesia
dan peningkatan standar gizi yang dimiliki oleh Indonesia.

Kesimpulan
Food

Security,

memiliki

peranan

penting

dalam

perkembangan

perpolitikan dan proses pengambilan kebijakan di seluruh penjuru dunia.
Meskipun

negara

kecil

seperti

Swaziland,

yang

nampaknya

tidak

akan

memberikan sumbangan dalam perpolitikan dunia, tetapi program yang telah
dilaksanakan di Swaziland (walaupun secara tidak langsung merupakan proyek
yang dilakukan oleh Palang Merah Finlandia) dapat memberikan inspirasi untuk
pengambilan kebijakan ketahanan pangan di belahan dunia lainnya.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25