T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pergaulan Multikultural di Kota Salatiga: Studi Peran Forum Persaudaraan antar Etnis Salatiga dalam Pengelolaan Pergaulan Multikultural di Kota Salatiga T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah masyarakat mejemuk yang terdiri dari berbagai suku,

ras, agama dan golongan. Seperti yang diungkapkan Parekh (1997) dalam Azra
(2007), just as society with several religionsor languages is multi religious or multi
lingual, a society containing severalcultures is multicultural . Dalam masyarakat

bingkai multikultural, Indonesia terdiri dari berbagai perbedaan, seperti ras, suku,
bahasa dan

adat istiadat, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Suatu

keragaman atau kemajemukan yang menonjol daripada keragaman lainnya, yaitu
etnisitas. Hal ini dibuktikan dengan hasil Sensus Nasional Tahun 2000 tercatat lebih
dari 1000 grup etnik dan sub etnik, yang masing – masing mengklaim mempunyai
bahasa dan budaya sendiri (Ju Lan, 2011:280). Multikulturalnya masyarakat
Indonesia hadir karena dilaterbelakangi oleh pengaruh georafis wilayah Indonesia

yang merupakan negara kepulauan yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) oleh faktor kolonialisme belanda. J.S Furnival menyatakan bahwa
masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari “dua atau lebih elemen
(kelompok) atau tatanan sosial yang hidup berdampingan dalam satu unit politik
(Hefner, 2007:16).
Usaha untuk membangun masyarakat yang multikultural, yaitu dengan
menanamkan semangat multikulturalisme dimana masyarakat harus memberikan
apresiasi terhadap perbedaan-perbedaan kultural, ras dan etnis yang ada.
Multikulturalisme merupakan pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik (Mahmud, 2006:75.)
Lebih tegasnya, multikulturalisme merupakan ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara
kebudayaan. Dengan demikian, multikulturalisme mengisyaratkan akan pengakuan
terhadap realitas keragaman kultural, yang mencakup keberagaman ras, suku, etnis,
1

agama, maupun kebergaman bentuk-bentuk kehidupan yang terus bermunculan
disetiap tahap kehidupan masyarakat. Multikulturalisme merupakan cara yang tepat
dalam menghadapi masyarakat multikultural terutama bagi Indonesia.
Ketidak-mampuan


masyarakat

dalam

memahami

keragaman

kultural

(multikulturalisme), belum hadirnya keterpaduan sosial, ketimpangan ekonomi,
sosial, dan politik, dapat menyebabkan terjadinya pertikaian antar kelompok, atau
konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Hal ini telah terjadi hampir di
sebagian wilayah Indonesia Kompas edisi 4 Maret 2001 mengidentifikasi konflik
SARA yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1994 sampai 2001
diantaranya adalah perkelahian antara pemuda etnis Dayak dengan etnis Madura
yang berbuntut aksi balas dendam yang terjadi di Kalimantan Barat tahun 1997,
pembakaran tokoh, tempat hiburan dan Vihara milik etnis Cina akibat perkosaan
yang dilakukan oleh seorang keturunan cina yang terjadi di Makasar tahun 1997,

kerusuhan

yang diikuti pembakaran tempat bisnis dan pemerkosaan kepada

perempuan keturunan cina yang terjadi di Jakarta

dan sekitarnya tahun 1998,

Pertikaian antara warga etnis Flores dan warga etnis Batak akibat rebutan penumpang
yang terjadi di Kalimantan Barat tahun 1997, Penurunan bendera bintang kejora oleh
aparat brimob yang mengakibatkan kemarahan penduduk Papua yang terjadi di
Wamena tahun 2000 dan konflik lainnya.
Persoalan ketidak-terpaduan sosial pada masyarakat multikultural yang
menyebabkan konflik tidak hanya terpotret dalam skala nasional tetapi juga dalam
skala yang lebih kecil yakni perkotaan. Tentunya hal ini berangkat dari
kecenderungan penduduk perkotaan tidak hanya terdiri dari satu golongan masyarakat
(kultur) melainkan terdiri dari berbagai golongan (multikultur). Dalam masyarakat
perkotaan yang terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan identitas kultural
akan sulit mencapai keterpaduan sosial, jika tidak ada nilai kebersamaman yang terus
diupayakan sebagai basis perbedaan kultur. Menurut Rahardjo (2005 : 3) keterpaduan

sosial yang dimaksud adalah suatu kondisi yang memungkinkan masing-masing
kelompok dapat menjalin komunikasi tanpa harus kehilangan identitas kultural
mereka. Jika tidak ada keterpaduan sosial ini, maka usaha untuk membentuk
2

kehendak bersama sebagai suatu bangsa menjadi persoalan yang rumit dan
membutuhkan waktu yang relatif panjang.
Di beberapa kota di Indonesia, kegagalan pergaulan multikultural perkotaan
ternyata menyebabkan terjadinya konflik. Beberapa contohnya antara lain, tawuran
antara mahasiswa Nusa Tenggara Timur dan Mahasiswa Maluku pada bulan Maret
2016 yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan dipulangkan ratusan mahasiswa
asal Sumba kedaerahnya1. Kasus penembakan di Cebongan Sleman yang
menyebabkan tewasnya 4 orang asal NTT yang berawal dari kasus pembunuhan
sersan kepala Heru Santoso di Hugo’s Café Yogyakarta2, dan berbagai kasus lainnya
yang melibatkan kelompok etnis di perkotaan. Data statistik kriminal 2014 yang
disajikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mengenai
perkelahian massal didalamnya termasuk kategori konflik antar suku dalam kurun
waktu 2008 -2011 semakin meningkat. Desa/kelurahan yang paling banyak terdapat
kejadian perkelahian massal secara berturut-turut ditemukan di provinsi Papua, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa Timur 3.

Kota Salatiga yang berada dalam kawasan provinsi Jawa Tengah juga tidak
luput dari persoalan pergaulan multikultural. Salatiga merupakan salah satu kota kecil
yang dihuni banyak kalangan pelajar dari berbagai daerah di Indonesia, ada sekitar 19
(sembilan belas) etnis besar ada di Salatiga. Bahkan, ada puluhan anak suku yang
berasal dari sembilan belas etnis besar tersebut, dan sebagian besar keragaman suku
tersebut berada di lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
Kesembilan belas etnis besar tersebut adalah sebagai berikut; Papua, Jawa, Sumba,
Lampung, Minangkabau, Minahasa, Toraja, Tionghoa, Aceh, Nias, Dayak, Ambon,
Ternate, Timor (Rote, Alor dan Flores), Batak (Karo, Toba, Simalungun), Bali,
Sangir, Poso dan Timor Leste (Biro Kemahasiswaan UKSW 2016).
1

Tribun News. tribunnews. Kronologi Mahasiswa Yang Rengggut Satu Nyawa. 20 Maret 2016 . Dikutip
dari : http://suryamalang.tribunnews.com/2016/03/20/inilah-kronologi-tawuran-mahasiswa-yangrenggut-satu-nyawa
2
Pos Kupang. Tribunnews. Empat Korban Penenmbakan Cebongan Bukan Preman. 04 April 2013.
Dikutip dari: http://kupang.tribunnews.com/2013/04/11/4-korban-penebakan-cebongan-bukan-preman
3
Badan Pemberdayaan Pembangunan Nasional. Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan. Dikutip dari
: http://www.bappenas.go.id/files/data/Politik_Hukum_Pertahanan_dan_Keamanan/Statistik%20

Kriminal%202014.pdf (diakses pada 14 Juni 2016)

3

Keterikatan dengan budaya asal, eksklusivitas, kurangnya interaksi dan
komunikasi budaya yang tidak berjalan dengan baik antar kelompok etnis membuat
konflik sering terjadi di Salatiga. Tidak hanya konflik antara etnis pendatang yang
sebagian besarnya adalah mahasiswa tetapi juga konflik antara kelompok etnis
pendatang dan masyarakat/warga asli kota Salatiga. Konflik berlatar belakangkan
etnis yang pernah terjadi di Salatiga antara lain : a) Kasus penikaman yang dilakukan
oleh Mahasiswa asal Timor kepada Mahasiswa asal Ambon yang terjadi pada bulan
April 2009. b) Perkelahian antara Mahasiswa asal Papua dan warga kemiri Candi
Sidorejo Salatiga pada bulan Desember 2014 akibat kendali alkohol yang ramai
dibicarakan di media sosial (Facebook) dengan membawa isu pendatang dan warga
asli. c) Perkelahian antara mahasiswa asal Sumba dan Mahasiswa asal Papua pada
tahun 2014 yang menyebabkan seorang mahasiswa asal Papua terluka. d) Syukuran
wisuda pada bulan Maret 2015 yang melibatkan perkelahian antara mahasiswa asal
Sumba dan warga getasan Kopeng yang menimbulkan korban luka 4. e) Dua kasus
pembunuhan yang terjadi secara beruntun yang menewaskan pemilik studio musik
atas nama Joko Bass5 dan pembunuhan Mahasiswa atas nama Deo di tempat hiburan

karaoke pada bulan Juli 2016 6, dan masih banyak konflik lainnya yang tidak bisa
dihindari.
Konflik yang muncul sebagian besar berawal dari konflik pribadi kemudian
menjadi konflik kelompok atau antar etnis mahasiswa. Konflik yang terjadi seringkali
mendapat penyelesaian yang kurang tepat atau dibiarkan begitu saja. pengelolaan
konflik yang dilakukan dinilai kurang efektif, karena gaya pengelolaan konflik yang
selama ini dilakukan adalah hanya berupa upaya penyelesaian dan penanggulangan

4

Republika News. Rayakan Kelulusan Mahasiswa Bentrok Dengan Warga . 15 Maret 2016. Dikutip Dari :
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/03/16/nl9j8t-rayakan-kelulusan-mahasiswabentrok-dengan-warga
5
Kompas News. Polisi sebut Pembunuhan Bos Studio Musik Sudah Direncanakan. 14 Agustus 2016.
Dikutip Dari:
http://regional.kompas.com/read/2016/07/19/19090081/Polisi.Sebut.Pembunuhan.Bos.Studio.Musik.Sud
ah.Direncanakan
6
Kompas News. Dianiaya saat Karaoke Deo Tewas Di Rumah Sakit. 14 Agustus 2016 Dikutip Dari :
http://regional.kompas.com/read/2016/07/28/22230041/Dianiaya.Saat.Karaoke.Deo.Tewas.di.Rumah.Sa

kit

4

atas konflik yang telah terjadi atau sementara terjadi. Sedangkan upaya-upaya untuk
mencegah terjadinya konflik multikultural di Salatiga masih sangat kurang.
Berkaca dari berbagai fenomena konflik horisontal antar etnis yang terjadi di
Salatiga dan di beberapa kota lainnya, kemudian melandasi terbentuknya sebuah
forum kerukunan antar etnis. Forum ini bernama Forum Persaudaraan Antar Etnis
Nusantara atau Forum PERANTARA, yang lahir di Surakarta pada tanggal 28
Oktober 2013. Forum antar etnis dan kedaerahan ini merupakan inisiasi bersama oleh
Pemerintah Jawa Tengah melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol)
Jateng, dengan berbagai komunitas etnis yang ada di Jawa Tengah, untuk mengelola
pergaulan multikultural di Jawa Tengah. Adapun dibentuknya forum Perantara adalah
dengan usaha- usaha utama7 sebagai berikut : (1) Membina dan menjalin komunikasi
intensif diantara berbagai komponen etnis nusantara yang tergabung dalam Organisasi
Etnis dan Kedaerahan; (2) Meningkatkan rasa persaudaraan antar etnis dan kedaerahan
melalui pengembangan budaya bangsa; Berdirinya forum PERANTARA Jawa Tengah
merupakan stimulan dibangunnya forum-forum yang serupa di berbagai kota di Jawa
Tengah. Di Salatiga misalnya, 2 (dua) tahun sejak berdirinya forum PERANTARA,

kemudian diinisiasi pula sebuah forum persaudaraan antar etnis Salatiga yang diberi
nama Persaudaraan Antar Etnis di Salatiga (PANTAS), yang berdiri pada 30 Juli 2015.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, dimana konflik antar etnis yang terus
terjadi di Salatiga sampai – sampai menelan korban nyawa sehingga pengelolaan
pergaulan multikultural di kota Salatiga menjadi menarik untuk diteliti. Dengan
berlandaskan pada fenomena keragaman masyarakat kota Salatiga, dan berbagai
persoalan konflik antar etnis yang selalu menjadi salah satu faktor penghambat
pembangunan kota, serta diinisiasi forum pergaulan antar etnis yakni forum PANTAS
yang diharapkan mampu meminimalisir persoalan, maka penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peran forum PANTAS, terkait dengan
pengelolaan pergaulan multikultural di kota Salatiga dalam rangka menciptakan
harmonisasi pergaulan etnisitas.

7

AD/ART Forum Perantara Bab III mengenai Usaha Ayat 1-2.

5

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah peran aktor dalam mengelola pergaulan multikultural yang
dilakukan oleh forum PANTAS di kota Salatiga?
2. Faktor – faktor apa saja yang menghambat dan mendukung pengelolaan pergaulan
multikultural yang dilakukan oleh forum PANTAS?

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menggambarkan peran aktor dalam mengelola pergaulan multikultural yang
dilakukan oleh forum PANTAS di kota Salatiga.
2. Menjelaskan faktor – faktor apa saja yang menghambat dan mendukung
pengelolaan pergaulan multikultural yang dilakukan forum PANTAS.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan konsep
harmonisasi etnis di perkotaan.
2. Hasil dari penelitian ini lebih diutamakan sebagai bahan referensi dan evaluasi
kepada Pengurus PANTAS dan Etnis di Salatiga.
3. Bagi peneliti-peneliti selanjutnya di bidang perencanaan Multikulturalisme, atau
pun bagi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi.


6

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20