MAKALAH Mesin konversi energi PENDIDIKAN
MAKALAH
Mesin konversi energi
Oleh
AFRIANGGA PRATAMA
1102520/2011
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya tertuju kepada Allah swt, Dialah Rabi yang mengatur
segala aspek kehidupan di muka bumi. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad saw, pembawa risalalah yang menjadi petunjuk serta rahmat bagi semesta
alam.
Hanya dengan taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas untuk memperbaiki atau melengkapi
tugas
pada mata kuliah mesin konversi energi. Dalam penulisan makalah ini, penulis
dengan segala keterbatasan kemampuan dan pengetahuan meminta akan ketersediaan
pembaca untuk memberikan sumbang pikirannya lewat saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan dan ke sempurnaan makalah ini.
Akhir kata, ucapan terima kasih tiada terhingga, penulis ucapkan kepada seluruh
pihak yang telah membantu dan mendorong hingga terwujudnya makalah ini.
penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
2
3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Defenisi energi..................................................................................
4
B. Potensi energi....................................................................................
5
BAB II. PEMBAHASAN
A. Kondisi energi saat ini ......................................................................
8
BAB III. KESIMPULAN ...................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
31
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi energi
Energibersifat
abstrakdan
sukardibuktikan,
tetapidapatdirasakan
adanya.Menuruthukumkekekalan energi, energi tidak dapatdiciptakan dan tidak
dapat dimusnahkan,
dapat dikonversikan atau
berubah
dari bentuk
energiyangsatukebentukenergiyang lain,misalnyapadakompordidapur, energiyang
tersimpandalamminyaktanahdiubahmenjadiapi.
Ada beberapa macam energi yang kita kenal, yaitu energi mekanik,
energi listrik, energi kimia, energi nuklir, dan energi termal baik alami
maupun buatan. Energipadaprinsipnyasudah adadialamisejak dahulu kala dan
tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya dapat ditransfer dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan hidup umat manusia.
Dalam
kehidupansehari-
hari,kitatidaklepasdarikebutuhanakanbahanbakar.Bahan
bakarmerupakansenyawakimiayangdapatmenghasilkan energimelaluiperubahan kimia.
Dalam pengertian umum energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Energi
dihasilkan oleh sumber energi secara langsung maupun melalui proses konversi.
Energi yang
dimanfaatkan
berada dialam sangatlah banyak dan beraneka ragam serta dapat
sebagai bahan
bakar untuk menggerakkan peralatan mekanik
maupunelektronik.Salahsatufungsienergiadalahsebagaimateribahanbakar.
Bahan bakar adalah istilah populer media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat
bersifat alami atau ditemukan langsung dari alam, tetapi juga bersifat buatan yaitu
diolah manusia dengan teknologi. Bahan bakar adalah suatu zat atau materi yang
mengandung energi. Bahan bakar terdiri dari 4 jenis yaitu : bahan bakar padat, cair,
gas dan nuklir. Ada berbagai jenis bahan bakar padat seperti batu bara dan
kayu. Bahan bakar cair contohnya minyak, bensin, methanol, etanol, solar dan kerosin
serta bahan bakar gas, contohnya gas alam.
Energi akan tetap dibutuhkan
dari masa ke masa. Pada saat ini di era
industrialisasi dan transportasi, energi digunakan sebagai bahan bakar utama
penggerak sektor tersebut. Energi yang umumnya sekarang digunakan berasal
4
dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas alam dan batu bara.
bakar tersebut saat ini merupakan pensuplai
Ketiga bahan
energi terbesar di dunia. Bahan
bakar fosil memampu mendominas 81% energi primer dunia dan juga berkontribusi
pada 66% pembangkitan listrik global. Padahal bahan bakar tersebut termasuk
sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui dan lama kelamaan keberadaannya
akan langka dan habis. Beberapa data menyebutkan bahwa sampai dengan taraf
tertentu, krisis energi kita hadapi dimasa akan datang.
Peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi, sehingga
penglolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya
harus dilaksanakan secara terpadu. Cadangan sumber daya energi bahan bakar
fosil keberadaannya sangat terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi
sumber daya energi agar ketersediaan energi dimasa depan terjamin. Bahan bakar
fosil juga menghasilkan
bahan pencemar
yang mengganggu
kesehatan, dan
menurunkan kualitas lingkungan, seperti Pb (timbal), CO (Carbon monoksida) dan
CO2 (Carbon dioksida).
B. Potensi energi
Indonesia sebenarnya Indonesia masih memiliki cadangan minyak sebesar
3,99 miliar barel yang diperkirakan baru habis dieksploitasi selama 11 tahun dan
masih memiliki potensi cadangan sejumlah 4,41 miliar barel. Sedangkan stok gas
bumi mencapai 187 triliun kaki kubik. Atau akan habis dalam waktu
68 tahun dengan tingkat produksi per tahun sebesar 2,77 triliun kaki kubik.
Cadangan batu bara ada sekitar 18,7 miliar ton lagi. Atau dengan tingkat produksi
170 juta ton per tahun. Berarti cukup buat memenuhi kebutuhan selama 110 tahun
(sumber: Kementerian ESDM, 14/03/2008). Pada tahun 2005 ditemukan sekitar
5.081 juta barel cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Laut Timor. Data
mengenai cadangan minyak di Laut Timor tersebut diperoleh dari jaringan Yayasan
Peduli Timor Barat (YPTB) di Darwin Australia Utara. Data tersebut diperoleh
darisejumlah perusahaan migas yang kini beroperasi di Laut Timor jauh sebelum
Timor Timur merdeka. Jaringan YPTB juga memperoleh informasi dari sejumlah
ahli minyak di Australia yang mengatakan bahwa total cadangan migas di Laut
Timor sesungguhnya jauh lebih besar dari data awal yang dikemukakan pemerintah
Australia sebelumnya.
Angka produksi migasnya sekitar 250 ribu barel per hari. Jika harga minyak dunia
5
saat ini US$ 67, maka tiap tahunnya Laut Timor akan menghasilkan US$1 miliar
(US$ 7 juta setiap hari). Nah, bila angka itu dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp
10,300/ Dolar Amerika, produksi migas di Laut Timor akan mencapai Rp 172
miliar/ hari. Namun, angka fantastis itu kini dikuasai Australia dan Timor Timur
saja. Itu pun Timor Timur hanya mendapat bagian 20-30%. Sementara di
Aceh ditemukan cadangan migas terbesar di dunia, yakni 320,79 miliar barel.
Selain energi fosil Indonesia juga kaya akan sumber energi nonfosil. Seperti
panas bumi (geotermal) dengan kapasitas mencapai 27000 megawatt, tenaga surya
dengan potensi intensitas radiasi matahari rata-rata di seluruh wilayah Indonesia
sekitar 4,8 kWh/ m2, angin, air, serta sumber potensial lain. Kalau dilihat dari
potensi
sumber
energi
yang
begitu
melimpah
di Indonesia seharusnya
Indonesia mampu memenuhi sumber energi bagi masyarakat. Baik energi fosil
maupun nonfosil. Kemakmuran masyarakat seharusnya tercapai. Tapi, kenyataanya
kondisi masyarakat Indonesia sungguh jauh dari kesejahteraan. Masyarakat harus
menunggu berjam-jam untuk antri membeli minyak tanah, bensin, dan sebagainya.
Di sisi lain, 4 "big boss" Freeeport menerima gaji Rp 126,3 M/ bulan.
Namun, masyarakat Papua harus mengalami busung lapar. Sama seperti pihak
ExxonMobil yang memperoleh keuntungan sebesar US$ 40.6 Billion atau setara
dengan Rp 3,723,020,000 ,000,000 (dengan kurs rupiah 9,170) atau setiap
detiknya. Chevron yang memperoleh keuntungan pada tahun 2007 sebesar US$
18,7 billion atau Rp 171,479,000,000,000. Atau seperti Royal DucthShell yang
menyebutkan nilai profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai US$ 31
miliar.
Atau
setara dengan
Rp
284,270,000,000,000.
Keuntungan
yang
diperoleh korporasi- korporasi negara imperialis ini sebenarnya berada jauh di atas
Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa negara dunia ketiga, tempat korporasi
tersebut menghisap. Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia bahkan belum sanggup menembus Rp 4,000 triliun. Untuk triwulan ke-3
tahun 2007 saja hanya mencapai Rp 2,901 triliun. Untuk negara penghasil minyak
lainnya, Libya hanya 50.320 juta US$, Angola hanya 44,033 juta US$, Qatar hanya
42,
463US$, Bolivia hanya 11.163 juta US$, dan lain-lain. Mengapa Indonesia yang
kaya akan sumber daya energi harus menghadapi krisis energi dan tetap
dengan title "Negara Dunia Ketiga"-nya?
UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah meliberalisasi seluruh
6
kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga hilir. UU Migas ini telah
mengebiri peran negara atas migas. Hampir 90% produksi minyak bumi di
Indonesia
dikuasai
korporasi
asing,
yakni
Total,
ExxonMobil,
Vico
,ConocoPhillips, BP, Petrochina, Chevron, dan korporasi lainnya. Kesalahan
pandangan pemerintah tentang kepemilikan menyebabkan negara ini kian terpuruk
dengan kebijakan-kebijakannya yang pro swasta/ asing. Pemerintah memahami
bahwa kekayaan alam Indonesia tak terkecuali migas adalah komoditas yang bisa
dimiliki oleh siapa pun yang mampu (memiliki modal) untuk mengelolanya.
Padahal, kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk barang
tambang yang melimpah adalah milik rakyat.
Di sisi lain, 4 "big boss" Freeeport menerima gaji Rp 126,3 M/ bulan. Namun,
masyarakat Papua harus mengalami busung lapar. Sama seperti pihak ExxonMobil
yang memperoleh keuntungan sebesar US$ 40.6 Billion atau setara dengan Rp
3,723,020,000 ,000,000 (dengan kurs rupiah 9,170) atau setiap detiknya. Chevron
yang memperoleh keuntungan pada tahun 2007 sebesar US$ 18,7 billion atau Rp
171,479,000,000,000. Atau seperti Royal Ducth Shell yang menyebutkan nilai
profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai US$ 31 miliar. Atau setara
dengan
Rp
284,270,000,000,000.
Keuntungan
yang
diperoleh
korporasi-
korporasi negara imperialis ini sebenarnya berada jauh di atas Produk Domestik
Bruto (PDB) beberapa negara dunia ketiga, tempat korporasi tersebut menghisap.
Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bahkan belum
sanggup menembus Rp 4,000 triliun. Untuk triwulan ke-3 tahun 2007 saja hanya
mencapai Rp 2,901 triliun. Untuk negara penghasil minyak lainnya, Libya hanya
50.320 juta US$, Angola hanya 44,033 juta US$, Qatar hanya 42,
463US$, Bolivia hanya 11.163 juta US$, dan lain-lain. Mengapa Indonesia yang
kaya akan sumber daya energi harus menghadapi krisis energi dan tetap
dengan title "Negara Dunia Ketiga"-nya?
UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah meliberalisasi seluruh
kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga hilir. UU Migas ini telah
mengebiri peran negara atas migas. Hampir 90% produksi minyak bumi di
Indonesia
dikuasai
korporasi
asing,
yakni
Total,
ExxonMobil,
Vico
,ConocoPhillips, BP, Petrochina, Chevron, dan korporasi lainnya. Kesalahan
pandangan pemerintah tentang kepemilikan menyebabkan negara ini kian terpuruk
dengan kebijakan-kebijakannya yang pro swasta/ asing. Pemerintah memahami
7
bahwa kekayaan alam Indonesia tak terkecuali migas adalah komoditas yang bisa
dimiliki oleh siapa pun yang mampu (memiliki modal) untuk mengelolanya.
Padahal, kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk barang
tambang yang melimpah adalah milik rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi energi saat ini
Sumberdayaalamyangdapatmenghasilkanenergi
selamaini
semakin
terkuras,karenasebagianbesarsumberenergisaatiniberasal darisumberdaya alam yang
tidak
terbarukan.
Sementara
itu,
konsumsi
energiterus
meningkat
sejalandenganlajupertumbuhanekonomidanpertambahanpenduduk(Anonim,
2004).Energifosilsebagaisumberenergi
energiutamadi
tidakterbarukanmerupakansumber
dunia.Permasalahanseriusyangdihadapi
olehbanyaknegara
berkembangansaatini
adalahjumlahbahanbakarfosilyangsangatterbatas
sementarakebutuhan
terusmeningkat(Budietal.,2009),sehinggaterjadikrisis
energi.KetersediaanenergifosilIndonesiadapatdilihatpadaTabel1.1berikut ini:
Tabel1.1PersediaanEnergiFosilIndonesia
SumberDaya
Energi
yang
Cadangan
Dunia
dibutuhkan
Sumber
Dayayang
Tersedia
RasioCadangan
Produksi(tahun)
Batubara
5000Mton
0,55%
170Mton
29
Gasalam
2300MTOE
1,39%
72MTOE
32
Minyak
700Mton
0,43%
68Mton
10
Sumber:MasyarakatEnergiTerbarukanIndonesia,2008
International Energy Agency (IEA) mendefinisikan ketahanan energi sebagai
ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau. Lebih
8
lanjut, ukuran yang dipakai untuk menilai suatu negara dikatakan memiliki
ketahanan energi apabila memiliki pasokan energi untuk 90 hari kebutuhan impor
setara minyak. Ketahanan energi dianggap penting karena energi merupakan
komponen penting dalam produksi barang dan jasa. Segala bentuk gangguan yang
dapat menghambat ketersediaan pasokan energi dalam bentuk bahan bakar primer
(BBM, gas dan batubara) maupun kelistrikan dapat menurunkan produktivitas
ekonomi suatu wilayah dan jika magnitude gangguan sampai pada tingkat nasional
dapat membuat target pertumbuhan ekonomi meleset dari yang ditetapkan.
Menurut Yergin (2006) ketahanan energi mulai menjadi isu global ketika
Arab Saudi menghentikan ekspor minyak mentahnya ke negara-negara industri pada
awal dekade 70-an. Pada era tersebut, minyak merupakan sumber energi yang paling
vital bagi negara-negara eropa barat dan amerika serikat, sedangkan arab saudi
merupakan eksportir utama. Tindakan sepihak Arab Saudi tersebut praktis
mengganggu aktivitas perekonomian negara-negara importir minyak tersebut; yang
waktu itu hanya bergantung pada minyak Saudi Arabia. Dunia internasional
kemudian menjadi sadar terhadap pentingnya menjaga pasokan agar tidak
bergantung pada satu jenis sumber energi dan satu produsen energi.
Mengacu kepada konsep ketahanan energi yang didefinisikan oleh IEA di
atas dan merujuk kepada teori dasar mikroekonomi, menurut penulis ada tiga
komponen dasar dalam menjaga keberlangsungan pasokan energi, yaitu: (1) estimasi
permintaan energi
yang
presisi
sebagai
dasar
perencanaan
penyediaan
pasokan energi, (2) kehandalan (reliability) pasokan energi yang diusahakan oleh
badan usaha, dan (3) harga energi yang menjadi sinyal bagi badan usaha untuk
masuk dalam penyediaan energi. Harga energi menjadi begitu penting karena akan
digunakan oleh pihak produsen dalam menghitung estimasi imbal hasil atas
investasi yang dikeluarkan dalam penyediaan energi. Oleh karena itu, dalam kasus
Pemerintah memberlakukan batasan atas harga energi pada level tertentu, tidak
jarang investasi dalam pembangunan pembangkit listrik, kilang minyak, tambang
batubara akan berkurang dan supply bahan bakar menghilang dari pasaran.
Kebijakan Pemerintah diperlukan agar ketiga komponen tersebut direspon dengan
baik oleh pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) sehingga ketersediaan
energi berada pada tingkat keseimbangan sesuai dengan kebutuhan konsumsi di
dalam perekoonomian.
Dari sisi manajemen risiko, kajian ketahanan energi biasanya berfokus
9
pada risiko operasional kehandalan infrastruktur atau sarana penyediaan energi
sebagaimana yang dijabarkan oleh Chester (2010) dan dikutip dalam Singh (2012).
Manajemen risiko terhadap keseluruhan operasional menjadi begitu krusial agar
terputusnya pasokan energi tidak terjadi. Namun demikian, ketahanan energi juga
mencakup upaya diversifikasi energi dalam mengurangi ketergantungan pasokan
energi pada salah satu jenis bahan bakar. Diversifikasi juga dilakukan dalam
memperbaiki bauran energi dengan memperhatikan potensi cadangan sumber energi
yang dimiliki (Chester, 2010).
Dari sisi kebijakan, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Presiden
(Perpres) No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk
menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran kebijakan yang
secara rinci diatur dalamPerpres tersebut adalah pada tahun 2025 terwujudnya
elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan porsi BBM dalam komposisi energi
primer hingga 20% dan optimalisasi bahan bakar batubara dan gas masing-masing
lebih dari 33% dan 30%, serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru
terbarukan (EBT). Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i)
kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga dan
konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah kepada
pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta, serta pemberdayaan
masyarakat.
Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional yang tertuang dalam
Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan penggunaan energi primer yang
memiliki cadangan potensial dan menurunkan ketergantungan terhadap BBM.
Dengan kecenderungan menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya
produksi minyak mentah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar-1, kondisi
ketahanan energi minyak semakin rentan. Kerentanan atas produksi minyak juga
terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak domestik dalam memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
MilliarBarrel
Gambar-1.PerkembanganCadangandanProduksi MinyakMentah Indonesia
9
8,2
7,4
8,8
8
7,2
8,6
7,8
8,4
7,6
10
380
Cadangan(L
HS)
360
Produksi
340
(RHS)
JutaBarrel
320
300
280
260
240
220
7
200
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Kementerian ESDM, data diolah
Pemerintah menerbitkan aturan tersebut untuk memanfaatkan sumber
energi yang cadangannya lebih besar daripada minyak. Dengan demikian,
ketergantungan terhadap BBM akan semakin berkurang. Untuk itu, optimalisasi
penggunaan energi
11
primer yang cadangannya relatif masih besar seperti bahan bakar gas
dan batubara diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor BBM sekaligus
menurunkan biaya konsumsi energi dan meringankan belanja negara untuk subsidi
energi.
Batubara merupakan sumber energi yang cadangannya relatif cukup besar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan batubara diperkirakan sekitar 21
milyar ton, sementara produksinya mencapai 353 ribu ton sepanjang tahun 2011.
Kurang lebih
77% produksi batubara tersebut diekspor ke luar negeri. Berdasarkan data
tersebut, potensi batubara cukup besar untuk ditingkatkan dalam bauran energi
nasional mengingat perbandingan antara cadangan dengan produksi batubara
mencapai puluhan ribu kali lipat. Selain batubara, gas juga merupakan energi yang
memiliki cadangan yang potensial untuk dikembangkan. Total cadangan gas alam
yang dimiliki Indonesia mencapai 150,7 TCF, sedangkan produksi di tahun 2012
sebanyak 3,1 juta MMSCF dan sekitar 43% produksi gas alam tersebut diekspor ke
luar negeri.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian terhadap energi terbarukan
sebagai sumber energi alternatif dalam Perpres No. 5/2006. Komposisi panas bumi
dalam bauran energi nasional ditargetkan meningkat hingga mencapai 17% pada
tahun 2025 begitu juga dengan energi terbarukan lainnya seperti biomasa, nuklir,
tenaga surya dan tenaga angin. Optimalisasi energi terbarukan dianggap langkah
strategis karena setidaknya ada dua argumen utama. Pertama, dari sisi sumber daya,
potensi panas bumi Indonesia cukup besar yaitu mencapai 29.038 GWe dan yang
dikembangkan baru sebesar 1.226 WW, sehingga masih ada potensi yang cukup
besar untuk pengembangan energi panas bumi untuk kelistrikan nasional. Sedangkan
potensi tenaga air diperkirakan sekitar 75.000
MW dengan kapasitas PLTA terpasang 5.711 MW. Selain itu, masih banyak
potensi EBT yang lain, seperti: tenaga angin (bayu), bioenergi, dan tenaga surya.
Kedua, energi terbarukan memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh
energi fosil, yaitu dapat dihasilkan secara alamiah secara terus menerus sehingga
risiko akan hilangnya sumber energi sangatlah kecil dan time frame untuk
pengembangannya bisa tak terbatas.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama ini bauran energi nasional
memang didominasi oleh penggunaan BBM sebagai sumber energi primer utama.
12
Sebagaimana terlihat dalam Gambar-2, komposisi BBM dalam bauran energi
nasional stabil sangat tinggi, mencapai 50%-60% sepanjang tahun 2000 hingga
2005. Dengan dikeluarkannya kebijakan energi nasional dalam Perpres No. 5/2006
tersebut, diharapkan Pemerintah dapat menyusun langkah-langkah strategis dan
teknis untuk mengurangi porsi BBM dalam komposisi energy mix secara bertahap.
Apabila kebijakan tersebut berjalan dengan baik, publik akan merasakan dampaknya
berupa pengurangan ketergantungan terhadap minyak.
Sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2010, komposisi minyak sedikit
menurun dari 51,3% menjadi 47,1% atau turun sekitar 1% per tahun. Namun tren
penurunan porsi minyak tersebut terhenti dan kembali meningkat kembali di tahun
2011 menjadi 47,7% dari energy mix nasional. Kondisi ini mengindikasikan
langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah tidak berjalan efektif dan
meningkatnya risiko ketahanan energi. Di tengah tingginya harga minyak dunia dan
fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, penyediaan energi nasional
melalui BBM jelas beresiko. Risiko yang paling utama adalah kelangkaan BBM di
tengah masyarakat akibat kuota dan nilai subsidi BBM dalam APBN telah
terlampaui.
Gambar-2.Perkembangan danTarget BauranEnergi Nasional
EBT
Gas
Batubara
Minyak
100
4,1
17
90
21,2
80
70
30
27,0
60
50
40
30
33
59,6
51,3
47,7
20
10
20
2025
2020
2015
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2000
-
Sumber:2012HandbookofIndonesia’sEnergyEconomyStatistics,hal.10,Pusdatin
13
2001
ESDM, diolah
14
Salah satu target Perpres No.
implementasinya adalah
keekonomiannya.
Dapat
penyesuaian
5/2006
harga
yang juga belum terlihat
BBM
menuju
tingkat
dikatakan bahwa kebijakan harga premium dan solar
hanya bersifat responsif, yaitu disesuaikan ketika realisasi subsidi minyak jauh
melampaui alokasi di APBN. Sejak diberlakukannya Perpres No. 5/2006 tercatat
harga eceran premium dan solar telah beberapa kali mengalami perubahan.
Sebagaimana terlihat pada Gambar-3 penyesuaian tersebut tidak hanya berupa
kenaikan namun juga berupa penurunan harga eceran. Untuk merespon penurunan
harga minyak dunia, dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2009
Pemerintah telah menurunkan harga eceran kedua BBM jenis tertentu
tersebut sebanyak dua kali, yaitu dari Rp6.000/liter menjadi Rp4.500/liter untuk
premium dan dari Rp5.500/liter menjadi Rp4.500/liter untuk minyak solar.
Gambar-3.PerkembanganHarga MinyakMentah danBBMTertentu
7.000
6.000
120
Premium(Rp/liter)
Solar(Rp/liter)
ICP(USD/barrel)
100
5.000
80
4.000
60
3.000
40
2.000
20
1.000
0
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
HargaeceranBBM,khususnyapremiumdansolaryang
Pemerintahmemberikandoronganuntukkonsumsilebihdariyang
2011
2012
mendapatsubsidi
dibutuhkan.Semakin
besarselisihantara harga keekonomiandanharga eceran,semakinbesarinsentifuntuk
mengkonsumsiBBMbersubsidi.Tidak
herantargetpenurunanporsiminyakdalam
bauranenergi nasionaltidak sesuaidenganyangdiharapkankarena tidakada insentif
ekonomibagikonsumenkendaraanbermotor
untukmengurangipenggunaanBBM.Kita
jugatidakmelihatpenurunanporsiBBMbisatercapaidalamtahun2025ataukurang
15
dari11tahunlagijikaPemerintahbelummemilikikeberanianuntukmenaikkanharga
eceranBBM secarabertahap.
Gambar-4.PerkembanganKonsumsiPremium
30
Produksikilang
Impor
25
jutakiloliter
20
12,44
10,26
15
8,57
7,07
6,20
5,84
11,29
11,16
11,34
11,51
11,88
12,27
2005
2006
2007
2008
2009
2010
10
5
-
Tidak hanya memberatkan anggaran negara terkait membengkaknya subsidi
energi(lihatGambar-4danGambar-5),juga terlihatmeningkatnya risiko BBMimpor
yang
semakinbesartidakhanya
fluktuasi nilai
tukar.
Premium
berasaldarifluktuasihargaminyaktetapijugadari
memberikan
kontribusi dominan
dalam
keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalamAPBNtermasuksubsidilistrrik
yang juga sangat erat terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkitan listrik
telah
mencapai
nilai
yangsangatbesar.
(BBMdanlistrik)telahmencapai
Secaratotal,subsidi
nilaiRp300
tahun2012.Nilaiiniberpotensiuntukterusmeningkatjikatidak
energi
triliunpada
ada
perubahandalam
mekanisme harga BBM bersubsididanskema perhitungansubsidi listrik
sebagaimana
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
PLN
(PMK)
No.111/PMK.02/2007.
Lambannya
penyesuaianharga
BBMke
tingkatkeekonomiannyajuga
menimbulkandampak negatif terhadapupayadiversifikasi energi. Pelakuusaha tidak
memilikirasionalitasdanmotif ekonomidalammendukung diversifikasi energinasional
jika harga BBM masih didistorsi oleh Pemerintah. Tingkat pengembalian dalam
16
pengembangan biodiesel dan biopremium menjadi tidak begitu menarik ketika harga
minyak premium dan solar terlalu rendah sehingga tidak menciptakan tingkat
kompetisi
yang
sama
antara
bio
energi
dan
BBM.
17
Gambar-5: Belanja Subsidi dalamAPBN
Rp 400triliun
300
200
BBM
NonEnergi
346.4
348.1
211.9
199.8
333.7
295.4
275.3
192.7
139.1
138.1
100
Listrik
210,7
165.2
82.4
45.0
83.9
49.5
52.3
43.5
57.6
52.8
90.4
39.8
94.6
100.0
48.3
39.9
57.5
51.6
0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
APBN-P
2014
RAPBN
18
19
Dalammelaksanakan
amanat
PerpresNo.5/2006terdapatbeberapatantangan yang perlu diantisipasioleh
Pemerintah.
Pertama,
Pemerintah
harus
mengantisipasitingginya
permintaan energinasional. Berdasarkan estimasi World Energy Outlook
(2013), konsumsi energi Indonesiadiperkirakantumbuhsekitar 2,5% per
tahundaritahun2011 hingga 2035. Konsumsi energi diperkirakan melonjak
hampir
dua
kali
lipat
dalam
dari196jutatonsetaraminyak(Mtoe)
rentangwaktutersebut
menjadi358Mtoe.
proyeksitersebut,diperkirakanbauran
Dalam
energibelummencapaitarget
yang
sudah dicanangkan oleh Pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai
30% energy mix disusulolehbatubarasebanyak28%. Proyeksiinimenjadi
cambukan
bagi
Pemerintah
bahwatargetpenurunan
BBMdan
optimalisasibatubara yang disusun dalam PerpresNo.5/2006 belum
dapatdiyakinikeberhasilannya.
Kedua,
terkait
Pemerintahsudah
denganoptimalisasibatubara,meskipun
melaksanakan
Tahap1dansedang
Fast
Track
membangun
Project
(FTP)
FTPTahap
2,
lanjutmengingatmasih
rendahnya
tingkatkehandalanpembangkitlistrikberbahan
bakarbatubaratersebutperludiujilebih
capacity
factor2
pembangkit
FTP
Tahap1.Akibatnya
konversi
energidaripembangkitlistriktenagadiesel yang lebihmahalkepadabatubara
menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor
batubara.
Meskipunkebutuhan
dalamnegeri
saatini
sangatjauh
dariproduksitambangbatubara,
Pemerintahharusmenyadaribahwabatubarabukanmerupakan
energi
yang
terbarukan, sehingga eksploitasiberlebihan atas cadangan tambangbatubara
akan meningkatkan opportunity cost terhadappenggunaan batubaradimasa
yang akan datang.
Adapunmenyangkutbahanbakar
tersedianya
infrastruktur
gas,kendalautama
distribusi/pengangkutan.
adalahkurang
Pemerintahperlu
menetapkan kebijakan pipanisasi gas yang menghubungkanladang gas dan
20
sentraindustrinasional.
Selamaini
gasselaluberorientasipada
kawasanindustri,terutama
pembangunanpipa
ekspordankurangmemperhatikan
yang
berlokasididekatwilayah eksplorasigas
alam. Salah satucontohnya ialah kasuskekurangangas yangterjadi pada
pembangkitlistrikgasdi Belawan.Kurangnya pasokanharusnya tidakterjadi
apabila
daridulu
Pemerintahtelah
menetapkan
rencana
danstrategiuntukmenyambungkanpipa darilapangan gasArundi Aceh ke
pembangkittersebut.
Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga
harus
mencakup pembangunankilang gas alam cairdanterminalregasifikasi yang
berdekatandengan
pusat
industridanpembangkitlistrik.Misalnya
pembangunanterminalregasifikasi
terapung
(FRSU)di
JawaBaratdapatdikatakanterlambatdalammeresponkebutuhan
pembangkitlistrik
PT
PLN.
Padahalbiayainput
gasjauhlebihmurahdibandingkan bahan bakar lainnya. Hanya tenaga air
yang
biaya
inputnya
bisa
mengalahkan
gas.
Kurangnya
infrastrukturpengangkutangastersebutmenyebabkanhilangnyakesempatan
memanfaatkan energi yangberbiayarendah.
Pemerintah juga
menghalangi
harus menyelesaikan permasalahan
eksploitasi
energiterbarukan.Beberapa
permasalahantersebutmencakupperijinan
ListrikTenagaAirdan
dianggap
Pembangkit
yang
pembangunan
ListrikTenaga
Panas
dapatmerusaklingkunganterutamawilayah
Pembangkit
Bumi
hutan.
yang
Insentif
Pemerintahkepadapelakuusaha
dalammenurunkantingkatketidakpastiankeberhasilan eksplorasipanasbumi
dankompensasibesarnyabiaya
energiuntuktenaga
investasidan
angindantenagasuryajugamenjadi
alatpenyimpanan
area
kebijakan
yangperlu diaturoleh Pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan.
Beberapa
faktatersebutdi
Indonesiatelahmemiliki
energisebagaimana
rencana
atasmengindikasikanbahwa
yang
telahdinyatakandalam
baikuntukmenjagaketahanan
bentukroadmap
bauran
21
energinasional sejak 2006, namundemikian progres selama periode
tahun2006-2011menunjukkanbahwaprogresnyabelummenggembirakan.
Sementara pada periode yang sama tekanan risiko ketahanan energi
sebagai
akibat
terlalumenggantungkanpada
energiBBMmengalamipeningkatan.
Ini
sumber
daya
menjadilampukuningbagi
pembangunansektorkeenergiannasional.
Sebagaitahap
awalperlusegeradireformulasipolasubsidi
BBM(termasuklistrik)
yang
ada;bukan hanyauntukmengurasi eksposurrisikosubsidi BBMnamunjuga
untukmembuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan yang
kompetitif bagi
pengembangan sumber energibaru-terbarukan.Menunda
setiaplangkahkritisini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan
energiIndonesia di masa yang akan datang.
Perananenergisangatpenting
artinyabagi
peningkatankegiatanekonomi, sehingga pengelolaan energi yang meliputi
penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara
terpadu. Cadangan sumber daya energi bahan bakar fosil keberadaannya
sangat terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi sumber daya
energi
agar
ketersediaan
energi
Bahanbakarfosiljugamenghasilkan
dimasa
bahanpencemar
kesehatan, danmenurunkan kualitas
depan
terjamin.
yangmengganggu
lingkungan, seperti Pb(timbal),
CO(Carbon monoksida) danCO2(Carbondioksida).
Situasi energi diIndonesia tidak lepas
dari situasi energi dunia.
Konsumsi energi dunia yang makin meningkat membuka kesempatan bagi
Indonesia untuk mencari sumber energi
kebutuhannya
alternatif untuk memenuhi
sendiri.
Ketergantungan
masyarakatIndonesiaterhadapbahanbakarminyaksangatlahbesar.
Berdasarkandataenergisumberdayamineral2006,
bahwaminyakbumi
sepertisolar, premium, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar
mendominasi
19%,batu
52,5% pemakaian energi diIndonesia, gasbumi sebesar
bara21,5%, air3,7%, panar bumi 3% dan energi terbarukan
renewable hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan
energi. Padahal
22
menurut
data
ESDM
2006,
hanyasekitar9Mbarel/tahun
cadangan
minyak
danproduksiIndonesia
bumi
Indonesia
hanyasekitar900jt
barel/tahun. Jikaterusdikonsumsi dantidakditemukan cadangan minyak
baruatau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan recovery
minyak bumi diperkirakan cadangan minyak Indonesia habis dalam waktu
23 tahun mendatang. (Banun,MuhammadSyariful.2011).
Krisis energi dunia yang semakin sering terdengar. Sudah terasa
dampaknya di tengah- tengah masyarakat dunia.
Krisis bahan bakar
berbasis fosil ini telah berdampak pada melonjaknya harga bahan bakar.
Tidak berhenti di situ saja, akibat melonjaknya harga bahan bakar dengan
berbagai macam produk turunannaya harga sembako ikut melambung.
Akhirnya beban masyarakat semakin berat. Nasib masyarakat semakin
menderita, isu krisis energi ini telah mengundang banyak negara untuk ikut
berperan aktif mencari solusi. Salah satu solusi yang ditawarkan dunia
adalah mencari sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
berbasis fosil. Tidak terkecuali dengan Indonesia. Negeri ini berupaya ikut
berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan
masalah krisis energi,
yakni
dengan mengembangkan energi alternatif berbasis nonfosil. Berbagai
seminar digalakkan serta dana pengembangan energi altenatif berbahan
baku
nabati
pun
digelontorkan.
Salah
satu
programnya
adalah
pengembangan bahan bakar biofuel dari tanaman-tanaman potensial.
Mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah di Indonesia,
bagi pemerintah program ini dirasa layak untuk dikembangkan.
Langkah ini bisa dipahami cukup strategis mengingat setelah
penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan akan minyak tanah
tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu, salah satu jalan yang bisa
dilakukan
adalah
dengan
mengurangi
pemakaian
minyak
tanah.
Sayangnya, rencana konversi kepada LPG ini terasa mendadak dan tidak
terencana secara komprehensif. Tak heran berbagai masalah dalam
pelaksanaannya muncul seakan tiada henti. Mulai dari ribut-ribut tender
kompor gas yang dilakukan oleh Kantor Menteri Koperasi dan UKM,
23
belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi yang mencapai
ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat yang
justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar
briket sesuaiprogram pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur
seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria
pemilihan lokasi uji coba dan kelompok masyarakat penerima kompor
dan tabung gas gratis.
Sejak adanya kebijakan konversi
itu, minyak tanah menghilang dari pasar. Kalaupun ada, harganya sangat
tinggi, sehingga masyarakat tak sanggup membelinya. Sementara itu,
kalau mau beli gas, masyarakat harus membeli 3 kg atau satu tabung yang
harganya berkisar Rp 15 ribu. Kondisi ini tampaknya belum diperhatikan
pemerintah. Bagi rakyat kecil, membeli bahan bakar Rp 15 ribu sangat
memberatkan, karena penghasilan mereka tiap hari hanya cukup untuk
makan sehari, bahkan terkadang kurang. Ini berbeda dengan minyak tanah
yang bisa dibeli eceran, satu atau bahkan setengah liter sekalipun. Dari
aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji akan menimbulkan
masalah seperti yang disebutkan di atas. Pemerintah kurang peka melihat
kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar. penghasilannya paspasan. Mestinya, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan
secara selektif.
Masyarakat
kecil tetap dibiarkan memilih untuk
sementara waktu, apakah menggunakan minyak tanah atau elpiji, yang
kedua-duanya disubsidi. Sementara itu, masyarakat yang mampu
diharuskan memakai elpiji. Untuk itu, perlu ada pendataan penduduk
miskin yang akurat di tiap-tiap wilayah agar pemberian subsidi tersebut
tepat sasaran.
Konversi penggunaan minyak tanah memang harus dilaksanakan
secara berkesinambungan mengingat masih tingginya permintaan dan
ketergantungan nasional terhadap BBM. Program ini harus berkelanjutan
dan tidak bisa sporadis mengingat pemerintah masih kesulitan menaikkan
produksi minyak ketingkat 1,3 juta barel per hari, sementara penggunaan
bahan bakar gas dan batu bara masih terkendala oleh infrastruktur.
24
Penggantian jutaan kompor minyak tanah menjadi kompor gas tentu
memerlukan biaya cukup besar. Apalagi jika itu akan diberikan secara
cuma-cuma.
Untuk
jangka
panjang
strategi pembiayaan
mutlak
harus dipikirkan. Diusulkan agar biaya konversi pemakaian minyak tanah
ini bisa diambilkan dari berbagai retribusi dan pendapatan negara bukan
pajak lainnya (PNBP) yang jumlahnya cukup besar di sektor Migas.
Sedangkan pengelolaanya dalam jangka panjang bisa saja di embankan
kepada badanusaha tertentu atau dikembalikan ke Pertamina dengan
menggunakan pola Public Service Obligation sehingga mengurangi rantai
birokrasi dan dapat meringankan beban pemerintah ditengah keterbatasan
sumber daya manusia yang ada saat ini.
Karena itu ukuran tabung gas dan kepastian rancangan kompor
hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga memang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Khusus untuk ukuran tabung gas, kiranya perlu
dipikirkan ulang
secara seksama, hingga tidak terjadi salah persepsi
nantinya bagi sebagian masyarakat miskin yang tentu juga memiliki
tingkat pendidikan yang agak terbatas dibandingkan dengan masyarakat
luas lainnya. Kedua hal ini sangat perlu diperhatikan untuk menghindarkan
berbagai masalah sosial yang belum diantisipasi pemerintah pada saat ini.
Krisis energi saat
ini sekali lagi mengajarkan kepada bangsa
Indonesia bahwa usaha serius dan sistematis untuk mengembangkan dan
menerapkan sumber energi terbarukan guna mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil perlu segera dilakukan. Penggunaan sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan juga berarti menyelamatkan
lingkungan hidup dari berbagai dampak buruk yang ditimbulkan akibat
penggunaan BBM. Terdapat
beberapa sumber energi terbarukan dan
ramah lingkungan yang bisa diterapkan segera di tanah air, seperti
bioethanol, biodiesel, tenaga panas bumi, tenaga surya, mikrohidro, tenaga
angin, dan sampah/limbah.
Penggunaan Bio
efisien untuk
fuel
secara berkesinambungan akan
lebih
menghemat pemakaian BBM. Produk-produk bio fuel
25
diantaranya adalah :
1. Biodiesel, untuk menggantikan minyak solar, dipakai pada
kendaraan dengan mesin diesel.Bisa dihasilkan oleh CPO,
minyak jarak pagar, dll.
2. Bioethanol, untuk menggantikan bensin. Bisa dihasilkan
oleh tebu, ubi kayu, shorgum dll
3. Biokerosin,
untuk
menggantikan
minyak
tanah.Bisa
dihasilkan oleh jarak pagar Produk-produk Bio fuel
komersial yang sudah ada diantaranya adalah : B-10 (10 %
biodiesel dan 90 % solar ), B-5 (5 % biodiesel ), B-20, E-10
(10 % bioethanol dan 90 % premium ), E-5 (5 %
bioethanol) dll.
Mendorong pemerintah untuk mengembangkan Gasified Petroleum
Condensat (GPC). Sumber energi alternatif hasil penelitian PT Pertamina
ini dapat digunakan masyarakat sebagai bahan bakar untuk menggantikan
minyak tanah (kerosin) dan LPG (liquid petroleum gas). Dalam rangka
diversifikasi
energi
dan
penghematan
BBM,
GPC
baik
untuk
dikembangkan. Selain lebih murah, nantinya pemerintah pun tidak perlu
mengimpor
LPG
untuk
menggantikan kerosin. Secara teknis, GPC
memiliki keunggulan lebih dari bahan bakar lainnya. Di samping nilai
kalori yang tidak kalah besarnya dengan LPG (10.000 – 12.000 cal/gram),
kualitas api pembakarannya juga sama dengan kualitas api LPG biru. Dan
tingkat efisiensi pemakaian GPC lebih tinggi dari bahan bakar lainnya.
Untuk memanaskan air sampai mendidih dalam volume yang sama,
dibutuhkan jumlah berat GPC yang lebih sedikit dibandingkan LPG atau
kerosin.
Selain menghemat BBM, pemanfaatan GPC yang berbahan baku
kondensat ini juga akan menghemat devisa negara. Karena dapat
mengurangi impor BBM untuk konsumsi dalam negeri. Jika kita
mengimpor kerosin sebanyak 30MBCD dengan selisih harga kerosin
terhadap harga crude oil di pasar luar negeri sebesar US$ 10/bbl dan harga
26
kondensat sama dengan crude oil yaitu sekitar US$ 70/bbl, maka akan
dihemat devisa sebesar US$ 108 juta per tahun. Karenanya, rencana
pemerintah untuk mensubstitusi kerosin dengan LPG patut untuk ditinjau
ulang. Subsidi kerosin yang diberikan pemerintah sebaiknya dialihkan
untuk subsidi kompor GPC. Dengan demikian subsidi ke masyarakat
hanya sekali saja, tidak terus menerus. Bila pemakaian GPC sudah
dibudayakan untuk keperluan rumah tangga, penggunaan kerosin otomatis
akan semakin berkurang. Kerosin untuk selanjutnya bisa dialihkan
sebagai bahan bakar pabrik. Tentunya dengan harga yang mengikuti
pasar.
Konversi ke batu bara diganti ke elpiji. Pergantian konversi secara
tiba-tiba itu tidak hanya mengejutkan masyarakat yang sudah mulai
bersiap-siap
mengganti
minyak
tanah ke
batu
baru,
tapi
juga
mengecewakan para perajin tungku batu bara dan para peneliti yang telah
berhasil membuat tungku batu bara modern, yang bisa mengatur nyala api
dan menghemat pemakaian batu bara. Di sejumlah pameran, misalnya,
kreativitas masyarakat membuat tungku batu bara sudah
mulai
bermunculan guna menyambut era konversi minyak tanah ke batu
bara itu. Beberapa peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan
perguruan tinggi,
seperti di Universitas Sriwijaya, Palembang, telah
berhasil membuat alat sederhana untuk mencairkan batubara. Batu bara
cair ini harganya lebih murah dari pada minyak tanah dan sangat mudah
pemakaiannya, sama seperti pemakaian minyak tanah. Baiknya lagi,
semua jenis batu bara, baik yang muda (kadar karbonnya rendah) maupun
yang tua (kadar karbon tinggi), bisa dicairkan. Dan batu cair ini ternyata
tidak hanya bisa dengan sedikit treatment kimia, batu bara cair pun bisa
diubah jadi premium.
Seandainya saja saat itu kebijakan konversi minyak tanah ke batu
bara terus berjalan, maka masyarakat akan lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan energinya. Kompor-kompor batu bara, misalnya, tidak hanya
bisa dipakai untuk membakar briket batu baru, tapi juga membakar briket
27
arang kayu-kayuan, arang batok, dan lain-lain. Tapi sayang, suasana yang
sudah tepat itu tiba-tiba dibatalkan secara mendadak. Apa motif di balik
pembatalan konversi minyak tanah ke batu bara memang perlu diselidiki
untuk mengetahui kenapa kebijakan yang sudah positif itu dibatalkan.
Konversi menimbulkan banyak masalah.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak
pemerintah berperan aktif untuk menanggulangi masalah harga minyak
yang
makin
meningkat
dan
cadangan
yang
makin
menipis.
Kebijakanpemerintah dalam pengembangan biofuel dengan membentuk
tim nasional pengembangan bahan bakar nabati (BBN) sebagai upaya
untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati dengan menerbitkan
blue print dan road map untuk mewujudkan pengembangan BBN tersebut.
Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik
Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk
mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat
diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Ditambah
dengan penerbitan Instruksi Presiden No 1 tahun 2006 tanggal 25 januari
2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels),
sebagai energi alternative.
28
BAB III
KESIMPULAN
Energibersifat abstrakdan sukardibuktikan, tetapidapatdirasakan
adanya.Menuruthukumkekekalan energi, energi tidak dapatdiciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk
energiyangsatukebentukenergiyang
lain,misalnyapadakompordidapur,
energiyang tersimpandalamminyaktanahdiubahmenjadiapi.
Ada beberapa macam energi yang kita kenal, yaitu energi
mekanik, energi listrik, energi kimia, energi nuklir, dan energi
termal
baik
alami maupun buatan. Energipadaprinsipnyasudah
adadialamisejak dahulu kala dan tidak dapat dimusnahkan. Energi
hanya dapat ditransfer dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup umat
manusia.
Sumberdayaalamyangdapatmenghasilkanenergi selamaini semakin
terkuras,karenasebagianbesarsumberenergisaatiniberasal darisumberdaya
alam yang tidak
terbarukan. Sementara itu, konsumsi
energiterus
meningkat
sejalandenganlajupertumbuhanekonomidanpertambahanpenduduk.Energif
osilsebagaisumberenergi
tidakterbarukanmerupakansumber
energiutamadi dunia.Permasalahanseriusyangdihadapi olehbanyaknegara
29
berkembangansaatini
adalahjumlahbahanbakarfosilyangsangatterbatas
sementarakebutuhan terusmeningkatsehinggaterjadikrisis energi.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)
No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk
menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran
kebijakan yang secara rinci diatur dalamPerpres tersebut adalah pada
tahun 2025 terwujudnya elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan
porsi BBM dalam komposisi energi primer hingga 20% dan optimalisasi
bahan bakar batubara dan gas masing-masing lebih dari 33% dan 30%,
serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru terbarukan (EBT).
Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i)
kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga
dan konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah
kepada pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta,
serta pemberdayaan masyarakat.
Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional
yang
tertuang dalam Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan
penggunaan energi primer yang memiliki cadangan potensial dan
menurunkan ketergantungan terhadap BBM. Dengan kecenderungan
menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya produksi minyak
mentah, kondisi ketahanan energi minyak semakin rentan. Kerentanan atas
produksi minyak juga terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak
domestik
dalam
memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri.
Semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya pengguna energi
dimuka bumi ini maka energi fosil yang tertimbun apabila di kuras terus
menerus akan habis bila saatnya tiba.
Untuk itu kita perlu mencari alternatif yang sangat bagus untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat, sebagaimana kita ketahui bahwa di
indonesia sangatlah banyak atau prospek yang sangat bagus untuk
membuat sumber energi terbarukan seperti biodiesel, bioetanol dan yang
30
lain nya, karna kita ketahui indonesia ditumbuhi oleh pepohonanpepohonan yang sangat bermanfaat dan bisa digunakan sebagai energi
alternatif dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat dan
harga yang semakin tinggi terhadap energi fosil seperti minyak bumi dan
yang lainnya.
Energi terbarukan yang bisa dibuat dari tanaman ini sangatlah
bagus dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, karena masyarakat bisa
memanfaatkan hasil alam yang sangat berlimpah di indonesia seperti
kelapa sawit dan yang lainnya yang bisa digunakan dalam pembuatan
energi terbarukan ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAKOREN
(1998)
Kebijaksanaan
Umum
Bidang
Energi
(KUBE),BadanKoordinasi
Energi Nasional.
DESDM(2003)
KebijakanPengembanganEnergiTerbarukandanKonservasiEnergi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
DESDM(2003a)
PedomandanPolaTetapPengembanganIndustriKetenagalistrikan
Nasional 2003-2020, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
DESDM(2004)
KebijakanEnergiNasional2003-
2020,Rancangan,DepartemenEnergi
dan Sumber Daya Mineral.
Dick,H(1980),TheOilPriceSubsidy,DeforestationandEquity,BIES,Vol.16.,No.3,
p.32-60.
Dunn, W. N. (1994)Public Policy Analysis: An Introduction,Prentice Hall,
New Jersey.
Pangestu, M (1996) Indonesian Energy Sector: Facing Globalization
31
Challenges,
PusatInformasiEnergi(2002) PrakiraanEnergiIndonesia2020,DepartemenEnergidan
Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan Energy Analysis and
Policy Office.
Pusat Informasi Energi (2003) Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002,
Departemen
Energi
dan
SumberDaya Mineral.
Said, U., Ginting, E., Horridge, M., Utami, N.S., Sutijastoto, dan Purwoto, H.
(2001)
Kajian
Dampak
Ekonomi
Kenaikan
BBM,LaporanAkhir,USAIDbekerjasama
dengan Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Sari, A.P. (2002) Life After Oil: Energi untuk Mendukung Pembangunan yang
Berkelanjutan,http://w
ww.pelangi.or.id/www.p
elangi.or.id
Mesin konversi energi
Oleh
AFRIANGGA PRATAMA
1102520/2011
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya tertuju kepada Allah swt, Dialah Rabi yang mengatur
segala aspek kehidupan di muka bumi. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad saw, pembawa risalalah yang menjadi petunjuk serta rahmat bagi semesta
alam.
Hanya dengan taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas untuk memperbaiki atau melengkapi
tugas
pada mata kuliah mesin konversi energi. Dalam penulisan makalah ini, penulis
dengan segala keterbatasan kemampuan dan pengetahuan meminta akan ketersediaan
pembaca untuk memberikan sumbang pikirannya lewat saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan dan ke sempurnaan makalah ini.
Akhir kata, ucapan terima kasih tiada terhingga, penulis ucapkan kepada seluruh
pihak yang telah membantu dan mendorong hingga terwujudnya makalah ini.
penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
2
3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Defenisi energi..................................................................................
4
B. Potensi energi....................................................................................
5
BAB II. PEMBAHASAN
A. Kondisi energi saat ini ......................................................................
8
BAB III. KESIMPULAN ...................................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
31
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Defenisi energi
Energibersifat
abstrakdan
sukardibuktikan,
tetapidapatdirasakan
adanya.Menuruthukumkekekalan energi, energi tidak dapatdiciptakan dan tidak
dapat dimusnahkan,
dapat dikonversikan atau
berubah
dari bentuk
energiyangsatukebentukenergiyang lain,misalnyapadakompordidapur, energiyang
tersimpandalamminyaktanahdiubahmenjadiapi.
Ada beberapa macam energi yang kita kenal, yaitu energi mekanik,
energi listrik, energi kimia, energi nuklir, dan energi termal baik alami
maupun buatan. Energipadaprinsipnyasudah adadialamisejak dahulu kala dan
tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya dapat ditransfer dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan hidup umat manusia.
Dalam
kehidupansehari-
hari,kitatidaklepasdarikebutuhanakanbahanbakar.Bahan
bakarmerupakansenyawakimiayangdapatmenghasilkan energimelaluiperubahan kimia.
Dalam pengertian umum energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Energi
dihasilkan oleh sumber energi secara langsung maupun melalui proses konversi.
Energi yang
dimanfaatkan
berada dialam sangatlah banyak dan beraneka ragam serta dapat
sebagai bahan
bakar untuk menggerakkan peralatan mekanik
maupunelektronik.Salahsatufungsienergiadalahsebagaimateribahanbakar.
Bahan bakar adalah istilah populer media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat
bersifat alami atau ditemukan langsung dari alam, tetapi juga bersifat buatan yaitu
diolah manusia dengan teknologi. Bahan bakar adalah suatu zat atau materi yang
mengandung energi. Bahan bakar terdiri dari 4 jenis yaitu : bahan bakar padat, cair,
gas dan nuklir. Ada berbagai jenis bahan bakar padat seperti batu bara dan
kayu. Bahan bakar cair contohnya minyak, bensin, methanol, etanol, solar dan kerosin
serta bahan bakar gas, contohnya gas alam.
Energi akan tetap dibutuhkan
dari masa ke masa. Pada saat ini di era
industrialisasi dan transportasi, energi digunakan sebagai bahan bakar utama
penggerak sektor tersebut. Energi yang umumnya sekarang digunakan berasal
4
dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas alam dan batu bara.
bakar tersebut saat ini merupakan pensuplai
Ketiga bahan
energi terbesar di dunia. Bahan
bakar fosil memampu mendominas 81% energi primer dunia dan juga berkontribusi
pada 66% pembangkitan listrik global. Padahal bahan bakar tersebut termasuk
sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui dan lama kelamaan keberadaannya
akan langka dan habis. Beberapa data menyebutkan bahwa sampai dengan taraf
tertentu, krisis energi kita hadapi dimasa akan datang.
Peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi, sehingga
penglolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya
harus dilaksanakan secara terpadu. Cadangan sumber daya energi bahan bakar
fosil keberadaannya sangat terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi
sumber daya energi agar ketersediaan energi dimasa depan terjamin. Bahan bakar
fosil juga menghasilkan
bahan pencemar
yang mengganggu
kesehatan, dan
menurunkan kualitas lingkungan, seperti Pb (timbal), CO (Carbon monoksida) dan
CO2 (Carbon dioksida).
B. Potensi energi
Indonesia sebenarnya Indonesia masih memiliki cadangan minyak sebesar
3,99 miliar barel yang diperkirakan baru habis dieksploitasi selama 11 tahun dan
masih memiliki potensi cadangan sejumlah 4,41 miliar barel. Sedangkan stok gas
bumi mencapai 187 triliun kaki kubik. Atau akan habis dalam waktu
68 tahun dengan tingkat produksi per tahun sebesar 2,77 triliun kaki kubik.
Cadangan batu bara ada sekitar 18,7 miliar ton lagi. Atau dengan tingkat produksi
170 juta ton per tahun. Berarti cukup buat memenuhi kebutuhan selama 110 tahun
(sumber: Kementerian ESDM, 14/03/2008). Pada tahun 2005 ditemukan sekitar
5.081 juta barel cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Laut Timor. Data
mengenai cadangan minyak di Laut Timor tersebut diperoleh dari jaringan Yayasan
Peduli Timor Barat (YPTB) di Darwin Australia Utara. Data tersebut diperoleh
darisejumlah perusahaan migas yang kini beroperasi di Laut Timor jauh sebelum
Timor Timur merdeka. Jaringan YPTB juga memperoleh informasi dari sejumlah
ahli minyak di Australia yang mengatakan bahwa total cadangan migas di Laut
Timor sesungguhnya jauh lebih besar dari data awal yang dikemukakan pemerintah
Australia sebelumnya.
Angka produksi migasnya sekitar 250 ribu barel per hari. Jika harga minyak dunia
5
saat ini US$ 67, maka tiap tahunnya Laut Timor akan menghasilkan US$1 miliar
(US$ 7 juta setiap hari). Nah, bila angka itu dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp
10,300/ Dolar Amerika, produksi migas di Laut Timor akan mencapai Rp 172
miliar/ hari. Namun, angka fantastis itu kini dikuasai Australia dan Timor Timur
saja. Itu pun Timor Timur hanya mendapat bagian 20-30%. Sementara di
Aceh ditemukan cadangan migas terbesar di dunia, yakni 320,79 miliar barel.
Selain energi fosil Indonesia juga kaya akan sumber energi nonfosil. Seperti
panas bumi (geotermal) dengan kapasitas mencapai 27000 megawatt, tenaga surya
dengan potensi intensitas radiasi matahari rata-rata di seluruh wilayah Indonesia
sekitar 4,8 kWh/ m2, angin, air, serta sumber potensial lain. Kalau dilihat dari
potensi
sumber
energi
yang
begitu
melimpah
di Indonesia seharusnya
Indonesia mampu memenuhi sumber energi bagi masyarakat. Baik energi fosil
maupun nonfosil. Kemakmuran masyarakat seharusnya tercapai. Tapi, kenyataanya
kondisi masyarakat Indonesia sungguh jauh dari kesejahteraan. Masyarakat harus
menunggu berjam-jam untuk antri membeli minyak tanah, bensin, dan sebagainya.
Di sisi lain, 4 "big boss" Freeeport menerima gaji Rp 126,3 M/ bulan.
Namun, masyarakat Papua harus mengalami busung lapar. Sama seperti pihak
ExxonMobil yang memperoleh keuntungan sebesar US$ 40.6 Billion atau setara
dengan Rp 3,723,020,000 ,000,000 (dengan kurs rupiah 9,170) atau setiap
detiknya. Chevron yang memperoleh keuntungan pada tahun 2007 sebesar US$
18,7 billion atau Rp 171,479,000,000,000. Atau seperti Royal DucthShell yang
menyebutkan nilai profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai US$ 31
miliar.
Atau
setara dengan
Rp
284,270,000,000,000.
Keuntungan
yang
diperoleh korporasi- korporasi negara imperialis ini sebenarnya berada jauh di atas
Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa negara dunia ketiga, tempat korporasi
tersebut menghisap. Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia bahkan belum sanggup menembus Rp 4,000 triliun. Untuk triwulan ke-3
tahun 2007 saja hanya mencapai Rp 2,901 triliun. Untuk negara penghasil minyak
lainnya, Libya hanya 50.320 juta US$, Angola hanya 44,033 juta US$, Qatar hanya
42,
463US$, Bolivia hanya 11.163 juta US$, dan lain-lain. Mengapa Indonesia yang
kaya akan sumber daya energi harus menghadapi krisis energi dan tetap
dengan title "Negara Dunia Ketiga"-nya?
UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah meliberalisasi seluruh
6
kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga hilir. UU Migas ini telah
mengebiri peran negara atas migas. Hampir 90% produksi minyak bumi di
Indonesia
dikuasai
korporasi
asing,
yakni
Total,
ExxonMobil,
Vico
,ConocoPhillips, BP, Petrochina, Chevron, dan korporasi lainnya. Kesalahan
pandangan pemerintah tentang kepemilikan menyebabkan negara ini kian terpuruk
dengan kebijakan-kebijakannya yang pro swasta/ asing. Pemerintah memahami
bahwa kekayaan alam Indonesia tak terkecuali migas adalah komoditas yang bisa
dimiliki oleh siapa pun yang mampu (memiliki modal) untuk mengelolanya.
Padahal, kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk barang
tambang yang melimpah adalah milik rakyat.
Di sisi lain, 4 "big boss" Freeeport menerima gaji Rp 126,3 M/ bulan. Namun,
masyarakat Papua harus mengalami busung lapar. Sama seperti pihak ExxonMobil
yang memperoleh keuntungan sebesar US$ 40.6 Billion atau setara dengan Rp
3,723,020,000 ,000,000 (dengan kurs rupiah 9,170) atau setiap detiknya. Chevron
yang memperoleh keuntungan pada tahun 2007 sebesar US$ 18,7 billion atau Rp
171,479,000,000,000. Atau seperti Royal Ducth Shell yang menyebutkan nilai
profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai US$ 31 miliar. Atau setara
dengan
Rp
284,270,000,000,000.
Keuntungan
yang
diperoleh
korporasi-
korporasi negara imperialis ini sebenarnya berada jauh di atas Produk Domestik
Bruto (PDB) beberapa negara dunia ketiga, tempat korporasi tersebut menghisap.
Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bahkan belum
sanggup menembus Rp 4,000 triliun. Untuk triwulan ke-3 tahun 2007 saja hanya
mencapai Rp 2,901 triliun. Untuk negara penghasil minyak lainnya, Libya hanya
50.320 juta US$, Angola hanya 44,033 juta US$, Qatar hanya 42,
463US$, Bolivia hanya 11.163 juta US$, dan lain-lain. Mengapa Indonesia yang
kaya akan sumber daya energi harus menghadapi krisis energi dan tetap
dengan title "Negara Dunia Ketiga"-nya?
UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah meliberalisasi seluruh
kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga hilir. UU Migas ini telah
mengebiri peran negara atas migas. Hampir 90% produksi minyak bumi di
Indonesia
dikuasai
korporasi
asing,
yakni
Total,
ExxonMobil,
Vico
,ConocoPhillips, BP, Petrochina, Chevron, dan korporasi lainnya. Kesalahan
pandangan pemerintah tentang kepemilikan menyebabkan negara ini kian terpuruk
dengan kebijakan-kebijakannya yang pro swasta/ asing. Pemerintah memahami
7
bahwa kekayaan alam Indonesia tak terkecuali migas adalah komoditas yang bisa
dimiliki oleh siapa pun yang mampu (memiliki modal) untuk mengelolanya.
Padahal, kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk barang
tambang yang melimpah adalah milik rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi energi saat ini
Sumberdayaalamyangdapatmenghasilkanenergi
selamaini
semakin
terkuras,karenasebagianbesarsumberenergisaatiniberasal darisumberdaya alam yang
tidak
terbarukan.
Sementara
itu,
konsumsi
energiterus
meningkat
sejalandenganlajupertumbuhanekonomidanpertambahanpenduduk(Anonim,
2004).Energifosilsebagaisumberenergi
energiutamadi
tidakterbarukanmerupakansumber
dunia.Permasalahanseriusyangdihadapi
olehbanyaknegara
berkembangansaatini
adalahjumlahbahanbakarfosilyangsangatterbatas
sementarakebutuhan
terusmeningkat(Budietal.,2009),sehinggaterjadikrisis
energi.KetersediaanenergifosilIndonesiadapatdilihatpadaTabel1.1berikut ini:
Tabel1.1PersediaanEnergiFosilIndonesia
SumberDaya
Energi
yang
Cadangan
Dunia
dibutuhkan
Sumber
Dayayang
Tersedia
RasioCadangan
Produksi(tahun)
Batubara
5000Mton
0,55%
170Mton
29
Gasalam
2300MTOE
1,39%
72MTOE
32
Minyak
700Mton
0,43%
68Mton
10
Sumber:MasyarakatEnergiTerbarukanIndonesia,2008
International Energy Agency (IEA) mendefinisikan ketahanan energi sebagai
ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau. Lebih
8
lanjut, ukuran yang dipakai untuk menilai suatu negara dikatakan memiliki
ketahanan energi apabila memiliki pasokan energi untuk 90 hari kebutuhan impor
setara minyak. Ketahanan energi dianggap penting karena energi merupakan
komponen penting dalam produksi barang dan jasa. Segala bentuk gangguan yang
dapat menghambat ketersediaan pasokan energi dalam bentuk bahan bakar primer
(BBM, gas dan batubara) maupun kelistrikan dapat menurunkan produktivitas
ekonomi suatu wilayah dan jika magnitude gangguan sampai pada tingkat nasional
dapat membuat target pertumbuhan ekonomi meleset dari yang ditetapkan.
Menurut Yergin (2006) ketahanan energi mulai menjadi isu global ketika
Arab Saudi menghentikan ekspor minyak mentahnya ke negara-negara industri pada
awal dekade 70-an. Pada era tersebut, minyak merupakan sumber energi yang paling
vital bagi negara-negara eropa barat dan amerika serikat, sedangkan arab saudi
merupakan eksportir utama. Tindakan sepihak Arab Saudi tersebut praktis
mengganggu aktivitas perekonomian negara-negara importir minyak tersebut; yang
waktu itu hanya bergantung pada minyak Saudi Arabia. Dunia internasional
kemudian menjadi sadar terhadap pentingnya menjaga pasokan agar tidak
bergantung pada satu jenis sumber energi dan satu produsen energi.
Mengacu kepada konsep ketahanan energi yang didefinisikan oleh IEA di
atas dan merujuk kepada teori dasar mikroekonomi, menurut penulis ada tiga
komponen dasar dalam menjaga keberlangsungan pasokan energi, yaitu: (1) estimasi
permintaan energi
yang
presisi
sebagai
dasar
perencanaan
penyediaan
pasokan energi, (2) kehandalan (reliability) pasokan energi yang diusahakan oleh
badan usaha, dan (3) harga energi yang menjadi sinyal bagi badan usaha untuk
masuk dalam penyediaan energi. Harga energi menjadi begitu penting karena akan
digunakan oleh pihak produsen dalam menghitung estimasi imbal hasil atas
investasi yang dikeluarkan dalam penyediaan energi. Oleh karena itu, dalam kasus
Pemerintah memberlakukan batasan atas harga energi pada level tertentu, tidak
jarang investasi dalam pembangunan pembangkit listrik, kilang minyak, tambang
batubara akan berkurang dan supply bahan bakar menghilang dari pasaran.
Kebijakan Pemerintah diperlukan agar ketiga komponen tersebut direspon dengan
baik oleh pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) sehingga ketersediaan
energi berada pada tingkat keseimbangan sesuai dengan kebutuhan konsumsi di
dalam perekoonomian.
Dari sisi manajemen risiko, kajian ketahanan energi biasanya berfokus
9
pada risiko operasional kehandalan infrastruktur atau sarana penyediaan energi
sebagaimana yang dijabarkan oleh Chester (2010) dan dikutip dalam Singh (2012).
Manajemen risiko terhadap keseluruhan operasional menjadi begitu krusial agar
terputusnya pasokan energi tidak terjadi. Namun demikian, ketahanan energi juga
mencakup upaya diversifikasi energi dalam mengurangi ketergantungan pasokan
energi pada salah satu jenis bahan bakar. Diversifikasi juga dilakukan dalam
memperbaiki bauran energi dengan memperhatikan potensi cadangan sumber energi
yang dimiliki (Chester, 2010).
Dari sisi kebijakan, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Presiden
(Perpres) No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk
menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran kebijakan yang
secara rinci diatur dalamPerpres tersebut adalah pada tahun 2025 terwujudnya
elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan porsi BBM dalam komposisi energi
primer hingga 20% dan optimalisasi bahan bakar batubara dan gas masing-masing
lebih dari 33% dan 30%, serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru
terbarukan (EBT). Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i)
kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga dan
konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah kepada
pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta, serta pemberdayaan
masyarakat.
Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional yang tertuang dalam
Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan penggunaan energi primer yang
memiliki cadangan potensial dan menurunkan ketergantungan terhadap BBM.
Dengan kecenderungan menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya
produksi minyak mentah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar-1, kondisi
ketahanan energi minyak semakin rentan. Kerentanan atas produksi minyak juga
terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak domestik dalam memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
MilliarBarrel
Gambar-1.PerkembanganCadangandanProduksi MinyakMentah Indonesia
9
8,2
7,4
8,8
8
7,2
8,6
7,8
8,4
7,6
10
380
Cadangan(L
HS)
360
Produksi
340
(RHS)
JutaBarrel
320
300
280
260
240
220
7
200
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Kementerian ESDM, data diolah
Pemerintah menerbitkan aturan tersebut untuk memanfaatkan sumber
energi yang cadangannya lebih besar daripada minyak. Dengan demikian,
ketergantungan terhadap BBM akan semakin berkurang. Untuk itu, optimalisasi
penggunaan energi
11
primer yang cadangannya relatif masih besar seperti bahan bakar gas
dan batubara diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor BBM sekaligus
menurunkan biaya konsumsi energi dan meringankan belanja negara untuk subsidi
energi.
Batubara merupakan sumber energi yang cadangannya relatif cukup besar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan batubara diperkirakan sekitar 21
milyar ton, sementara produksinya mencapai 353 ribu ton sepanjang tahun 2011.
Kurang lebih
77% produksi batubara tersebut diekspor ke luar negeri. Berdasarkan data
tersebut, potensi batubara cukup besar untuk ditingkatkan dalam bauran energi
nasional mengingat perbandingan antara cadangan dengan produksi batubara
mencapai puluhan ribu kali lipat. Selain batubara, gas juga merupakan energi yang
memiliki cadangan yang potensial untuk dikembangkan. Total cadangan gas alam
yang dimiliki Indonesia mencapai 150,7 TCF, sedangkan produksi di tahun 2012
sebanyak 3,1 juta MMSCF dan sekitar 43% produksi gas alam tersebut diekspor ke
luar negeri.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian terhadap energi terbarukan
sebagai sumber energi alternatif dalam Perpres No. 5/2006. Komposisi panas bumi
dalam bauran energi nasional ditargetkan meningkat hingga mencapai 17% pada
tahun 2025 begitu juga dengan energi terbarukan lainnya seperti biomasa, nuklir,
tenaga surya dan tenaga angin. Optimalisasi energi terbarukan dianggap langkah
strategis karena setidaknya ada dua argumen utama. Pertama, dari sisi sumber daya,
potensi panas bumi Indonesia cukup besar yaitu mencapai 29.038 GWe dan yang
dikembangkan baru sebesar 1.226 WW, sehingga masih ada potensi yang cukup
besar untuk pengembangan energi panas bumi untuk kelistrikan nasional. Sedangkan
potensi tenaga air diperkirakan sekitar 75.000
MW dengan kapasitas PLTA terpasang 5.711 MW. Selain itu, masih banyak
potensi EBT yang lain, seperti: tenaga angin (bayu), bioenergi, dan tenaga surya.
Kedua, energi terbarukan memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh
energi fosil, yaitu dapat dihasilkan secara alamiah secara terus menerus sehingga
risiko akan hilangnya sumber energi sangatlah kecil dan time frame untuk
pengembangannya bisa tak terbatas.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama ini bauran energi nasional
memang didominasi oleh penggunaan BBM sebagai sumber energi primer utama.
12
Sebagaimana terlihat dalam Gambar-2, komposisi BBM dalam bauran energi
nasional stabil sangat tinggi, mencapai 50%-60% sepanjang tahun 2000 hingga
2005. Dengan dikeluarkannya kebijakan energi nasional dalam Perpres No. 5/2006
tersebut, diharapkan Pemerintah dapat menyusun langkah-langkah strategis dan
teknis untuk mengurangi porsi BBM dalam komposisi energy mix secara bertahap.
Apabila kebijakan tersebut berjalan dengan baik, publik akan merasakan dampaknya
berupa pengurangan ketergantungan terhadap minyak.
Sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2010, komposisi minyak sedikit
menurun dari 51,3% menjadi 47,1% atau turun sekitar 1% per tahun. Namun tren
penurunan porsi minyak tersebut terhenti dan kembali meningkat kembali di tahun
2011 menjadi 47,7% dari energy mix nasional. Kondisi ini mengindikasikan
langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah tidak berjalan efektif dan
meningkatnya risiko ketahanan energi. Di tengah tingginya harga minyak dunia dan
fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, penyediaan energi nasional
melalui BBM jelas beresiko. Risiko yang paling utama adalah kelangkaan BBM di
tengah masyarakat akibat kuota dan nilai subsidi BBM dalam APBN telah
terlampaui.
Gambar-2.Perkembangan danTarget BauranEnergi Nasional
EBT
Gas
Batubara
Minyak
100
4,1
17
90
21,2
80
70
30
27,0
60
50
40
30
33
59,6
51,3
47,7
20
10
20
2025
2020
2015
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2000
-
Sumber:2012HandbookofIndonesia’sEnergyEconomyStatistics,hal.10,Pusdatin
13
2001
ESDM, diolah
14
Salah satu target Perpres No.
implementasinya adalah
keekonomiannya.
Dapat
penyesuaian
5/2006
harga
yang juga belum terlihat
BBM
menuju
tingkat
dikatakan bahwa kebijakan harga premium dan solar
hanya bersifat responsif, yaitu disesuaikan ketika realisasi subsidi minyak jauh
melampaui alokasi di APBN. Sejak diberlakukannya Perpres No. 5/2006 tercatat
harga eceran premium dan solar telah beberapa kali mengalami perubahan.
Sebagaimana terlihat pada Gambar-3 penyesuaian tersebut tidak hanya berupa
kenaikan namun juga berupa penurunan harga eceran. Untuk merespon penurunan
harga minyak dunia, dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2009
Pemerintah telah menurunkan harga eceran kedua BBM jenis tertentu
tersebut sebanyak dua kali, yaitu dari Rp6.000/liter menjadi Rp4.500/liter untuk
premium dan dari Rp5.500/liter menjadi Rp4.500/liter untuk minyak solar.
Gambar-3.PerkembanganHarga MinyakMentah danBBMTertentu
7.000
6.000
120
Premium(Rp/liter)
Solar(Rp/liter)
ICP(USD/barrel)
100
5.000
80
4.000
60
3.000
40
2.000
20
1.000
0
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
HargaeceranBBM,khususnyapremiumdansolaryang
Pemerintahmemberikandoronganuntukkonsumsilebihdariyang
2011
2012
mendapatsubsidi
dibutuhkan.Semakin
besarselisihantara harga keekonomiandanharga eceran,semakinbesarinsentifuntuk
mengkonsumsiBBMbersubsidi.Tidak
herantargetpenurunanporsiminyakdalam
bauranenergi nasionaltidak sesuaidenganyangdiharapkankarena tidakada insentif
ekonomibagikonsumenkendaraanbermotor
untukmengurangipenggunaanBBM.Kita
jugatidakmelihatpenurunanporsiBBMbisatercapaidalamtahun2025ataukurang
15
dari11tahunlagijikaPemerintahbelummemilikikeberanianuntukmenaikkanharga
eceranBBM secarabertahap.
Gambar-4.PerkembanganKonsumsiPremium
30
Produksikilang
Impor
25
jutakiloliter
20
12,44
10,26
15
8,57
7,07
6,20
5,84
11,29
11,16
11,34
11,51
11,88
12,27
2005
2006
2007
2008
2009
2010
10
5
-
Tidak hanya memberatkan anggaran negara terkait membengkaknya subsidi
energi(lihatGambar-4danGambar-5),juga terlihatmeningkatnya risiko BBMimpor
yang
semakinbesartidakhanya
fluktuasi nilai
tukar.
Premium
berasaldarifluktuasihargaminyaktetapijugadari
memberikan
kontribusi dominan
dalam
keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalamAPBNtermasuksubsidilistrrik
yang juga sangat erat terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkitan listrik
telah
mencapai
nilai
yangsangatbesar.
(BBMdanlistrik)telahmencapai
Secaratotal,subsidi
nilaiRp300
tahun2012.Nilaiiniberpotensiuntukterusmeningkatjikatidak
energi
triliunpada
ada
perubahandalam
mekanisme harga BBM bersubsididanskema perhitungansubsidi listrik
sebagaimana
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
PLN
(PMK)
No.111/PMK.02/2007.
Lambannya
penyesuaianharga
BBMke
tingkatkeekonomiannyajuga
menimbulkandampak negatif terhadapupayadiversifikasi energi. Pelakuusaha tidak
memilikirasionalitasdanmotif ekonomidalammendukung diversifikasi energinasional
jika harga BBM masih didistorsi oleh Pemerintah. Tingkat pengembalian dalam
16
pengembangan biodiesel dan biopremium menjadi tidak begitu menarik ketika harga
minyak premium dan solar terlalu rendah sehingga tidak menciptakan tingkat
kompetisi
yang
sama
antara
bio
energi
dan
BBM.
17
Gambar-5: Belanja Subsidi dalamAPBN
Rp 400triliun
300
200
BBM
NonEnergi
346.4
348.1
211.9
199.8
333.7
295.4
275.3
192.7
139.1
138.1
100
Listrik
210,7
165.2
82.4
45.0
83.9
49.5
52.3
43.5
57.6
52.8
90.4
39.8
94.6
100.0
48.3
39.9
57.5
51.6
0
2008
2009
2010
2011
2012
2013
APBN-P
2014
RAPBN
18
19
Dalammelaksanakan
amanat
PerpresNo.5/2006terdapatbeberapatantangan yang perlu diantisipasioleh
Pemerintah.
Pertama,
Pemerintah
harus
mengantisipasitingginya
permintaan energinasional. Berdasarkan estimasi World Energy Outlook
(2013), konsumsi energi Indonesiadiperkirakantumbuhsekitar 2,5% per
tahundaritahun2011 hingga 2035. Konsumsi energi diperkirakan melonjak
hampir
dua
kali
lipat
dalam
dari196jutatonsetaraminyak(Mtoe)
rentangwaktutersebut
menjadi358Mtoe.
proyeksitersebut,diperkirakanbauran
Dalam
energibelummencapaitarget
yang
sudah dicanangkan oleh Pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai
30% energy mix disusulolehbatubarasebanyak28%. Proyeksiinimenjadi
cambukan
bagi
Pemerintah
bahwatargetpenurunan
BBMdan
optimalisasibatubara yang disusun dalam PerpresNo.5/2006 belum
dapatdiyakinikeberhasilannya.
Kedua,
terkait
Pemerintahsudah
denganoptimalisasibatubara,meskipun
melaksanakan
Tahap1dansedang
Fast
Track
membangun
Project
(FTP)
FTPTahap
2,
lanjutmengingatmasih
rendahnya
tingkatkehandalanpembangkitlistrikberbahan
bakarbatubaratersebutperludiujilebih
capacity
factor2
pembangkit
FTP
Tahap1.Akibatnya
konversi
energidaripembangkitlistriktenagadiesel yang lebihmahalkepadabatubara
menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor
batubara.
Meskipunkebutuhan
dalamnegeri
saatini
sangatjauh
dariproduksitambangbatubara,
Pemerintahharusmenyadaribahwabatubarabukanmerupakan
energi
yang
terbarukan, sehingga eksploitasiberlebihan atas cadangan tambangbatubara
akan meningkatkan opportunity cost terhadappenggunaan batubaradimasa
yang akan datang.
Adapunmenyangkutbahanbakar
tersedianya
infrastruktur
gas,kendalautama
distribusi/pengangkutan.
adalahkurang
Pemerintahperlu
menetapkan kebijakan pipanisasi gas yang menghubungkanladang gas dan
20
sentraindustrinasional.
Selamaini
gasselaluberorientasipada
kawasanindustri,terutama
pembangunanpipa
ekspordankurangmemperhatikan
yang
berlokasididekatwilayah eksplorasigas
alam. Salah satucontohnya ialah kasuskekurangangas yangterjadi pada
pembangkitlistrikgasdi Belawan.Kurangnya pasokanharusnya tidakterjadi
apabila
daridulu
Pemerintahtelah
menetapkan
rencana
danstrategiuntukmenyambungkanpipa darilapangan gasArundi Aceh ke
pembangkittersebut.
Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga
harus
mencakup pembangunankilang gas alam cairdanterminalregasifikasi yang
berdekatandengan
pusat
industridanpembangkitlistrik.Misalnya
pembangunanterminalregasifikasi
terapung
(FRSU)di
JawaBaratdapatdikatakanterlambatdalammeresponkebutuhan
pembangkitlistrik
PT
PLN.
Padahalbiayainput
gasjauhlebihmurahdibandingkan bahan bakar lainnya. Hanya tenaga air
yang
biaya
inputnya
bisa
mengalahkan
gas.
Kurangnya
infrastrukturpengangkutangastersebutmenyebabkanhilangnyakesempatan
memanfaatkan energi yangberbiayarendah.
Pemerintah juga
menghalangi
harus menyelesaikan permasalahan
eksploitasi
energiterbarukan.Beberapa
permasalahantersebutmencakupperijinan
ListrikTenagaAirdan
dianggap
Pembangkit
yang
pembangunan
ListrikTenaga
Panas
dapatmerusaklingkunganterutamawilayah
Pembangkit
Bumi
hutan.
yang
Insentif
Pemerintahkepadapelakuusaha
dalammenurunkantingkatketidakpastiankeberhasilan eksplorasipanasbumi
dankompensasibesarnyabiaya
energiuntuktenaga
investasidan
angindantenagasuryajugamenjadi
alatpenyimpanan
area
kebijakan
yangperlu diaturoleh Pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan.
Beberapa
faktatersebutdi
Indonesiatelahmemiliki
energisebagaimana
rencana
atasmengindikasikanbahwa
yang
telahdinyatakandalam
baikuntukmenjagaketahanan
bentukroadmap
bauran
21
energinasional sejak 2006, namundemikian progres selama periode
tahun2006-2011menunjukkanbahwaprogresnyabelummenggembirakan.
Sementara pada periode yang sama tekanan risiko ketahanan energi
sebagai
akibat
terlalumenggantungkanpada
energiBBMmengalamipeningkatan.
Ini
sumber
daya
menjadilampukuningbagi
pembangunansektorkeenergiannasional.
Sebagaitahap
awalperlusegeradireformulasipolasubsidi
BBM(termasuklistrik)
yang
ada;bukan hanyauntukmengurasi eksposurrisikosubsidi BBMnamunjuga
untukmembuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan yang
kompetitif bagi
pengembangan sumber energibaru-terbarukan.Menunda
setiaplangkahkritisini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan
energiIndonesia di masa yang akan datang.
Perananenergisangatpenting
artinyabagi
peningkatankegiatanekonomi, sehingga pengelolaan energi yang meliputi
penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara
terpadu. Cadangan sumber daya energi bahan bakar fosil keberadaannya
sangat terbatas, maka perlu adanya kegiatan diversifikasi sumber daya
energi
agar
ketersediaan
energi
Bahanbakarfosiljugamenghasilkan
dimasa
bahanpencemar
kesehatan, danmenurunkan kualitas
depan
terjamin.
yangmengganggu
lingkungan, seperti Pb(timbal),
CO(Carbon monoksida) danCO2(Carbondioksida).
Situasi energi diIndonesia tidak lepas
dari situasi energi dunia.
Konsumsi energi dunia yang makin meningkat membuka kesempatan bagi
Indonesia untuk mencari sumber energi
kebutuhannya
alternatif untuk memenuhi
sendiri.
Ketergantungan
masyarakatIndonesiaterhadapbahanbakarminyaksangatlahbesar.
Berdasarkandataenergisumberdayamineral2006,
bahwaminyakbumi
sepertisolar, premium, minyak tanah, minyak diesel, dan minyak bakar
mendominasi
19%,batu
52,5% pemakaian energi diIndonesia, gasbumi sebesar
bara21,5%, air3,7%, panar bumi 3% dan energi terbarukan
renewable hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan
energi. Padahal
22
menurut
data
ESDM
2006,
hanyasekitar9Mbarel/tahun
cadangan
minyak
danproduksiIndonesia
bumi
Indonesia
hanyasekitar900jt
barel/tahun. Jikaterusdikonsumsi dantidakditemukan cadangan minyak
baruatau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan recovery
minyak bumi diperkirakan cadangan minyak Indonesia habis dalam waktu
23 tahun mendatang. (Banun,MuhammadSyariful.2011).
Krisis energi dunia yang semakin sering terdengar. Sudah terasa
dampaknya di tengah- tengah masyarakat dunia.
Krisis bahan bakar
berbasis fosil ini telah berdampak pada melonjaknya harga bahan bakar.
Tidak berhenti di situ saja, akibat melonjaknya harga bahan bakar dengan
berbagai macam produk turunannaya harga sembako ikut melambung.
Akhirnya beban masyarakat semakin berat. Nasib masyarakat semakin
menderita, isu krisis energi ini telah mengundang banyak negara untuk ikut
berperan aktif mencari solusi. Salah satu solusi yang ditawarkan dunia
adalah mencari sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
berbasis fosil. Tidak terkecuali dengan Indonesia. Negeri ini berupaya ikut
berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan
masalah krisis energi,
yakni
dengan mengembangkan energi alternatif berbasis nonfosil. Berbagai
seminar digalakkan serta dana pengembangan energi altenatif berbahan
baku
nabati
pun
digelontorkan.
Salah
satu
programnya
adalah
pengembangan bahan bakar biofuel dari tanaman-tanaman potensial.
Mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah di Indonesia,
bagi pemerintah program ini dirasa layak untuk dikembangkan.
Langkah ini bisa dipahami cukup strategis mengingat setelah
penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan akan minyak tanah
tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu, salah satu jalan yang bisa
dilakukan
adalah
dengan
mengurangi
pemakaian
minyak
tanah.
Sayangnya, rencana konversi kepada LPG ini terasa mendadak dan tidak
terencana secara komprehensif. Tak heran berbagai masalah dalam
pelaksanaannya muncul seakan tiada henti. Mulai dari ribut-ribut tender
kompor gas yang dilakukan oleh Kantor Menteri Koperasi dan UKM,
23
belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi yang mencapai
ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat yang
justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar
briket sesuaiprogram pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur
seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria
pemilihan lokasi uji coba dan kelompok masyarakat penerima kompor
dan tabung gas gratis.
Sejak adanya kebijakan konversi
itu, minyak tanah menghilang dari pasar. Kalaupun ada, harganya sangat
tinggi, sehingga masyarakat tak sanggup membelinya. Sementara itu,
kalau mau beli gas, masyarakat harus membeli 3 kg atau satu tabung yang
harganya berkisar Rp 15 ribu. Kondisi ini tampaknya belum diperhatikan
pemerintah. Bagi rakyat kecil, membeli bahan bakar Rp 15 ribu sangat
memberatkan, karena penghasilan mereka tiap hari hanya cukup untuk
makan sehari, bahkan terkadang kurang. Ini berbeda dengan minyak tanah
yang bisa dibeli eceran, satu atau bahkan setengah liter sekalipun. Dari
aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji akan menimbulkan
masalah seperti yang disebutkan di atas. Pemerintah kurang peka melihat
kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar. penghasilannya paspasan. Mestinya, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan
secara selektif.
Masyarakat
kecil tetap dibiarkan memilih untuk
sementara waktu, apakah menggunakan minyak tanah atau elpiji, yang
kedua-duanya disubsidi. Sementara itu, masyarakat yang mampu
diharuskan memakai elpiji. Untuk itu, perlu ada pendataan penduduk
miskin yang akurat di tiap-tiap wilayah agar pemberian subsidi tersebut
tepat sasaran.
Konversi penggunaan minyak tanah memang harus dilaksanakan
secara berkesinambungan mengingat masih tingginya permintaan dan
ketergantungan nasional terhadap BBM. Program ini harus berkelanjutan
dan tidak bisa sporadis mengingat pemerintah masih kesulitan menaikkan
produksi minyak ketingkat 1,3 juta barel per hari, sementara penggunaan
bahan bakar gas dan batu bara masih terkendala oleh infrastruktur.
24
Penggantian jutaan kompor minyak tanah menjadi kompor gas tentu
memerlukan biaya cukup besar. Apalagi jika itu akan diberikan secara
cuma-cuma.
Untuk
jangka
panjang
strategi pembiayaan
mutlak
harus dipikirkan. Diusulkan agar biaya konversi pemakaian minyak tanah
ini bisa diambilkan dari berbagai retribusi dan pendapatan negara bukan
pajak lainnya (PNBP) yang jumlahnya cukup besar di sektor Migas.
Sedangkan pengelolaanya dalam jangka panjang bisa saja di embankan
kepada badanusaha tertentu atau dikembalikan ke Pertamina dengan
menggunakan pola Public Service Obligation sehingga mengurangi rantai
birokrasi dan dapat meringankan beban pemerintah ditengah keterbatasan
sumber daya manusia yang ada saat ini.
Karena itu ukuran tabung gas dan kepastian rancangan kompor
hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga memang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Khusus untuk ukuran tabung gas, kiranya perlu
dipikirkan ulang
secara seksama, hingga tidak terjadi salah persepsi
nantinya bagi sebagian masyarakat miskin yang tentu juga memiliki
tingkat pendidikan yang agak terbatas dibandingkan dengan masyarakat
luas lainnya. Kedua hal ini sangat perlu diperhatikan untuk menghindarkan
berbagai masalah sosial yang belum diantisipasi pemerintah pada saat ini.
Krisis energi saat
ini sekali lagi mengajarkan kepada bangsa
Indonesia bahwa usaha serius dan sistematis untuk mengembangkan dan
menerapkan sumber energi terbarukan guna mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil perlu segera dilakukan. Penggunaan sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan juga berarti menyelamatkan
lingkungan hidup dari berbagai dampak buruk yang ditimbulkan akibat
penggunaan BBM. Terdapat
beberapa sumber energi terbarukan dan
ramah lingkungan yang bisa diterapkan segera di tanah air, seperti
bioethanol, biodiesel, tenaga panas bumi, tenaga surya, mikrohidro, tenaga
angin, dan sampah/limbah.
Penggunaan Bio
efisien untuk
fuel
secara berkesinambungan akan
lebih
menghemat pemakaian BBM. Produk-produk bio fuel
25
diantaranya adalah :
1. Biodiesel, untuk menggantikan minyak solar, dipakai pada
kendaraan dengan mesin diesel.Bisa dihasilkan oleh CPO,
minyak jarak pagar, dll.
2. Bioethanol, untuk menggantikan bensin. Bisa dihasilkan
oleh tebu, ubi kayu, shorgum dll
3. Biokerosin,
untuk
menggantikan
minyak
tanah.Bisa
dihasilkan oleh jarak pagar Produk-produk Bio fuel
komersial yang sudah ada diantaranya adalah : B-10 (10 %
biodiesel dan 90 % solar ), B-5 (5 % biodiesel ), B-20, E-10
(10 % bioethanol dan 90 % premium ), E-5 (5 %
bioethanol) dll.
Mendorong pemerintah untuk mengembangkan Gasified Petroleum
Condensat (GPC). Sumber energi alternatif hasil penelitian PT Pertamina
ini dapat digunakan masyarakat sebagai bahan bakar untuk menggantikan
minyak tanah (kerosin) dan LPG (liquid petroleum gas). Dalam rangka
diversifikasi
energi
dan
penghematan
BBM,
GPC
baik
untuk
dikembangkan. Selain lebih murah, nantinya pemerintah pun tidak perlu
mengimpor
LPG
untuk
menggantikan kerosin. Secara teknis, GPC
memiliki keunggulan lebih dari bahan bakar lainnya. Di samping nilai
kalori yang tidak kalah besarnya dengan LPG (10.000 – 12.000 cal/gram),
kualitas api pembakarannya juga sama dengan kualitas api LPG biru. Dan
tingkat efisiensi pemakaian GPC lebih tinggi dari bahan bakar lainnya.
Untuk memanaskan air sampai mendidih dalam volume yang sama,
dibutuhkan jumlah berat GPC yang lebih sedikit dibandingkan LPG atau
kerosin.
Selain menghemat BBM, pemanfaatan GPC yang berbahan baku
kondensat ini juga akan menghemat devisa negara. Karena dapat
mengurangi impor BBM untuk konsumsi dalam negeri. Jika kita
mengimpor kerosin sebanyak 30MBCD dengan selisih harga kerosin
terhadap harga crude oil di pasar luar negeri sebesar US$ 10/bbl dan harga
26
kondensat sama dengan crude oil yaitu sekitar US$ 70/bbl, maka akan
dihemat devisa sebesar US$ 108 juta per tahun. Karenanya, rencana
pemerintah untuk mensubstitusi kerosin dengan LPG patut untuk ditinjau
ulang. Subsidi kerosin yang diberikan pemerintah sebaiknya dialihkan
untuk subsidi kompor GPC. Dengan demikian subsidi ke masyarakat
hanya sekali saja, tidak terus menerus. Bila pemakaian GPC sudah
dibudayakan untuk keperluan rumah tangga, penggunaan kerosin otomatis
akan semakin berkurang. Kerosin untuk selanjutnya bisa dialihkan
sebagai bahan bakar pabrik. Tentunya dengan harga yang mengikuti
pasar.
Konversi ke batu bara diganti ke elpiji. Pergantian konversi secara
tiba-tiba itu tidak hanya mengejutkan masyarakat yang sudah mulai
bersiap-siap
mengganti
minyak
tanah ke
batu
baru,
tapi
juga
mengecewakan para perajin tungku batu bara dan para peneliti yang telah
berhasil membuat tungku batu bara modern, yang bisa mengatur nyala api
dan menghemat pemakaian batu bara. Di sejumlah pameran, misalnya,
kreativitas masyarakat membuat tungku batu bara sudah
mulai
bermunculan guna menyambut era konversi minyak tanah ke batu
bara itu. Beberapa peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan
perguruan tinggi,
seperti di Universitas Sriwijaya, Palembang, telah
berhasil membuat alat sederhana untuk mencairkan batubara. Batu bara
cair ini harganya lebih murah dari pada minyak tanah dan sangat mudah
pemakaiannya, sama seperti pemakaian minyak tanah. Baiknya lagi,
semua jenis batu bara, baik yang muda (kadar karbonnya rendah) maupun
yang tua (kadar karbon tinggi), bisa dicairkan. Dan batu cair ini ternyata
tidak hanya bisa dengan sedikit treatment kimia, batu bara cair pun bisa
diubah jadi premium.
Seandainya saja saat itu kebijakan konversi minyak tanah ke batu
bara terus berjalan, maka masyarakat akan lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan energinya. Kompor-kompor batu bara, misalnya, tidak hanya
bisa dipakai untuk membakar briket batu baru, tapi juga membakar briket
27
arang kayu-kayuan, arang batok, dan lain-lain. Tapi sayang, suasana yang
sudah tepat itu tiba-tiba dibatalkan secara mendadak. Apa motif di balik
pembatalan konversi minyak tanah ke batu bara memang perlu diselidiki
untuk mengetahui kenapa kebijakan yang sudah positif itu dibatalkan.
Konversi menimbulkan banyak masalah.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak
pemerintah berperan aktif untuk menanggulangi masalah harga minyak
yang
makin
meningkat
dan
cadangan
yang
makin
menipis.
Kebijakanpemerintah dalam pengembangan biofuel dengan membentuk
tim nasional pengembangan bahan bakar nabati (BBN) sebagai upaya
untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati dengan menerbitkan
blue print dan road map untuk mewujudkan pengembangan BBN tersebut.
Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik
Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk
mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar
minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat
diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Ditambah
dengan penerbitan Instruksi Presiden No 1 tahun 2006 tanggal 25 januari
2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels),
sebagai energi alternative.
28
BAB III
KESIMPULAN
Energibersifat abstrakdan sukardibuktikan, tetapidapatdirasakan
adanya.Menuruthukumkekekalan energi, energi tidak dapatdiciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan, dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk
energiyangsatukebentukenergiyang
lain,misalnyapadakompordidapur,
energiyang tersimpandalamminyaktanahdiubahmenjadiapi.
Ada beberapa macam energi yang kita kenal, yaitu energi
mekanik, energi listrik, energi kimia, energi nuklir, dan energi
termal
baik
alami maupun buatan. Energipadaprinsipnyasudah
adadialamisejak dahulu kala dan tidak dapat dimusnahkan. Energi
hanya dapat ditransfer dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup umat
manusia.
Sumberdayaalamyangdapatmenghasilkanenergi selamaini semakin
terkuras,karenasebagianbesarsumberenergisaatiniberasal darisumberdaya
alam yang tidak
terbarukan. Sementara itu, konsumsi
energiterus
meningkat
sejalandenganlajupertumbuhanekonomidanpertambahanpenduduk.Energif
osilsebagaisumberenergi
tidakterbarukanmerupakansumber
energiutamadi dunia.Permasalahanseriusyangdihadapi olehbanyaknegara
29
berkembangansaatini
adalahjumlahbahanbakarfosilyangsangatterbatas
sementarakebutuhan terusmeningkatsehinggaterjadikrisis energi.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)
No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk
menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran
kebijakan yang secara rinci diatur dalamPerpres tersebut adalah pada
tahun 2025 terwujudnya elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan
porsi BBM dalam komposisi energi primer hingga 20% dan optimalisasi
bahan bakar batubara dan gas masing-masing lebih dari 33% dan 30%,
serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru terbarukan (EBT).
Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i)
kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga
dan konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah
kepada pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta,
serta pemberdayaan masyarakat.
Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional
yang
tertuang dalam Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan
penggunaan energi primer yang memiliki cadangan potensial dan
menurunkan ketergantungan terhadap BBM. Dengan kecenderungan
menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya produksi minyak
mentah, kondisi ketahanan energi minyak semakin rentan. Kerentanan atas
produksi minyak juga terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak
domestik
dalam
memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri.
Semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya pengguna energi
dimuka bumi ini maka energi fosil yang tertimbun apabila di kuras terus
menerus akan habis bila saatnya tiba.
Untuk itu kita perlu mencari alternatif yang sangat bagus untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat, sebagaimana kita ketahui bahwa di
indonesia sangatlah banyak atau prospek yang sangat bagus untuk
membuat sumber energi terbarukan seperti biodiesel, bioetanol dan yang
30
lain nya, karna kita ketahui indonesia ditumbuhi oleh pepohonanpepohonan yang sangat bermanfaat dan bisa digunakan sebagai energi
alternatif dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang terus meningkat dan
harga yang semakin tinggi terhadap energi fosil seperti minyak bumi dan
yang lainnya.
Energi terbarukan yang bisa dibuat dari tanaman ini sangatlah
bagus dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, karena masyarakat bisa
memanfaatkan hasil alam yang sangat berlimpah di indonesia seperti
kelapa sawit dan yang lainnya yang bisa digunakan dalam pembuatan
energi terbarukan ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAKOREN
(1998)
Kebijaksanaan
Umum
Bidang
Energi
(KUBE),BadanKoordinasi
Energi Nasional.
DESDM(2003)
KebijakanPengembanganEnergiTerbarukandanKonservasiEnergi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
DESDM(2003a)
PedomandanPolaTetapPengembanganIndustriKetenagalistrikan
Nasional 2003-2020, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
DESDM(2004)
KebijakanEnergiNasional2003-
2020,Rancangan,DepartemenEnergi
dan Sumber Daya Mineral.
Dick,H(1980),TheOilPriceSubsidy,DeforestationandEquity,BIES,Vol.16.,No.3,
p.32-60.
Dunn, W. N. (1994)Public Policy Analysis: An Introduction,Prentice Hall,
New Jersey.
Pangestu, M (1996) Indonesian Energy Sector: Facing Globalization
31
Challenges,
PusatInformasiEnergi(2002) PrakiraanEnergiIndonesia2020,DepartemenEnergidan
Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan Energy Analysis and
Policy Office.
Pusat Informasi Energi (2003) Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002,
Departemen
Energi
dan
SumberDaya Mineral.
Said, U., Ginting, E., Horridge, M., Utami, N.S., Sutijastoto, dan Purwoto, H.
(2001)
Kajian
Dampak
Ekonomi
Kenaikan
BBM,LaporanAkhir,USAIDbekerjasama
dengan Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Sari, A.P. (2002) Life After Oil: Energi untuk Mendukung Pembangunan yang
Berkelanjutan,http://w
ww.pelangi.or.id/www.p
elangi.or.id