LAPORAN LABORATORIUM FTI INISIASI 2016 K

LAPORAN LABORATORIUM FTI

INISIASI 2016

KELOMPOK I
ANGGOTA:
Frank Yones

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016

Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya pada waktu didirikan hanya
mempunyai fakultas sosial. Sebagai universitas hal ini kurang memenuhi syarat.
Pemerintah menentukan suatu universitas harus mepunyai fakultas sosial dan
eksakta. Supaya memenuhi syarat sebagai universitas, Unika Atma Jaya
membuka Fakultas Teknologi dengan jurusan Teknik Mesin. Berbicara tentang
Fakultas Teknologi tidak bisa lepas dari nama Ir.J.P. Cho dan Ir. Bian Tamin (Tan
Bian Seng). Kedua tokoh ini adalah pendiri Fakultas Teknologi. Ir.J.P. Cho

memperoleh gelarnya dari Technishe Hogeschool Delft di negeri Belanda pada
tahun 1955. Ia adalah insinyur mesin. Pada waktu menjadi mahasiswa di negeri
Belanda ia aktif dalam IMKI (Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia), dan berkawan
baik dengan Drs. Frans Seda dan Ir. Bian Tamin. Diakui oleh Ir. J.P. Cho bahwa
pada waktu masih di negeri Belanda ia belum mempunyai keinginan untuk terjun
ke bidang pendidikan. Ia ingin membangun teknik industri yang pada waktu itu
belum maju. Ir. J.P. Cho kembali ke Indonesia tahun 1955. Melihat keadaan
Indonesia khususnya sangat kekurangan tenaga ahli teknik, ia berubah pikiran
dan mengalihkan perhatiannya ke bidang pendidikan. Dengan terjun ke bidang
pendidikan ia berharap dapat membantu menelorkan sarjana teknik yang sangat
dibutuhkan.

Sesudah tiga bulan di Indonesia, ia mulai karirnya dengan mengajar di Akademi
Teknik Nasional sampai tahun 1960. Selama mengajar di Akademi Teknik
Nasional ia selalu didekati oleh Frans Seda untuk diajak bersama-sama
mendirikan Unika Atma Jaya. Kemudian ia bersedia pindah ke Unika Atma Jaya.
Menurut Ir. J.P. Cho, motivasi ia terjun ke pendidikan dan ikut serta mendirikan
Unika Atma Jaya adalah karena ingin mendharmabaktikan ilmunya untuk gereja,
bangsa dan negara. Kiprahnya tidak sampai di sini. Satu tahun sesudah Unika
Atma Jaya berdiri, ia bersama Ir. Bian Tamin mendirikan Fakultas Teknologi

Unika Atma Jaya. Pada waktu Fakultas Teknologi dibuka di samping menjabat
sebagai anggota yayasan ia juga menjabat sebagai Sekretaris Fakultas
Teknologi dan dosen. Kemudian dalam periode 1968-1969 ia menjabat sebagai
Dekan. Selama menjadi Dekan, sekalipun mengalami keterbatasan dana dan
sarana, ia berusaha semaksimal mungkin membina Fakultas Teknologi dengan
baik. Namun sesudah itu, Ir. J.P. Cho tidak lagi berkecimpung di Fakultas
Teknologi. Ia ditarik yayasan untuk membantu karena tenaganya sangat

diperlukan. Sejak tahun 1977 ia dipercaya sebagai Sekretaris Eksekutif purna
waktu Yayasan Atma Jaya. Oleh karena jasanya yang besar dalam bidang
pendidikan pada umumnya dan Unika Atma Jaya khususnya, pada tanggal 23
November 1989, Paus Yohannes Paulus II menganugerahkan bintang Sancto
Silvester kepada Ir. J.P. Cho.
Telah disinggung di atas, selain Ir. J.P. Cho, pendiri Fakultas Teknologi yang lain
adalah Ir. Bian Tamin. Ia lahir di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pendidikan dasar
sampai menengah diselesaikannya di Sumatera Barat. Untuk mencapai
pendidikan yang lebih tinggi, ia hijrah ke Bandung untuk kuliah di Technishe
Hogeschool – Scheikundige Afdeling (Jurusan Kimia). Ia kemudian ke negeri
Belanda dan kuliah di Technishe Hogeschool Delft Afdeling: Scheikundige
Technologie. Selama di negeri Belanda ia ikut mendirikan IMKI. Karena

keaktifannya ia dipercayai untuk menduduki jabatan Ketua IMKI. Selain itu ia juga
menjadi anggota Dewan Pimpinan PPI. Di antara para mahasiswa Indonesia
yang berada di negeri Belanda, Bian Tamin yang paling senior. Namun demikian
ia tidak merasa ragu untuk menggabungkan diri dengan kelompok mahasiswa
yang lebih muda. Kegiatan-kegiatan diskusi diadakan, dan dalam forum ini, ia
tidak

hanya

menyumbangkan

pikiran-pikirannya

pada

masalah-masalah

nasionalisme, integrasi pembangunan setelah kemerdekaan, namun juga
masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Perhatiannya di masalah pendidikan
sangat besar. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan sesudah kembali di

Indonesia, ia ikut merintis berdirinya Unika Atma Jaya bersama dengan Drs.
Frans Seda dan Ir. J.P. Cho. Usahanya tidak berhenti hanya pada mendirikan
Unika Atma Jaya tetapi juga bagaimana mengembangkannya supaya menjadi
sebuah universitas yang besar di Indonesia. Satu tahun sesudah Unika Atma
Jaya berdiri, bersama-sama dengan Ir. J.P. Cho, ia mendirikan Fakultas
Teknologi yang memang pada waktu itu sangat dibutuhkan. Kemampuannya di
bidang kepemimpinan tidak diragukan. Oleh sebab itu ia dipercayai untuk
memegang jabatan Dekan Fakultas Teknologi pada masa awalnya, di samping
menjabat sebagai Wakil Ketua III Yayasan Atma Jaya.
Fakultas Teknologi didirikan pada tanggal 1 Juli 1961. Pada saat itu Fakultas
Teknologi hanya mempunyai Jurusan Teknik Mesin. Pada masa awal,
pelaksanaan perkuliahan Fakultas Teknologi mengalami berbagai hambatan,

seperti jumlah ruang kuliah, tenaga edukatif maupun tenaga administratif yang
terbatas. Pada waktu itu ruang kuliah belum dimiliki, padahal hal ini merupakan
salah satu sarana yang sangat penting untuk menunjang perkuliahan. Lalu di
mana kuliah-kuliah itu dilaksanakan? Kuliah dilaksanakan secara berpindahpindah dari satu tempat ke tempat yang lain: Gedung Pertemuan daya Murni di
Jalan Lapangan Banteng Utara, Paroki St. Theresia, SMA St. Theresia di Jalan
Theresia, Paroki Katedral dan SMA St. Ursula di Jalan Lapangan Banteng Utara,
SMP van Lith di Jalan Gunung Sahari, Paroki Gereja Santo Yusuf di Jalan

Matraman Raya dan SMA Kanisius di Jalan Menteng Raya. Di samping
hambatan tersebut ternyata Fakultas Teknologi juga menemui beberapa
gangguan pada waktu kuliah sedang berlangsung misalnya: listrik dimatikan saat
kuliah sedang berlangsung, pintu ruang dikunci sehingga dosen dan mahasiswa
harus meloncat lewat jendela untuk bisa memasuki ruangan. Ada gangguan lain
yang menyebabkan mahasiswa mengadakan demonstrasi. Menurut Bapak Anton
Dyornay, hal itu disebabkan karena pada waktu mahasiswa akan kuliah, kursikursi itu telah dimasukkan ke gudang oleh pemilik gedung karena Unika Atma
Jaya belum membayar sewa. Situasi pada waktu itu memang agak panas dan
musim mahasiswa turun ke jalan untuk menanggapi suatu masalah. Rupanya
musim itu juga menghinggapi mahasiswa Fakultas Teknologi Unika Atma Jaya
meskipun tidak seradikal mahasiswa-mahasiswa dari universitas lain. Hambatan
lain yang dihadapi adalah kurangnya tenaga edukatif. Pada masa awal bahkan
belum dipunyai tenaga edukatif purna waktu. Tenaga-tenaga yang ada adalah
tenaga-tenaga edukatif penggal waktu/honorer dan kebanyakan dari mereka
berasal dari Korps Angkatan Laut. Apakah Unika Atma Jaya mengadakan
kerjasama dengan Angkatan Laut? Ternyata tidak, mereka mengajar di Fakultas
Teknologi karena hubungan pribadi yang erat dengan Ir. J.P. Cho. Di antara
mereka yang pernah memberi kuliah di Fakultas Teknologi Unika Atma Jaya
antara lain adalah Perwira Dr. A.J. Suryadi, Dr. Parapat, Ir. Legiyono, Ir. Sugiyono
Kadarisma, Ir. Ghandawinata, Ir. H.J. Kusumadiantho, Drs. Koeswono dan Dra.

Saodah. Di samping tenaga edukatif, tenaga administrasipun demikian. Karena
terbatasnya tenaga administratif pada waktu itu, Fakultas Teknologi belum
mempunyai administrasi sendiri, semuanya masih dipusatkan di sekretariat
universitas yang berkantor di salah satu ruangan di Jalan Lapangan Banteng
Utara. Mahasiswa rupanya sadar dan tanggap akan hal ini dan demi kemajuan
bersama, mahasiswa membantu melaksanakan tugas-tugas administrasi seperti

membuat presensi dosen, menyampaikan honorarium dosen, ikut membersihkan
ruang kuliah dan menyiapkan penerangan serta alat tulis. Untuk menunjang
perkuliahan, sebuah laboratorium untuk praktikum mahasiswa sangat diperlukan.
Akan tetapi fasilitas ini tidak dimiliki. Bagaimana caranya mengatasi masalah
tersebut? Caranya adalah dengan mencari fasilitas praktikum di tempat lain yaitu
di STM Budi Utomo, di bengkel PJKA Manggarai dan di ITB.
Jumlah mahasiswa, pada masa awal cukup menggembirakan tercatat ada 72
mahasiswa. Jumlah ini dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun beberapa
kali terjadi penurunan, suatu hal yang umum untuk suatu PTS. Pada tahun 1989
tercatat 394 mahasiswa Jurusan Teknik Mesin. Mayoritas mahasiswa yang
mengikuti kuliah adalah laki-laki. Rupa-rupanya kaum wanita kurang tertarik
untuk menekuni bidang teknik karena mungkin bidang tersebut bukan bidangnya.
Meskipun demikian bukan berarti tidak ada kaum wanita yang menekuni bidang

tersebut. Ada beberapa mahasiswi yang kuliah di Fakultas Teknologi, tetapi
jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bagaimana perkembangan Fakultas
Teknologi dari tahun ke tahun? Nama Fakultas Teknologi pada tahun 1985
diubah menjadi Fakultas Teknik (untuk seterusnya disingkat FT) berdasarkan
surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Telah disinggung di atas
bahwa pada awalnya, karena tidak mempunyai ruang kuliah sendiri, tempat
perkuliahan selalu pindah-pindah. Sejak tahun 1967, FT melaksanakan
perkuliahan di kampus kompleks Jalan Jenderal Sudirman di suatu bangunan
semi permanen tanpa penerangan listrik. FT merupakan fakultas pertama yang
menempati kampus di Jalan Jenderal Sudirman. Para mahasiswa ikut terlibat
dalam proses pembangunan gedung semi permanen tersebut selama berharihari. Karena jumlah mahasiswa FT dari tahun ke tahun semakin meningkat,
apalagi setelah dibukanya Jurusan Teknik Elektro, kebutuhan akan ruang juga
ikut meningkat. Oleh sebab itu pada tahun 1980 sebagian dari bangunan lama
semi permanen dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru tiga lantai yang
sekarang disebut gedung K1. Apakah pada waktu memasuki kampus di
kompleks Jalan Jenderal Sudirman mahasiswa tidak mengalami kesulitan?
Menurut Anton Dyornay kesulitan itu ada, meskipun tidak besar. Pada waktu
masuk di kompleks Jalan Jenderal Sudirman di situ ada Rumah Sakit Jakarta,
Asrama Perawat dan Akademi Pertamanan. Pernah terjadi pada waktu
mahasiswa mau memasuki kampus, mereka dihadang oleh mahasiswa Akademi


Pertamanan. Hal ini menimbulkan kemarahan, sehingga terjadi suatu insiden
kecil. Dalam insiden ini mahasiswa FT memasukkan penghadang ke dalam
kolam yang ada di dalam kampus. Tidak hanya itu, ada kejadian lain yaitu
dikuncinya pintu gerbang, sehingga mahasiswa tidak bisa masuk. Kejadiankejadian seperti tersebut di atas dapat diatasi dan untuk selanjutnya mahasiswa
FT dapat masuk kampus dan mengikuti kuliah dengan tenang. FT telah memiliki
tempat kuliah yang tetap, yaitu di kampus kompleks Jalan Jenderal Sudirman.
Namun demikian tidak berarti bahwa fasilitas perkuliahan sudah lengkap. Pernah
ruang kuliah yang akan dipakai kosong, karena tidak ada meja dan kursi.
Laboratoriumnya juga belum punya dan masih memakai laboratorium di STM
Budi Utomo, PJKA Manggarai dan Bengkel ITB. Keadaan seperti ini tidak
membuat mahasiswa dan dosen patah semangat, mereka terus giat mengajar
dan

menimba

ilmu.

Dalam


perkembangannya,

mengingat

pentingnya

laboratorium untuk menambah keterampilan mahasiswa, sedikit demi sedikit
sarana akademis tersebut dilengkapi. Sampai tahun 1985, FT telah memiliki
laboratorium Fisika, Teknologi Mekanik, Studio Gambar Mesin, Laboratorium
Pengujian Mesin dan Laboratorium Elektronika dan Telekomunikasi. Ini
merupakan suatu kemajuan yang luar biasa. Bagaimana dengan status FT?
Dalam mendapatkan status FT memerlukan waktu yang cukup lama. Jurusan
Mesin tingkat Sarjana dan Sarjana Muda pada awalnya masih terdaftar dengan
Surat Keputusan Menteri PTIP No. 17/B-Swt/P/62 tanggal 30 Oktober 1962.
Kemudian diadakan pendekatan dengan FT UI untuk pembentukan Tim Evaluasi
dan Supervisi. Baru pada tanggal 27 Juli 1985 Jurusan Mesin mendapat status
diakui dengan Surat Keputusan No. 0332/0/1985. Hal ini disebabkan beberapa
faktor antara lain karena tidak seimbangnya jumlah mahasiswa yang masuk
dengan mahasiswa yang lulus. Arus kelulusan yang seret ini juga disebabkan
karena kurangnya tenaga edukatif, baik yang purna waktu maupun yang senior.

Menurut Ir. Rumeili, kurangnya tenaga edukatif ini mengakibatkan adanya
beberapa mata kuliah yang belum bisa diberikan sehingga mahasiswa harus
menunggu sampai waktu yang tidak tentu. Ini tentu saja menghambat kelulusan
dan tidaklah mengherankan apabila baru pada tahun 1971 FT baru dapat
meluluskan mahasiswanya, yaitu sesudah sepuluh tahun berdiri. Jumlah yang
lulus pada waktu itu sedikit, yaitu empat orang. Kekurangan tenaga edukatif itu
disebabkan karena sulitnya memperoleh mereka.

Pada waktu itu belum banyak orang yang memiliki keahlian di bidang teknik. Dari
jumlah yang kecil itu tidak semuanya mau menjadi dosen, antara lain karena
imbalannya tidak sesuai dengan keahliannya. Mereka lebih senang bekerja di
industri atau perusahaan lain karena imbalannya lebih besar. Faktor lain yang
menghambat

adalah

diberlakukannya

sistem


kenaikan

tingkat

dengan

persyaratan yang begitu banyak untuk bisa mengikuti ujian negara. Di samping
itu ada faktor lain yaitu kurangnya penelitian yang dilakukan oleh tenaga edukatif
dan fungsi pengabdian pada masyarakat yang kurang dilaksanakan. Itulah
beberapa faktor yang menghambat FT dalam mendapatkan statusnya. Dahulu
masalah status tidak begitu dipersoalkan, sebab yang penting adalah pengakuan
dari masyarakat dan itu telah didapatkan. Akan tetapi keadaan ini tidak
berlangsung lama, karena masyarakat telah mulai merubah pandangannya, yaitu
menginginkan status yang lebih jelas. Demikian pula halnya dengan pemerintah.
Melihat munculnya PTS yang cukup banyak jumlahnya, pemerintah menganggap
perlu untuk menerapkan peraturan-peraturan untuk PTS. Salah satunya adalah
masalah akreditasi. Mengingat tuntutan dari masyarakat dan pemerintah, FT
berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan status. Hal ini juga dimaksudkan
untuk mencegah larinya peminat ke perguruan tinggi lainnya. Usaha-usaha yang
ditempuh antara lain adalah meningkatkan jumlah dosen purna waktu dan
meningkatkan kualitasnya dengan memberikan kesempatan untuk studi lanjut.
Sampai saat itu FT telah memiliki 34 dosen tetap purna waktu, meskipun sulit
untuk mendapatkannya. Usaha lain adalah mengaktifkan kegiatan penelitan dan
pengabdian

kepada

masyarakat,

melengkapi

sarana

akademik

seperti

laboratorium dan melancarkan arus kelulusan mahasiswa. Pada akhir dasawarsa
tujuhpuluhan pembangunan di bidang tenaga listrik dan pemanfaatan alat-alat
elektronik begitu maju di Indonesia. Hal ini perlu diimbangi dengan menyediakan
tenaga-tenaga di bidang tersebut. FT tanggap akan hal ini, dan dalam rangka
pengembangan fakultas maka pada tanggal 1 Juni 1979 dibuka Jurusan Teknik
Elektro. Pembukaan jurusan ini sebenarnya sudah dipikirkan dan mulai dirintis
sejak tahun 1969 oleh pimpinan fakultas pada waktu itu, dan diharapkan dapat
memberikan sumbangan yang berarti kepada masyarakat umum maupun
pemerintah. Dan hal ini sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan Lima
Tahun Atma Jaya tahun 1976-1981, yang antara lain memuat rencana untuk
membuka satu jurusan lagi pada Fakultas Teknik, yaitu Jurusan Listrik (Elektro).

Pembukaan jurusan baru ini disamping alasan tersebut diatas, juga dimaksudkan
untuk menunjang Jurusan Teknik Mesin dan diharapkan dalam perkembangan
nati akan menuju Jurusan Teknologi Industri yang memang sangat dibutuhkan.
Siapa pengelola Jurusan Teknik Elektro pada masa awalnya? Untuk mengelola
Jurusan Teknik Elektro dibentuk sebuah tim yang akan bekerja selama dua
angkatan. Tim ini terdiri dari lima orang anggota yaitu Dipl. Ing. Nakoela
Soenarta, Ir. Legiyono, Ir. Bambang Wirawan, Ir. Masgunarto Budiman dan Ir.
M.J. Djokosetyardjo. Ketua Jurusan Teknik Elektro sementara dijabat oleh Dipl.
Ing. Nakoela Soenarto. Jumlah peminat cukup banyak, tetapi mayoritas yang
mengikuti kuliah adalah laki-laki. Hal ini tidak saja dirasakan oleh FT Unika Atma
Jaya saja tetapi FT dari universitas lainpun mengalami hal yang sama. Jurusan
Teknik Elektro mendapatkan status “Terdaftar” pada masa awalnya. Pada tahun
1988, Jurusan Teknik Elektro mendapat status “Diakui”, dengan Surat
Keputusan, No. 646/0/1988. Tidak seperti Jurusan Teknik Mesin, Jurusan Teknik
Elektro yang lahir lebih muda dalam keadaan masyarakat yang mulai menuntut
status, dalam perkembangannya tidak mengalami hambatan sebesar yang
dialami Jurusan Teknik Mesin. Hambatan pokok yang ditemui adalah sulitnya
mendapatkan tenaga edukatif purnawaktu. Hal ini bisa diatasi dengan
menggunakan dosen tidak tetap/penggal waktu/honorer semaksimal mungkin.
Namun demikian usaha untuk pengadaan tenaga edukatif purna waktu selalu
diupayakan. Jumlah mahasiswa FT Jurusan Teknik Elektro meningkat dari tahun
ke tahun. Mahasiswa angkatan pertama berjumlah 69 orang. Tiga tahun
kemudian jumlah menjadi 241 orang dan pada tahun 1989 terjadi penurunan.
Lulusan pertama pada tahun 1985 sebanyak 3 orang dari jumlah mahasiswa 289
orang, pada tahun 1987 diluluskan 22 orang dengan jumlah mahasiswa 341
orang, tahun 1988 diluluskan 81 orang dengan jumlah mahasiswa 380 orang dan
pada tahun 1989 diluluskan 35 orang dengan jumlah mahasiswa 433 orang. Ini
merupakan peningkatan yang sangat menggembirakan.
Jurusan Teknik Industri dibuka mulai tahun akademik 1999/2000 dengan SK
Dirjen Dikti nomor 49/DIKTI/Kep/1999 tanggal 3 Maret 1999 dengan status
“Terdaftar”. Pembukaan Jurusan Teknik Industri ini seakan melengkapi cita-cita
almarhun Ir. J.P. Cho dan Ir. Bian Tamin pada awal pendirian Fakultas Teknik
yaitu memajukan teknik industri di negara Indonesia tercinta. Laboratorium yang
diperlukan sebagian telah ada di Jurusan Teknik Mesin(misal: lab. Gambar

Teknik, lab. Fisika Dasar, lab. Sistem Produksi). Laboratorium yang lebih spesifik
untuk jurusan Teknik Industri, satu persatu dibangun. Pertama, telah dibangun
Laboratorium Statistik dan Penunjang Keputusan dan sedang dibangun
Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jurusan ini mendapat
animo cukup baik dari masyarakat.
Sumber:

http://www.atmajaya.ac.id/web/InfoFakultas.aspx?gid=info-

fakultas&cid=sejarah-fakultas&ou=teknik