Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi
2.1.1

Definisi, Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Menurut kamus, definisi dari komunikasi ada beberapa, antara lain adalah;

bersama, berbagi, menyampaikan informasi, meneruskan, dihubungkan, mengirim
dan menyatakan perasaan seseorang.
Dalam Encyclopedia Americana ditulis, komunikasi adalah serangkaian
kejadian-

kejadian

yang

dihubungkan

oleh


pesan-pesan.

Rangkaian

ini

menghubungkan sumber (komunikator) yang menjadi sumber pesan dan tujuan
pesan (komunikan) yang diterjemahkan di tujuannya.
Menurut Lee Iacocca yang dikutip oleh Ramesh,G and Ramesh,M dalam
bukunya,”The ACE of Soft Skill “(2011) : “You can have brilliant ideas,but if you
can,t get them across,you won’t get anywhere.” (Bagaimanapun bagusnya ide yang
anda miliki, tapi jika anda tidak bisa meneruskannya kepada orang lain, maka anda
tidak akan mendapat apa-apa atau tidak akan kemana-mana).
Ramesh G dan Ramesh M juga mengatakan bahwa komunikasi selalu
mempunyai siklus yang serial atau berkelanjutan, karena jarang komunikasi bisa
langsung diakhiri dan komunikasi tidak berjalan satu arah. “It takes two to tango
and it takes (at least) two for successful communication” (diperlukan dua orang untuk
menari tango dan juga diperlukan paling tidak dua orang untuk komunikasi yang


Universitas Sumatera Utara

sukses). Jadi harus ada sender / pembicara yang menjadi sumber dari bahan yang
dikomunikasikan dan harus ada receiver / penerima pesan yang diantarkan melalui
sebuah medium.
Ada peribahasa mengatakan”Communication may not save us, but without
communication we will not be saved”. (Komunikasi mungkin tidak menyelamatkan
kita, tapi tanpa komunikasi kita tidak akan selamat). Ini semua menunjukkan betapa
pentingnya komunikasi itu.
Menurut Onong, Uchyana, Efendy dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek (2004), komunikasi mempunyai fungsi dan tujuan.
Fungsi: 1 Mengubah sikap (Attitude change)
2. Mengubah pendapat (Opinion change)
3. Mengubah perilaku (Behavior change)
4. Mengubah sosial (Social change)
Tujuan: 1. Menginformasikan ( to inform)
2. Mendidik (to educate )
3. Menghibur ( to entertain )
4. Mempengaruhi ( to influence )
2.1.2


Proses Komunikasi
Proses komunikasi ini berkembang menurut banyak teori / model antara lain

1) Model Shannon and Weaver
Claude Shannon and Warren Weaver mengembangkan model ini dalam lima
elemen yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Sumber informasi (information source), yang menghasilkan sebuah pesan.
2. Sebuah transmitter, yang meng encode (merubah) pesan jadi sinyal.
3. Saluran (channel), dimana sinyal disesuaikan unruk pengiriman.
4. Sebuah penerima (receiver), yang meng 'decodes' (reconstructs) membentuk
kembali) pesan dari sinyal.
5. Tujuan (destination), dimana pesan tiba.
2) Model David Berlo (1960)
David Berlo melibatkan empat elemen yaitu : sumber (S=sender), pesan
(M=message), saluran (C=channel) dan penerima (R=receiver). Sifat dan kualitas
komunikasi ditentukan oleh karakteristik keempat elemen itu :

1. Kemampuan berkomunikasi, pengetahuan, sikap dan sistem sosial dari sumber.
2. Ciri-ciri pesan yang menentukan keefektifannya adalah struktur, isi, kode, dan
perlakuan.
3. Saluran berbeda yang dapat dipakai bisa jadi lebih atau jadi kurang efektif bagi
komunikasi adalah melihat, mendengar, menyentuh merasa dan mencium.
4. Ciri-ciri penerima adalah pengetahuan, kemahiran berkomunikasi, sikap, dan latar
belakang budaya.
2.1. 3 Hambatan dalam Komunikasi
Shannon and Weaver menegaskan juga ada tiga level problem komunikasi
yang dijumpai dalam teori ini .
1. Technical Problem: seberapa tepat pesan itu dikirim dari sumber
2. Semantic Problem: seberapa persis arti pesan diantarkan/ diterjemahkan

Universitas Sumatera Utara

3. Effectiveness Problem: seberapa effective arti pesan yang diterim/mempengaruhi
penerima.

2.2 Komunikasi dalam Keperawatan
Komunikasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan perilaku dan

memungkinkan individu

dapat berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya.

Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi dalam tiga tingkatan yaitu
intrapersonal, interpersonal dan publik. Komunikasi interpersonal adalah interaksi
yang terjadi dalam hubungan sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil. Inilah
yang terjadi dalam hubungan perawat-pasien dalam komunikasi terapeutik. Dengan
komunikasi terapeutik, pengirim (sender) atau perawat mencari suatu respon dari
penerima (receiver) yaitu pasien yang akan menguntungkan bagi pasien; baik
kesehatan mentalnya juga berguna bagi kesehatan fisiknya.
Menurut Nancy Kimmel dalam Therapeutic Communication in the Nursing
Profession (2009) keperawatan adalah suatu professi asuhan (caring) yang juga
memerlukan banyak pengalaman praktis karena berbasiskan evidence / bukti.
Walaupun teknologi semakin hari semakin canggih dan kompleks dalam bidang
keperawatan dan mesin-mesin digunakan disamping tempat tidur pasien, tapi pada
kenyataannya perawatlah yang pertama kali yang berkontak dengan pasien pada
kasus emergency di rumah sakit. Jadi kata “caring” (mengasuh) adalah suatu sense
yang essensial yang mesti dimiliki oleh semua perawat, karena mereka berada pada
posisi terdepan sebagai professi kesehatan. Untuk caring / mengasuh perawat harus


Universitas Sumatera Utara

mempunyai kemampuan yang terlatih untuk dapat melakukan komunikasi terapeutik.
Dalam kasus tertentu perawat mungkin harus tinggal lebih lama dan mengeksplorasi
bagaimana perasaan pasien itu sebenarnya. Pada pasien yang harus menjalani operasi
yang segera, dimana mungkin saja tidak ada waktu untuk berbincang disamping
tempat tidur, tapi pegangan tangan saja bisa memberi penguatan atau dukungan yang
lebih dari kata-kata untuk pasien itu pada saat itu.
Telah terbukti stress mempunyai akibat yang buruk bagi kesehatan individu,
tetapi ternyata komunikasi terapeutik benar-benar dapat menolong. Emosi dapat
diketahui orang tidak hanya dari kata-kata, tapi juga dari sikap tubuh dan ekspressi
wajah. Seorang perawat harus selalu waspada akan ekspressi dari pasiennya.
Misalnya seorang pasien yang kakinya sudah diamputasi tidak mengeluh kepada
perawatnya tapi diam-diam tiap kali melihat kakinya air matanya berlinang. Ini
termasuk jenis komunikasi non-verbal yang disebut meta-communication.
Menurut Potter dan Perry (1993), Szilagy, Swanburg (1990) dan Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal.
2.2.1. Komunikasi Verbal
Ini yang paling sering digunakan dalam keperawatan di rumah sakit dengan

pertukaran informasi secara verbal baik lisan maupun tulisan dan ada pembicaraan
tatap muka. Cara ini biasanya lebih tepat dan akurat mengenai sasaran dari pada cara
yang lain. Dalam cara ini kata-kata adalah alat atau symbol untuk menyampaikan ide
atau perasaan, membangkitkan respon emosi atau menguraikan dan mengobservasi

Universitas Sumatera Utara

objek atau mengembalikan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
adalah untuk memungkinkan tiap individu untuk bereaksi secara langsung dan segera.
Menurut J.V. Vilanilam dalam “More Effective Communication” di Gujarat,
India (2011) komunikasi verbal yang baik haruslah:
1. Ketulusan (integrity). Ini sangat dibutuhkan ,karena hanya sekitar sepuluh persen
dari kata-kata yang disampaikan yang berisi pesan, karena itu pembicara haruslah
tulus dan bertanggung jawab untuk menarik perhatian pendengarnya, mengontrol
keadaan pembicaraan dan ruangannya. Serta membina suatu hubungan yang baik
bagi pendengarnya.
2. Suara. Suara yang menyenangkan adalah sebuah asset yang harus dilatih dan
dijaga. Suara harus relaks, bebas dari stress dan ketakutan. Kenali kelemahan dan
kekuatan dalam suara waktu berbicara.
3. Volume Suara. Pembicara yang baik haruslah dapat berbicara dengan volume

yang tepat. Tidak terlalu keras seperti membentak atau akan dikira pasien marah.
4. Frequency Suara (pitch) tidak boleh terlalu tinggi yang menyakitkan telinga ,juga
tidak terlalu rendah sehingga sulit didengar.
5. Kecepatan bicara haruslah tepat,jangan terlalu cepat hingga tidak bisa ditangkap.
Normalnya kecepatan bicara antara 120-150 kata permenit. Dan kalau terlalu
lambat bisa juga membosankan dan pikiran si penerima jadi kemana-mana karena
otak kita mampu memproses 500 – 750 kata-kata permenit, berarti lebih cepat
dari kecepatan bicara.Karena otak bekerja lebih cepat banyak waktu luang
baginya untuk berpikir tentang yang lain.

Universitas Sumatera Utara

6. Kualitas. Kualitas pembicaraan harus baik. Jangan terlalu banyak variasinya
sehingga sulit menangkap inti pesannya.
7. Pengucapan kata-kata harus benar dan jelas (pronounciation dan accent dan
diction)
2.2.2 Komunikasi Non-Verbal
Semua penyampaian pesan tanpa kata-kata merupakan komunikasi nonverbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non
verbal, yaitu :
1. Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non

verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan
bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap
tubuh.
3. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh
seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5. Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal
yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi
oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan
harapan. Kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui
sentuhan, tapi harus memperhatikan norma sosial. Perlu disadari bahwa keadaan

Universitas Sumatera Utara

sakit membuat pasien tergantung pada perawat untuk melakukan interpersonal
sehingga sulit menghindarkan sentuhan.
Ramesh G and Ramesh M (2011) menyebut channel non-verbal ini dengan
bahasa tubuh (body language) yang antara lain adalah :

1. Posture (sikap tubuh)
2. Use of Hands (penggunaan tangan)
3. Eye Contact (kontak mata)
4. Gesture yang terdiri dari ekspressi wajah dan gerakan tubuh.

2.3 Komunikasi Interpersonal
2.3.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah tukar informasi antara dua orang ataupun
antara orang-orang dalam kelompok kecil. Komunikasi interpersonal melalui
pertukaran verbal maupun non verbal adalah cara komunikasi yang paling efektif
dibandingkan cara lain dalam mengubah pendapat, sikap, kepercayaan dan perilaku
komunikan. Sebagian besar interaksi manusia adalah verbal ataupun nonverbal
dilakukan dalam tatap muka secara langsung antara komunikator dengan komunikan
dan disinilah dimunculkan kontak pribadi (personal contact) antara para pelaku
komunikasi.
2.3.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi antara perawat dan pasien merupakan komunikasi antar pribadi
(interpersonal communication).

Universitas Sumatera Utara


Komunikasi terapeutik merupakan pengalaman timbal balik dan pengalaman
emosional korektif bagi pasien. Dalam hubungan ini perawat menggunakan diri
(self) dan teknik-teknik klinis tertentu dalam menangani pasien untuk meningkatkan
pemahaman dan perubahan perilaku pasien.
a. Sifat dan Tujuan
Komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W diarahkan pada pertumbuhan
pasien meliputi :
1. Realisi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri
2. Rasa personal yang jelas dan peningkatan integritas diri
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal, saling tergantung dan intim
dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan personal yang realistis.
Idealnya agar komunikasi terapeutik lebih efektif, perawat harus hati-hati
bagaimana tampaknya mereka. Contohnya; jika si perawat tampaknya tergesa-gesa,
misalnya ia bicara cepat-cepat dan buru-buru, dan bernafas berat,matanya tidak
tertuju pada pasien tapi bisa saja kekantong infuse pasien sebelah. Dalam hal seperti
ini tidak akan ada kata-kata perawat itu dalam rangka melakukan komunikasi
terapeutik yang dapat dipercaya oleh pasien itu.
Beberapa hal emosi yang berhubungan dengan komunikasi terapeutik
termasuklah ; Keahlian (Professionalisme), Keyakinan (Confidentiality), Kesopanan

Universitas Sumatera Utara

(Courtesy), Kepercayaan (Trust,), Ketersediaan (Availability),

Empathy, dan

Sympathy. (Potter & Perry, Co. 2003).
Semua hal emosi diatas mempengaruhi relasionship antara perawat- pasien,
yang harus dibentuk oleh perawat sesegera mungkin begitu mereka bertemu untuk
pertama kalinya. Untuk memulai suatu relationship perawat-pasien, perawat harus
mengasses semua pesan yang disampaikan oleh pasien, seperti ketakutannya, sakit,
sedih, kecemasannya, atau ketidak peduliannya, Perawat harus terlatih untuk
menangkap semua pesan yang disampaikan pasiennya. Baru kemudian si perawat
bisa menerapkan terapeutik yang terbaik. Contohnya setiap orang yang sudah harus
masuk rumah sakit atau ruang gawat darurat diakui mempunyai kecemasan dalam
level tertentu. Level ini bisa saja naik tergantung pada bagaimana perasaan pasien itu
,apakah dia merasa tertekan atau merasa tidak ada satu orang pun disitu yang peduli
pada nya. Ketika pasien mendapatkan komunikasi terapeutik dari perawat yang
bersifat mengasuh tingkat kepercayaannya bisa naik sehingga perlahan-lahan berubah
menjadi lebih baik.
b. Sikap dalam Komunikasi Terapeutik
Townsend (2003) dalam Potter and Perry (2009) ada lima sikap atau cara
untuk

menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang

terapeutik, yang dikenal dengan akronim SOLER yaitu :
1. S - Sit facing the client.Duduk menghadap client. Maksud dari posisi ini adalah
kita sudah siap melakukan sesuatu untuk klien.

Universitas Sumatera Utara

2. O - Observe an open posture. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki
atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi, sebuah sikap
menerima kehadiran orang lain dalam komunikasi.
3.

L - Lean forward toward the client. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini
menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.

4. E - Establish and maintain intermittent eye contact . Bentuk dan pertahankan
kontak mata. Kontak mata berarti menghargai menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi. Ketiadaan kontak mata dapat menimbulkan kesan bahwa perawat
tidak tertarik pada pembicaraan pasien.
5. R - Relax. Tetap rileks. Komunikasikan rasa tenang dan nyaman kepada
pasien.Kegelisahan mengkomunikasikan ketiadaan minat dan akan menimbulkan
rasa tidak aman kepada pasien. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
c. Teknik Komunikai Terapeutik
Stuart dan Sundeen (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai
berikut :
1. Mendengarkan (listening) dengan penuh perhatian. Dalam hal ini perawat
berusaha mengerti pasien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan oleh
pasien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan
mendengar perawat mengetahui perasaan pasien. Beri kesempatan lebih banyak
pada pasien untuk berbicara. Perawat juga harus memberi kesan bahwa
pembicaraan pasien cukup menarik. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.

Universitas Sumatera Utara

Tentang hal mendengar ini ada peribahasa China sejak beratus tahun yang lalu
yang mengatakan bahwa mendengar adalah ibu dari komunikasi (listening is the
mother of all speaking), karena baik sender ataupun receiver selalu melakukannya
dalam berkomunikasi.
2. Membuka pembicaraan dengan terbuka (broad opening) Memberi kesempatan
kepada pasien untuk memulai pembicaraan. Memberi kesempatan kepada pasien
untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
3. Mengulangi ucapan pasien (restating). dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata pasien, perawat menguatkan apa yang
diungkapkan pasien dan perawat memberikan umpan balik bahwa perawat
mengerti keluhan pasien dan berharap komunikasi dilanjutkan. Juga menguatkan
pesan dan ungkapan pasien dan memberi indikasi bahwa perawat mengikuti
pembicaraan.
4. Menunjukkan penerimaan (acceptance). Perawat menerima pembicaraan pasien
dengan ketertarikan. Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidak setujuan. Karena itu perawat harus awas dan sadar terhadap ekspressi non
verbal dari si pasien.
5. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan (klarifikasi). Tujuan perawat bertanya
adalah untuk memastikan dan mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa
yang disampaikan oleh pasien. Hal ini perlu sekali bila perawat ragu, tidak jelas,
kurang mendengar ataupun dalam hal kemungkinan pasiennya marah.

Universitas Sumatera Utara

6. Memfokuskan. Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan
sehingga percakapan menjadi lebih spesifik, dimengerti , lebih jelas dan berfokus
pada realita. Kalau pasien berbicara kemana-mana perawat harus bisa
menggiringnya kepembicaraan yang lebih spesifik.
7. Membagi persepsi. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menguraikan
persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti pasien, maka perawat harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif pasien, jadi perlu diketahui hal-hal yang
dirasakan dan dipikirkan pasien.
8. Menyatakan hasil observasi atau meng identifikasi “tema”. Dalam hal ini perawat
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal pasien, yang muncul
dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah.
9. Menawarkan informasi (informing). Memberikan tambahan informasi merupakan
tindakan penyuluhan kesehatan untuk pasien yang bertujuan memfasilitasi pasien
untuk mengambil keputusan.
10. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan pasien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi. Diam dapat juga
diartikan bahwa perawat mengerti akan masalah, juga bisa menunjukkan perawat
mengajukan kesediannya untuk menanti pasien untuk berfikir.
11. Saran. Memberi saran apa yang harus dilakukan pasien selanjutnya berdasarkan
ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat untuk pemecahan masalah.
Perawat juga bisa memberika saran alternatif untuk pemwcahan masalah.

Universitas Sumatera Utara

Dengan mengenal teknik komunikasi ini kita dapat melihat dan mengetahui
apakah perawat pelaksana sudah melakukannya dengan baik apa belum dan sudah
sejauh mana.
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan
Sundeen, 1998) yaitu :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu
sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
d . Ciri-ciri Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal yang mendasar yang menjadi ciri komunikasi terapeutik menurut
konsep Carl Roger yang dikembangkan oleh Mundakir (2006) :
1. Keikhlasan (Genuiness). Perawat harus tulus dan ikhlas dalam memberikan
pertolongan kepada pasien dan biarlah pasien dapat melihat keikhlasan itu
Perawat yang sadar akan keikhlasannya, ia akan sadar bahwa ia harus belajar
berkomunikasi lebih baik lagi dengan pasiennya.
2. Empati (Empathy). Ini merupakan perasaan memahami dan menerima keadaan
dan perasaan pasien dan juga dapat menyelami perasaan pasien. Empati ini
merupakan perasaan yang jujur, sensitif dan spontan untuk dapat merasakan apa
yang dialami orang lain berdasarkan pengalaman yang sama.
3. Kehangatan (Warmth). Suasana hangat memberikan rasa dekat, aman dan nyaman
serta bebas dari ancaman yang dapat mendorong pasiennya lebih berani

Universitas Sumatera Utara

mengutarakan isi hatinya secara mendalam tanpa takut dimarahi. Ini bisa terjadi
bila selain ramah perawatnya juga pandai mencari topik yang dikomunikasikan.
e. Prinsip Komunikasi Terapeutik
Keliat (1996) menyatakan tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai bila
perawat memiliki prinsip-prinsip ”helping relationship” dalam menerapkan hubungan
ini. Jadi hubungan ini didasarkan hubungan dengan maksud memberi pertolongan.
Prinsip-prinsip ini adalah :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri dan memahami nilai-nilai yang dianut
dan dihayatinya.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus memahami dan menghayati nilai-nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien,baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga
tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira,sedih,marah,dalam keberhasilan
maupun dalam frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.

Universitas Sumatera Utara

8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik
10. Mampu berperan sebagai role-model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan
orang lain tentang kesehatan,oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu
keadaan fisik,mental,spiritual dan gaya hidup yang baik
11. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
12. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin untuk keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Dengan

prinsip-prinsip

tersebut

diatas,diharapkan

perawat

akan

mampu

memperlakukan dirinya sendiri secara terapeutik.
f. Penerapan Komunikasi Terapeutik
Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi merupakan
critical skill yang harus dimiliki oleh seorang perawat dan merupakan bagian integral
dari asuhan keperawatan. Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, yang merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada
saat melakukan intervensi keperawatan sehingga memberikan khasiat terapi bagi

Universitas Sumatera Utara

proses penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terjadi antara perawat dan pasien yang terstruktur yang terdiri dari empat tahap yaitu
fase pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
1. Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan pasien Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan
menilik

dirinya

sendiri

dengan

cara

mengidentifikasi

kelebihan

dan

kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang pasien
yang akan menjadi lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang
strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien. Tahapan ini dilakukan oleh
perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin
timbul dan dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik
dengan pasien. Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi
interaksinya dengan orang lain. Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan
kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara.
Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan dan
mengertikan secara benar apa yang dikatakan oleh pasien, sehingga tidak mampu
melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian),
(Stuart. G. W, 2007)
2. Fase Orientasi
Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat
pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien.Tahap perkenalan dilaksanakan

Universitas Sumatera Utara

setiap kali pertemuan dengan pasien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah
memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan pasien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.
G. W, 2007). Strategi yang dapat dilakukan perawat dalam tahapan ini adalah:
a) Membina rasa saling percaya dengan menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka terhadap pasien dengan tidak membebani diri dengan
sikap yang melakukan penolakan diawal pertemuan.
b) Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan)
bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali
kontrak yang telah disepakati bersama. Perawat dapat menanyakan kepada
keluarga pasien mengenai topik pembicaraan yang mungkin akan menarik
baginya.
c) Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan serta mengidentifikasi
masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik
komunikasi pertanyaan terbuka. Ketika pasien diam saja atau memalingkan
muka, perawat bisa menanyakan apakah si pasien merasakan sakit dan apa
yang membuatnya merasa tidak nyaman.
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart.
G. W, 2007). Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan pasien yang
terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini perawat perlu

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi
terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara
meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau
dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan
dalam

mengembangkan

hubungan

kerja

sama.

Mengembangkan

atau

meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan
pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi klien dan
mengurangi ketergantungan klien pada perawat, dan mempertahankan tujuan
yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang
terjadi pada pasien dengan tepat. Perawat juga perlu mendorong perkembangan
kesadaran diri pasien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan
mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung
klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa
respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh
klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh
perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah.
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat
merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya
diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.

Universitas Sumatera Utara

4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan pasien. Tahap terminasi
dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W, 2007).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan pasien, setelah
hal ini dilakukan perawat dan pasien masih akan bertemu kembali pada waktu
yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh
proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan
(evaluasi objektif).
b) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan pasien
setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat

bisa langsung menanyakan

perasaan. dalam setiap akhir pertemuan dengannya.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukanbaru saja
dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak
lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik
Potter dan Perry (2009) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik dapat
dipengaruhi beberapa hal antara lain :

Universitas Sumatera Utara

a. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk komunikasi dalam dua aspek,
yaitu

tingkat

perkembangan

tubuh

mempengaruhi

kemampuan

untuk

menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang
yang disampaikan.Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus
mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari segi usia baik dari sisi bahasa
maupun proses berpikir orang tersebut.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian. Persepsi
dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Perbedaan persepsi dapat menyebabkan
terhambatnya komunikasi.
c. Gender
Perbedaan gender menyebabkan pula perbedaan gaya komunikasi dan memiliki
pula perbedaan interpretasi terhadap suatu percakapan.Tannen(1990) menyatakan
bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari
konfirmasi, meminimalkan perbedaan dan meningkatkan keintiman sedangkan
laki-laki lebih menunjukkan independensi dan status dalam kelompoknya.
d. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat
untuk menyadari nilai seseorang.Perawat perlu mengklarifikasi nilai sehingga
dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan pasiennya. Dalam
hubungan profesionalnya tidak boleh terpengaruh oleh nilai pribadinya.

Universitas Sumatera Utara

e. Sosial Budaya
Latar belakang sosial budaya akan mempengaruhi bahasa dan gaya komunikasi.
Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Proses marah,
senang, sedih dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan pasien.
Perawat juga harus mampu mengkaji emosi pasien dan keluarganya sehingga
mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik. Perawat juga harus
mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya hingga dalam melakukan asuhan
keperawatan dia tidak terpengaruh oleh emosinya.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang
dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan

yang

mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik baik mengenai tujuan, manfaat dan proses
yang akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien
sehingga mereka dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan
asuhan keperawatan yang baik dan professional.
h. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas,
komunikasi antara perawat dan pasien terjadi secara formal dan professional.

Universitas Sumatera Utara

i. Lingkungan
Lingkungan interaksi mempengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang
bising,tidak ada privacy akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak
nyamanan.Karena itu perawat harus menpersiapkan lingkungan yang tepat dan
nyaman sebelum berinteraksi dengan pasien..
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi.Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan
terkontrol. Jadi perawat harus tahu dan memperhitungkan jarak yang tepat saat
berinteraksi dengan pasien.
k. Lama Kerja
Makin lama seseorang bekerja di suatu tempat semakin banyak pengalaman yang
dimilikinya sehingga akan makin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994).
Dari uraian diatas dapat kita menyimpulkan bahwa hubungan terapeutik
antara perawat dan pasien merupakan pengalaman belajar bagi perawat dan perbaikan
emosi bagi pasien. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan
serta kepekaan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai,waktu
dan ruang yang turut mempengaruhi kepuasan klien. Keberhasilan komunikasi ini
terlihat dari tercapainya kepuasan pasien dalam menerima asuhan keperawatan yang
berkaitan dengan komunikasi dan juga kepuasan perawat yang memberikan asuhan
keperawatan secara professional.
Pengaruh faktor personal dan faktor situasional terhadap komunikasi
terapeutik. Kedua pendekatan ini menekankan faktor psikologis dan faktor sosial.

Universitas Sumatera Utara

Dengan kata lain faktor yang timbul dari dalam individu disebut faktor personal dan
yang datang dari luar individu disebut faktor environment atau situasional.
Mc.Dougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan
interaksi sosial dan membentuk perilaku manusia. Menurut dia faktor personallah
yang menentukan perilaku manusia.
Edwad E. Simpson mengatakan, terdapat perspektif yang berpusat pada
pesona dan perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada
pesona mempertanyakan factor-faktor internal, apakah berupa instink, motif,
kepribadian serta kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Atraksi interpersonal
adalah kesukaan pada orang lain karena sikap positif dan daya tarik
seseorang.Adanya daya tarik ini membentuk rasa suka. Rasa suka pada seseorang
umumnya membuat orang yang kita sukai menjadi signifikan pada kita.
Dalam kehidupan se hari-hari rasa suka dan daya tarik terhadap seseorang
menjadi faktor penting dalam menjalin hubungan dengan sesama. Adapun faktor
yang membuat daya tarik seseorang pada yang lain adalah:
1. Faktor Personal meliputi :
a) Kesamaan karakteristik personal. Orang cenderung memiliki sikap yang
sama dengan orang yang disukainya.
b) Tekanan emosional (stress). Orang yang mengalami stress akan mudah
senang kalau ada orang yang dapat dipercayainya yang mendekat
kepadanya.

Universitas Sumatera Utara

c) Harga diri yang rendah. Orang yang menganggap dirinya rendah atau kurang
akan lebih mudah senang pada orang lain yang sering dikiranya lebih dari
dia. Maka bila perawat datang untuk berinteraksi dia akan marasa senang.
d) Isolasi Sosial. Orang yang sebelumnya merasa dikucilkan atau pasien karena
penyakitnya atau apa saja yang menyebabkan keluarga atau temannya jarang
datang/berkunjung akan lebih mudah senang bila perawat datang
berkomunikasi.
Mengacu pada Devito (1997) dan Rakhmat (2003) maka, tekanan emosional
(b) dan harga diri yang rendah(c) disatukan menjadi Isolasi Sosial (d).
Dalam hal komunikasi interpersonal pada umumnya faktor daya tarik amat
penting. Kalau kita sudah menyukai seseorang maka segala yang mengenai dia akan
kita sukai dan kita beri nilai positif.
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (2000) dalam Mundakir manyatakan
beberapa daya tarik dapat mempengaruhi proses hubungan antar manusia adalah
kedekatan geografis (proximity), kemiripan (similarity) dan situasi.
Kalau diperhatikan dengan teori diatas maka

kedekatan dan kemiripan

termasuk ke faktor personal dan situasi masuk ke faktor situasional.
Sesudah mengupas tentang faktor personal dan faktor situasional secara
bersama,mari kita lihat pengaruh masing-masing terhadap komunikasi terapeutik.
2.3.3.1.Faktor Personal dan Pengaruhnya terhadap Komunikasi Terapeutik.
Faktor personal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu yang
indikator dan definisi operasionalnya ada dua yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor kemiripan (similarity) atau kesamaan karakteritik
Bila ada kesamaan dalam berbagai hal akan

lebih disukai untuk menjalin

komunikasi misalnya mirip dalam hal usia, pendidikan, latar belakang etnik,
agama dan ras. Bahkan dari kemiripan dalam bergaya, berbusana, sikap dan
kepribadian serta cara pandang, kita dapat meramalkan tentang siapa yang akan
berkawan dengan siapa. Misalnya seorang pasien akan lebih merasa aman untuk
curhat dengan pasien lain yang penyakitnya sama dengan dia.
2. Isolasi sosial. Ini adalah yang merupakan alasan seorang yang dulunya pernah
terisolasi, sekarang karena ada orang yang hadir untuk berkomunikasi jadi merasa
berbahagia.Jadi yang tadinya ia merasa terisolasi misalnya karena sakit yang
ditakuti orang sekarang bahagia atas kedatangan orang lain.Maka proses
komunikasi pun bisa terjadi lebih mudah berjalan baik dan komunikasi antara
perawat pelaksana dengan pasien yang tadinya terisolasi berjalan lancar.
2.3.3.2.Faktor Situasional dan Pengaruhnya terhadap Komunikasi Terapeutik
1. Faktor daya tarik fisik. Dalam beberapa penelitian dan teori-teori yang telah
dikupas sebelumnya mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi
penyebab utama atraksi personal. Orang-orang yang berwajah cantik dan ganteng
cenderung mendapat penilaian yang baik dan sering dikatakan mempunyai sifatsifat yang baik. Penampilan dan gaya yang baik akan membuat orang senang
untuk berkomunikasi dengannya.
2. Faktor ganjaran. Orang akan cenderung menyenangi orang yang memberi
ganjaran / reward kepadanya. Ganjaran itu bisa berupa bantuan, pujian, dorongan

Universitas Sumatera Utara

moral, penghargaan dan yang dapat meningkatkan harga diri kita. Kita akan
cenderung lebih menyukai orang yang menyukai kita.
3. Faktor familiarity. Orang lebih menyukai berkomunikasi dengan orang yang ada
hubungan keluarga/hubungan darah dengannya.
4. Faktor kedekatan geografis (proximity). Orang akan merasa lebih aman dan
nyaman kaiau berhubungan dengan orang yang dekat rumahnya, tempat
tinggalnya, tempat asalnya atau dekat tempat duduknya disatu kantor.
5. Faktor kemampuan. Orang cenderung menyenangi orang-orang yang mempunyai
kemampuan lebih tinggi darinya atau lebih berhasil dan lebih berharta dari dia.
(http://melfit.blogspot.com/2009/12/faktor-personal-dan-situasional-yang.html)
Menurut Fanny (2011) dalam tesisnya: Pengaruh faktor personal dan
situasional terhadap komunikasi terapeutik di RSU.Bunda Thamrin Medan, faktor
familiarty disatukan dengan faktor proximity karena masing-masing mengandung arti
kedekatan dan menurut penulis ini memang lebih sesuai.

2.4. Rumah Sakit
2.4.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan institusi yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

Universitas Sumatera Utara

upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Depkes RI,
(2009).
Depkes RI (2009) juga mengatakan untuk dapat menyelenggarakan upayaupaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada dirumah sakit
harus terintegrasi dalam satu sistem Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terdiri
dari :
1. Pelayanan medis,yang merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis
yang professional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.
2. Pelayanan keperawatan,merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis
terhadap terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat sesuai dengan aturan keperawatan.
3. Pelayanan penunjang medis, misalnya pelayanan gizi, laboratorium, farmasi,
rehabilitasi medis dan lain-lain.
4. Pelayanan administrasi dan keuangan
Menurut Subanegara (2005) rumah sakit adalah organisasi unik karena
merupakan paduan antara organisasi padat teknologi, padat karya dan padat modal
sehingga pengelolaannya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang mengedepankan dua
hal sekaligus, yaitu teknologi dan perilaku manusia di dalam organisasi.
Massie dalam Aditama (2002), mengemukakan tiga hal yang menjai ciri khas
rumah sakit yang membedakannya dengan industri lainnya, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia. Dalam industri
rumah sakit, tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia, bukan sematamata menghasilkan dengan proses dan biaya sebaik mungkin tetapi khususnya
menyangkut pertimbangan etika dan nilai kehidaupan manusia seefisien mungkin.
Unsur manusianyalah yang penting mendapat perhatian dan tanggung jawab
utama pengelola rumah sakit.
2. Bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer) bukanlah
selalu yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah
sakit. Tetapi kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah
sakit mana mereka berobat atau dirawat. Bagi karyawan ditentukan oleh
kebijaksanaan kantornya. Jadi mereka yang datang berobat ke rumah sakit
tertentu belum tentu atas pilihan mereka sendiri. Selain itu jenis tindakan dan
pengobatan mereka bukan tergantung pada pasiennya, tetapi tergantung pada
dokter yang merawatnya. Ini tentulah berbeda dengan jenis bisnis lainnya
misalnya bisnis restoran pelanggannyalah yang menentukan restoran apa dan
menu apa yang dikehendakinya.
3. Bahwa kenyataan menunjukkan betapa pentingnya professional tenaga kesehatan
termasuk dokter, perawat, ahli farmasi ahli gizi, radiographer dan lain-lain. Jadi
begitu banyak professional di sebuah rumah sakit. Para professional ini cara
kerjanya cenderung otonom dan berdiri sendiri, sehingga bisa tidak sejalan
dengan misi manejemen organisasi rumah sakit secara keseluruhannya karena
standar profesi yangdianutnya. Ini bisa menimbulkan kesan fungsi manejemen

Universitas Sumatera Utara

kurang dianggap penting. Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dengan mengutamakan upaya kuratif dan
rehabilitatf yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif
dan preventif serta melaksanaknan rujukan. Untuk menyelenggarakan upaya
tersebut Rumah Sakit Umum berfungsi antara lain; pelayanan rawat jalan, rawat
inap, penunjang medis seperti farmasi, laboratorium, radiologi, gizi dan
penunjang umum antara lain administrasi rumah sakit.
Dalam kerangka tatanan Sistim Kesehatan nasional, Rumah Sakit merupakan
salah satu unsur yang harus dapat memenuhi tujuan pembangunan kesehatan yaitu
untuk mencapai hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan kesehatan
masyarakat yang optimal sebagai salah saru unsur kesejahteraan umum dan tujuan
nasional.
2.4.2

Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan mungkin bukan menjadi pelayanan utama bagi sebagian

rumah sakit.Tetapi karena jumlah pasiennya banyak dan merupakan pintu masuk bagi
pasien rawat inap maka pelayanan rawat jalan di rumah sakit makin lama makin
banyak dan jadinya memegang peranan lebih penting dalam sebuah rumah sakit.
Diseluruh dunia ini semua rumah sakit mempunyai pelayanan rawat jalan
yang jumlah pengunjungnya mengalami peningkatan. Menurut AHC (America
Health Consultant, 1999), di Amerika terjadi kenaikan sebesar 18% jumlah pada
pelayanan rawat jalan per 1000 penduduk diseluruh rumah sakit di Amerika pada
tahun 1997 dibandingkan dengan 1993. Ini disebabkan karena :

Universitas Sumatera Utara

1. Jumlah pasien rawat jalan lebih banyak dan akan makin banyak lagi karena
kemauan orang untuk datang ke rumah sakit untuk berobat begitu mulai sakit.
2. Karena makin canggihnya teknologi kesehatan,makin banyak alat-alat kedokteran
yang dipakai untuk mendiagnose sehingga pasien datang untuk pemeriksaan
dengan memakai peralatan tersebut.
3. Karena adanya perusahaan assuransi kesehatan maka masyarakat lebih mudah
berobat dengan memanfaatkan jasa assuransi.
2.4.3

Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan yang cukup memegang peranan

penting dimana pasien akan tinggal untuk beberapa hari untuk medapat perawatan
sampai kesehatannya memungkinnya untuk pulang kerumah dan kalau perlu berobat
jalan, tergantung dokter yang merawatnya.
Aditama (2002) bahwa sejak pasien dirawat dirawat di rumah sakit hingga
diizinkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai berikut:
Pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, pelayanan
makanan/gizi, pelayanan penunjang medik dan non-medik, pelayanan kebersihan
lingkungan.
Didalam ruangan keperawatan pasien diamati secara berkesinambungan
bagaimana pengaruh obat dan respon terhadap pengobatan dan berdasarkan hasil
analisa, bila keadaan sudah memungkinkan pasien diperbolehkan pulang. Disinilah
paling banyak terjadi komunikasi terapeutik antara perawat pelaksana dengan pasien
dan keluarganya karena waktu yang lebih lama.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Perawat dan Pelayanan Keperawatan
Perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara,
membantu dan melindungi sesorang karena sakit, cedera dan proses penuaan. Perawat
professional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan
pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
laimmya sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002).
Menurut Potter dan Perry (2009), Keperawatan merupakan suatu seni dan
ilmu pengetahuan. Merupakan suatu seni, karena sebagai seorang yang professional
seorang perawat harus belajar memberikan perawatan dengan penuh kasih
sayang,perhatian dan rasa hormat terhadap harga diri pasien. Merupakan ilmu
pengetahuan, karena keperawatan merupakan ilmu yang terus berubah seiring
penemuan baru dan inovasi. Berdasarkan tugas, kewenangan dan keandalan, Potter
dan Perry (2009) mengklasifikasikan peran perawat sebagai berikut:
1. Pemberi Layanan. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat

membantu

pasien untuk memperoleh kembali kesehatan dan kehidupan yang mandiri dan
optimal melalui proses pemulihan. Tidak saja secara fisik,tetapi juga meliputi
kesejahteraan emosional,spiritual dan sosial. Layanan ini bisa berupa layanan
preventif, curatif terutama rehabilitative.
2. Pembela (Advokasi). Sebagai pembela atau pelindung perawat berupaya
melindungi hak azasi dan hukum pasiennya dan menyediakan bantuan dalam
menegakkan hak-hak tersebut jika dbutuhkan. Juga melindungi pasiennya dari
kecelakaan misalnya dari kemungkinan sal;ah diagnose

Universitas Sumatera Utara

3. Edukator (Pendidik). Melalui edukasi perawat menjelaskan kepada pasien konsep
dan fakta kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti bagaimana aktifitas
merawat diri, memperbaiki tingkah laku ,mengajar dan menevaluasi kemajuan
pasien dalam belajar. Beberapa dari proses belajar ini bersifat informal dan tidak
berencana. Pendidikan ini bisa dengan melibatkan nara sumber lain.
4. Komunikator. Komunikasi amat penting dan essensial dalam hubungan perawat –
pasien dan dengan hubungan ini perawat dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihannya, kebutuhannya dan juga ketakutan pasiennya. Juga sebagai
penghubung dengan keluarganya serta berkolaborasi dengan perawat lain serta
professional kesehatan lainnya.
5. Manajer. Lingkungan pelayanan kesehatan sekarang ini berkembang cepat dan
bersifat kompleks karena itu diperlukan seorang manajer untuk menciptakan
lingkungan agar terdapat kenyamanan dan pelayanan kolaboratif agar pelayanan
berkualitas tersedia dan hasil yang baik dapat tercapai.
6. Perkembangan Karier. Inovasi pelayanan kesehatan, sistem pelayanan dan
lingkungan praktek yang terus berkembang, serta kebutuhan pasien yang semakin
bertambah merupakan stimulus untuk peran keperawatan yang baru. Keperawatan
memberikan kesempatan bagi perawat untuk belajar dan mengembangkan karier
seumur hidup dengan tujuan menyediakan layanan yang terbaik bagi pasien.
7. Klinisi. Perawat bisa juga menyediakan perawatan langsung kepada pasien di
tempat pelayanan yang spesifik.Jadi perawat bisa langsung mendidik pasien dan
keluarganya bagaimana memelihara kesehatan dan merawat diri.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
Keperawatan di rumah sakit merupakan suatu profesi yang penting dalam
penyelenggara upaya pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah sakit. John Griffith
membagi keperawatan di rumah sakit menjadi keperawatan klinik dan managemen
keperawatan.
Kegiatan keperawatan klinik antara lain:
1. Pelayanan keperawatan personal, yang berupa pelayanan keperawatan umum
atau spesifik untuk system yang ada dalam tubuh tertentu, pemberian motivasi,
memberi dukungan emosi pada pasien, pemberian obat dan lain-lain.
2. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas kesehatan lainnya ,mengingat
perawatlah yang paling tahu keadaan pasiennya, karena dialah yang selalu
berkomunikass dengan oasien.
3. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien, karena komunikasi yang baik akan
membantu penyembuhan pasien.
4. Menjaga lingkungan tempat perawatan agar tetap bersih, aman, dan bebas dari
kemungkinan kontaminasi mikrobiologi yang merugikan kesehatan pasien.
5. Memberikan penyuluhan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan materi yang
disesuaikan dengan penyakit yang sedang diderita pasien.
2.5.2 Asuhan Keperawatan Rawat Inap
Untuk asuhan keperawatan dipakai metode proses keperawatan. Proses
keperawatan merupakaan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha
memperbaiki dan memelihara kesehatan pasien sampai pada taraf optimum melalui

Universitas Sumatera Utara

suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu pemenuhan
kebutuhan khusus pasien. Secara umum disebutkan bahwa makin sempurna
penampilan pelayanan, makin sempurna pula kualitasnya.
Rawat inap adalah salah satu fungsi sebuah rumah sakit dimana pasien yang
dirawat akan tinggal di rumah sakit untuk beberapa waktu yang tidak ditentukan
sampai pasien itu diizinkan pulang oleh dokter yang merawat baik oleh karena
sembuh atau masih memerlukan rawat jalan atau atas permintaan pasien/keluarga
dengan alasan tertentu (Aditama, 2002).
2.5.3 Komunikasi dalam Keperawatan
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Perawat tidak bisa melakukan proses keperawatan dengan baik tanpa
mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pasien. Untuk itu perawat memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual,
teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang
dalam berkomunikasi. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomuni

Dokumen yang terkait

Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2014

3 66 81

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Efektivitas Komunikasi Dokter dengan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

0 45 139

Pengaruh Faktor Personal dan Faktor Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dengan Pasien di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan

2 62 181

Komunikasi Interpersonal (Terapeutik) Perawat dan Pasien (Studi Korelasional Peranan Komunikasi Interpersonal (Terapeutik) Perawat Terhadap Penyembuhan Pasien Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan)

2 66 161

Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Haji Medan 2010

14 83 93

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

0 0 19

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

0 0 2

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

0 0 7

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan Chapter III VI

0 1 73

Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Komunikasi Terapeutik antara Perawat Pelaksana dan Pasien di Rumah Sakit Umum Herna Medan

0 0 3