Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Efektivitas Komunikasi Dokter dengan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

(1)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DOKTER DENGAN

PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Oleh

JENNY SEMBIRING MELIALA 077013013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN SITUASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DOKTER DENGAN PASIEN

RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Oleh

JENNY SEMBIRING MELIALA 077013013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN SITUASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DOKTER DENGAN PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

Nama Mahasiswa : Jenny Sembiring Meliala Nomor Induk Mahasiswa : 077013013

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (dr. Heldy BZ, M.P.H Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) 3. Dr. Juanita, S.E, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN SITUASIONAL TERHADAP EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DOKTER DENGAN PASIEN

RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Jenny Sembiring Meliala 077013013/IKM


(6)

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan perlu didukung komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien. Komunikasi antara dokter dengan pasien sebagai bentuk komunikasi interpersonal terkait dengan faktor personal dan faktor situasional. Permasalahan jumlah kunjungan pasien di RSUP H.Adam Malik diduga akibat kurang efektif komunikasi interpersonal.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 367 orang dokter dan diambil sampel sebanyak 79 orang. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor personal (kesamaan karakteristik personal, tekanan emosional) dan faktor situasional (daya tarik fisik, ganjaran, kedekatan dan kemampuan) berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah faktor situasional dengan nilai koefisien (B=1,056).

Disarankan manajemen RSUP. H. Adam Malik Medan harus melakukan pembinaan terhadap dokter umum dan spesialis tentang teknik berkomunikasi dengan pasien sehingga tercapai efektivitas yang mendukung kualitas pelayanan rumah sakit. Peran dan fungsi bidang hubungan masyarakat (humas) di RSUP. H. Adam Malik Medan harus ditingkatkan dalam rangka pengawasan terhadap dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien.


(7)

ABSTRACT

Health services need to be supported by an effective communication between doctor and patients. The communication between doctor and patients as an interpersonal communication is related with the personal and situational factors. The problem is related to the visiting number of patients to the H. Adam Malik General Hospitalis becaused of the less effectiveness of interpersonal communication.

The purpose of this research is to analyze the influence of personal and situational factors on the effectiveness of the communication between doctors and out-patient patient at H.Adam Malik General Hospital Medan. The population of this study were 367 doctors and the sample were 79 doctors. The data for this study were obtained through interviews and the data obtained were anlayzed through multiple linear regression tests at α = 5 %.

The result of this study showed that the personal factors (common personal characteristics, emotional distress) and the situational factors (physical attraction, reward, the proximity and ability) had influence on the effectiveness of communication at H.Adam Malik General Hospital Medan. The most influencing variable was situational factors with coefficient (B=1,056).

The management of H.Adam Malik General Hospital Medan is suggested to developing of General Practitioners and Doctors Specialist on the technique of how to communicate with the patients in order to achieve the effectiveness which support the service quality of the hospital. The function of the Comitee Medical division of H.Adam Malik General Hospital Medan must be improved in the framework of supervising and monitoring the doctors who are serving their patients.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Faktor Personal dan Situasional terhadap Efektivitas Komunikasi Dokter dengan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk


(9)

membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) dan Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Drs. A. Meliala, M.A dan Ibunda T br Barus S.K.M, M.A atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

9. Teristimewa buat suami tercinta Raja Runggu Deli Sitepu serta putri tersayang Carolyne Seskia br Sitepu yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.


(10)

10.Teristimewa untuk abang dan kakak : dr. Hanry Anta Meliala, Sp.A, Harry Dito Meliala, S.E serta Hj, Bertha Witra Sitepu, M.Kes yang senantiasa mendukung penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Jenny Sembiring Meliala 077013013/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Jenny Sembiring Meliala, lahir pada tanggal 28 Januari 1978 di Medan, anak ketiga dari tiga dari pasangan Ayahanda Drs. A Meliala dan Ibunda T Barus, S.K.M, M.A.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Immanuel Medan selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama Immanuel Medan

selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Atas Immanuel Medan selesai tahun 1996, D.III Sekretaris Tarakanita Jakarta selesai tahun 1999. Fakultas Ekonomi USU Medan selesai tahun 2002.

Bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Keperawatan dan Kebidanan ARTA Kabanjahe sampai sekarang. Tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Aministrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Definisi Komunikasi ... 9

2.2 Komunikasi Interpersonal ... 11

2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 11

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal 15 2.2.3 Komunikasi Interpersonal yang Efektif ... 21

2.2.4 Keterampilan Komunikasi Interpersonal ... 22

2.3 Rumah Sakit ... 24

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit ... 24

2.3.2 Pelayanan Rawat Jalan ... 27

2.4 Dokter ... 28

2.5 Landasan Teori ... 31

2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2 Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1 Populasi ... 34


(13)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1 Data Primer ... 35

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 36

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 37

3.5.1 Variabel Bebas ... 37

3.5.2. Variabel Terikat ... 39

3.6 Metode Pengukuran ... 40

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 40

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 41

3.7 Metode Analisis Data ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan ... 43

4.2. Identitas Individu ... 48

4.3. Faktor Personal ... 49

4.3.1. Kesamaaan Karakteristik ... 49

4.3.2. Tekanan Emosional ... 50

4.4. Faktor Situasional ... 51

4.4.1. Daya Tarik Fisik ... 51

4.4.2. Ganjaran ... 52

4.4.3. Kedekatan ... 52

4.4.4. Kemampuan ... 53

4.5. Efektivitas Komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 55

4.5.1. Keterbukaan (Openness) ... 55

4.5.2. Empati (Empathy) ... 55

4.5.3. Sikap Mendukung (Supportiveness) ... 56

4.5.4. Sikap Sportif (Sportiveness) ... 57

4.5.5. Kesetaraan (Equality) ... 57

4.6. Analisis Bivariat ... 61

4.7. Analisis Multivariat ... 62

BAB 5 PEMBAHASAN ... 64

5.1. Pengaruh Faktor Personal terhadap Efektivitas Komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 64

5.2. Pengaruh Faktor Situasional terhadap Efektivitas komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 68

5.3. Efektivitas komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 72

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Kunjungan Rawat Jalan di RSUP.HAM Medan Tahun 2009 sampai

dengan Tahun 2010 ... 6

3.1 Distribusi Sampel ... 35

3.2 Pengukuran Variabel Bebas ... 41

3.3 Pengukuran Variabel Terikat ... 41

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Identitas di RSUP H. Adam Malik Medan ... 48

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Personal di RSUP H. Adam Malik Medan ... 50

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Situasional di RSUP H. Adam Malik Medan ... 53

4.4. Efektivitas Komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 58

4.5. Hubungan Faktor Personal dengan Efektivitas Komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan ... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Landasan Teori. ... 31 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 90

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 99

3. Distribusi Frekuensi (Uji Univariat) ... 105

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat) ... 119

5. Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Multivariat) ... 121

6. Surat Izin Penelitian dari FKM-USU Medan ... 122

7. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan ... 123


(17)

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan perlu didukung komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien. Komunikasi antara dokter dengan pasien sebagai bentuk komunikasi interpersonal terkait dengan faktor personal dan faktor situasional. Permasalahan jumlah kunjungan pasien di RSUP H.Adam Malik diduga akibat kurang efektif komunikasi interpersonal.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 367 orang dokter dan diambil sampel sebanyak 79 orang. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor personal (kesamaan karakteristik personal, tekanan emosional) dan faktor situasional (daya tarik fisik, ganjaran, kedekatan dan kemampuan) berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi di RSUP H. Adam Malik Medan. Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah faktor situasional dengan nilai koefisien (B=1,056).

Disarankan manajemen RSUP. H. Adam Malik Medan harus melakukan pembinaan terhadap dokter umum dan spesialis tentang teknik berkomunikasi dengan pasien sehingga tercapai efektivitas yang mendukung kualitas pelayanan rumah sakit. Peran dan fungsi bidang hubungan masyarakat (humas) di RSUP. H. Adam Malik Medan harus ditingkatkan dalam rangka pengawasan terhadap dokter yang memberikan pelayanan kepada pasien.


(18)

ABSTRACT

Health services need to be supported by an effective communication between doctor and patients. The communication between doctor and patients as an interpersonal communication is related with the personal and situational factors. The problem is related to the visiting number of patients to the H. Adam Malik General Hospitalis becaused of the less effectiveness of interpersonal communication.

The purpose of this research is to analyze the influence of personal and situational factors on the effectiveness of the communication between doctors and out-patient patient at H.Adam Malik General Hospital Medan. The population of this study were 367 doctors and the sample were 79 doctors. The data for this study were obtained through interviews and the data obtained were anlayzed through multiple linear regression tests at α = 5 %.

The result of this study showed that the personal factors (common personal characteristics, emotional distress) and the situational factors (physical attraction, reward, the proximity and ability) had influence on the effectiveness of communication at H.Adam Malik General Hospital Medan. The most influencing variable was situational factors with coefficient (B=1,056).

The management of H.Adam Malik General Hospital Medan is suggested to developing of General Practitioners and Doctors Specialist on the technique of how to communicate with the patients in order to achieve the effectiveness which support the service quality of the hospital. The function of the Comitee Medical division of H.Adam Malik General Hospital Medan must be improved in the framework of supervising and monitoring the doctors who are serving their patients.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pola hubungan dokter dan pasien telah mengalami pergeseran dari zaman ke zaman. Hubungan antara dokter dan pasien yang dulunya menganut pola paternalistik berubah menjadi hubungan yang bersifat kontraktual. Kondisi dan situasi saat ini telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai penyedia layanan jasa. Apabila jasa yang diberikan tidak memuaskan pasien, maka pasien pun berhak untuk menyampaikan keluhan bahkan sampai pada tuntutan hukum ke pengadilan (Subijanto, 2009).

Meningkatnya sarana pelayanan kesehatan non-medis yang evidence based -nya tidak diketahui, ter-nyata diserbu oleh masyarakat awam misal-nya pengobatan alternatif di berbagai tempat di Indonesia, hal ini menunjukkan indikasi adanya fenomena penurunan minat orang sakit untuk memeriksakan dirinya ke dokter. Fenomena tersebut dipengaruhi oleh tingginya biaya kesehatan maupun berkurangnya kepercayaan masyarakat pada pelayanan tenaga kesehatan. Saat ini semakin banyak pula masyarakat Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berobat karena sudah tidak lagi percaya akan kompetensi tenaga kesehatan di Indonesia. Sebuah kajian menyimpulkan bahwa kepercayaan pada pelayanan kesehatan ternyata sangat dipengaruhi oleh mutu hubungan dokter dengan pasien (Calnan et.al, 2004).


(20)

Akhmadi (2008), mengungkapkan fenomena rendahnya pemanfaatan unit pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap tercapainya hidup sehat. Berdasarkan Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi (2008), mengungkapkan dari 374.000 pasien manca negara, sekitar 90 % pasiennya dari Indonesia khusus untuk berobat ke Rumah Sakit Mount Elizabeth. Nadesul (2008) mengungkapkan pilihan masyarakat untuk berobat ke luar negeri karena kurangnya sarana medik, rendahnya tingkat kepercayaan pasien, komunikasi yang belum efektif antara dokter dengan pasien, pelayanan yang kurang ramah dan minimnya teknologi dan sumber daya.

Komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien adalah terciptanya rasa nyaman dengan terapi medis yang diberikan dokter pada pasien. Faktor perilaku dokter terhadap pasiennya, kemampuan dokter untuk mendapatkan dan menghormati perhatian pasien, tersedianya informasi yang tepat dan timbulnya empati serta membangun kepercayaan pasien ternyata merupakan kunci yang menentukan dalam kenyamanan yang baik dengan terapi medis pada pasien dalam pelayanan kesehatan. Hasil penelitian (Stewart, 1999; Stewart, 2000) mengungkapkan bahwa komunikasi yang lebih baik antara dokter dan pasien di rumah sakit menunjukkan hubungan emosional dan kesehatan fisik yang lebih baik, penurunan gejala yang lebih bermakna dan kontrol yang lebih baik pada berbagai penyakit kronis.

Salah satu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk mendukung peningkatan status kesehatan adalah rumah sakit. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan per orangan secara paripurna, lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan (promotif) dan


(21)

pencegahan (preventif) dengan tidak mengabaikan upaya kuratif-rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (UU No.44, 2009).

Jacobalis (2000); Dawud (1999), menyatakan saat ini pola pengelolaan rumah sakit telah mengalami perubahan, terutama berkaitan dengan peningkatan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Salah satu perubahan tersebut adalah adanya pergeseran paradigma rumah sakit sebagai lembaga usaha not for profit menjadi lembaga usaha sosio-economic (suatu lembaga yang selain memperhatikan faktor keuangan juga harus tetap memperhatikan pelayanan pada pasien miskin sebagai fungsi sosial), sehingga memaksa manajemen rumah sakit harus menyesuaikan dengan perubahan tersebut.

Sumber daya manusia dalam organisasi pelayanan kesehatan adalah tenaga medis dan paramedis. Salah satu tenaga medis yang sangat berperan besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit adalah dokter. Peran dokter dalam kondisi dan situasi saat ini lebih berperan sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai penyedia layanan jasa. Ketika jasa yang diberikan tidak sesuai dengan harapan pasien, maka pasien berhak untuk menyampaikan keluhan bahkan sampai pada tuntutan hukum ke pengadilan. Hal ini terkait dengan maraknya tuntutan malpraktik di masyarakat yang menunjukkan salah satu gambaran komunikasi yang kurang efektif antara masyarakat


(22)

dengan profesi kesehatan atau tenaga kesehatan, lebih spesifik lagi antara pasien dengan dokter (Subijanto, 2009).

Peran pasien telah berubah dari pasif menjadi asertif dalam upaya memperoleh informasi medis dan pembuatan keputusan medis. Kondisi seperti ini membutuhkan penguasaan komunikasi bagi seorang komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan kepada komunikannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Mantra (1990); Effendy (2003) dan Widjaya (2000), yang menyimpulkan bahwa terjadinya proses komunikasi ditunjukkan oleh beberapa unsur yang terdiri dari komunikator, pesan, media, komunikan, efek dan umpan balik. Dengan adanya umpan balik dapat diketahui apakah proses komunikasi berjalan efektif atau tidak Demikian juga pendapat Komalawati (2000), yang menyimpulkan bahwa pada hakekatnya hubungan antar manusia tidak dapat terjadi tanpa melalui komunikasi, dalam hal ini termasuk hubungan antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis. Komunikasi menjadikan tujuan atau pesan sebagai milik bersama, sehingga terjadi saling pengertian antar pihak dalam suatu kegiatan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi.

Kegiatan komunikasi antara dokter dengan pasien dapat disimpulkan sebagai interaksi dalam komunikasi. Interaksi dalam komunikasi dapat dibedakan atas tiga kategori, yaitu komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok kecil dan komunikasi publik. Muhammad (2005), menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya yang menggambarkan efektif atau tidaknya komunikasi.


(23)

Devito (1997) dalam (Effendy, 2003), menyatakan efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan, yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berlangsungnya komunikasi interpersonal yang baik sangat terkait dengan faktor personal dan faktor situasional komunikan dengan komunikator, dalam hal ini antara pasien dengan dokter. Hubungan dokter dan pasien telah disadari merupakan bagian penting dalam aspek mutu pelayanan kesehatan. Komunikasi dokter dan pasien telah terbukti membawa pengaruh pada kepatuhan pengobatan, meningkatkan kepuasan pasien dan akhirnya akan membawa manfaat bagi keluaran pengobatan (Roberts, 2002; Lee et al., 2008; Thorne et al., 2008).

Rumah Sakit. Umum Pusat H. Adam Malik Medan (RSUP.HAM Medan) merupakan Rumah Sakit Kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. Rumah sakit ini menghadapi persaingan dengan pelayanan kesehatan lainnya yang jumlahnya semakin meningkat seperti praktek dokter, klinik 24 jam, praktek bidan dan rumah sakit swasta.

Berdasarkan catatan rekam medik dan marketing RSUP.HAM Medan, konsumen utama rumah sakit adalah masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah, karyawan perusahaan besar, menengah dan kecil, peserta asuransi kesehatan: Jamsostek, Askes dan asuransi lainnya. Kegiatan kunjungan pasien rawat jalan tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1.


(24)

Tabel 1.1 Kunjungan Rawat Jalan di RSUP. HAM Medan Tahun 2009-2010

No Kunjungan Pasien Tahun Keterangan

2009 2010 (%)

1 SMF. Penyakit dalam 7.853 7.504 (4.65)

2 SMF. Anak 7.941 7.140 (11.22)

3 SMF. Obstetri dan Ginekologi 973 950 (2.42)

4 SMF. Bedah 2.345 2.373 1.18

5 SMF. THT 1.835 1.656 (10.81)

6 SMF. Mata 6.799 6.699 (1.49)

7 SMF. Syaraf 1.392 1.397 0.36

8 SMF: Jiwa 2.650 2.911 8.97

9 SMF: Gigi dan Mulut 2.296 2.193 (4.70)

10 SMF: Kulit dan Kelamin 2.549 2.072 (23.02)

11 SMF: Kardiologi 3.288 3.143 (4.61)

12 SMF: Paru 3.243 4.482 27.64

13 SMF: Bedah Syaraf 227 238 4.62

Sumber : Data Bagian Rekam Medis RSUP.HAM Medan Tahun 2011

Data di atas menunjukkan kunjungan pasien rawat jalan dari tahun 2009 sampai tahun 2010 per tahunnya berfluktuasi naik dan turun. Kunjungan pasien rawat jalan yang mengalami peningkatan berdasarkan poli, yaitu Staf Medis Fungsional (SMF) bedah, syaraf, jiwa, paru dan bedah syaraf dan selebihnya mengalami penurunan pada seluruh unit SMF. Salah satu peneyebab menurunnya jumlah kunjungan pasien rawat jalan diduga terkait dengan belum efektifnya komunikasi antara dokter dengan pasien.

Survei pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh informasi melalui kotak saran tentang keluhan pasien rawat jalan sehubungan dengan pelayanan dokter di instalasi rawat jalan. Keluhan pasien pada instalasi rawat jalan yang masuk ke kotak saran berjumlah 69 surat pada periode bulan Januari hingga Maret 2011, terdiri atas: 80% menyatakan tidak puas pelayanan dokter baik dokter umum maupun spesialis di poliklinik rawat jalan, karena dokter terlambat datang, sehingga pasien harus menunggu lebih 1 jam, 78% menyatakan kehadiran dokter tidak sesuai jadwal


(25)

praktek yang ada, 65% menyatakan dokter kurang ramah, dan 95% menyatakan waktu komunikasi dan konsultasi dengan dokter sangat minim.

Hasil rekapitulasi surat keluhan pasien ini juga menunjukkan indikasi bahwa komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien belum efektif dalam melayani pasien di RSUP. HAM Medan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gibson, et.al. (1996), menyatakan bahwa beberapa alat komunikasi paling umum dan biasa digunakan dalam perusahaan adalah kotak saran, pertemuan kelompok, dan prosedur penyampaian keluhan atau pertimbangan.

Hasil penelitian Karyati (2006), mengungkapkan bahwa berdasarkan mutu pelayanan medik dokter di RSI Sultan Agung Semarang menyimpulkan ada hubungan interpersonal dokter dengan minat kunjungan ulang. Demikian juga penelitian Rinaldy (2005), mengungkapkan bahwa komunikasi interpersoanal antara perawat dengan pasien di puskesmas berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.

Mengingat dokter sebagai sumber daya manusia terpenting dalam menjalankan operasional suatu rumah sakit dan kontribusi yang diberikan dokter sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit, maka dokter dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis dan moral. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Fenomena belum efektifnya komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien dan didukung oleh teori dan beberapa penelitian terdahulu perlu dikaji lebih mendalam tentang ”Pengaruh Faktor Personal dan Faktor Situasional terhadap


(26)

Efektivitas Komunikasi Dokter dengan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan”

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh faktor personal dan faktor situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh faktor personal dan faktor situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor personal dan faktor situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan dalam pengambilan kebijakan tentang komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien.

2) Penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan efektivitas komunikasi dokter dengan pasien di rumah sakit.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Komunikasi

Menurut Effendi (2003), komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Maksudnya sama di sini adalah sama makna. Percakapan orang dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya selain mengerti bahasa yang digunakan juga mengerti makna dari bahan yang dibicarakan. Senada dengan pendapat Tubbs dan Moss (2000), bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Jadi dalam komunikasi tidak hanya mengerti arti bahasanya saja, tetapi maknanya karena dari rangkaian kata-kata yang telah disusun membentuk suatu pengertian tertentu.

Masmuh (2008) berpendapat bahwa komunikasi menyelimuti segala yang kita lakukan. Komunikasi adalah alat yang dipakai manusia untuk melangsungkan interaksi sosial, baik secara individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Menurut Lunandi (1992), komunikasi merupakan usaha manusia dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya, serta memahami isi pikiran atau hati orang lain.

Gibson et.al. (1996), mendefinisikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol umum, bisa verbal atau non verbal. Pengertian komunikasi juga dikemukakan oleh De Vito (1989)


(28)

sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan antara komunikator dengan komunikan yang berlangsung secara bertatap-muka sehingga terjadi saling pemahaman untuk mewujudkan tujuan bersama.

Komunikasi merupakan salah satu bidang yang sangat penting dalam suatu kegiatan di perusahaan atau organisasi, mengingat bahwa perusahaan atau organisasi sebagai kumpulan orang-orang yang bersama-sama menyelenggarakan kegiatan perusahaan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi yang efektif dalam suatu organisasi. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dikmaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

Komunikasi adalah suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia, seperti yang di kemukakan oleh Waltzlawick, Beavin, dan Jackson “You cannot not communicate” yang artinya ”anda tidak dapat tidak berkomunikasi” (Mulyana 2000).

Dari berbagai pendapat atau definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa komunikasi mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan informasi, pikiran, pengalaman, pendapat, perasaan, pengetahuan maupun harapannya. Komunikasi dilakukan tidak hanya untuk memberikan informasi agar orang lain menjadi tahu, tetapi komunikasi juga bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama, pengertian bersama, dan untuk mengubah sikap, pendapat dan tingkah laku orang lain.


(29)

2.2 Komunikasi Interpersonal

2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal merupakan suatu keadaan saling bertukar informasi antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil. Menurut Dean Barnlund (dalam Effendy, 2003), komunikasi interpersonal adalah adanya orang-orang pada pertemuan tatap muka dalam situasi sosial informal yang melakukan interaksi terfokus melalui pertukaran verbal dan non verbal yang saling berbalasan. Komunikasi interpersonal di nilai sebagai bentuk komunikasi yang sangat efektif bila dibandingkan dengan jenis komunikasi yang lain dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Efektifitas komunikasi antar pribadi ini di dasarkan pada kegiatan komunikasi yang berlangsung secara tatap muka antara komunikator dengan komunikan, di mana hal ini dapat memunculkan terjadinya kontak pribadi (personal contact) pada para pelaku komunikasi.

Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia, karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia baik secara perorangan, kelompok, maupun organisasi, tidak mungkin terjadi. Sebagian besar interaksi antar manusia berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi Interpersonal Communication.

Devito (1997), mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan dua orang atau diantara kelompok kecil orang-orang dengan efek dan beberapa umpan balik seketika. Lebih lanjut Devito memberikan pendapatnya tentang pengertian komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication), dan membedakannya berdasarkan 3 (tiga) hal, yaitu; definisi


(30)

berdasarkan komponen (Componential Definition), definisi berdasarkan hubungan (Relational "Diadic" Definition), dan definisi berdasarkan hubungan (Developmental Definition) .

a. Definisi berdasarkan komponen (Componential Definition)

Definisi bedasarkan komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

b. Definisi berdasarkan hubungan (Relational " Diadic" Definition)

Dalam definisi ini komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Dengan definisi ini hampir tidak mungkin ada komunikasi diadik (dua orang) yang bukan komunikasi antar pribadi. Hampir tidak terhindarkan, selalu ada hubungan tertentu antara dua orang yang saling berkomunikasi. Adakalanya definisi hubungan diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang, seperti anggota keluarga atau kelompok-kelompok yang terdiri atas tiga atau empat orang. c. Definisi berdasarkan pengembangan (Developmental Definition)

Dalam ancangan pengembangan (developmental), komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain.


(31)

Menurut Effendy (2003), komunikasi interpersonal yang kadang-kadang disebut juga dengan Komunikasi antar pesona atau antar pribadi sebagai terjemahan Interpersonal commnunication adalah komunikasi antara seseorang dengan orang lain yang juga seorang diri secara pribadi. Demikian juga dengan (Mulyana, 2004), berpendapat bahwa komunikasi interpersonal atau Intra personal communication adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal .

Komunikasi interpersonal pada esensinya berpusat pada kualitas komunikasi antar partisipan. Partisipan yang saling berhubungan satu sama lain menganggap lebih sebagai person yang unik, memiliki kemampuan untuk memilih, mempunyai peranan, bermanfaat, dan merefleksikan diri sendiri dari pada obyek atau benda. Devito (dalam Effendy, 2003), mengemukakan definisi komunikasi interpersonal sebagai "Proses pengiriman dan penerimaan pesanpesan antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan berupa umpan balik seketika".

Dalam situasi komunikasi terdapat beberapa unsur yang berlangsung sehingga peristiwa komunikasi ini dapat terjadi, antara lain:

a. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

b. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.


(32)

c. Massage : Pesan yang merupakan seperangkat lambing bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

e. Decoding : Yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaiakan oleh komunikator kepadanya.

f. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.

g.Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah menerima pesan.

h. Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

i. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Pengertian komunikasi interpersonal dari beberapa definisi di atas dapat diartikan sebagai suatu pesan antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil yang didalamnya terdapat kegiatan yang terjadi secara timbal balik antara komunikator dengan komunikan. Proses kebersamaan dalam komunikasi ini dapat terjadi secara verbal dan non verbal dengan disertai adanya kontak secara pribadi antara kedua belah pihak. Sedangkan unsur yang tercakup dalam suatu komunikasi interpersonal adalah adanya sender, encoding, message, media, decoding, receiver, response, feedback, dan noise.


(33)

Unsur-unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain dan mempunyai keterkaitan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Interpersonal

Tinggi rendahnya makna dari suatu komunikasi interpersonal amat beragam dan bergantung pada kedekatan masing-masing individu sebagai komunikator dan audiens. Karenanya terbentuk suatu komunikasi secara pribadi antara dua orang individu atau lebih di pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Beberapa faktor yang memengaruhi komunikasi interpersonal itu antara lain :

a. Persepsi Interpersonal

Persepsi interpersonal adalah suatu persepsi yang menggunakan dan mengutamakan manusia sebagai obyek persepsi. Interpersepsi manusia terhadap suatu rangsangan sangat di pengaruhi oleh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya.

Persepsi seseorang terhadap orang lain, tidak senantiasa cermat dan benar. Seringkali terjadi bahwa apa yang di terima dan di pahami oleh komunikan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dan di inginkan oleh komunikator. Dalam hal ini akan terjadi kegagalan dalam berkomunikasi apabila antara komunikator dan komunikan tidak dapat menanggapi dengan cermat. Komunikasi interpersonal akan lebih baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subyektif dan cenderung keliru. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi munculnya persepsi interpersonal meliputi beberapa hal yaitu:


(34)

1) Kebutuhan

Kebutuhan memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk dan menentukan perilaku manusia. Dengan kebutuhan seseorang akan mendapatkan suatu motivasi yang tidak di sadari untuk melakukan suatu kegiatan. Orang cenderung memberikan penilaian terhadap stimulus yang datang sesuai dengan hasrat dan kebutuhannya terhadap stimulus tersebut.

2) Kesiapan mental

Untuk menjalin suatu hubungan yang baik, seseorang membutuhkan kesiapan secara mental. Mental yang dapat menerima respons atau stimulus yang datang dapat menjadi penentu apakah suatu respon dapat di terima dengan baik atau sebaliknya.

3) Suasana emosional

Kondisi dan suasana secara emosional memberi andil dalam terbentuknya suatu komunikasi yang harmonis. Suasana emosional yang tidak menentu dapat berakibat pada terhambatnya situasi komunikasi dan menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam berhubungan.

4) Latar belakang budaya

Kebiasaan dan kebudayaan yang di miliki suatu daerah akan berbeda dengan daerah lain. Pengaruh budaya daerah seseorang dapat menjadi pemicu bagaimana dia akan berprilaku dan berinteraksi terhadap suatu stimulus.


(35)

b. Konsep Diri

Konsep diri merupakan keadaan di mana seorang individu berusaha untuk mengamati, mencari gambaran, dan memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri. William D. Brooks dalam Rakhmat (2011) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai pandangan dari perasaan seseorang tentang dirinya sendiri, keadaan seperti ini dapat bersifat psikologis, sosial maupun fisik. Secara lengkap Brooks mengatakan "Those physical, social and psychologicall perceptions of ourself that we have derived from experience and our interaction with others."

Setiap orang sedapat mungkin bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Orang yang mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain, cenderung tidak mampu dan menghindari pembicaraan dengan orang lain. Untuk dapat memperoleh suatu bentuk konsep tentang diri sendiri, terdapat dua hal yang sangat terkait, yaitu :

1) Orang lain

Memahami diri sendiri sangat berkaitan erat dengan kemampuan memahami orang lain. Mengenal diri sendiri dengan mengenal orang lain terlebih dahulu, Gabriel Marcel dalam Rakhmat (2011), menuliskan secara lengkap tentang peranan orang lain dalam memahami diri sendiri "The fact is the we can understand ourselves by starting from the others, and only by strating from them." bagaimana orang lain menilai dirinya, akan membentuk konsep terhadap dirinya.


(36)

2) Kelompok rujukan (Reference group)

Sebagai mahluk sosial, manusia cenderung untuk hidup berkelompok dan berkumpul dengan orang lain. Di dalam suatu kelompok, seseorang memiliki kecenderungan untuk mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya (Rakhmat, 2011).

c. Atraksi Interpersonal

Atraksi yang berasal dari bahasa latin Attrahere-ad berarti menuju, trahere yang mengandung arti menarik dan dimaksudkan secara interpersonal merupakan kecenderungan "suka" kepada orang lain, adanya sikap positif dan daya tarik seseorang. Semakin ada ketertarikan kepada seseorang maka kecenderungan untuk berkomunikasi dengannya juga semakin besar (Rakhmat, 2011).

Atraksi interpersonal dalam komunikasi interpersonal dapat berpengaruh pada penafsiran dan penilaiaan terhadap pesan yang dikirim oleh komunikator. Selain itu, atraksi interpersonal juga berdampak pada efektifitas komunikasi karena suasana dan pertemuan dalam komunikasi dianggap sebagai hal yang menyenangkan oleh komunikan. Hubungan antar individu dalam atraksi interpersonal dipengaruhi oleh faktor personal (faktor yang timbul dari dalam diri individu) dan faktor situasional (faktor yang timbul dari luar diri individu) (Rakhmat, 2011).

1) Faktor personal yang meliputi beberapa hal, yaitu : a) Kesamaan karakteristik personal

Kesamaan karakteristik personal meupakan hal yang sangat menentukan dalam atraksi interpersonal. Orang yang memiliki kesamaan dalam sikap, nilai,


(37)

keyakinan, tingkat ekonomi, agama dan ideologi cenderung saling menyukai satu sama lain. Atraksi interpersonal merupakan gabungan dari efek keseluruhan interaksi diantara individu. Bagi komunikator akan lebih tepat untuk memulai komunikasi dengan memberi kesamaan pada komunikan (Rakhmat, 2011). b) Tekanan emosional

Orang yang berada dalam keadaan yang mencemaskan atau mengancam, ataupun memikul beban, akan lebih membutuhkan kehadiran orang lain dari pada orang yang tidak mengalami masalah atau beban apapun. Hal ini mencakup harga diri yang rendah dan adanya isolasi sosial yang semuanya mengarahkan individu pada munculnya tekanan secara emosional (Rakhmat, 2011).

c.) Harga diri yang rendah

Menurut Walster dalam Rakhmat (2011), bila harga diri direndahkan, hasrat bergabung dengan orang lain bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima kasih sayang orang lain. Dengan perkataan lain, orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.

d). Isolasi sosial

Tingkat isolasi sosial yang amat besar berpengaruh terhadap ketertarikan pada orang lain. Menurut Aronson, orang yang ketertarikan pada orang lain bertambah akan lebih di senangi daripada orang yang kesukaannya kepada pada orang tidak berubah (Rakhmat, 2011).


(38)

2) Faktor situasional a) Daya tarik fisik

Daya tarik fisik dapat diartikan sebagai kecantikan atau ketampanan seseorang dalam penampilan. Orang yang memiliki daya tarik fisik tinggi cenderung lebih disukai orang lain dan lebih mudah mendapatkan simpati serta penghargaan.

b) Ganjaran

Orang yang memberikan penghargaan kepada orang lain akan lebih didekati dari pada orang yang tidak pernah memberikan penghargaan. Penghargaan disini dapat berupa pujian, bantuan, dorongan moril, atau hal-hal lain yang meningkatkan harga diri. Dalam teori pertukaran sosial, seseorang akan melanjutkan hubungan dengan orang lain, bila keuntungan yang diperoleh lebih banyak.

c) Kedekatan (Proximity)

Orang cenderung menyenangi orang lain yang tinggal berdekatan jaraknya dengan dirinya, sehingga seringkali terjalin persahabatan antara orang yang bertempat tinggal saling berdekatan. Dalam hal ini termasuk juga adanya faktor familiarity, dimana seseorang dapat menerima orang lain dengan baik apabila telah mengenal orang tersebut secara dekat.

d) Kemampuan (Competence)

Orang-orang yang memiliki kemampuan pada suatu bidang (professional atau non profesional) lebih mudah mendapatkan simpati dari orang lain.


(39)

2.2.3 Komunikasi Interpersonal yang Efektif

Menurut Devito dalam Liliweri (1997), menyatakan bahwa ada 5 (lima) karakteristik dalam komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu :

a. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, individu terbuka pada orang yang diajaknya berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa individu harus membuka semua riwayat hidupnya, akan tetapi harus ada kesediaan untuk membuka diri, mengungkap informasi yang biasanya disembunyikan asalkan pengungkapan diri ini pantas. Kedua, mengacu kepada kesediaan individu bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Ketiga, mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik individu serta bertanggung jawab atasnya.

b. Empati (Empathy)

Empati merupakan suatu kemampuan merasakanorang lain. Jika seorang mampu berempati dengan orang lain, maka orangtersebut akan berada dalam posisi yang lebih baik.

c. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Sikap mendukung diperlihatkan dengan bersikap menyampaikan perasaan tanpa menilai. Komunikasi yang bernada menilai sering kali membuat individu bersikap defensif, bersedia mengubah sikap dan pandangannya yang mungkin keliru


(40)

serta menghargai pendapat orang lain, berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan atau pendapat yang berlawanan.

d. Sikap Sportif (Supportivenes)

Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Seseorang bersikap defensive bila tidak diterima, tidak jujur, dan tidak empati sehingga akan mengalami kegagalan dalam hubungan interpersonal. Komunikasi defensive dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensive dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional yaitu perilaku komunikasi orang lain.

e. Kesetaraan (Equality)

Hubungan interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, menerima pihak lain apa adanya dan tidak merasa dirinya lebih tinggi dari pihak lain.

2.2.4 Keterampilan Komunikasi Interpersonal

Keterampilan komunikasi interpersonal merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang agar proses komunikasi interpersonal dapat berlangsung dengan baik. Untuk dapat memperoleh komunikasi yang harmonis dan memiliki arti yang tepat, keterampilan ini sangat dibutuhkan. Situasi komunikasi yang diharapkan adalah suatu bentuk komunikasi yang berlangsung timbal balik dan tidak bersifat searah. Jhonson (dalam Supratiknya, 1995), mengungkapkan beberapa keterampilan dasar dalam berkomunikasi, yang meliputi hal-hal berikut:


(41)

a. Mampu memahami, yang meliputi sikap percaya, membuka diri, keinsafan dan penerimaan diri.

b. Mampu mengkomunikasikan perasaan dan fikiran kita dengan tepat dan jelas. c. Mampu memberi dan menerima dukungan.

d. Mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain dengan cara konstruktif.

Lebih jauh Roberta Bolton (dalam A'izzati, 2004), mengatakan bahwa terdapat lima keterampilan yang juga harus dimiliki seseorang dalam situasi komunikasi interpersonal berlangsung, yaitu:

a. Keterampilan mendengarkan dengan baik, meliputi beberapa prinsip yang dikenal dengan Soler Principles.

b. Keterampilan bertingkah laku asertif c. Keterampilan menyelesaikan konflik

d. Keterampilan menyelesaikan masalah secara bersama

e. Keterampilan menyeleksi situasi-situasi sehingga dapat digunakan pesan yang sesuai dan tepat.

Wilbur Shramm (dalam Effendy, 2003 ), mengatakan pesan sebagai "tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Semakin tumpang tindih bidang pengalaman (Field of experience) komunikator dengan bidang pengalaman komunikan, akan semakin efektif pesan yang dikomunikasikan".

Devito dalam Liliweri (1997), menyatakan ada 5 (lima) tahap sebagai deskripsi umum tentang pengembangan komunikasi, yaitu :


(42)

a. Kontak

Tahap pertama adalah mengadakan kontak. Menurut beberapa periset, pada tahap ini individu memutuskan apakah ingin melanjutkan hubungan atau tidak.

b. Keterlibatan

Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih lanjut yaitu mengikat diri untuk lebih mengenal diri orang lain dan juga mengungkapkan diri pada orang lain. c. Keakraban

Pada tahap ini individu mengikat diri lebih jauh dan mungkin membina hubungan primer yaitu menjadi sahabat karib.

d. Pemutusan

Tahap pemutusan adalah tahap pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.

2.3 Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah organisasi unik karena merupakan paduan antara organisasi padat teknologi, padat karya dan padat modal sehingga pengelolaan rumah sakit menjadi disiplin ilmu tersendiri yang mengedepankan dua hal sekaligus, yaitu teknologi dan perilaku manusia di dalam organisasi (Subanegara, 2005).

American Hospital Association di tahun 1987, menyatakan bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien (diagnostik dan terapeutik) untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi


(43)

dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien (Aditama, 2003).

Massie dalam Aditama (2003), mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakannya dengan industri lainnya, yaitu:

1.Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia. Dalam industri rumah sakit, seyogyanya tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai kehidupan manusia. seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapat perhatian dan tanggung jawab utama pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai kehidupan manusia.

2.Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut sebagai pelanggan (customer) tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Bagi karyawan ditentukan oleh kebijaksanaan kantornya. Jadi jelaslah mereka yang diobati di suatu rumah sakit belum tentu kemauan pasien. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan pengobatan yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tetapi tergantung dari dokter yang merawatnya. Ini tentu amat berbeda dengan bisnis restoran di mana si pelangganlah yang menentukan menunya yang akan dibeli.


(44)

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya profesional tenaga kesehatan termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Para profesional ini sangat banyak sekali jumlahnya di rumah sakit. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah kenyataan bahwa para profesional cenderung sangat otonom dan berdiri sendiri. Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan misi kerja manajemen organisasi secara keseluruhan tetapi bekerja dengan standar profesi yang dianutnya. Akibatnya ada kesan bahwa fungsi manajemen dianggap kurang penting.

Dalam kerangka tatanan Sistem Kesehatan Nasional, Rumah Sakit menjadi salah satu unsur yang harus dapat memenuhi tujuan pembangunan kesehatan yaitu untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dan tujuan nasional.

Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan preventif serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk menyelenggarakan upaya tersebut, Rumah Sakit umum antara lain berfungsi memberikan : 1) pelayanan rawat jalan, 2) pelayanan rawat inap, 3)pelayanan penunjang medis, antara lain; farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, 4)pelayanan penunjang umum, meliputi fungsi administrasi Rumah Sakit. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, disebutkan bahwa Rumah Sakit umum


(45)

adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, Spesialistik dan Subspesialistik (Aditama, 2003).

2.3.2 Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan kesehatan pasien rawat jalan merupakan salah satu pelayanan yang menjadi perhatian utama Rumah Sakit diseluruh dunia. Hampir seluruh Rumah Sakit di negara maju kini meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap pasien rawat jalan. Hal ini disebabkan :

1. Jumlah pasien rawat jalan jauh lebih besar dari pada pasien rawat inap sehingga pasien rawat jalan sebenarnya merupakan aset/ sumber pangsa pasar yang besar yang belum dioptimalkan. Menurut hasil survei beberapa Rumah Sakit di Amerika, perbandingan pasien rawat jalan dibanding pasien rawat inap sedikitnya 10 :1. 2. Adanya fenomena peningkatan pelayanan pasien rawat jalan dari tahun ketahun.

Menurut AHC (America Health Consultant, 1999), di Amerika terjadi kenaikan sebesar 18% jumlah pelayanan rawat jalan per 1000 penduduk di seluruh Rumah Sakit di Amerika pada tahun 1993 dibandingkan tahun 1997. Hal ini disebabkan adanya perkembangan yang pesat dari teknologi kedokteran, perkembangan perusahaan asuransi dan perilaku masyarakat, yang cenderung lebih menyukai pelayanan rawat jalan dan mendorong perkembangan jumlah pasien rawat jalan dibandingkan rawat inap.


(46)

2.4 Dokter

Pengertian dokter sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Iswandari (2006), strategi WHO yang dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor

a. Sebagai health

dimana setiap dokter diharapkan dapat berperan: care provider

b. Sebagai

yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam jangka panjang,

decision maker

c. Sebagai

yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan pertimbangan etika dan biaya,

communicator,

d. Sebagai

yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,

community leader

e.Sebagai

, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama,

manager

Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter meliputi 1) penyampaian informasi dan 2) penentuan tindakan. Pasien wajib , yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat.


(47)

memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter (right to information) serta berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri (right to self determination). Di sisi lain dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya (ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya. Selain itu, dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar (Iswandari,

Menurut Budiarso (2007), pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan pasien, sudah merupakan kejadian yang biasa bahwa seorang pasien menuntut rumah sakit atas layanan yang dia terima. Akibat dari hal itu, dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatan profesinya. Dalam hal ini rumah sakit berusaha benar untuk dapat diakreditasi disamping ini merupakan pengakuan atas kualitas produk jasa layanan kesehatan yang dihasilkan. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak


(48)

sedikit dan ditanggung rumah sakit, di lain pihak pasien akan menikmati layanan kesehatan yang lebih meningkat mutunya.

Saat ini dinas kesehatan memang memiliki fungsi pengawasan. Akan tetapi, fungsi pengawasan ini belum dilaksanakan secara maksimal. Data menunjukkan dari 5.000 dokter yang memiliki izin praktek dari dinas kesehatan, hanya enam sampai tujuh dokter yang izinnya dicabut. Itu juga karena pindah kota. Jadi, bukan karena dokter tersebut terbukti melakukan malpraktek atau kelalaian (Kompas, 2003).

Moeloek (2006), Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, tuntutan malpraktek harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisasi secara keseluruhan seperti apa yang menjadi malpraktek dan mana yang bukan. Oleh sebab itu masalah malpraktek ini harus dilihat dari etika kedokteran, yang terkait dengan kemurnian niat, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial, kesejawatan, dan ketuhanan. Mengacu pada etika ini, tidak mungkin seorang dokter bermaksud jahat terhadap pasien. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan malpraktek adalah jika tindakan tenaga medis tersebut sudah melanggar standar prosedur. Masalahnya, saat ini setiap rumah sakit memiliki SOP (standar of procedure) yang berbeda-beda, tergantung fasilitas yang dimilikinya. Sehingga tidak bisa disalahkan jika dokter tidak melakukan SOP yang sama di rumah sakit yang berbeda. Jika ternyata masyarakat menemukan kasus-kasus yang dianggapnya malpraktek, dapat membawa masalah ini ke Majelis Kode Etik Kedokteran (Kompas, 2003).


(49)

2.5 Landasan Teori

Efektivitas komunikasi antara pasien dengan dokter masih minim pelaksanannya di rumah sakit dan sesuai dengan teori bahwa faktor personal dan situasional berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi dalam organisasi. Dalam penelitian ini efektivitas komunikasi interpersonal antara pasien dengan dokter dilihat dari pengaruh faktor personal dan situasional mengacu kepada teori Devito dalam Rakhmat (2011). Faktor personal meliputi: (a) kesamaan karakteristik personal, (b) tekanan emosional, (c) harga diri yang rendah dan (d) isolasi sosial. Faktor situasional meliputi ; (a) daya tarik fisik, (b) ganjaran, (c) kedekatan (proximity) dan (d) kemampuan.

Efektivitas komunikasi interpersonal mengacu kepada teori Devito dalam Liliweri (2007) meliputi; (a) Openness (keterbukaan), (b) empati, (c) sikap mendukung, (d) sikap sportif dan (e) kesetaraan. Landasan teori tersebut dirangkum seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. berikut:

Sumber : Devito dalam Rakhmat (2011)

Gambar 2.1 Landasan Teori Faktor Personal

a.Kesamaan karakteristik personal b.Tekanan emosional

c.Harga diri yang rendah d. Isolasi sosial

Faktor Situasional a.Daya tarik fisik

b.Ganjaran

c.Kedekatan (Proximity) d.Kemampuan

Efektivitas Komunikasi Interpersonal a. Keterbukaan b. Empati

c. Sikap mendukung d. Sikap sportif e. Kesetaraan


(50)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Sehubungan dengan kajian penelitian ini tentang komunikasi antara dokter dengan pasien, maka faktor personal yang disebutkan Rakhmat (2011) dibatasi pada aspek kesamaan karakteristik personal dan tekanan emosional, sedangkan aspek harga diri yang rendah dan isolasi sosial tidak diteliti dengan alasan kurang relevan dikaji dalam komunikasi antara dokter dengan pasien.

Efektivitas Komunikasi Dokter dengan Pasien Faktor Personal (X1)


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei explanatory, yang bertujuan menganalisis pengaruh faktor personal dan faktor situasional terhadap efektivitas komunikasi dokter dengan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Survei explanatory adalah penelitian yang dirancang untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan dengan pertimbangan bahwa komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien rawat jalan belum efektif dan belum pernah dilaksanakan penelitian yang serupa. 3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal sampai seminar hasil penelitian dilaksanakan sampai Juli tahun 2012.


(52)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter (dokter spesialis dan dokter umum). Berdasarkan data dari Bidang Kepegawaian RSUP HAM Medan tahun 2011 diketahui jumlah tenaga dokter sebagai populasi sebanyak 367 orang. 3.3.2 Sampel

Sesuai dengan kepentingan penelitian maka sebagai objek dalam penelitian ini adalah tenaga dokter (dokter spesialis dan dokter umum) maka besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003), sebagai berikut :

2 ) d ( N 1 N n + =

Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi 10 %

Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2 ) 1 . 0 ( 367 1 367 + = n

n = 78,59 orang, digenapkan menjadi 79 orang

Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 79 orang.


(53)

Menentukan jumlah sampel setiap instalasi rawat jalan dilakukan dengan metode proporsional dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel

No Instalasi Rawat Jalan

Jumlah SMF

Per Instalasi

Proporsi Jumlah Sampel

1 Penyakit dalam 40 (40/367) x 79 9

2 Anak 52 (52/367) x 79 11

3 Obstetri dan Ginekologi 48 (48/367) x 79 10

4 Bedah 32 (32/367) x 79 7

5 THT 52 (52/367) x 79 11

6 Mata 30 (30/367) x 79 6

7 Syaraf 21 (21/367) x 79 5

8 Jiwa 27 (27/367) x 79 6

9 Gigi dan Mulut 27 (27/367) x 79 6

10 Kulit dan Kelamin 16 (16/367) x 79 3

11 Kardiologi 8 (8/367) x 79 2

12 Paru 10 (10/367) x 79 2

13 Bedah Syaraf 4 (4/367) x 79 1

Jumlah 367 79

Sumber : Data Bagian Rekam Medis RSUP.HAM Medan Tahun 2011

Setelah diperoleh jumlah sampel dari masing-masing instalasi, maka selanjutnya pemilihan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling sebanyak jumlah yang telah ditentukan pada setiap instalasi.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada dokter dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih


(54)

dahulu. Adapun sumber data primer didapat dari hasil jawaban responden yang

terkait dengan faktor personal meliputi (a) kesamaan karakteristik personal, dan (b) tekanan emosional serta faktor situasional meliputi (a) daya tarik fisik, (b) ganjaran, (c) kedekatan (Proximity), dan (d) kemampuan serta efektivitas komunikasi interpersonal meliputi (a) keterbukaan, (b) empati, (c) sikap mendukung, (d) sikap sportif, dan (e) kesetaraan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen dari RSUP HAM Medan dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara serta data lainnya yang mendukung pembahasan hasil penelitian terkait dengan data faktor personal dan faktor situasional yang diperoleh dari bagian personalia meliputi data (1) jumlah dokter, (2) jumlah pasien yang berkunjung (3) laporan tahunan, dan dari jurnal/hasil penelitian.

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 30 orang dokter di RSU Pirngadi Kota Medan dengan alasan memiliki demografi yang sama dan relatif dekat. Uji validitas dan reliabilitas dengan mengukur korelasi antar butir variabel menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment Correlation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).


(55)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6 dikatakan reliabel (Gozhali, 2005).

Hasil uji coba kuesioner untuk mengetahui validitas dan reliabilitas pertanyaan telah dilakukan kepada 30 orang dokter di RSU Pirngadi Kota Medan dengan hasil seluruh item pertanyaan tentang faktor personal dan situasional serta efektivitas komunikasi ditemukan nilai corelation coeficient (r) >0,3 dan nilai alpha cronbach > 0,6. Dengan demikian seluruh item pertanyaan untuk mengukur variabel penelitian dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak digunakan untuk penelitian (Lampiran-2).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah variabel faktor personal dan faktor situasional. Adapun variabel dan definisi operasional sebagai berikut:

1. Faktor personal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu, meliputi (a) kesamaan karakteristik dan (b) tekanan emosional. Adapun variabel dan definisi


(56)

a.Kesamaan karakteristik personal adalah kesamaan karakteristik antara dokter dengan pasien yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, dan ideologis, cenderung saling menyukai, seseorang yang dimaksud dalam hal ini adalah hubungan interpersonal antara dokter dengan pasien b.Tekanan emosional adalah suatu keadaan dokter berada dalam keadaan yang

mencemaskannya atau harus memikul tekanan emosional, maka dokter akan menginginkan kehadiran orang lain, seseorang yang dimaksud dalam hal ini adalah pasien.

2. Faktor situasional adalah faktor yang timbul dari luar diri individu, meliputi (a) daya tarik fisik, (b) ganjaran, (c) kedekatan (proximity), dan (d) kemampuan. Adapun variabel dan definisi operasional adalah sebagai berikut:

a.Daya tarik fisik adalah suatu kondisi yang mendorong atau dokter di RSUP HAM Medan melakukan komunikasi dengan pasien yang berpenampilan menarik karena cenderung mendapat penilaian yang baik atau dikatakan mempunyai sifat yang baik. Dalam hal ini adalah kecenderungan dokter menilai penampilan pasien dalam komunikasi interpersonal.

b.Ganjaran adalah merupakan keadaan dokter di RSUP HAM Medan yang cenderung menyenangi pasien yang memberi ganjaran, seperti ganjaran berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga diri dokter tersebut. Dalam hal ini adalah kecenderungan dokter menyenangi pasien dalam komunikasi interpersonal.


(57)

c.Kedekatan adalah merupakan keadaan dokter di RSUP HAM Medan yang cenderung menyenangi orang lain yang berdekatan dengannya, baik berdekatan tempat tinggal, jenis pekerjaan, asal daerah atau status dan sebagainya. Dalam hal ini adalah kecenderungan dokter menyenangi pasien yang memiliki kedekatan dalam komunikasi interpersonal.

d.Kemampuan adalah keadaan dokter di RSUP HAM Medan cenderung menyenangi pasien yang memiliki kemampuan lebih tinggi daripada dirinya sendiri atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Dalam hal ini adalah kemampuan dokter menyenangi pasien dalam komunikasi interpersonal

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat (Dependent variable) dalam penelitian ini adalah efektivitas komunikasi interpersonal dokter dengan pasien di RSUP HAM Medan. Efektivitas komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau kelompok kecil dengan feed back meliputi (a) keterbukaan, (b) empati, (c) sikap mendukung, (d) sikap sportif, dan (e) kesetaraan. Adapun variabel dan definisi operasional sebagai berikut:

a. Keterbukaan adalah kemampuan dokter menilai secara objektif, kemampuan dengan mudah membedakan sesuatu, kemampuan melihat nuansa, pencarian informasi dari berbagai sumber, dan kesediaan mengubah keyakinannya, dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal.


(58)

b. Empati adalah kemampuan seseorang untuk “mengetahui” apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain tersebut, dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal.

c. Dukungan adalah kemampuan seseorang dalam sikap mendukung, dalam hal ini merupakan pelengkap daripada kedua hal sebelumnya, karena komunikasi yang terbuka dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung, dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal

d. Sikap sportif adalah komunikasi antar pribadi akan terbina apabila seseorang memiliki sikap yang positif terhadap diri orsanglain. Sikap positif juga dapat diwujudkan dengan memberikan suatu sikap dorongan dengan menunjukkan sikap menghargai keberadaan, pendapat dan pentingnya orang lain, dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal.

f. Kesetaraan adalah memberi pengertian bahwa kita menerima pihak lain atau mengakui dan menyadari bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas

Pengukuran variabel bebas, yaitu faktor personal dan faktor situasional seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2


(59)

Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Bebas Variabel Bebas Jumlah

Indikator Indikator Skor Kategori

Skala Ukur a. Faktor personal 10 a. Kesamaan karakteristik

personal

b. Tekanan emosional

19-30 10-18

a.Baik

b.Tidak baik Interva l b. Faktor

situasional

20 a. Daya tarik fisik b. Ganjaran

c. Kedekatan (Proximity) d. Kemampuan

37-60 20-36

a.Baik

b.Tidak baik Interva l

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat

Pengukuran variabel terikat, yaitu faktor efektivitas komunikasi dokter dengan pasien rawat jalan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Pengukuran Variabel Terikat

Variabel Indikator Skor Kategori Skala ukur Efektivitas

komunikasi antara pasien rawat jalan dengan dokter

30

55-90 Efektif

interval 30-54 Tidak efektif

3.7 Metode Analisis Data

a. Analisis univariat, yaitu analisis variabel independen dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya.

b. Analisis bivariat, yaitu analisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam bentuk tabel silang, sehingga diketahui jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori variabel bebas yang dirinci pada kategori variabel terikat.


(60)

c. Analisis multivariat, untuk mengetahui variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dengan menggunakan regresi linier berganda. Adapaun persamaan regresi linier berganda :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 Dimana:

+ µ

Y = Efektivitas komunikasi b0

X

= Konstanta 1

X

= Faktor personal 2

b

= Faktor situasional 1 – b2

μ = error of term

= Koefisien regresi


(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990, dan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan, sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Rumah sakit ini adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan

Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya soft Opening, kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU


(62)

(Badan Layanan Umum) penuh. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sebagai badan layanan umum perlu pemberdayaan dan kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan penyesuaian organisasi yang didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata kerja RSUP H Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008.

Sesuai dengan misi “Membuat Rakyat Sehat", Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan empat misi (Grand Strategy) pembangunan kesehatan yang meliputi:

a. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

b. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

c. Meningkatkan surveilance, monitoring dan informasi kesehatan d. Meningkatkan pembiayaan

Merujuk pada Misi Departemen Kesehatan tersebut, maka Visi RSUP H. Adam Malik adalah "Menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015". Adapun yang menjadi misi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik:

a. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau. b. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, serta penelitian kesehatan yang


(63)

c. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel dan mandiri.

Tugas Pokok RSUP H. Adam Malik adalah : "menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan".

Fungsi RSUP H. Adam Malik adalah : a. Menyelenggarakan Pelayanan Medis

b. Menyelenggarakan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan c. Menyelenggarakan Penunjang Medis dan Non Medis d. Menyelenggarakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia

e. Menyelenggarakan Pendidikan dan Penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan

f. Menyelenggarakan Pendidikan dan Penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

g. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan dibidang Kesehatan lainnya h. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan

i. Menyelenggarakan Pelayanan Rujukan

j. Menyelenggarakan Administrasi Umum dan Keuangan

Sesuai dengan komitmen rumah sakit untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang modern, lengkap, dan bermutu, sebagai rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan RSUP. H. Adam Malik memiliki berbagai pelayanan kesehatan dengan


(64)

tujuan untuk memberikan diagnosa, perawatan, dan konsultasi atas berbagai jenis penyakit. Dalam kaitannya untuk memberikan pelayanan dalam hal pencegahan kepada masyarakat, rumah sakit juga memberikan konsultasi atas berbagai jenis penyakit dan memberikan informasi sebagai pendidikan kepada masyarakat dan pengembangannya.

Fasilitas Pelayanan Direktorat Medik dan Keperawatan sebagai berikut: a. Instalasi Rawat Jalan

1. Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan (Obstetri & Gynecology) 2. Poliklinik Gigi Dan Mulut

3. Poliklinik Jiwa ( Psikiatri ) 4. Poliklinik Anak

5. Poliklinik Jantung ( Kardiologi ) 6. Poliklinik Paru

7. Poliklinik Syaraf ( Neurologi ) 8. Poliklinik Penyakit Dalam 9. Poliklinik Bedah

10. Poliklinik Bedah Syaraf 11. Poliklinik Mata

12. Poliklinik Telinga, Hidung, Tenggorokan ( THT ) 13. Poliklinik Kulit & Kelamin


(1)

SS1

21 26.6 26.6 26.6

41 51.9 51.9 78.5

17 21.5 21.5 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SS2

22 27.8 27.8 27.8

41 51.9 51.9 79.7

16 20.3 20.3 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SS3

30 38.0 38.0 38.0

36 45.6 45.6 83.5

13 16.5 16.5 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SS4

31 39.2 39.2 39.2

35 44.3 44.3 83.5

13 16.5 16.5 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

SS5

28 35.4 35.4 35.4

38 48.1 48.1 83.5

13 16.5 16.5 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

SS6

25 31.6 31.6 31.6

45 57.0 57.0 88.6

9 11.4 11.4 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

KS1

27 34.2 34.2 34.2

40 50.6 50.6 84.8

12 15.2 15.2 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

KS2

28 35.4 35.4 35.4

38 48.1 48.1 83.5

13 16.5 16.5 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

KS3

31 39.2 39.2 39.2

37 46.8 46.8 86.1

11 13.9 13.9 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

KS4

30 38.0 38.0 38.0

41 51.9 51.9 89.9

8 10.1 10.1 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

KS5

31 39.2 39.2 39.2

37 46.8 46.8 86.1

11 13.9 13.9 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

KS6

36 45.6 45.6 45.6

34 43.0 43.0 88.6

9 11.4 11.4 100.0

79 100.0 100.0

Tidak

Kadang-kadang Ya

Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Efektifitas Komunikasi

25 31.6 31.6 31.6

40 50.6 50.6 82.3

14 17.7 17.7 100.0

79 100.0 100.0

Tidak efektif Kurang efektif Efektif Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Crosstabs

Faktor Personal * Efektifitas Komunikasi

Crosstab

34 11 45

22.8 22.2 45.0

75.6% 24.4% 100.0%

6 28 34

17.2 16.8 34.0

17.6% 82.4% 100.0%

40 39 79

40.0 39.0 79.0

50.6% 49.4% 100.0%

Count

Expected Count

% within Faktor Personal Count

Expected Count

% within Faktor Personal Count

Expected Count

% within Faktor Personal Tidak Baik

Baik Faktor Personal

Total

Tidak efektif Efektif Efektifitas Komunikasi

Total

Chi-Square Tests

25.982b 1 .000

23.717 1 .000

27.763 1 .000

.000 .000

25.653 1 .000

79 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.78.

b.


(5)

Faktor Situasional * Efektifitas Komunikasi

Crosstab

37 15 52

26.3 25.7 52.0

71.2% 28.8% 100.0%

3 24 27

13.7 13.3 27.0

11.1% 88.9% 100.0%

40 39 79

40.0 39.0 79.0

50.6% 49.4% 100.0%

Count

Expected Count % within Faktor Situasional Count

Expected Count % within Faktor Situasional Count

Expected Count % within Faktor Situasional Tidak Baik

Baik Faktor Situasional

Total

Tidak efektif Efektif Efektifitas Komunikasi

Total

Chi-Square Tests

25.632b 1 .000

23.287 1 .000

28.188 1 .000

.000 .000

25.308 1 .000

79 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.33.


(6)

Regression

Model Summary

.832a .691 .683 8.27

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), Faktor Situasional, Faktor Personal

a.

ANOVAb

11639.676 2 5819.838 85.147 .000a

5194.628 76 68.350

16834.304 78

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Faktor Situasional, Faktor Personal a.

Dependent Variable: Efektifitas Komunikasi b.

Coefficientsa

4.272 4.490 .951 .344

.782 .261 .322 2.993 .004

1.056 .207 .550 5.110 .000

(Constant) Faktor Personal Faktor Situasional Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardi

zed Coefficien

ts

t Sig.

Dependent Variable: Efektifitas Komunikasi a.