Pemetaan Sebarandan Tingkat Resistensi Lulangan ( Eleusine Indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet Di Kebun Rambutan Ptpn Iii

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn
Dalam dunia tumbuhan

E.indica

termasuk ke dalam famili

Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun
pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak
dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.
Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta
mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat
menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).
E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran
serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun
memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun
hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak
seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada
Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).
Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan

terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas
permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang
terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik
kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).

Pengendalian Gulma Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak

mampu

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan
dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di
pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman
utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun

sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca
tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya
(Girsang, 2010).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan
tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,
dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:
cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),
dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).
Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan
karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada
sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida
maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya
erosi dapat ditekan sekecil mungkin disamping pekerjaan pengendalian dapat

Universitas Sumatera Utara


diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain
seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).
Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan
memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya
sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi
keamanan terhadap

lingkungan (organisme

bukan sasaran),

harga dan

ketersediaan ( Purba, 2004).
Resisten Herbisida
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu
tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan
dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam
suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,

walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi
tersebut (Prather, et. al, 2000).
Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek
samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan
populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.
Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang
memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).
Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya
mematikan spesies tersebut. Pada beberapa negara, biotip gulma yang resisten

Universitas Sumatera Utara

herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan
spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,
karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies
terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi
merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat


cepat

(Hager dan Refsell, 2008).
Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma
berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma
memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma
akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi
genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu
berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan
pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang
rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita
tidak

akan

mengetahui

perbedaan

gulma


yang

rentan

dan

resisten

(Santhakumar, 2002).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi
dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal

Universitas Sumatera Utara


dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi

signifikan

dan

menyebabkan

kegagalan

dalam

pengendalian


( Purba, 2009 ).
Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida
sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.
Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan
prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan
perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem
penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,
keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya
merupakan

pendorong

utama

terjadinya

resistensi

herbisida


(Menne dan Kocher, 2007).
Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%
terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada
kelangsungan hidup yang sangat tinggi
≥90%)
(
dengan semua herbisida yang
digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21
hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%
atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika 219%

bertahan

hidup,

populasi

digolongkan

sebagai


mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi
digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).
Mekanisme Resistensi Herbisida
Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma
resisten.Inimembutuhkan

pentingnya

untuk

lebih

memahami

mekanisme


resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang
lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia
tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri
dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan
dan

dengan

demikian

untuk

mengendalikan

gulma

resisten

mungkin

dikembangkan (Santhakumar, 2002).
Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena
meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).


Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena
peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.



Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena
peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.



Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase
yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di
jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).

Evolusi Resisten Herbisida
Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang
sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani
cenderung meningkatkan dosis herbisida dan mengira bahwa kegagalan

Universitas Sumatera Utara

pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani
tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang
telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).
Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan
herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini
resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance
(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance
adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang
belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance
adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu
herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa
tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).
Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka
dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu
resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan
yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan
akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap
bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,
petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi
aplikasi ( Steckel, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Glifosat
Nama Umum

: Glifosat

Nama Kimia

: [(phosphonomethyl) amino] acetic acid

Rumus Bangun

:

N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida
non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh
bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon
dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih
berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat
aman dipakai (Riadi, et al. 2011).
Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di
dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat
herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,
penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan
peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk
mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).
Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida
secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu
mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan
untuk sintesisprotein.Tanaman yang diberi perlakuanumumnyamatidalam dua

Universitas Sumatera Utara

sampai

tigahari.

Karenatanaman

yang

menyerapglifosattidak

bisa

sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya(Beyond Pesticides, 2014).
Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung
untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat
dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine
derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk
glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).
Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam
mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,
dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh
semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.
Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai
lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai
sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur
asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat
protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan
kematian pada tanaman. ( Theriault, 2006)

Universitas Sumatera Utara