Pemetaan Sebarandan Tingkat Resistensi Lulangan ( Eleusine Indica) Terhadap Glifosat Pada Pertanaman Karet Di Kebun Rambutan Ptpn Iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan komoditas karet terus meningkat dari tahun ke tahun,
terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal perkebunan karet selama
2009 - 2014 sebesar 0.99 %, sedangkan produksi karet meningkat rata-rata 0.96 %
per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga karet yang relatif
stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya
petani, yang cukup menguntungkan.Tahun 2014 luas areal perkebunan karet di
Sumatera Utara mencapai 3,606 juta Ha dengan produksi 3,205 juta ton karet
(Gapkindo, 2014).
Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia
sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan
komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sepatu, pipa, kabel, karpet,
rol, dan banyak lainnya. Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan
penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan
baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di daerah (Deptan, 2012).

Meningkatkan produksi hasil perkebunan sering kali ditemui berbagai
kendala, diantaranya semakin berkurangnya ketersediaan tenaga kerja pada saat
pengolahan tanah yang berdampak pada peningkatan permintaan upah . Kegiatan

penting lainnya adalah melakukan pengendalian gulma yang tumbuh di sekitar
tajuk tanaman. Gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman karet
diketahui dapat menyebabkan kerugian terhadap karet tersebut, akibat adanya
kompetisi antara tanaman dengan gulma dalam memanfaatkan sarana tumbuh

Universitas Sumatera Utara

seperti air, unsur hara, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Gulma atau tanaman
yang tidak diinginkan keberadaannya menjadi pesaing utama tanaman utama pada
saat pertumbuhan tanaman. Dalam budidaya karet gangguan gulma merupakan
salah satu kendala produksi.
Gulma di perkebunan karet harus dikendalikan agar secara ekonomi tidak
berpengaruh nyata terhadap penurunan hasil produksi. Keberadaan gulma menjadi
masalah besar karena membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang terus menerus
untuk mengendalikan gulma pada perkebunan.
Kerugian yang ditimbulkan akibat gulma di pertanaman karet, antara lain,
(1)pertumbuhan dan matang sadap terhambat hingga tiga tahun, (2) terjadinya
penurunan produksi lateks hingga 5%, (3) menyulitkan operasional kebun seperti
pemupukan dan penyadapan, (4) mendorong perkembangan penyakit akar putih
(mouldy root), serta (5) resiko bahaya kebakaran ( Barus, 2003).

Salah satu contoh gulma yang keberadaannya dapat ditemukan hampir di
semua pertanaman ataupun budidaya tanaman, terutama pada areal perkebunan
tanaman tahunan seperti karetadalah lulangan (Eleusine indica). Keberadaan
gulma ini cukup mengganggu pada areal produksi yang meliputi tanaman belum
menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitan karet. Penyebaran lulangan
sangat cepat karena biji yang ringan mudah terbawa oleh angin di areal
perkebunan. Jika keberadaan lulangan dibiarkan begitu saja maka penyebaran
gulma ini dapat mendominasi areal perkebunan.
Salah satu metode pengendalian gulma yang umum dan utama pada
perkebunan karet adalah pengendalian secara kimia dengan menggunakan
herbisida, karena cara ini lebih efektif,efisien, dan hemat tenaga (Sembodo,2010)

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian

lulangan

(E.


indica)

di

Kebun

Rambutan

selalu

menggunakan herbisida yang berbahan aktif glifosat pada tanaman belum
menghasilkan (TBM). Penggunaan glifosat ini dilakukan disetiap afdeling selama
± 28 tahun sebanyak dua sampai empat kali penyemprotan pertahun dengan dosis
270 s/d 500 gr b.a glifosat/ha. Akhir-akhir ini penggunaan herbisida tersebut tidak
lagi mampu mengendaliakan lulangan. Sedangkan jenis tanaman yang
dibudidayakan pada areal pertanaman karet juga merupakan tanaman yang sama.
Pada beberapa blok pertanaman telah dikonfirnasi bahwa lulangan telah resisten
terhadap glifosat. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
kajian penyebaran dan tingkat resistensi lulangan(Eleusine indica)terhadap
glifosat pada pertanaman karetdi Kebun Rambutan PTPN III.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sebaran populasi lulangan
(E. indica) resisten-glifosat pada pertanaman karet di Kebun Rambutan PTPN III.
Hipotesis Penelitian
Penyebaran lulangan(E. indica) resisten-glifosat telah terjadi pada blokblok pertanaman karet di afdeling Kebun Rambutan PTPN III.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan peta sebaran dan tingkat
resistensi lulangan(E. Indica) terhadap glifosat pada pertanaman karet di sejumlah
afdeling Kebun Rambutan PTPN III sehingga strategi pengendalian gulma di
Kebun Rambutan tersebut dapat dibuat lebih baikdan guna memperoleh data
sebagai bahan penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Eleusine indica (L.) Gaertn
Dalam dunia tumbuhan

E.indica


termasuk ke dalam famili

Poaceae,genus Eleusine. Deskripsinya yaitu merupakan rumput semusim berdaun
pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak
dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya.
Berkembang biak terutama dengan biji, bijinya banyak dan kecil serta
mudahterbawa.E.indica berbunga sepanjang tahun dan tiap tanamannya dapat
menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya (Lee dan Ngim, 2000).
E. indica merupakan gulma berumpun yang memiliki sistem perakaran
serabut. Daun berwarna hijau dan seperti perak pada bagian dasar. Daun
memanjang dan memiliki helaian daun yang berlipat.Pada permukaan daun
hampir tidak dijumpai bulu- bulu halus. Gulma ini memiliki malai yang tampak
seperti bergerigi. Biji- biji tersusun seperti tandan pada tangkai bunga.Pada
Setiap malai terdapat 3-7 tandan pada ujung batang (Breden dan James, 2009).
Gulma ini tumbuh pada tanah yang lembab atau tidak terlalu kering dan
terbuka atau sedikit ternaung. Daerah penyebarannya meliputi 0 – 1600 meter diatas
permukaan laut. Pembabatan sukar untuk memberantasnya karena buku-buku batang
terutama bagian bawah potensial menumbuhkan tunas baru. Aplikasi herbisida baik
kontak maupun sistemik efektif untuk mengendalikannya (Breden and James, 2009).


Pengendalian Gulma Perkebunan
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman utama dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak

mampu

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan pertumbuhan secara berdampingan atau pada waktu bersamaan
dengan tanaman utama. Dalam pengertian ini semua praktek budidaya di
pertanaman dapat dibedakan mana yang lebih meningkatkan daya saing tanaman
utama atau meningkatkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 2002).
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida.Macam herbisida yang dipilih bisa kontak maupun
sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pra tanam, pra tumbuh atau pasca
tumbuh. Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya

(Girsang, 2010).
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk mengendalikan gulma
harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat,
yaitu : tepat mutu, tepat waktu, tepat sasaran, tepat takaran, tepat konsentrasi, dan
tepat cara aplikasi. Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas,
dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokan berdasarkan:
cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif),
dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh) (Sembodo, 2010).
Pengendalian gulma secara khemis telah umum dilakukan di perkebunan
karet. Pengendalian secara khemis dilakukan dengan cara penyemprotan pada
sepanjang strip sepanjang barisan tanaman. Dengan pengaplikasian herbisida
maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya
erosi dapat ditekan sekecil mungkin disamping pekerjaan pengendalian dapat

Universitas Sumatera Utara

diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding dengan metoda lain
seperti membabat dan mengikis ( Purba, 2004).
Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di pertanaman
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan

memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada tidaknya
sitotoksisitas pada tanaman. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan meliputi
keamanan terhadap

lingkungan (organisme

bukan sasaran),

harga dan

ketersediaan ( Purba, 2004).
Resisten Herbisida
Resistensi herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu
tumbuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang pada kondisi penggunaan
dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut. Di dalam
suatu tumbuhan resistensi dapat terjadi sebagai hasil dari mutasi jarang dan acak,
walaupun sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya mutasi
tersebut (Prather, et. al, 2000).
Kelemahan dari penggunaan herbisida adalah dapat menimbulkan efek
samping seperti mengakibatkan resistensi beberapa spesies gulma, menimbulkan

populasi gulma resisten yang dominan, dan residunya dapat meracuni tanaman.
Keanekaragaman spesies dan kepadatan gulma telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir akibat semakin berkembangnya penggunaan herbisida yang
memiliki tingkat efektivitas tinggi ( Prather et. al, 2000 ).
Resisten terhadap herbisida merupakan kemampuan suatu tumbuhan untuk
bertahan hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya
mematikan spesies tersebut. Pada beberapa negara, biotip gulma yang resisten

Universitas Sumatera Utara

herbisida terus mengganggu aktifitas para petani. Biotip adalah populasi dengan
spesies yang memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya,
karakteristik yang luar biasa itu dapat berupa ketahanan/resistensi spesies
terhadap suatu herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi
merupakan suatu contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat

cepat

(Hager dan Refsell, 2008).
Para ahli biologi mengungkapkan bahwa tidak mungkin suatu gulma

berubah menjadi resisten tanpa perubahan dari populasinya. Populasi gulma
memiliki kelebihan masing-masing, meskipun ada kemiripan bentuk antar gulma
akan tetapi ada perbedaan pada level genetis. Terkadang, ada beberapa variasi
genetik yang peka terhadap herbisida sehingga penanggulangan tidak perlu
berulang (hanya 1:1.000.000). Evolusi resistensi terus berlanjut seiring dengan
pemakaian satu jenis herbisida yang menyebabkan biotip populasi alami yang
rentan menurun drastis dan biotip resisten perlahan meningkat. Akan tetapi, kita
tidak

akan

mengetahui

perbedaan

gulma

yang

rentan


dan

resisten

(Santhakumar, 2002).
Konsekuensi dari pemakaian herbisida yang sama (sama jenis bahan aktif
atau sama cara kerja) secara berulang-ulang dalam periode yang lama pada suatu
areal memungkinkan masalah yang timbul pada areal tersebut; yaitu terjadi
dominansi populasi gulma resisten-herbisida atau dominansi gulma toleran
herbisida. Pada suatu populasi gulma yang dikendalikan menggunakan satu jenis
herbisida dengan hasil memuaskan, ada kemungkinan satu individu dari sekian
juta individu yang diberi herbisida memiliki gen yang membuat individu tersebut
kebal terhadap herbisida tersebut. Individu yang kebal tersebut tumbuh normal

Universitas Sumatera Utara

dan menghasilkan regenerasi, sejumlah individu yang juga tahan terhadap
herbisida yang sama pada aplikasi herbisida berikutnya. Demikian seterusnya
secara berulang-ulang, setiap pengaplikasian herbisida yang sama akan
mematikan individu-individu yang sensitif dan meninggalkan individu-individu
yang resisten. Jumlah individu-individu yang resisten tersebut pada suatu ketika
menjadi

signifikan

dan

menyebabkan

kegagalan

dalam

pengendalian

( Purba, 2009 ).
Meningkatnya masalah terhadap populasi gulma resisten herbisida
sebagian besar dimiliki oleh negara-negara dengan sistem pertanian yang intensif.
Adanya ketergantungan dengan alat-alat manajemen gulma dengan mengabaikan
prinsip-prinsip pengelolaan gulma terpadu sangat erat kaitannya dengan
perubahan pada komunitas populasi gulma. Keterbatasan dalam sistem
penanaman, kurangnya pergantian bakan kimia herbisida dan cara kerja,
keterbatasan dalam teknik pengendalian gulma, penurunan dosis dan sebagainya
merupakan

pendorong

utama

terjadinya

resistensi

herbisida

(Menne dan Kocher, 2007).
Dalam semua percobaan, dengan semua herbisida, angka kematian 100%
terjadi jika populasi yang rentan, sedangkan dikenal populasi resisten selalu ada
kelangsungan hidup yang sangat tinggi
≥90%)
(
dengan semua herbisida yang
digunakan. Efek herbisida adalah dinilai dengan menentukan kematian bibit 21
hari setelah aplikasi. Populasi oat liar yang digolongkan sebagai resisten jika 20%
atau lebih dari individu dalam populasi bertahan hidup terhadap herbisida. Jika 219%

bertahan

hidup,

populasi

digolongkan

sebagai

mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

resistensi/multiple resistant dan jika ada kurang dari 2% bertahan hidup, populasi
digolongkan rentan ( Owen dan Powles, 2009).
Mekanisme Resistensi Herbisida
Penggunaan alternatif herbisida tidak akan menghalangi masalah gulma
resisten.Inimembutuhkan

pentingnya

untuk

lebih

memahami

mekanisme

resistensi herbisida sehingga kita bisa mengatasi ancaman ini dengan cara yang
lebih baik. Sifat tahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami biokimia
tanaman dasar proses dan mekanisme dasar dimana tanaman mempertahankan diri
dari bahan kimia beracun xenobiotik. Metode baru untuk mengatasi perlawanan
dan

dengan

demikian

untuk

mengendalikan

gulma

resisten

mungkin

dikembangkan (Santhakumar, 2002).
Tiga sistem enzim yang dikenal terlibat dalam resisten karena
meningkatnya detoksifikasi herbisida (mengurangi kadar racun).


Resistensi untuk atrazine beberapa populasi Abutilion theophrasti karena
peningkatan aktivitas glutathione-s-transferase yang mendetoksifikasi atrazine.



Resistensi terhadap propanil pada spesies Echinochloa colona adalah karena
peningkatan aktivitas enzim Aril-acylamidase yang mendetoksifikasi propanil.



Meningkatnya metabolisme herbisida karena sitokrom P450 monoxygenase
yang bertanggung jawab resisten terhadap inhibitor ACCase, ALS dan PSII di
jumlah spesies rumput (Santhakumar, 2002).

Evolusi Resisten Herbisida
Selama bertahun-tahun petani beranggapan bahwa dengan herbisida yang
sama hasil pengendalian terhadap spesies tersebut selalu memuaskan, maka petani
cenderung meningkatkan dosis herbisida dan mengira bahwa kegagalan

Universitas Sumatera Utara

pengendalian kemungkinan disebabkan oleh kualitas herbisida sudah turun. Petani
tidak menyadari bahwa populasi gulma yang sebelumnya cukup peka sekarang
telah berubah menjadi populasi resisten ( Purba, 2009 ).
Gulma resisten juga mampu bertahan hidup bila diaplikasikan dengan
herbisida lain dibandingkan dengan herbisida yang menyebabkan gulma ini
resisten. Gulma resisten dapat dikelompokkan lagi menjadi cross resistance
(resistensi silang) dan multiple resistance (resistensi ganda).Cross resistance
adalah suatu populasi gulma mengalami resistensi terhadap herbisida lain yang
belum pernah diaplikasikan pada gulma tersebut. Sedangkan multiple resistance
adalah suatu populasi gulma yang awalnya mengalami resistensi dengan satu
herbisida maka ketika diaplikasikan dengan herbisida lainnya selama beberapa
tahun akan menjadi resisten (Ashigh dan Sterling, 2009).
Karena adanya seleksi yang terus-menerus jumlah individu yang peka
dalam suatu populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu
resisten. Individu resisten ini akan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan
yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup pada aplikasi herbisida permulaan
akan menambah proporsi individu yang tahan terhadap senyawa dan meneruskan
sifat ini pada keturunan mereka. Karena pengguna herbisida sering menganggap
bahwa individu-individu gulma yang tetap hidup belum menerima dosis letal,
petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis herbisida dan frekuensi
aplikasi ( Steckel, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Glifosat
Nama Umum

: Glifosat

Nama Kimia

: [(phosphonomethyl) amino] acetic acid

Rumus Bangun

:

N-phosphonomethyl glycine (glyphosate, Roundup) adalah suatu herbisida
non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke seluruh
bagian tumbuhan. Jadi, ia dapat menguasai Imperata cylindrica, Cynodon
dactylon, Cyperus rotundus,dan Chloromolaena odorata. Garam dapur lebih
berbahaya untuk manusia bila dibandingkan dengan glifosat. Jadi glifosat sangat
aman dipakai (Riadi, et al. 2011).
Herbisida glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan di
dunia, dan glifosat adalah agrokimia terkemuka di dunia. Meskipun glifosat
herbisida telah populer sejak pertama kali dipasarkan pada tahun 1974,
penggunaannya dalam pertanian telah berkembang baru-baru ini dengan
peningkatan penggunaan tanaman yang telah dimodifikasi secara genetik untuk
mentolerir perlakuan glifosat (Cox, 2004).
Tumbuhanyang diberi perlakuanglifosatakan mentranslokasikanherbisida
secarasistemikke akar mereka, menyerang berbagai daerahdan buah, di manaitu
mengganggukemampuantanamanuntuk membentukasam amino yang diperlukan
untuk sintesisprotein.Tanaman yang diberi perlakuanumumnyamatidalam dua

Universitas Sumatera Utara

sampai

tigahari.

Karenatanaman

yang

menyerapglifosattidak

bisa

sepenuhnyadihilangkandengan mencucinya(Beyond Pesticides, 2014).
Glifosat adalah herbisida sistemik non-selektif yang diterapkan langsung
untuk daun tanaman. Ketika digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, glifosat
dapat bertindak sebagai pengatur pertumbuhan tanaman. Glifosat adalah glycine
derivative, nama International Union of Pure and Applied Kimia (IUPAC) untuk
glifosat adalah N-(fosfonometil) glycine3 (Miller,et.al, 2013).
Glifosat telah menjadi herbisida global karena fleksibilitas dalam
mengendalikan gulma dengan spektrum yang sangat luas pada pertanian, industri,
dan domestik. Ini adalah herbisida non-selektif yang efektif dalam membunuh
semua jenis tanaman termasuk rumput, tanaman keras, dan tanaman berkayu.
Herbisida yang diserap ke dalam tanaman melalui daun dan jaringan tangkai
lembut. Hal ini kemudian diangkut seluruh tanaman dan bertindak ke berbagai
sistem enzim menghambat metabolisme asam amino. Glifosat menghambat jalur
asam shikimat. Oleh karena itu, tanpa asam amino, tanaman tidak bisa membuat
protein yang dibutuhkan untuk berbagai proses kehidupan, yang mengakibatkan
kematian pada tanaman. ( Theriault, 2006)

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaanFakultas Pertanian USU,
Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai dengan Oktober 2016.
Bahan dan Alat
Biji yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas biji Eleusine indica
yang resisten-glifosatyang diambil dari beberapa blok afdeling II, III, IV, V, dan
VIII di kebun Rambutan PTPN III.E.indica di kebun Rambutan (ESU5) yang
dilaporkan bahwa glifosat tidak lagi efektif untuk mengendalikannya. Seluruh
populasitersebut disemprot glifosat bersamaan populasi sensitif herbisida (ESU0)
yang berasal dari Padang Bulan Medan yang tidak pernah mendapat perlakuan
herbisida sebelumnya. Bahan yang digunakan adalah herbisida bahan aktif
glifosat, top soil, pasir, kompos, boks perkecambahan dan pot penelitian
berukuran 23 cm x 17 cm.
Alat yang digunakan meliputi knapsack sprayer “Solo”, meteran, pacak
sampel, label nama, amplop, ember, pot, cangkul, gelas ukur, kalkulator, kamera,
alat tulis, timbangan, oven, dan alat yang mendukung penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
faktorial, dengan faktor perlakuan asal biji. Dengan taraf perlakuan ada 15 yaitu :
1. ESU0

= Sensitif

2. ESU5.1

= Afdeling II blok 254

3. ESU5.2

= Afdeling III blok 175

4. ESU5.3

= Afdeling III blok 184

5. ESU5.4

= Afdeling III blok 185

6. ESU5.5

= Afdeling IV blok 171

7. ESU5.6

= Afdeling IV blok 172

8. ESU5.7

= Afdeling IV blok 182

9. ESU5.8

= Afdeling V blok 54

10. ESU5.9

= Afdeling V blok 64

11. ESU5.10

= Afdeling V blok 154

12. ESU5.11

= Afdeling V blok 164

13. ESU5.12

= Afdeling VIII blok 1

14. ESU5.13

= Afdeling VIII blok 2

15. ESU5.14

= Afdeling VIII blok 12

Mengambil sampel untuk melihat penyebaran di PTPN III Kebun Rambutan
Luas Lahan

: 1139.225 H.a

Jumlah blok lahan

: 69 blok

Jumlah sampel blok lahan

: 15

Jumlah tanaman/pot

: 20

Jumlah ulangan

:4

Sampel yang diamati diberi aplikasi glifosat 480 g b.a/ha

Universitas Sumatera Utara

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut
Yij = μ + αi + εij
dimana:
Yij

= Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke- j

μ

= Nilai tengah

αi

= Pengaruh perlakuan ke-i

εij

= Pengaruh galat dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan

dengan uji beda rataan terkecil Duncan (DMRT) taraf 5%
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Biji
Pada populasi lulangan di Kebun Rambutan, disebut sebagai ESU5, biji
diambil dari beberapa blok kebun Rambutan PTPN III, Serdang Bedagai. Areal
tersebut telah disemprot dengan glifosat secara terus menerus ±28 tahun. Metode
pengambilan biji lulangan pada setiap areal blok dilakukan metode zig zag yaitu
dengan membuat titik pengambilan sampel secara acak pada setiap blok. Biji yang
diambil adalah biji yang telah matang yang ditandai pada bagian buahnya telah
berwarna coklat dan biji mudah rontok, diambil sebanyak-banyaknya dari induk
minimal 50 induk /blok afdelinguntuk dijadikan sumber biji, biji dimasukkan
kedalam amplop dan diberi label kemudian dibawa ke lahan Fakultas Pertanian
USU untuk proses pengujian.Sedangkan populasi pembanding adalah populasi E.
indicayang tidak pernah disemprot dengan herbisida glifosatatau herbisida lainnya

Universitas Sumatera Utara

yang disebut sebagai populasi ESU0. Jumlah populasi ESU0 yang menjadi sumber
biji ± 300 induk E. indica.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah topsoil, pasir, dan kompos dengan
perbandingan 2:1:1. Media tersebut diaduk merata dan dimasukkan ke dalam pot
penelitian yang berdiameter 23 cm dan tinggi 17 cm. Serta disiapkan juga untuk
media tanam perkecambahan berukuran 30 cm × 20 cm.
Penyemaian
Biji gulma pembanding dan sejumlah populasi dari kebun Rambutan
tersebut disemaikan pada hari yang sama di dalam boks perkecambahan
berukuran 30 cm × 20 cm secara terpisah dan diberi label untuk setiap boks
perkecambahan untuk membedakan sampel gulma yang diambil dari beberapa
blok afdeling.
Penanaman
Bibit dari boks persemaian dipindah tanam saat tumbuhan berdaun 2-3
helai. Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat bantu papan yang
memiliki pembentuk lubang tanah di dalam pot, penanaman dilakukan secara hatihati dan terdiri dari 20 bibit untuk tiap pot.
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap hari, yang
dilakukan pada pagi dan sore hari, jika hujan penyiraman tidak dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Penyiangan
Penyiangan dilakukan ketika ada gulma lain yang tumbuh pada pot.
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma lain yang tumbuh di media
pot.
Aplikasi Herbisida
Sebelum aplikasi herbisida dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat
semprot untuk menentukan volume semprot sebanyak 304,76 L/ha. Tumbuhan
lulangan disemprotpada fase pertumbuhan berdaun 4-5 helai atau umur 4 minggu
setelah tanam (MST). Penyemprotan dengan glifosat pada dosis 480g
b.a/hadengan menggunakan alat semprot punggung (knapsack sprayer ‘SOLO’).
Ketinggian nozel pada saat penyemprotan ditentukan 40 cm dari tanaman
Eleusine indica, aplikasi herbisida dilaksanakan pada kondisi cuaca cerah.
Panen
Tumbuhan lulangan dipanen dengan cara memotong pada permukaan
tanah berumur 6 minggu setelah aplikasi (MSA). Tajuk yang dipotong tepat pada
leher akar pada masing-masing pot dimasukkan kedalam amplop untuk
selanjutnya dikeringkan.
Pengamatan
Jumlah gulma bertahan hidup
Jumlah gulma yang bertahan hidup dihitung untuk masing-masing pot
pada 3 minggu setelah aplikasi (MSA).
Bobot Kering
Bobot kering ditimbang setelah dikering ovenkan pada temperatur 70ºC
selama 4x24

jam dengan menggunakan timbangan analitik. Dimana selama

Universitas Sumatera Utara

pengeringan didalam oven dilakukan rotasi setiap 24 jam. Pengambilan data
diambil dari setiap pot yang kemudian dirata-ratakan.
Kategori/ Tingkat Resisten
Resistensi lulangan dibagi atas 4 kategori yaitu:
1. Sangat resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai sangat resisten
jika 75% atau lebih jumlah populasi bertahan hidup setelah aplikasi
herbisida.
2. Resisten yaitu populasi gulma digolongkan sebagai resisten jika 20%