Pengaruh Pemberian 2,4-D dan Frekuensi Subkultur Terhadap Perubahan Genetik Kalus dari Bunga Betina Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu penghasil minyak
nabati utama di Indonesia. Kelapa sawit meningkatkan pendapatan petani,
menggerakkan pembangunan, khususnya di luar Jawa dan digunakan sebagai bahan
bakar biodiesel yang sifatnya dapat diperbaharui karena dihasilkan oleh tanaman
dan ramah lingkungan (Toruan-Mathius et al., 2005).
Indonesia melakukan peningkatan produksi kelapa sawit untuk memenuhi
kebutuhan dunia akan minyak sawit, salah satunya dengan cara membuka lahan
baru. Pada tahun 2009, Indonesia telah melakukan pembukaan lahan baru mencapai
7,2 juta hektar (Badrun, 2010). Oleh karena itu, peningkatan kebutuhan akan benih
kelapa sawit juga meningkat.
Penyediaan bibit kelapa sawit umumnya dilakukan secara konvensional
melalui biji. Cara perbanyakan ini memiliki kelemahan seperti waktu yang dibutuhkan
relatif lama dan tidak menjamin kemurnian atau keunggulan dari bibit tersebut. Namun
tersedianya teknologi kultur jaringan dengan berbagai kelebihannya menjadi dasar
untuk perbanyakan kelapa sawit melalui teknologi ini yang diharapkan dapat
memenuhi permintaan benih (Hetharie, 2008).
Teknologi kultur jaringan tersebut menghasilkan klon-klon yang memiliki

keragaman somaklonal yang mengarah pada abnormalitas yang dapat menurunkan
produksi minyak kelapa sawit. Abnormalitas yang dihasilkan berupa bunga mantel.
Menurut Hetharie (2008), fenomena bunga mantel pada klon-klon hasil perbanyakan
kultur jaringan menjadi permasalahan di negara-negara produsen kelapa sawit, selain
menurunkan produktivitas, juga menghambat penggunaan teknologi ini untuk
pemuliaan tanaman. Identifikasi abnormalitas sejak dini pada kultur jaringan sulit
dilakukan karena pada umumnya fenotip yang dimunculkan sama dengan tanaman
normal.

Universitas Sumatera Utara

2

Ada beberapa pendapat mengenai sebab terjadinya abnormalitas pada
tanaman sawit hasil kultur, namun banyak yang berpendapat penyebab terjadinya
abnormalitas umumnya disebabkan gangguan ekspresi gen yang diakibatkan
fitohormon (Sanputawong dan Te-chato, 2011), level ploidi akibat fitohormon
sintetis (Lucia et al., 2011), jenis eksplan yang digunakan, lamanya subkultur dan
umur kalus (Hetharie, 2010). Jenis eksplan yang digunakan pada perbanyakan
kelapa sawit secara in vitro umumnya adalah ortet, sedangkan bunga betina sangat

sedikit dilakukan.
Penggunaan hormon 2,4-D dan subkultur yang berulang diduga penyebab
dominan abnormalitas pada tanaman kelapa sawit. Menurut Sianipar et al. (2007)
penggunaan 2,4-D sebesar 100 mg/L dapat menyebabkan bentuk morfologi
abnormal pada embrio somatik kelapa sawit. Eeuwens et al. (2002) melaporkan,
subkultur dengan interval 4 minggu mempunyai kecenderungan meningkatkan
abnormalitas bunga pada klon kelapa sawit. Penelitian yang dilakukan Hetharie
(2010) yang membandingkan DNA tanaman kelapa sawit normal dengan abnormal
dengan metode RAPD menunjukkan adanya perubahan pola pita polimorfik antara
kelapa sawit normal dan abnormal. Namun, pada tahap kalus embriogenik belum
dapat diketahui. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai pengaruh
konsentrasi 2,4-D dan tingkat subkultur pada kalus embriogenik yang berasal dari
eksplan bunga betina terhadap abnormalitas klon kelapa sawit yang dihasilkan.

1.2. Permasalahan
Perbanyakan benih kelapa sawit dengan teknik kultur jaringan saat ini mulai
banyak diaplikasikan. Namun, klon yang dihasilkan memiliki abnormalitas yang
merugikan produktivitas tanaman kelapa sawit tersebut. Abnormalitas pada
tanaman sawit tersebut diketahui pada saat fase reproduksi sehingga merugikan
petani maupun produsen kelapa sawit. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian untuk

deteksi dini serta perbaikan protokol kultur jaringan kelapa sawit yang mampu
menekan abnormalitas klon yang dihasilkan. Di dalam penelitian ini dilakukan
pengkulturan sawit pada beberapa tingkat subkultur dan diberi 2,4-D dengan
berbagai tingkat konsentrasi.

Universitas Sumatera Utara

3

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi
2,4-D dan jumlah subkultur terhadap perubahan genetik kalus embriogenik yang
berasal dari bunga betina kelapa sawit.

1.4. Hipotesis
Penggunaan 2,4-D dan subkultur yang dilakukan dalam perbanyakan
tanaman kelapa sawit mampu menimbulkan perubahan genetik pada klon tanaman
sawit yang dihasilkan.

1.5. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan, serta diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut
untuk mencari konsentrasi 2,4-D, jumlah subkultur dan jenis eksplan yang baik
sehingga dihasilkan benih kelapa sawit yang normal dalam skala besar.

Universitas Sumatera Utara