Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

BAB II
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR
PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa
adalah,

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 desa bertujuan yaitu
sebagai berikut:
1. memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada
dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi

seluruh rakyat Indonesia.
3. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
4. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;

19

20

5. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab;
6. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
7. meningkatkan

ketahanan

sosial

budaya


masyarakat

Desa

guna

mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional;
8. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional; dan
9. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a
merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada. Pembentukan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul,
adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan
potensi Desa. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat:
1. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak

pembentukan;
2. jumlah penduduk, yaitu:
a. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu
dua ratus) kepala keluarga;

21

b.

wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu)
kepala keluarga;

c. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800
(delapan ratus) kepala keluarga;
d. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga
ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;
e. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus)
jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;
f. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa

atau 400 (empat ratus) kepala keluarga;
g. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau
300 (tiga ratus) kepala keluarga;
h. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling
sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga; dan
i. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa
atau 100 (seratus) kepala keluarga.
3. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
4. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat
sesuai dengan adat istiadat Desa;
5. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya ekonomi pendukung;

22

6. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah
ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota;
7 sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
8 tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi

perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru
berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan
persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Dalam Pasal 11 disebutkan Desa dapat berubah status menjadi kelurahan
berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui
Musyawarah Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa.
Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi
kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kekayaan/aset
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengubah status kelurahan
menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelurahan
yang berubah status menjadi Desa, sarana dan prasarana menjadi milik Desa dan
dikelola oleh Desa yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat Desa.

23


Pendanaan perubahan status kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status
Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
dan Pasal 11 atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan, penghapusan,
penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan
menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang telah mendapatkan
persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diajukan kepada Gubernur. Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan
status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan
daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.
Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
menerima Rancangan Peraturan Daerah. Dalam hal Gubernur memberikan
persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan dan

penetapan menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari. Dalam hal
Gubernur menolak memberikan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Daerah

24

tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan kembali dalam waktu 5
(lima) tahun setelah penolakan oleh Gubernur.
Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan
penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang dimaksud dalam Pasal 15
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota dapat
mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta sekretaris daerah
mengundangkannya dalam Lembaran Daerah. Dalam hal Bupati/Walikota tidak
menetapkan Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur,
Rancangan Peraturan Daerah tersebut dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari
setelah tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang pembentukan, penghapusan,
penggabungan, dan perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan
menjadi Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan
kode Desa dari Menteri. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.

B. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelurahan adalah
wilayah kerja lurah sebagai perangkat kabupaten/kota dalam wilayah kerja

25

Kecamatan.Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Dalam Pasal 3 disebutkan Syarat-syarat Pembentukan desa yaitu sebagai
berikut:
1. jumlah penduduk, yaitu:
a. wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK;
b. wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK;
dan

c. wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750
jiwa atau 75 KK.
2. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan
pembinaan masyarakat;
3. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;
4 sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan
kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;
5 potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;
6 batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan
peraturan
daerah; dan
7 sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan
desa dan perhubungan.

26

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul
desa, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mencapai usia
penyelenggaraan pemerintahan desa paling sedikit 5 (lima) tahun.

Dalam Pasal 5 disebutkan Tatacara Pembentukan Desa adalah sebagai
berikut:
1 Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat antuk membentuk desa;
2 Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala
Desa;
3 BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul
masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan
dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa;
4 Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota
melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana
wilayah administrasi desa yang akan dibentuk;
5 Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati/Walikota
menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk
melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi
bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota;
6 Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa baru,
Bupati/ Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pembentukan Desa;

27


7 Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa
sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa,
BPD, dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batasbatas wilayah desa yang akan dibentuk;
8 Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pembentukan Desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur
masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD;
9 DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan
Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat
mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat desa;
10 Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah
disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh
Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Daerah;
11 Peryampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa
sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;
12 Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagai:ana
dimaksud pada huruf k, ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan
13 Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud

28

pada huruf 1, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah
tersebut di dalam Lembaran Daerah.
Dalam pasal 9 disebutkan perubahan status desa menjadi kelurahan adalah
sebagai berikut:
1 Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi Kelurahan
berdasarkan

prakarsa

Pemerintah

Desa

bersama

BPD

dengan

memperhatikan aspirasi masyarakat setempat.
2 Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) penduduk Desa yang mempunyai hak pilih.
3 Perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi syarat:
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk paling sedikit 4500 jiwa atau 900 KK untuk wilayah
Jawa dan Bali serta paling sedikit 2000 jiwa atau 400 KK untuk diluar
wilayah Jawa dan Bali;
c. prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya
pemerintahan Kelurahan;
d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta
keanekaragaman mata pencaharian;
e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status
penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa dan industri; dan
f. meningkatnya volume pelayanan.

29

Tatacara pengajuan dan penetapan perubahan status Desa menjadi
Kelurahan adalah sebagai berikut:
1. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk merubah status Desa
menjadi Kelurahan; .
2 Masyarakat mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan
kepada BPD dan Kepala Desa;
3 BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul
masyarakat tentang perubahan status Desa menjadi Kelurahan, dan
kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan;
4 Kepala Desa mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan
kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat
BPD;
5 Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati/Walikota
menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk
melakukan observasi ke Desa yang akan diubah statusnya menjadi
Kelurahan, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati
/Walikota;
6 Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak untuk merubah status
Desa menjadi Kelurahan, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan;

30

7 Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan kepada DPRD dalam forum
rapat Paripurna DPRD;
8 DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan
Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, dan
bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur
masyarakat desa;
9 Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi
Kelurahan yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota
disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah;
10 Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa
Menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf i, disampaikan oleh
Pimpinan DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama;
11 Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi
Kelurahan sebagaimana dimaksud pada huruf j, ditetapkan oleh
Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
rancangan tersebut disetujui bersama; dan
12 Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status
Desa Menjadi Kelurahan yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota
sebagaimana domaksud pada huruf k, Sekretaris Daerah mengundangkan
Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah.

31

Berubahlihnya status Desa menjadi Kelurahan, seluruh kekayaan dan
sumber-sumber pendapatan Desa menjadi kekayaan Dacrah Kabupaten/ Kota.
Kekayaan dan sumber-sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelola oleh Kelurahan bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja;
d. perangkat; dan
e. sarana dan prasarana pemerintahan.
Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau
pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di
luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai paling
sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa yang kondisi
masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dihapus atau digabung.

32

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat dan sosial budaya
masyarakat setempat.
Dalam Pasal 5 disebutkan Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Perubahan status desa
menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan
persyaratan :
a.luas wilayah;
b.jumlah penduduk;
c.prasarana dan sarana pemerintahan;
d.potensi ekonomi; dan
e.kondisi sosial budaya masyarakat.
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari
pegawai negeri sipil. Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan status desa
menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat desa
dan sosial budaya masyarakat setempat.

33

Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi
kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk
kepentingan masyarakat setempat. Pendanaan sebagai akibat perubahan status
desa menjadi kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.

D. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa.

Pembentukan Desa diprakarsai oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pembentukan Desa oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dapat berupa:
1 pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau
2 penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu)
Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.

34

Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu)
Desa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan berdasarkan
kesepakatan Desa yang bersangkutan. Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihasilkan melalui mekanisme:
1 Badan Permusyawaratan Desa yang bersangkutan menyelenggarakan
musyawarah Desa;
2 hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan kesepakatan
penggabungan Desa;
3 hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam keputusan bersama
Badan Permusyawaratan Desa;
4 keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa ditandatangani oleh
para kepala Desa yang bersangkutan; dan
5 para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan penggabungan Desa
kepada bupati/walikota dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan
kesepakatan bersama.
Dalam Pasal 20 disebutkan Perubahan status Desa meliputi:
1 Desa menjadi kelurahan;
2 Kelurahan menjadi Desa; dan
3 Desa adat menjadi desa.
Dalam Pasal 21 disebutkam Perubahan status Desa menjadi kelurahan
harus memenuhi syarat:
1 luas wilayah tidak berubah;

35

2 jumlah penduduk paling sedikit 8.000 (delapan ribu) jiwa atau 1.600
(seribu enam ratus) kepala keluarga untuk wilayah Jawa dan Bali serta
paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga
untuk di luar wilayah Jawa dan Bali;
3 sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan
kelurahan;
4 potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi, serta
keanekaragaman mata pencaharian;
5 kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status
penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri
dan jasa; dan
6 meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan .
Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan berdasarkan prakarsa
Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dengan memperhatikan
saran dan pendapat masyarakat Desa setempat. Prakarsa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa. Kesepakatan hasil
musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam
bentuk keputusan.
Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota sebagai usulan perubahan
status Desa menjadi kelurahan. Bupati/walikota membentuk tim untuk melakukan
kajian dan verifikasi usulan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi masukan

36

bagi bupati/walikota untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan
status Desa menjadi kelurahan.
Dalam hal bupati/walikota menyetujui usulan perubahan status Desa
menjadi kelurahan, bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota mengenai perubahan status Desa menjadi kelurahan kepada dewan
perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota untuk dibahas dan disetujui bersama.
Pembahasan dan penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota mengenai
perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota Badan Permusyawaratan Desa
dari Desa yang diubah statusnya menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat
dari

jabatannya.

Kepala

Desa,

perangkat

Desa,

dan

anggota

Badan

Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi penghargaan
dan/atau pesangon sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota. Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari pegawai negeri sipil dari pemerintah daerah
kabupaten/kota bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 8 96

IMPLEMENTASI PERSYARATAN PERUBAHAN DARI STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Implementasi Persyaratan Perubahan Dari Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Berdasarkan Peraturan Menteri dalam N

0 2 15

PENDAHULUAN Implementasi Persyaratan Perubahan Dari Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006).

0 3 10

IMPLEMENTASI PERSYARATAN PERUBAHAN DARI STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Implementasi Persyaratan Perubahan Dari Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali Berdasarkan Peraturan Menteri dalam N

0 1 15

Perda Kabupaten OKU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Perubahan Status 7 Desa menjadi Kelurahan Dalam K

0 0 18

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 0 11

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 0 1

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 0 18

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 0 2

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

0 0 1