Analisa Terhadap Hak dan Kewajiban Para Pihak pada Perjanjian Baku dalam Penjualan Perumahan di PT. Pangripta

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia rata-rata memerlukan waktu tidur tujuh sampai delapan jam, dua
sampai empat jam untuk kegiatan lain seperti makan, berpakaian, beristirahat, dan
kegiatan lain yang dilakukan di dalam rumah. Rumah merupakan sarana yang
penting dalam kehidupan. 1 Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap
orang, disamping kebutuhan akan pangan (makanan) dan sandang (pakaian).
Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian merupakan tanggung
jawab masyarakat itu sendiri. Namun demikian, pemerintah daerah maupun
swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan didorong untuk
dapat membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai
tempat tinggal atau hunian.
Pasal 28H ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut
UUD 1945) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. 2 Mempunyai tempat tinggal
merupakan hak bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan hidup.
Rumah sebagai tempat tinggal mempunyai peran dalam pembentukan
watak dan kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya
1

Surowiyono, Tutu TW, Dasar Perencanaan Rumah Tinggal (Pustaka Sinar
Harapan,Jakarta,1981), hal.9.
2
Pasal 28H ayat (1) UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1
Universitas Sumatera Utara

2

tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus
ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. 3
Rumah tidak hanya semata-mata menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar
manusia saja, tetapi lebih dari itu dapat menjadi tempat dalam pembentukan
watak dan kepribadian bagi manusia karena rumah merupakan lingkungan
pertama bagi manusia, terutama bagi suatu keluarga.
Perumahan merupakan bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat

tinggal atau hunian yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat
dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 4 Rumah bukan hanya
bermanfaat sebagai tempat berlindung dan bernaung bagi penghuninya, tetapi
rumah juga dapat sebagai aset (kekayaan) bagi pemiliknya dan mempunyai nilai
ekonomis.
Komarudin menyatakan bahwa perumahan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan faktor penting dalam peningkatan harkat dan
martabat

manusia.

kebijaksanaan

umum

Dalam

rangka

pembangunan


pemenuhannya,
perumahan,

perlu

diperhatikan

kelembagaan,

masalah

pertanahan, pembiayaan, dan unsur-unsur penunjang perumahan. 5 Tanah dan
jumlah penduduk merupakan faktor yang menjadi masalah dalam pembangunan
perumahan karena pada dasarnya perumahan didirikan di atas tanah dan
peningkatan jumlah penduduk berakibat pada permintaan akan kebutuhan
perumahan.
3

Urip Santoso, Hukum Perumahan (Prenadamedia Group, Surabaya, 2014), hal. 2

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
5
Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, (Yayasan ReiRakasindo, Jakarta,1997), hal. 46.
4

Universitas Sumatera Utara

3

Masalah perumahan sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan
jumlah yang tersedia jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
membutuhkannya. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang cukup pesat
ditambah lagi dengan jumlah penduduk yang cukup besar di Indonesia dimana
pada saat ini saja berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah
penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwa. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5
juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000. 6 Karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan yang meningkat bersamaan
dengan


pertambahan

penduduk

diperlukan

penanganan

disertai

dengan

keikutsertaan dana dan daya yang ada pada masyarakat.
Salah satu tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia yang ditetapkan
dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum.
Sejahtera dalam hal ini bahwa negara mampu memastikan keseimbangan
pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah setiap warga
negaranya. Negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum melalui penyelenggaraan
pembangunan perumahan agar masyarakat mampu bertempat tinggal dan

menghuni rumah yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sebagai
salah satu kebutuhan manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga,
terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah maupun masyarakat yang
tinggal di perkotaan yang padat penduduk.
6

http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/11105327/Penduduk.Indonesia.236.7.Juta.
Jiwa, diakses tanggal 1 Februari 2016.

Universitas Sumatera Utara

4

Pembangunan perumahan diperlukan peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum, kebijakan, arahan, dan pedoman dalam pelaksanaan
pembangunan perumahan dan menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah,
kasus, dan sengketa di bidang perumahan. 7 Pada saat ini ketentuan mengenai
perumahan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman. Penyelenggaraan perumahan diatur dalam Pasal 19

sampai dengan Pasal 55 Undang-Undang No. 1 Tahun 2015. Penyelenggaraan
rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah
satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan
sosial. Penyelenggaraan perumahan merupakan sumber kehidupan pelaku usaha
dibidang properti. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya keinginan dari konsumen
yang ingin memiliki rumah di tengah kota maupun tempat tinggal yang nyaman,
tenang, bersih serta memiliki fasilitas lengkap yang diberikan oleh pelaku usaha.
Setiap orang di dalam kehidupannya pasti akan menjadi konsumen.
Konsumen adalah setiap orang/badan hukum yang memperoleh dan/atau memakai
barang/jasa yang berasal dari pelaku usaha dan tidak untuk diperdagangkan. 8
Sedangkan pelaku usaha adalah penyedia barang atau penyelenggara jasa. Pasal 1
angka 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK) menyebutkan pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
7

Komarudin, Op.cit., hal .3.
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2011), hal.7.
8

Universitas Sumatera Utara

5

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. 9
Masalah lain yang sering muncul dalam pemenuhan kebutuhan terhadap
perumahan adalah mengenai konsumen, di mana konsumen berada pada posisi
yang lemah. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, perlindungan
terhadap konsumen tidak menjadi prioritas utama dalam dunia bisnis, melainkan
keuntungan yang diperoleh oleh pelaku usaha dengan mengabaikan hak-hak
konsumen, tidak terkecuali dalam bidang perumahan. Pada beberapa kasus yang
terjadi, umumnya pihak konsumen tidak berdaya mempertahankan hak-haknya,
karena tingkat kesadaran konsumen terhadap hak-haknya masih rendah. Hal
tersebut disebabkan kurangnya tingkat pengetahuan konsumen itu sendiri, baik
terhadap aspek hukumnya yang berlaku saat ini, belum mampu secara optimal
mengatasi permasalahan dalam perlindungan konsumen. Pada kenyataannya,

posisi konsumen perumahan lemah dibandingkan pihak pelaku usaha, baik dari
segi sosial ekonomi, pengetahuan teknis maupun dalam mengambil upaya hukum
melalui institusi pengadilan, sehingga konsumen sering tidak menyadari haknya
telah dilanggar oleh pelaku usaha perumahan.
Suatu kontrak berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan
kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada
umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak.
Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan
untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui

9

Ibid., hal.8.

Universitas Sumatera Utara

6

proses tawar menawar. 10 Dengan kata lain, kontrak bisnis berawal dari perbedaan
kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak. Kebebasan berkontrak

yang merupakan ruh dan nafas sebuah kontrak atau perjanjian 11 diharapkan dapat
menciptakan kontrak yang adil dan seimbang bagi para pihak yang membuatnya.
Namun dalam praktiknya, hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen dalam
dunia bisnis cenderung berorientasi pada bentuk atau model hubungan yang
praktis. Melihat dari peningkatan terhadap permintaaan kebutuhan akan
perumahan maka pelaku usaha dalam jual-beli menggunakan perjanjian baku atau
biasa disebut kontrak standar yang dianggap berat sebelah, tidak seimbang, dan
tidak adil. Perjanjian baku merupakan perjanjian tertulis yang hanya dibuat oleh
salah satu pihak yakni pelaku usaha yang kedudukannya sebagai pihak yang kuat
ekonominya dalam bentuk formulir. Konsumen dalam hal ini tidak memiliki
kesempatan untuk menentukan isi kontrak. Konsumen hanya mengisikan datadata saja pada formulir dan menandatanganinya. Pihak yang kepadanya
disodorkan kontrak baku tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan
berada hanya pada posisi take it or leave it. 12
Adanya unsur pilihan ini oleh sementara pihak dikatakan perjanjian
standar tidaklah melanggar asas kebebasan berkontrak Pasal 1320 jo. 1338 KUH
Perdata. Artinya bagaimanapun pihak konsumen masih diberi hak untuk
menyetujui (take it) atau menolak perjanjian yang diajukan kepadanya (leave it).
10

Dennis A. Hawver, How To Improve Your Negotiation Skills, Alexander Cohen, You

Can Negotiatie Anything, alih bahasa Zainal Bahri tafal, Cet. III, (Pantja Simpati, Jakarta, 1992),
hal. 14.
11
AgusYudha Hernoko, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (LaksBang
Mediatama, Surabaya, 2008), hal. 2.
12
Munir Fuady, Hukum kontrak (Dari Sudut pandang Hukum Bisnis), (PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007), hal.76.

Universitas Sumatera Utara

7

Itulah sebabnya, perjanjian standar ini kemudian dikenal dengan nama take it or
leave it contract. 13 Ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk
menerima segala persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan secara
sepihak dan ketentuan-ketentuan penandatanganan atas dokumen-dokumen yang
telah dipersiapkan lebih awal oleh pengembang, tercantum dalam surat
pemesanan yang sering disebut perjanjian baku. Karena perjanjian baku ini dibuat
oleh salah satu pihak maka hak dan kewajibannya akan menguntungkan pelaku
usaha dan merugikan konsumen yang dimana dalam halam hal ini sebagai pihak
yang lemah.
Perjanjian baku merupakan perjanjian yang tidak seimbang yang hanya
menguntungkan pihak yang kuat. Pihak pelaku usaha menetapkan syarat-syarat
baku dalam perjanjian tersebut, yang tentunya bertujuan melindungi kepentingan
sendiri dengan mengadakan pembatasan atau pengecualian tanggung jawab atau
klausul eksonerasi dan mengabaikan hak-hak konsumen. Perjanjian baku yang di
dalamnya turut memuat klausul eksonerasi berpotensi merugikan para konsumen.
Klausul eksonerasi adalah klausul yang mengandung kondisi membatasi atau
bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan
kepada pihak produsen/penyalur produk (penjual). 14 Klausula eksonerasi yang
biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula tambahan atas unsur esensial
yang dicantumkan dari suatu perjanjian, pada umumnya terdapat pada perjanjian
baku. Klausula ini merupakan klausula yang sangat merugikan konsumen yang
umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen, karena
13

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Grasindo, Jakarta, 2000), hal.

14

Ibid., hal. 120.

111.

Universitas Sumatera Utara

8

beban yang seharusnya dipikul oleh produsen, dengan adanya klausula ini
menjadi beban konsumen. 15 Kerugian pada konsumen dikarenakan konsumen
tidak diberikan adanya suatu alternatif pilihan selain hanya untuk menerima
segala ketentuan dan prasyarat yang diberikan oleh pelaku usaha.
Namun, meskipun banyak kelemahannya, kehadiran kontrak baku sangat
diperlukan. Terutama dalam bisnis yang melibatkan kontrak dalam jumlah yang
banyak (mass production of contract) yang memerlukan suatu standarisasi
terhadap kontrak tersebut. 16 Perjanjian baku sangat banyak dipraktekkan dalam
dunia bisnis khususnya oleh pengusaha perumahan. Tujuan digunakannya
perjanjian baku ini adalah untuk memberikan kemudahan (kepraktisan) bagi para
pihak yang bersangkutan, biaya yang murah, efektif dan efisien karena dapat
ditandatangani seketika oleh para pihak.
Perjanjian baku ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Seperti telah
disebutkan bahwa diantara kelebihan dari perjanjian baku adalah bahwa
perjanjian baku tersebut lebih efisien, dapat membuat praktek bisnis menjadi lebih
simpel, serta dapat ditandatangani seketika oleh para pihak. 17 Hal ini sangat
menguntungkan terutama bagi kontrak yang dibuat dalam jumlah yang banyak
(mass production of contract). Sedangkan kelemahan-kelemahan dari suatu
perjanjian baku adalah bahwa karena kurangnya kesempatan bagi pihak lawan
untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula dalam kontrak yang
bersangkutan, sehingga kontrak baku tersebut sangat berpotensi untuk terjadi

15

Ahmadi Miru, Sutarman Yodo,Op.cit., hal. 114.
Munir Fuady, Op.cit., hal. 76
17
Ibid., hal. 77.
16

Universitas Sumatera Utara

9

klausula yang berat sebelah. 18 Sebenarnya, perjanjian baku itu sendiri tidak begitu
menjadi persoalan secara hukum, mengingat perjanjian baku sudah merupakan
kebutuhan dan kebiasaan sehari-hari. Bukankah kebiasaan juga merupakan suatu
sumber hukum. Yang menjadi persoalan adalah manakala perjanjian baku tersebut
mengandung unsur-unsur yang tidak adil (berat sebelah) bagi salah satu pihak,
sehingga apabila hal yang demikian dibenarkan oleh hukum, akan sangat
menyentuh rasa keadilan dalam masyarakat 19
Kebutuhan akan perjanjian baku, selama ini belum didukung oleh suatu
peraturan perundang-undangan. Perjanjian dimaksud selama ini diatur dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH
Perdata) suatu ketentuan yang diharuskan dipenuhinya syarat formil dan syarat
materil, serta memenuhi asas kebebasan dari para pihak dalam setiap perjanjian.
Oleh karena perjanjian baku tersebut tidak berada dalam kerangka perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata, maka untuk melindungi kepentingan
konsumen yang pada dasarnya adalah pihak yang tidak memiliki kemampuan
untuk menolak perjanjian atau klausul baku dimaksud di dalam rancangan
undang-undang diadadakan pengaturan tersendiri. Pengaturan ini dimaksudkan
untuk melindungi dan memberikan keseimbangan antara pelaku usaha dan
konsumen. Oleh karena itu perjanjian atau klausula baku dapat diterapkan di
dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen. 20

18

Ibid., hal. 78.
Ibid., hal. 79.
20
Erman Rajagukguk, Nurmardjito, Sri Redjeki Hartono, Saefullah, Tini Hadad, Toto
Tohir, Romli atmasasmita, Hukum Perlindungan Konsumen, (CV Mandar Maju, Bandung, 2000)
hal.27.
19

Universitas Sumatera Utara

10

Dalam hubungan dengan pihak konsumen, maka perjanjian baku yang
berat sebelah atau tidak seimbang atau yang dibuat dengan cara-cara yang tidak
layak bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan konsumen sebagaimana
diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Para Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/ jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan perjanjian
baku pada setiap dokumen atau perjanjian, yang mana perjanjian baku yang
dilarang tersebut telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a sampai dengan h
UUPK. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha
dilarang mencantumkan perjanjian baku yang letaknya atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau pengungkapannya sulit
dimengerti.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menelitinya
dalam bentuk skripsi dengan judul Analisis Hukum Terhadap Hak dan Kewajiban
Para Pihak Pada Perjanjian Baku dalam Penjualan Perumahan (Studi Pada PT.
Pangripta).
B. Permasalahan
Permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah perjanjian penjualan perumahan dengan menggunakan kontrak baku
dianggap sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undangundang Perlindungan Konsumen?
2. Bagaimanakah prosedur penjualan perumahan di PT. Pangripta?

Universitas Sumatera Utara

11

3. Bagaimanakah analisis terhadap hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian
baku dalam penjualan perumahan di PT. Pangripta?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk

mengetahui

apakah

perjanjian

penjualan

perumahan

yang

menggunakan kontrak baku sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
2. Untuk mengetahui prosedur penjualan perumahan di PT. Pangripta.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian baku dalam
penjualan perumahan di PT. Pangripta.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diharapkan melalui penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Segi teoretis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
hukum mengenai kontrak yang mengandung perjanjian baku dalam perjanjian
jual-beli perumahan dan perlindungan konsumen.
2. Segi praktis
a. Sebagai upaya pengenalan terhadap hak-hak dan kewajiban konsumen
maupun pelaku usaha sehingga dapat menciptakan lingkungan usaha yang
jujur, adil, dan bermanfaat.
b. Diharapkan agar masyarakat dapat mengerti dan memahami haknya
sebagai konsumen dalam penggunaan perjanjian baku.

Universitas Sumatera Utara

12

E. Metode Penelitian
Adapun metodologi penelitian yang digunakan di dalam penulisan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Metodologi penelitian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui suatu
masalah yang akan diteliti. Dari segi penelitian hukum, dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mencakup
penelitian terhadap asas hukum, sistematika hukum, penelitian, taraf sinkronisasi
hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Penelitian hukum empiris,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang
diperoleh di lapangan, selain itu juga meneliti data sekunder dari perpustakaan. 21
Kajian penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum yang
difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah dan norma-norma yang ada di dalam
hukum positif, serta didukung dengan melakukan penelitian lapangan di PT.
Pangripta.
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
menelaah,

menjelaskan,

dan

menganalisis

peraturan

hukum. 22

Dengan

menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini

21

Tampil Ashari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, (PT. Pusaka Bangsa Press,
Medan, 2007), hal. 23.
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

13

dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian
ini.
2. Sumber data
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif

dan

penelitian

hukum

empiris.

Penelitian

hukum

normatif

pengerjaannya menggunakan data-data sekunder sebagai data utama. Data
sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari objek penelitian.
Data sekunder yang dipergunakan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mengikat
karena dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Selain itu, hasil wawancara yang didapatkan melalui studi
lapangan PT. Pangripta menjadi bahan hukum primer yang
membantu dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini. 23
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang isinya
membahas bahan hukum primer, antara lain:
1) Buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi;

23

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit., hal.13.

Universitas Sumatera Utara

14

2) Artikel-artikel yang berkaitan dengan judul skripsi, baik melalui
media cetak maupun melalui media elektronik (internet);
3) Laporan-laporan penelitian yang berkaitan dengan judul skripsi;
4) Berbagai karya tulis ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul
skripsi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara
lain:
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
2) Kamus hukum;
3) Catatan perkuliahan;
4) Ensiklopedi hukum.
Penelitian hukum empiris yaitu melalui wawancara pada PT. Pangripta.
3. Pengumpulan data
Penulisan skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi
dokumen (documents study) atau penelitian kepustakaan (library research) 24,
yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan menelitinya melalui sumber
bacaan yang berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoretis ilmiah yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisis permasalahanpermasalahan yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan dengan membaca dan
menganalisis peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya,

24

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

15

seperti karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet, maupun sumber
teoretis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi.
Selain studi dokumen atau studi kepustakaan, penulis juga menggunakan
studi lapangan (field research) melalui wawancara sebagai alat pengumpul data
guna mendapat data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan
bahan hukum primer yang telah dipedomani sebelumnya.
4. Analisis data
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan maupun penelitian
lapangan selanjutnya dikumpulkan, disortir, diurutkan, dan diorganisir ke dalam
suatu pola kategori dan uraian-uraian yang mendasar. Dalam menganalisis data,
penulis menggunakan teknik analisis kualitatif komparatif, yaitu penguraian
dengan membandingkan hasil penelitian pustaka (data sekunder) dengan hasil
penelitian lapangan (data primer).
Penulisan skripsi ini memfokuskan pada analisis hukum dan menelaah
bahan-bahan hukum, baik yang berasal dari peraturan perundang-undangan
maupun

buku-buku

yang

berkaitan

dengan

judul

skripsi

ini

serta

membandingkannya dengan hasil penelitian lapangan. Penelitian dilakukan
dengan mengikhtisarkan hasil pengumpulan data yang selengkap-lengkapnya dan
memilahnya menjadi suatu konsep, kategori, atau tema tertentu sehingga dapat
menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

16

F. Keaslian Penulisan
Keaslian penulis merupakan suatu tanda bagi penulis bahwa apa yang
dibuat dan dijelaskannya pada tugas akhir ini merupakan suatu hasil karya dan
buah pikirannya sendiri. Di mana penulis tidak melihat ataupun mencontoh
skripsi orang lain untuk menjadi sebuah karya yang diakui sebagai hasil karya
penulis.
Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul
yang sama dengan skripsi-skripsi yang ada di dalam arsip tersebut. Skripsi yang
ditulis oleh penulis ini adalah merupakan hasil dari buah pemikiran penulis yang
ditambah dengan beberapa literatur, baik itu berupa buku-buku milik penulis
sendiri, buku-buku yang ada di perpustakaan, maupun peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia.
Adapun judul yang ada di perpustaakan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara antara lain:
Melva Theresia Simamora (2013), Aspek Hukum Pelaksanaan Perjanjian
Baku oleh Developer Properties (Studi pada PT. Multi Cipta Property),
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap pelaksanaan perjanjian baku
oleh developer properties?
2. Bagaimana keabsahan perjanjian baku?
3. Bagaimana prosedur pembuatan perjanjian baku oleh developer properties?
4. Keberadaan perjanjian baku dalam masyarakat?

Universitas Sumatera Utara

17

M. Syahfitra (2016) tinjauan yuridis wanprestasi pada perjanjian kredit
pemilikan rumah dan penyelesaiannya pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk Cabang Medan, adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit
pemilikan rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
Cabang Medan?
2. Apa Penyebab terjadinya wanprestasi pada perjanjian kredit pemilikan rumah
(KPR) di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan?
3. Apa upaya penyelesaian wanprestasi atas perjanjian kredit pemilikan rumah
(KPR) di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Medan?
Saddam Yafizham Lubis (2014) Penyelesaian Kredit Macet dalam
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Tabungan Negara Cabang
Medan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah pada Bank
Tabungan Negara Cabang Medan?
2. Apa sebab-sebab timbulnya kredit macet pada bank Tabungan Negara Cabang
Medan ?
3. Apa upaya penyelesaian kredit macet dalam perjanjian kredit pemilikan rumah
pada Bank Tabungan Negara Cabang Medan?
Penulisan skripsi ini sepenuhnya murni dikerjakan oleh penulis sendiri
dengan topik atau pembahasan yang penulis kaji dan belum pernah dikaji oleh
orang lain dengan judul “Analisa Hukum Terhadap Hak dan Kewajiban Para
Pihak Pada Perjanjian Baku dalam Penjualan Perumahan. Jika ternyata terdapat

Universitas Sumatera Utara

18

judul yang sama sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis bertanggungung jawab
sepenuhnya akan hal itu.

G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian ilmiah harus teratur agar
tercipta karya ilmiah yang baik. Skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya karena isi dari skripsi ini
berhubungan antara satu bab dengan bab lainnya. Untuk mempermudah
menguraikan pembahasan permasalahan dalam skripsi ini, maka penyusunannya
dilakukan secara sistematis.
Skripsi ini dibagi terbagi dalam 5 (lima) bab yang disusun secara
sistematis untuk menguraikan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas
dengan urutan dan gambarannya adalah sebagsai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab pertama ini berisikan pendahuluan yang merupakan suatu
pengantar dari pembahasan selanjutnya terdiri dari 7 (tujuh) sub
bab yaitu latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN
BAKU DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Bab kedua ini mengkaji tentang pengertian perjanjian yang
didalamnya terdapat fungsi perjanjian, sejarah hukum perjanjian,

Universitas Sumatera Utara

19

syarat sahnya dan asas-asas perjanjian, jenis-jenis perjanjian;
tinjauan umum tentang perjanjian baku yang terdiri dari pengertian
klausul baku, dan perkembangan perjanjian baku di Indonesia;
tinjauan umum tentang perlindungan konsumen yang didalamnya
terdapat pengertian konsumen dan pelaku usaha, hak konsumen
dan pelaku usaha serta kewajibannya, perlindungan konsumen
terhadap perjanjian baku yang memuat klausul eksonerasi.
BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERUMAHAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Bab ketiga ini mengkaji tentang tinjauan umum perumahan yang
terdiri dari pengertian perumahan, cara pembayaran rumah dari
pelaku usaha perumahan dalam jual-beli perumahan serta
pembatalan sepihak dalam perjanjian jual-beli rumah.

BAB IV

ANALISA HUKUM TERHADAP TERHADAP HAK DAN
KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN BAKU
DALAM PENJUALAN PERUMAHAN DI PT. PANGRIPTA
Bab keempat ini mengkaji tentang perjanjian jual-beli perumahan
dengan menggunakan kontrak baku ditinjau dari Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Undang-undang Perlindungan
Konsumen, prosedur penjualan perumahan di PT. Pangripta dan
analisis terhadap hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian
baku dalam penjualan perumahan di PT. Pangripta.

Universitas Sumatera Utara

20

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini
memuat kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi
dan juga saran yang merupakan usulan dari penulis yang berkaitan
dengan permasalahan-permasalahan yang telah dikaji agar lebih
berhasil guna berdaya guna.

Universitas Sumatera Utara