Analisis Tingkat Kepuasan Nasabah Non Muslim Terhadap Kualitas Pelayanan Pada Bank Syariah Di Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Pelayanan
Kita semua harus dapat memahami bahwa layanan (service) berasal dari
orang-orang, bukan dari organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, layanan
itu mungkin diberikan karena satu pihak berkehendak membantu pihak lain secara
sukarela, atau adanya permintaan dari pihak lain kepada satu pihak untuk
membantunya secara sukarela. Misalnya, bantuan yang berkaitan dengan
kegotong royongan antar warga, bantuan perhelatan, bantuan duka cita, bantuan
hukum cuma-cuma, pemeliharaan anak yatim/piatu, pemeliharaan orang jompo,
dan penyelesaian pekerjaan yang dilakukan oleh para aktivitas dalam organisasi
non-komersial seperti lembaga swadaya masyarakat.
Pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha pada kegiatan
yang sifatnya jasa. Peranannya akan lebih besar dan menentukan jika pada
kegiatan jasa tesebut kompetisi (persaingan) cukup ketat dalam upaya merebut
pangsa pasar atau langganan. Tingkat pelayanan merupakan suatu tingkat yang
ditunjukkan oleh pusat pelayanan dalam menangani orang-orang yang
memerlukan pelayanan-pelayanan.
Kasmir (2005 : 15) mengemukakan bahwa : ” Pelayanan adalah sebagai tindakan
atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada

nasabah ”.

Universitas Sumatera Utara

Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005 : 39) mengemukakan bahwa :
”Konsep orientasi pelayanan lebih menekankan pada aspek praktik, kebijakan dan
prosedur layanan pada sebuah organisasi.
Menurut Atep Adya Barata (2004 : 10) bahwa : ” Suatu pelayanan akan terbentuk
karena adanya proses pemberian layanan tertentu dari pihak penyedia layanan
kepada pihak yang dilayani.”
Pelayanan dapat terjadi antara :
1. Seorang dengan seorang.
2. Seorang dengan kelompok.
3. Kelompok dengan seorang.
4. Orang-orang dalam organisasi.
Dalam hal layanan diberikan karena tujuan komersial, satu pihak akan
menyediakan layanan bagi pihak lain bila pihak lain tersebut bersedia untuk
membayar. Misalnya, layanan yang diberikan karena ada transaksi jual beli,
layanan timbal balik antara pegawai dan perusahaan, layanan timbal balik antara
pegawai negara dan instansi pemerintah tempatnya bekerja, antara pejabat negara

dan lembaganya, dan hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan sebagai
lanjutan hubungan antar posisi dalam organisasi komersil, non-komersil maupun
instansi pemerintah.
Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul
dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang
berkualitas dan bermutu yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen. Tingkat
kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat dibentuk

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen memilih
pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Dan setelah menikmati jasa
tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka
harapkan.
Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh di bawah jasa yang
mereka harapkan, para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa
tersebut. Sebaliknya, jika jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi
tingkat kepentingan, mereka akan cenderung memakai kembali produk jasa
tersebut. Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang
perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian nasabah.Karena

itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus
berorientasi pada kepentingan nasabah dengan memperhatikan komponen kualitas
nasabah.
2.2 Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas jasa atau kualitas layanan (service quality) berkontribusi signifikan
bagi penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi bersaing setiap organisasi
pemasaran, baik perusahaan manufaktur maupun penyedia jasa.Sayangnya, minat
dan perhatian pada pengukuran kualitas jasa dapat dikatakan baru berkembang
sejak dekade 1980-an.
Pada perusahaan jasa, pelayanan yang diberikan adalah ”produk”nya, oleh
karena itu kegiatan merancang pelayanan lebih abstrak (kabur) dibandingkan
dengan kegiatan merancang produk. Zulian Yamit (2002 : 95) mengemukakan
bahwa: ”Pelayanan bukanlah sesuatu yang dapat diraba, selain itu pelayanan tidak

Universitas Sumatera Utara

dapat disimpan dan ditambahkan untuk memberikan pelayanan di masa yang akan
datang”. Meskipun demikian, perusahaan jasa bisanya lebih fleksibel dan dapat
lebih mudah mengubah kegiatan.Jika perusahaan jasa mengubah kegiatan, maka
ruang kantornya lebih mudah untuk disesuaikan dengan kegiatan baru tersebut.

Dengan kata lain, mengubah pelayanan lebih mudah bagi perusahaan jasa
dibandingkan dengan pabrik dalam mengubah produk. Kualitas jasa berpusat pada
upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan
penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.Harapan pelanggan bisa
berupa tiga macam tipe. Pertama, will expectation, yaitu tingkat kinerja yang
diprediksi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua
informasi yang diketahuinya. Tipe ini merupakan tingkat harapan yang paling
sering dimaksudkan oleh konsumen, sewaktu menilai kualitas jasa tertentu.
Kedua, should expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya
diterima konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang seharusnya diterima jauh
lebih besar daripada apa yang diperkirakan akan diterima. Ketiga, ideal
expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat
diterima konsumen.
Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005 : 121) mengemukakan
bahwa : "Kualitas pelayanan (service quality) sebagai ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan."
Berdasarkan definisi di atas, kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan.


Universitas Sumatera Utara

Lebih lanjut, menurut Wyckof dalam buku Fandy Tjiptono (2005 : 260)
mendefinisikan : "Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan (excellence)
yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan."
Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan.Kualitas memberikan
dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling
menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan.Ikatan emosional
semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama
harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan.Pada gilirannya, perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan, di mana perusahaan memaksimumkan
pengalaman

pelanggan

yang

menyenangkan


dan

meminimumkan

atau

meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan.Harapan pelanggan bisa berupa tiga macam tipe. Pertama, will
expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan konsumen
akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang diketahuinya. Tipe ini
merupakan tingkat harapan yang paling sering dimaksudkan oleh konsumen,
sewaktu menilai kualitas jasa tertentu. Kedua, should expectation, yaitu tingkat
kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima konsumen. Biasanya tuntutan
dari apa yang seharusnya diterima jauh lebih besar daripada apa yang diperkirakan
akan diterima. Ketiga, ideal expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau
terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005 : 121) mengemukakan
bahwa : "Kualitas pelayanan (service quality) sebagai ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan."
Berdasarkan definisi di atas, kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Lebih lanjut, menurut Wyckof dalam buku Fandy Tjiptono (2005 : 260)
mendefinisikan : "Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan (excellence)
yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan."
Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan.Kualitas memberikan
dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling
menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan.Ikatan emosional
semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama
harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan.Pada gilirannya, perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan, di mana perusahaan memaksimumkan
pengalaman

pelanggan


yang

menyenangkan

dan

meminimumkan

atau

meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
2.3 Kepuasan Nasabah
Kepuasan nasabah menurut kotler (1997) adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil)
suatu produk dan harapan-harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari

Universitas Sumatera Utara

perbedaan antara kinerja di bawah harapan, nasabah akan kecewa. Jika kinerja

melebihi harapan maka nasabah akan merasa sangat puas.
Saat ini kepuasan nasabah menjadi fokus perhatian oleh hampir semua bank,
baik pemerintah, pelaku bisnis, dan sebagainya.Hal ini disebabkan semakin
baiknya pemahaman mereka atas konsep kepuasan nasabah sebagai strategi untuk
memenangkan persaingan di dunia bisnis. Kepuasan nasabah merupakan hal yang
penting bagi penyelenggara jasa, karena nasabah akan menyebarluaskan rasa
puasnya ke calon nasabah, sehingga akan menaikkan reputasi si pemberi jasa.
Kepuasan disebabkan karena adanya interaksi antara harapan dan kenyataan.
Sebaliknya apa yang diterima nasabah sebaik yang diharapkan adalah faktor yang
menentukan kepuasan. Jadi harapan harapan nasabah dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lampau, komentar dari kerabat, serta janji dan informasi
pemasar dan pesaing. Nasabah yang puas akan setia lebih lama tanpa memikirkan
harga dan memberikan komentar yang baik tentang perusahaan.
Untuk menciptakan kepuasan nasabah, perusahaan harus menciptakan dan
mengelola suatu sistem untuk memperoleh nasabah yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan nasabah.
Kepuasan nasabah dan kualitas pelayanan mempunyai hubungan yang erat,
dimana jika kepuasan nasabah tinggi maka rangkaian dari kualitas pelayanan yang
dirasakan sesuai dengan harapan nasabah.Untuk menciptakan dan mengelola
suatu sistem untuk memperoleh nasabah yang lebih banyak dan kemampuan

untuk mempertahankan nasabah. Dengan demikian, kepuasan nasabah tidak
berarti memberikan kepada nasabah apa yang diperkirakan perbankan disukai oleh

Universitas Sumatera Utara

nasabah. Namun perbankan harus memberikan apa yang sebenarnya mereka
inginkan, kapan diperlukan dan dengan cara apa mereka memperolehnya.
2.4 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Salah satu faktor menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan
mengenai kualitas jasa yang berfokus pada dimensi jasa.Selain itu juga
dipengaruhi oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi
serta bersifat sesaat.Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi
sesuatu yang sangat penting bagi setiap perusahaan. Hal ini disebabkan karena
kepuasan pelanggan dapat menjadi umpan balik dan masukan lagi bagi
pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan.
Beberapa metode yang digunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan
pelanggan. Menurut Kotler (2002) ada beberapa metode yang bisa dipergunakan
setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan

kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya
guna menyampaikan kritik dan saran, pendapat serta keluhan mereka.
Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di
tempat-tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan
saluran telepon khusus bebas pulsa dan lain-lain.Informasi-informasi yang
masuk melalui metode ini dapat memberikan ide-ide dan warna baru yang
sangat berharga bagi perusahaan.Metode ini bersifat pasif, sehingga sulit

Universitas Sumatera Utara

untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai kepuasan
pelanggan.
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang
(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan atau
pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian ghost
shopper

menyampaikan

temuan-temuan

mengenai

kekuatan

dan

kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman
mereka dalam pembelian produk-produk tersebut.
3. Lost customer analysis
Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah
berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok dan diharapkan
diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut.
4. Survei kepuasan pelanggan
Kepuasan pelanggan dilakukan dengan metode survei, baik melalui pos,
telepon, maupun wawancara pribadi. Dengan melalui survei, perusahaan
akanmemperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari
pelanggan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan
menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
2.5. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan.Ada dua faktor yang mempengaruhi kalitas pelayanan, yaitu persepsi

Universitas Sumatera Utara

pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima (perceived service) dan layanan
yang sesungguhnya yang diharapkan atau diinginkan (expected service).Kepuasan
nasabah dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, dalam hal ini kualitas pelayanan
terdiri dari wujud fisik, empati, keandalan, daya tanggap dan jaminan.Pemberian
pelayanan secara excellent atau superior selalu difokuskan pada harapan
konsumen.Apabila jasa yang diterima oleh nasabah sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik atau memuaskan.Jika
pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal (excellence service).Sebaliknya jika
kualitas pelayanan yang diterima oleh nasabah lebih rendah dari yang diharapkan
maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan.
Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam riset
pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990).SERVQUAL adalah metode empirik
yang dapat digunakan oleh perusahaan jasa untuk meningkatkan kualitas jasa
(pelayanan) mereka.SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor
utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perceived
service) dengan layanan yang diharapkan atau diinginkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan
bermutu, sedang jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan
dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan
dikatakan memuaskan.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Dimensi Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Kelima dimensi pokok kualitas pelayanan yang telah disajikan Parasuraman
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990) yaitu sebagai berikut :
1. Wujud fisik (Tangible)
Dimensi ini merupakan aspek perusahaan jasa yang mudah terlihat dan
ditemui pelanggan.Dimensi ini berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan,
teknologi dan penampilan karyawan.
2. Empati (Empathy)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan dengan konsumen,
komunikasi yang baik, perhatian dan memahami pelanggan.
3. Keandalan (Reliability)
Merupakan kemampuan perusahaan menyampaikan jasa yang akurat dan
konsisten.Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan menyediakan
pelayanan sesuai dengan yang disajikan, sikap simpatik, ketepatan waktu
pelayanan, sistem pencatatan yang akurat.
4. Daya tanggap (Responsiveness)
Merupakan kemauan untuk memberikan pelayanan dan membantu
pelanggan dengan segera.Dimensi ini terlihat pada kecepatan pelayanan
yang diberikan kepada pelanggan, keinginan karyawan untuk membantu
para pelanggan.
5. Jaminan (Assurance)
Adalah kompetensi, sopan santun, kredibilitas, dan keamanan yang akan
membantu keyakinan pelanggan bahwa ia akan mendapatkan jasa yang

Universitas Sumatera Utara

diharapkan. Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk
menanamkan kepercayaan kepada pelanggan, sikap sopan dan kemampuan
karyawan dalam menjawab pertanyaan pelanggan.
Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan nasabah.Kualitas
memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan
hubungan yang kuat dengan perusahaan.Dalam jangka panjang ikatan
seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama
harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. (Tjiptono,1996).
2.6 Sejarah Bank Syariah
Membicarakan sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup dikemukakan
pada tulisan yang sempit ini, karena sistem ekonomi Islam mencakup beberapa
segi dan mempunyai ketergantungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya
sebagaimana yang ditemukan pada studi ekonomi umum. Perkembangan teori
ekonomi Islam dimulai dari diturunkannya ayat-ayat tentang ekonomi dalam alQur’an, seperti: QS. Al-Baqarah ayat ke 275 dan 279 (tetang jual-beli dan riba);
QS.Al-Baqarah ayat 282 (tentang pembukuan transaksi); QS.Al-Maidah ayat 1
(tentang akad); QS.Al-A’raf ayat 31, An-Nisa’ ayat 5 dan 10 (tentang pengaturan
pencarian, penitipan dan membelanjakan harta).Ayat-ayat ini, menurut At-Tariqi
menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan pokok ekonomi sejak pensyariatan
Islam (Masa Rasulullah SAW) dan dilanjutkan secara metodis oleh para
penggantinya

(Khulafaur

Rosyidin).Pada

masa

ini

bentuk

permasalaan

perokonomian belum sangat variatif, sehingga teori-teori yang muncul pun belum
beragam. Hanya saja yang sangat subtansial dari perkembangan pemikiran ini

Universitas Sumatera Utara

adalah adanya wujud komitmen terhadap realisasi visi Islam rahmatan lil ‘alamin
(Lukman , 2009.
Persoalan sistem bank syari’ah hanyalah sebagian kecil dari sederetan
masalah-masalah yang di hadapi.Kendati demikian, sistem ekonomi Islam
mempunyai ciri khas dibanding sistem ekonomi lain (kapitalis-sosialis). Dr. Yusuf
Qordhowi, pakar Islam kontemporer dalam karyanya “Daurul Qiyam wal akhlaq
fil iqtishod al-Islamy” menjelskan empat ciri ekonomi Islam, yaitu ekonomi
robbani, ekonomi akhlaqy, ekonomi insani dan ekonomi wasati.
2.6.1 Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Sejarah perkembangan studi ekonomi Islam dapat dibagi pada empat pase:
1. Pase pertama, masa pertumbuhan
2. Pase kedua, masa keemasan
3. Pase ketiga, masa kemunduran dan
4. Pase keempat, masa kesadaran
2.6.2 Masa Pertumbuhan
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di
Madinah.Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi
masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi
Islam.Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah
sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat
sederhana sesuai dengan masanya.Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan
besar (PT) tentunya belum ditemukan.Namun demikian lembaga moneter di

Universitas Sumatera Utara

tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun
telah dipaktekkan dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.
2.6.3 Masa Keemasan
Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada abad
ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya
sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan.Kaidah-kaidah ini
mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga,
hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya.Namun kaidah-kaidah
yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang tercecer dalam buku-buku
fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi Islam.
Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” misalnya, memberi penjelasan
tentang kewajiban negara menjamin kesejahteraan minimal bagi setiap warga
negara.Konsep ini telah melampaui pemikiran ahli ekonomi saat ini. Demikian
pula halnya dengan karya-karya fiqih lain, ia telah meletakkan konsep-konsep
ekonomi Islam, seperti prinsip kebebasan dan batasan berekonomi, seberapa jauh
intervensi negara dalam kegiatan roda ekonomi, konsep pemilikan swasta
(pribadi) dan pemilikan umum dan lain sebagainya.
2.6.4 Masa Kemunduran
Dengan ditutupnya pintu ijtihad, maka dalam menghadapi perubahan sosial,
prinsip-prinsip Islam pada umumnya dan prinsip ekonomi khususnya, tidak
berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap dan berani untuk
langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahanperubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat imam-imam

Universitas Sumatera Utara

mazdhab terdahulu dalam mengistimbat suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu
keislaman

lebih

bersifat

pengulangan

dari

pada

bersifat

penemuan.

Tradisi taklid ini menimbulkan stagnasi dalam mediscover ilmu-ilmu baru,
khususnya dalam menjawab hajat manusia di bidang ekonomi.Padahal ijtihad
adalah sumber kedua Islam setelah al-Quran dan as-Sunnah.Dan pukulan telak
terhadap Islam adalah ketika ditutupnya pintu ijtihad tersebut.
2.6.5 Masa Kesadaran Kembali
Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad 15 H, hubungan antara sebagian
masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang.
Sebagaimana juga telah terhentinya studi-studi tentang ekonomi Islam, hingga
sebagian orang telah lupa sama sekali, bahkan ada sebagian pihak yang
mengingkari istilah “ekonomi Islam”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal-hal
ibadah mahdloh dan persoalan perdata saja.Lebih ironis lagi sebagian hal itu pun
masih jauh dari ajaran Islam yang benar. Namun demikian, meskipun studi ilmiah
modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah
dilakukan, antara lain: Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus
pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli,
penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada
kegiatan ekonomi dan lain-lain. Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa
seminar dan muktamar, antara lain: Muktamar Internasional tentang fiqih Islam
Pada Muktamar Fiqih Islam pertama yang diadakan di Paris tahun 1951
dibahas masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi, riba dan konsep
pemilikan.

Universitas Sumatera Utara

Muktamarr Fiqih Islam kedua diadakan di Damaskus pada bulan April
1961.Dalam muktamar tersebut dibahas tentang asuransi dan sistem hisbah
(pengawasan) menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam ketiga diadakan di Kairo
pada Mei 1967, membahas tentang asuransi sosial (takaful) menurut Islam
Muktamar Fiqih Islam keempat diadakan di Tunis pada bulan Januari
1975, membahas masalah pemalsuan dan monopoli.Muktamar Fiqih Islam kelima
diadakan di Riyadh pada bulan Nopember 1977 membahas tentang sistem
pemilikan dan status sosial menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam sedunia,
diadakan di Riyadh juga yang diorganisir oleh Universitas Imam Muhammad bin
Saud pada tanggal 23 Oktober hingga Nopemebr 1976, membahas tentang
perbankan Islam antara teori dan praktek dan pengaruh penerapan ekonomi Islam
di tengah-tengah masyarakat. Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo. Dalam
hal ini sedikitnya telah delapan kali mengadakan muktamar yang membahas
tentang ekonomi Islam.Pertemuan studi sosiologi negara-negara Arab. Seminar
Dewan Pembinaan Ilmu Pengetahuan, satra dan sosial (seksi ekonomi dan
keuangan). Muktamar Ekonomi Islam Internasional, antara lain: Muktamar
Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di Makkah pada tanggal 21-26
Pebruari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di London pada bulan Juli
1977.
Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam, baik dalam bahasa
Arab dan bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita temukan di toko-toko
buku.Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini membuahkan
berdirinya

bank-bank

Islam,

baik

dalam

skala

nasional

maupun

Universitas Sumatera Utara

internasional.Dalam
Development

Bank

skala

internasional

(IDB/Bank

misalnya,

Pembangunan

telah

Islam)

berdiri
yang

Islamic
kantornya

berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen establishing the islamic
Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2 disebutkan bahwa salah
satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah melaksanakan penelitian
untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di negara-negara muslim dapat
sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan bantuan teknis, baik dalam
bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar ekonomi dan perbankan
Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan untuk tenaga perbankan
yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang ditempatkan di bank Islam
yang baru berdiri. Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan
dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988
terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri (sebelum Bank
Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di
Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti
pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan,
belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara lain dalam dekade ini, seperti di
Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.
2.7 Awal Mula Bank Syariah di Indonesia
Akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam Indonesia tak bisa lepas
dari awal sejarah masuknya Islam di negeri ini.Bahkan aktivitas ekonomi syariah
di tanah air tak terpisahkan dari konsepsi lingua franca. Menurut para pakar,
mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara, ialah karena bahasa Melayu

Universitas Sumatera Utara

adalah bahasa yang populer dan digunakan dalam berbagai transaksi perdagangan
di kawasan ini(Lukman , 1997). Para pelaku ekonomi pun didominasi oleh orang
Melayu yang identik dengan orang Islam.Bahasa Melayu memiliki banyak kosa
kata yang berasal dari bahasa Arab.Ini berarti banyak dipengaruhi oleh konsepkonsep Islam dalam kegiatan ekonomi.Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas
ekonomi syariah tidak dalam bentuk formal melainkan telah berdifusi dengan
kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman dalam bahasanya.Namun demikian,
penelitian khusus tentang institusi dan pemikiran ekonomi syariah nampaknya
belum ada yang meminatinya secara khusus dan serius. Oleh karena itu, nampak
kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah
Islam dalam kontek kehidupan politik dan hokum(Anwar , 1999). Walaupun
pernah lahir Piagam Jakarta dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi
dalam pengertian penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20 lebih
diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah.Salah
satu pilihanya adalah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak
bertentangan dengan syariah Islam.Oleh karena itu, gerakan koperasi mendapat
sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok pesantren. Gerakan koperasi yang
belum sukses disusul dengan pendirian bank syariah yang relatif sukses.Walaupun
lahirnya bank syariah di dahului oleh Philipina, Denmark, Luxemburgdan AS,
akhirnya Bank Islam pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank Mu’amalat
(1992) (Anwar, 1991:14). Kelahiran bank Islam di Indonesia hari demi hari
semakin kuat karena beberapa faktor:

Universitas Sumatera Utara

1) Adanya kepastian hukum perbankan yang melindunginya.
2) Tumbuhnya kesadaran masayarakat manfaatnya lembaga keuangan dan
perbankan syariah.
3) Dukungan politik atau political will dari pemerintah. Akan tetapi,
kelahiran bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian
lembaga-lembaga pendidikan perbankan syariah. Sejak tahun 1990-an
ketika Dirjen Bimbaga Islam Depag RI melakukan posisioning jurusanjurusan di lingkungan IAIN, hal ini pernah di usulkan kepada Menteri
Agama dan para petinggi di Depag RI agar mempersiapkan institusi untuk
mengkaji kecenderungan dan perkembangan ekonomi syariah di tanah air.
Usaha maksimal saat itu ialah memilah jurusan Muamalat/Jinayat pada
Fakultas syariah IAIN menjadi dua, yakni Jurusan Muamalat dan Jurusan
Jinayah-Siyasah.
Maraknya perbankan syariah di tanah air tidak diimbangi dengan lembaga
pendidikan yang memadai. Akibatnya, perbankan syariah di Indonesia baru pada
Islamisasi nama kelembagaanya. Belum Islamisasi para pelakunya secara
individual dan secara material. Maka tidak heran jika transaksi perbankan syariah
tidak terlalu beda dengan transaksi bank konvensional hanya saja ada konkordansi
antra nilaisuku bungan dengan nisbah bagihasil. Bahkan terkadang para pejabat
bank tidak mau tahu jika nasabahnya mengalami kerugian atau menurunya
keuntungan.Mereka “mematok” bagi hasil dengan rate yang benar-benar
menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak. Di lain pihak, kadangkala ada
nasabah yang bersedia mendepositkan dananya di bank syariah dengan syarat

Universitas Sumatera Utara

meminta bagi hasilnya minimal sama dengan bank konvensional milik
pemerintah. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan perbankan syariah, yang
pasti dan faktual adalah bahwa ia telah memberikan konstribusi yang berarti dan
meaningfull bagi pergerakan roda perekonomian Indonesia dan mengatasi krisis
moneter.
Munculnya praktek ekonomi Islam di Indonesia pada tahun 1990-an yang
dimulai dengan lahirnya Undang-undang No. 10 Tahun 1992 yang mengandung
ketentuan bolehnya bank konvensional beroperasi dengan sistem bagi hasil.
Kemudian pada saat bergulirnya era reformasi timbul amandemen yang
melahirkan UU No 7 Tahun 1998 yang memuat lebih rinci tentang perbankan
syariah.Undang-undang ini mengawali era baru perbankan syari’ah di Indonesia,
yang ditandai dengan tumbuh pesatnya bank-bank syari’ah baru atau cabank
syari’ah pada bank konvensional.Maka praktek keuangan syari’ah di Indonesia
memerlukan panduan hukum Islam guna mengawal pelaku ekonomi sesuai
dengan tuntunan syari’at Islam.Perkembangan berikutnya, MUI sebagai payung
dari lembaga-lembaga organisasi keagamaan (Islam) di Tanah Air menganggap
perlu dibentuknya satu badan dewan syariah yang bersifat nasional (DSN) dan
membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank
syariah.Hal ini untuk memberi kepastian dan jaminan hukum Islam dalam
masalah perbankan syariah sejak diberlakukannya Undang-undang No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan yang memberikan peluang didirikannya bank syariah.
DSN-MUI sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 telah banyak
mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ekonomi Islam (mu’amalah maliyah) untuk

Universitas Sumatera Utara

menjadi pedoman bagi para pelaku ekonomi Islam khususnya perbankan syari’ah.
Dalam metode penerbitan fatwa dalam bidang mu’amalah maliyah diyakini
menggunakan kempat sumber hukum yang disepakati oleh ulama suni; yaitu AlQuran al Karim, Hadis Nabawi, Ijma’ dan Qiyas, serta menggunakan salah satu
sumber hukum yang masih diperselisihkan oleh ulama; yaitu istihsan, istishab,
dzari’ah, dan ‘urf.
Dalam proses penerbitan fatwa diperkirakan mempelajari empat mazhab
suni, yaitu imam mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
disamping pertimbangan lain yang bersifat temporal dan kondisional. Oleh karena
itu, perlu mengkaji secara seksama dan perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sifat fatwa-fatwa MUI dalam bidang ekonomi Islam dari segi metode
perumusannya, sisi ekonomi di sekelilingnya dan respons masyarakat terhadap
fatwa-fatwa itu.
Di Indonesia, atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia bersama kalangan
pengusaha muslim sejak 1992 telah beroperasi sebuah bank syari’ah, yaitu Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang sistem operasionalnya mengacu pada No. 72
tahun 1992 tentang bank bagi Hasil. Pada tahun 1998, disahkan Undang-undang
RI No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan. Secara legal, perbankan syari’ah telah diakui sebagai subsistem
perbankan nasional.
Di tengah dinamika tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan
syari’ah, pada tahun 1997 krisis ekonomi datang menerjang memporakporandakan sistem perbankan nasional. Sebagaimana diungkap oleh Warkum,

Universitas Sumatera Utara

mulai bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999 pemerintah menutup 55
bank, mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu melakukan
rekapitalisasi. Pada Oktober 2001, sebagaimana laporan Majalah Investasi terjadi
lagi satu bank konvensional yang dibekukan atau Bank Beku Kegiatan Usaha
(BBKU). Dari 240 bank sebelum krisis, kini hanya tinggal 73 bank swasta yang
dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah.
Di antara lembaga keuangan syari’ah yang berkembang secara pesat di
tengah sistem perbankan yang sedang sakit adalah antara lain bank syari’ah,
BPRS dan BMT. Bank Syari’ah berkembang berdampingan dengan bank-bank
konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya Bank BNI Syari’ah,
Bank Mandiri Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, BII
Syariah. Di samping itu berkembang juga lembaga keuangan syari’ah yang
bersifat mikro, yang bergerak di kalangan ekonomi bawah, yaitu BMT (Baitul
Maal wat-Tamwil).Walaupun Bank Konvensional masih menjadi primadona bagi
masyarakat secara keseluruhan,namun peerkembangan ekonomi islam yang
menjadi identitas suatu bentuk kemajuan ekonomi islam yang murni dan jauh dari
dosa atau Riba harus di kembangkan dan di majukan,hal ini sesuai dengan visi
Islam rahmatan lil ‘alamin bagi orang-orang yang menjalani dan mengikuti
ajaran ALLAH SWT.
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan kepuasan konsumen telah banyak
dilakukan dengan objek dan pendekatan yang berbeda-beda. Dalam industri jasa
yang berbeda, kemungkinan variabel memiliki kualitas yang berbeda pula. Disisi

Universitas Sumatera Utara

lain dengan pengukuran variabel yang sama tingkat kualitas jasa yang berbeda.
Pada jenis industri yang berbeda, bahkan diantara industri jasa yang sejenis,
tingkat kualitas jasa dapat berbeda. Berikut ini adalah bukti penelitian terdahulu
sejenis dengan skripsi yang saya teliti:


Penelitian dilakukan oleh Dodik Agung dan Tri Gunarsih (2004) berjudul
“Pengaruh Kualitas Nasabah Kredit Perorangan dan Kelompok dengan
studi kasus pada Pasar Kabupaten Karanganyar”. Hasil penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa individual maupun secara bersama-sama
berpengaruh

secara

signifikan

terhadap

kepuasan

nasabah

dan

membuktikan bahwa variabel reponsiveness merupakan variabel bebas
yang paling dominan pengaruhnya terhadap kepuasan nasabah.


Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Idayanti Nursyamsi (2008) berjudul
“Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Nasabah Kredit Cepat
Aman (KCA) pada Perum Pegadaian di Makasar”. Hasil penelitian ini
menghasikan kesimpulan bahwa : Secara simultan menunjukkan variabel
tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty secara
bersama-sama menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat kepuasan nasabah KCA Perum Pegadaian Cabang Makasar.

Universitas Sumatera Utara



2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis

Wujud Fisik (Tangible)

Empati (Empathy)

Keandalan (Reliability)

Kepuasan Konsumen

Daya Tanggap
(Responsiveness)

Jaminan (Assurance)

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
.

Universitas Sumatera Utara