Implementasi Program Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan Desa Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Studi Pada Desa Ajijahe Dan Desa Ajijulu)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan
menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.
Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari
teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang
dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian.
Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk,
defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara
sistematis dengan cara mengkonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi
dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Adapun kerangka teori dalam
penellitian adalah sebagai berikut:

II.2

Kebijakan Publik


A. Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan
dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam
(Kaban 2008:59) kebijakan dapat dipandang dari empat perspektif, yaitu filosofis,
produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan
dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai
suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau

Universitas Sumatera Utara

rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui
cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya
yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan sebagai
suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan
negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya. Menurut
Thomas R. Dye dalam Dunn terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk
sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai
kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policystakeholders), dan


GAMBAR II.1.

Tiga Elemen Sistem Kebijakan Menurut Thomas R. Dye

lingkungan kebijakan (policy environment).

Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi.
Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan,
namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.
Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat
kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Sedangkan jika dilihat dari proses
kebijakan, teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton.

Universitas Sumatera Utara

Gambar II.2. Proses Kebijakan Publik Menurut Easton

Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses
kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa
tuntutan (demand) dan dukungan (support).


Seperti yang dinyatakan oleh Dye (Parsons, 2008), kebijakan publik adalah
studi tentang “apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah
mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”.

Kebijakan publik dapat berupa tindakan, program, atau keputusan
pemerintah. Carl I. Friederick (1963:79) mendefinisikan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dengan ancaman dan peluang yang ada. Harold
Laswell dan Abraham Kaplan (1970:71) mendefinisikannya sebagai suatu
program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu,
dan praktik-praktik tertentu. Riant Nugroho sendiri mendefinisikan kebijakan
publik sebagai setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk

Universitas Sumatera Utara

merealisasikan tujuan dari Negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk
mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi,
untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.


Namun kebijakan publik juga bisa berupa dampak dari tindakan atau
aktivitas pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh David Easton (1965:212)
bahwa kebijakan publik adalah akibat aktivitas pemerintah (the impact of
government activity). Secara sederhana, kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai tindakan dan/atau dampak dari tindakan pemerintah yang diproyeksikan
untuk tujuan tertentu.

B. Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas
politis

tersebut

dijelaskan

sebagai

proses


pembuatan

kebijakan

dan

divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu: penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Willian N. Dunn,
2003). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting),
rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah
aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih lanjut
Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1)


Penyusunan Agenda ( Agenda Setting )

Tahap penetapan agenda kebijakan ini, yang harus dilakukan pertama kali
adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Pada hakekatnya
permasalahan ditemukan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn
problem structuring memiliki 4 fase yaitu: pencarian masalah (problem
search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah
(problem specification) dan pengenalan masalah (problem setting). Sedangkan
teknik yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah adalah analisis
batasan masalah, analisis klarifikasi, analisis hirarki dan brainstroming,
analisis multi perspektif, analisis asumsional serta pemeratan argumentasi.

2)

Formulasi Kebijakan (policy formulation )

Berkaitan dengan policy formulation Woll berpendapat bahwa formulasi
kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan
masalah publik, dimana pada tahap para analis kebijakan publik mulai

menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan
kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam
menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis
biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil
pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas.

3)

Adopsi Kebijakan

Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas
legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.

Universitas Sumatera Utara

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan
melalui dukungan para stakeholders atau pelaku yang terlibat. Tahap ini
dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai
berikut:


a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan
pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan
merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi
kemajuan masyarakat luas.
b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk menilai
alternatif yang akan direkomendasi.
c) Mengevalusi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteriakriteria yang relevan (tertentu) agar efek positif alternatif kebijakan
tersebut lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi.

4)

Implementasi Kebijakan

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor
(birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan
sumber daya lainya (teknologi dan manajemen), dan pada tahap ini monitoring
dapat dilakukan. Menurut patton dan sawicki bahwa implementasi berkaitan
dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program,
dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
meninterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.


Universitas Sumatera Utara

Tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa
yang terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan
otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat
diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu
penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil
melalui aktivitas atau kegiatan dari program pemerintah.

5)

Penilaian Kebijakan (Evaluasi Kebijakan)

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilain terhadap
kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses
implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau
direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran
(kriteria-kriteria) yang telah ditentukan.
Menurut Dunn evaluasi kebijakan publik mengandung arti yang

berhubungan dengan penerapan skala penilaian terhadap hasil kebijakan dan
program yang dilakukan.

C. Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Penggunaan istilah implementasi pertama sekali digunakan oleh arold
Lawswell (Purwanto, 2012: 17). Sebagai ilmuwan yang pertama sekali
mengembangkan studi tentang kebijakan public, lawswell mengagas suatu
pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan proses (Policy Process Approach).
Menurutnya, agar ilmuwan memperoleh pemahaman yang baik tentang apa
sesungguhnya arti dari kebijakan public, maka kebijakan public harus diuraikan

Universitas Sumatera Utara

menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu: agenda-setting,
formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari
siklus tersebut terlihat secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau
salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan public dirumuskan.
Sementara itu, van meter dan van horn dalam winarmo (2002: 102)
membatasi implementasi kebijakan sebagai tinndakan-tindakan yang dilakukan

oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan
kebijakan sebelumnya. tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk
kebijakan sebelumnya tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangk melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan.
Implementasi adalah proses yang krusial dalam proses kebijakan publik.
Implementasi adalah tahapan atau serangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan
dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah
dirumuskan akan sia-sia belaka. Implementasi kebijakan merupakan hal yang
paling berat, karena dalam tahapan ini dijumpai masalah-masalah yang tidak
dijumpai dalam konsep namunmuncul di lapangan (Nugroho, 2006: 119).

2. Model Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, yaitu
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a) Model Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn
Menurut Van Meter dan Van Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi
kinerja implementasi, yakni; (a) standart dan sasaran kebijakan; (b) sumberdaya;
(c) komunikasi antar organisasi dan dan kegiatan pelaksana; (d) karakteristik agen
pelaksana; (e) kondisi social, ekonomi dan politik; dan (f) disposisi implementor.
a) Standart dan sasaran kebijakan
Dalam melakukan studi implementasi, tujuan dan sasaran suatu program
yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur sehingga dapat
terealisir, karena implementasi tidak akan berhasil jika tujuan dan sasaran
tidak dipertimbangkan. Dalam menentukan ukuran dasar dari sasaransasaran, kita dapat menggunakan pernyataan-pernyataan dari pembuat
keputusan sebagaimana direfleksikan dalam banyak document seperti
regulasi-regulasi dan garis-garis pedoman program yang menyatakan
criteria untuk evaluasi pencapaian kebijakan.
Gambar II.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Universitas Sumatera Utara

b) Sumberdaya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya manusia (human
resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources).
Kebijakan menuntut tersedianya sumberdaya yang akan mendorong dan
memperlancar implementasi yang efektif. Summber-sumber layak
mendapat perhatian karena sangat menunjang dalam menunjang
keberhasilan implementasi kebijakan.
c) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana
Implementasi sebuah program yang efektif perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama bagi
keberhasilan suatu program.
d) Karakteristik agen pelaksana
Yang dimaksud dalam karakteristik agen pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi
dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi
suatu program.
e) Kondisi social, politik, dan ekonomi
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompokkelompok

kepentingan

memberikan

dukungan

bagi

implementasi

kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;
bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan; dan apakah elite
politik mendukung implementasi kebijakan. Kondisi sosial, poitik, dan
ekonomi sangat

berpengaruh terhadap implementasi kebijakan, oleh

Universitas Sumatera Utara

karena itu diharapkan agar kondisi sosial, politik, dan ekonomi eksternal
harus kondusif dan mampu mendukung berjalannya implementasi
kebijakan tersebut.
f) Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni: (a) respon
implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya
dalam melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya
terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni
prefensi nilai yang dimiliki implementor

b) Model Implementasi Kebijakan George Edward III
Menurut pandangan Edward dalam Winarno (2002: 125-126), terdapat
empat faktor atau variabel krusial dalam implentasi kebijakan public. Faktorfaktor atau variabel tersebut, yakni: (a) Komunikasi, (b) Sumber-sumber
(resources), (c) Kecenderungan-kecenderungan (disposisi), dan (d) Struktur
birokrasi.

a) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target
group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan
dan sasaran kebijakan tidak jelasatau bahkan tidak diketahui sama sekali

Universitas Sumatera Utara

oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari
kelompok sasaran.
b) Sumberdaya (resources)
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikan secar jelas dan konsisten,
tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan dengan efektif. Sumberdaya tersebut
dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan
sumber daya financial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk
implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya
tinggal di kertas berwujud dokumen saja.
c) Disposisi (kecenderungan-kecenderungan)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokrastis, apabila implementor
memiliki disposisi yang baik, maka dia akan mampu

menjalankan

kebijakan dengan baik seperti pa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.
Ketika implementor memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan juga menjadi tidak
efektif.
Berbagai pengalaman pembangunan dunia ketiga menunjukkan bahwa
tingkat kejujuran dan komitmen aparat rendah sehingga muncul berbagai
masalah seperti korupsi.
d) Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
adanya prosedur operasi yang standar (standart operating procedures atau
SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi
tidak fleksibel.
Gambar II.4. Model Implementasi Kebijakan George Edward III (Sumber :
Winarno, 2002:12)
komuikasi

Sumber daya
Implementasi
Disposisi
Struktur

c) Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle
Keberhasilan implementasi kebijakan menurut Merilee S. Grindle (1980)
dalam (Sumarsono, 2009: 99) dipengaruhi dua variabel besar, yakni: isi kebijakan
(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

a) Variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:

Universitas Sumatera Utara

1. Sejauh mana kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi
kebijakan,
2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group,
3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan,
4. Apakah letak suatu program sudah tepat,
5. Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementatornya dengan
rinci, dan
6. Apakah suatu program sudah didukung oleh sumberdaya yang
memadai.
b) Variabel lingkungan implementasi (context of implementation) mencakup:
1. Seberapa besar kekuasan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan,
2. Karakteristik intuisi dan rezim yang sedang berkuasa, dan
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Gambar II.5. Model Implementasi Merilee S. Grindle
Implementasi kebijakan dipengaruhi

Tujuan

Tujuan
yang
dicapai ?

A.

B.

Program aksi dan
proyek individu ang
didesain dan didanai

Isi kebijakan
1. Kepentingan kelompok sasaran
2. Tipe manfaat
3. Derajat perubahan yang
diinginkan
4. Letak pengambilan keputusan
5. Pelaksanaan program
6. Sumber daya yg dilibatkan
Lingkungan Implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan, dan
strategi aktor yg terlibat
2. Karakteristik lembaga dan
penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap

Program yang
dilaksanakan
sesuai rencana

Hasil kebijakan
a. Dampak pada
masyarakat,
individu dan
kelompok
b. Perubahan dan
penerimaan
masyarakat

Mengukur keberhasilan

Universitas Sumatera Utara

D. Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi :

a) Mudah tidaknya masalah dikendalikan (tractability of the problem).

Kategori tractability of the problem mencakup variabel-variabel: (1)
Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; (2) Tingkat
kemajemukan kelompok sasaran; (3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total
populasi; (4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

b) Kemampuan kebijakan untuk menstrukturisasikan proses implementasi
(ability of statute to structure implementation).

Kategori ability of statute to structure implementationmencakup variabelvariabel yang mencakup: (1) Kejelasan isi kebijakan ; (2) Seberapa jauh kebijakan
tersebut memiliki dukungan teoretis; (3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial
terhadap kebijakan tersebut; (4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan
antar instansi pelaksana; (5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada
badan pelaksana; (6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; (7)
Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam
implementasi kebijakan.

Variabel di luar kebijakan / variabel lingkungan (nonstatutory variables
affecting implementation) mencakup variabel-variabel: (1) Kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi; (2) Dukungan publik terhadap

Universitas Sumatera Utara

kebijakan; (3) Sikap dari kelompok pemilih (constituent groups);(4) Tingkat
komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

Gambar II.6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut
Mazmanian dan Sabatier
Tractability of the problem
1. Availability of valid technical theory and technology
2. Diversity of target-group behavior
3. Target group as a percentage of the population
4. Extent of behavioral change required

Ability
of
statute
implementation

to

structure

1. Clear and consistent objectives
2. Incorporation of adequate causal theory
3. Financial resources
4. Hierarchical integration with and among
implementing agencies
5. Decision-rules of implementing agencies
6. Recruitment of implementing officials
7. Formal access by outsiders

Nonstatutory variables affecting
implementation
1. Socioeconomic condition and technology
2. Media attention to the problem
3. Public support
4. Attitudes and resources of constituency
groups
5. Support from sovereigns
6. Commitment and leadership skill of
implementing officials

Stages (dependent variables) in the implementation process
Policy outputs
of
implementing

agencies

II.3

Compliance
with policy
outputs
bytarget

Actual
impacts of
policy
outputs

Perceived
impacts of
policy
outputs

Major
revision in
statute

Desa

A. Pengertian Desa
Keberadaan desa telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di
Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka.Masyarakat di Indonesia secara turun
temurun hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang disebut dengan desa.
Desa secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, decayang berarti
tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran.Dari perspektif geografis, desa atau

Universitas Sumatera Utara

village diartikan sebagai‘a group of houses and shops in a country area, smaller
than a town’. Desa atau udik, menurut definisi universal adalah sebuah aglomerasi
permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia istilah desa adalah pembagian
wilayah administratif di Indonesia dibawah Distrik, yang dipimpin oleh Kepala
Desa.

Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah kabupaten/ kota yang
dipimpin oleh kepala desa. Dengan demikian, kepala desa langsung dibawah
pembinaan bupati atau wali kota. Perlu diketahui bahwa sesuai dengan UU No.
32/ 2004 kecamatan bukan sebagai wilayah administrasi yang membawahi desadesa, melainkan hanyalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
kabupaten atau dapat disebut sebagai perpanjangan tangan kabupaten.

B. Pembangunan Desa
Pengertian pembangunan menurut Todaro bahwa ‘Development is
multidimentional process involving the reorganiazation and reorientation of
entire economic and social system. In addition to improvement income and output
it typically involves, radical, change in institutional , social and administrative,
structures as well as in popular attitudes and, in many case, event customs belief.
Pembangunan merupakan konsep yang tersusun dan terencana secara sistematis,
yang bertujuan untuk menciptakan suasana dan system baru . system itulah yang
kemudian akan memberikan kondisi bagi berkembangnya tata nilali bagi
berkembangnya kehidupan masyarakat.
Pembangunan desa merupakan seluruh kegiatan pembangunan yang
berlangsung di pedesaan, meliputi seluruh aspek kehidupan dari seluruh

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya
gotong royong. Indikator keberhasilan pembangunan desa pada dasarnya adalah
perbaikan rill dalam kondisi kehidupan masyarakat secara keseluruhan, karena
pembangunan senantiasa merupakan proses perbaikan dari suatu keadaan ke
keadaan yang lebih baik.
C. Keuangan Desa
Keuangan desa adalah segala hak dan kewajiban dalam rangka
menyelenggarakan pemerintah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di
dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
desa tersebut. Keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa, APBD, dan
APBN (Hanif, 2011: 81).
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa
yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) yang tidak perlu dibayar kembali oleh
desa. Pendapatan desa terdiri atas:
1. Pendapatan asli desa (PADesa);
2. Bagi halis pajak kabupaten/ kota;
3. Bagian dari retribusi kabupaten/ kota;
4. Alokasi dana desa (ADD);
5. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/ kota, dan desa lainnya;
6. Hibah; dan
7. Sumbangan pihak ketiga.

Universitas Sumatera Utara

II.4

Alokasi Dana Desa (ADD)

A. Pengertian Alokasi Dana Desa (ADD)
Alokasi dana desa adalah dana desa yang berasal dari APBD kabupaten/
kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh kabupaten/ kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh
persen). Tujuan alokasi dana desa adalah:
1) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
2) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa
dan pemberdayaan masyarakat;
3) Meningkatkan pembagunan infrastruktur perdesaan;
4) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudkan

peningkatan

sosial

budaya dalam

rangka mewujudkan

peningkatan sosial;
5) Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
6) Meningkatkan

pelayanan

kepada

masyarakat

desa

dalam

rangka

pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
7) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes).
Rumus yang dipergunakan dalam alokasi dana desa:
1) Asas merata, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa yang sama untuk setiap
desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM);
2) Asas adil, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan nilai bobot
desa (BDx) yag dihitung dalam rumus dan variabel tertentu (misalnya

Universitas Sumatera Utara

kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan dll), selanjutnya
disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Besarnya presentase
perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya ADDM adalah 60%
(enam puluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40%
(empat puluh persen) dari jumlah ADD.

Alokasi dana desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada
pemerintahan desa. Pemerintahan Desa membuka rekening pada bank yang
ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohnan
penyaluran alokasi dana desa kepada kepala bupati dan kepala bagian
pemerintahan desa secretariat daerah kabupataen/kota melalui camat setelah
dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintahan desa
pada bagian setda kabupaten/kota akan meneruskan berkas permohonan berikut
lampirannya kepada kepala bagian keuangan setda kabupaten/kota atau kepala
badan pengelola keuangan daerah (BPKD) atau kepala badan pengelola keuangan
dan kekayaan asset daerah (BPKKAD). Kepala bagian keuangan setda atau kepala
BPKD atau kepala BPKKAD akan menyalurkan alokasi dana desa langsung dari
kas daerah ke rekening desa. Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam
APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi daerah kabupaten/kota.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD
dalam APBDesa sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan
mengacu pada peraturan bupati/walikota. Penggunaan anggaran alokasi dana
desa adalah sebesar 30% (tiga puluh persen) untuk belanja aparatur

dan

Universitas Sumatera Utara

operasional pemerintahan desa sebesar 70% (tujuh puluh persen) untuk biaya
pemberdayaan masyarakat. Belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk:
a. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil;
b) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui badan usaha milik desa
(BUMDesa);
c) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan;
d) Perbaikan lingkungan da permukiman;
e) Teknologi tepat guna;
f) Perbaikan kesehatan dan pendidikan;
g) Pengembangan sosial budaya; dan
h) Kegiatan lain yang dianggap penting.

B. Pertanggungajawaban dan pelaporan ADD
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban
APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa yang
dibiayai dari ADD adalah sebagai berikut:
a) Laporkan berkala artinya laporan mengenai pelaksanaan penggunaan ADD
dibuat secara rutin setai bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini
adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD;
b) Laporan

akhir pengunaan

ADD,

yang mencakup

perkembangan

pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan
direkomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur structural yaitu dari tim
pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat

Universitas Sumatera Utara

kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat
laporan/rekapan dari seluruh tingkat desa di wilayah dan secara bertahap
melaporkannya kepada bupati. Tim fasilitasi tingkat kabupaten/kota. Pembiayaan
dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan tim pendamping dibebankan
pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota diluar dana
Alokasi Dana Desa (ADD).
C. Pembinaan dan pengawasan ADD
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran
alokasi dana desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota
dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelola keuangan desa.
Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi:
a. Memberikn pedoman dan pelaksanaan ADD;
b. Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa
yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBDesa;
c. Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan
asset desa;
Pembinaan dan pengawasan camat meliputi:
a. Memfasilitasi administrasi keuangan desa;
b. memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset desa;
c. Memfasilitasi pelaksanaan ADD;
d. Memfasilitasi
perencanaan,

penyelenggaraan
dan

penyusunan

keuangan

desa

APBDesa,

yang

mencakup

pelaksanaan

dan

pertanggungjawaban APBDesa.

Universitas Sumatera Utara

II.5

Definisi Konsep
Konsep

merupakan

istilah

dan

definisi

yang

digunakan

untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi
pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 3). Melalui konsep, peneliti
menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa
kejadian yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun definisi konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan
dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam
kehidupan masyarakat dengan hubungan yang mengikat. Kebijakan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa pasal 72 huruf D mengenai Alokasi Dana Desa (ADD) dan
Peraturan Bupati No. 8 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian dan
Penetapan Rincian Alokasi Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Karo Tahun
Anggaran 2015.
2. Implementasi kebijakan merupakan tindakan atau proses pelaksanaan terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai program
untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Implementasi kebijakan
yang dimaksud oleh dalam penelitian ini adalah Undang-undang No. 6 Tahun
2014 tentang Desa pasal 72 huruf D mengenai Alokasi Dana Desa (ADD),
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan
undang-undang no. 6 tahun 2014 tentang desa, dan Peraturan Bupati No. 8
Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penetapan Rincian Alokasi

Universitas Sumatera Utara

Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015. Adapun
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan
George C. Edward sebagai berikut:
a) Komunikasi;
b) Sumber daya (resources);
c) Disposisi (kecenderungan-kecenderungan); dan
d) Struktur birokrasi.
3. Desa Merupakan satuan pemerintahan di bawah kabupaten/ kota yang
dipimpin oleh kepala desa. Dengan demikian, kepala desa langsung dibawah
pembinaan bupati atau wali kota.
4. Pembangunan desa merupakan seluruh kegiatan pembangunan yang
berlangsung di pedesaan, meliputi seluruh aspek kehidupan dari seluruh
masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan
swadaya gotong royong. Indikator keberhasilan pembangunan desa pada
dasarnya adalah perbaikan rill dalam kondisi kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, karena pembangunan senantiasa merupakan proses perbaikan
dari suatu keadaan ke keadaan yang lebih baik. Pembanguna desa yang
dimaksud adalah pembangunan yang diciptakan oleh Program Alokasi Dana
Desa (ADD).
5. Alokasi dana desa (ADD) adalah dana desa yang berasal dari APBD
kabupaten/ kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/ kota untuk desa palng sedikit
10% (sepuluh persen).

Universitas Sumatera Utara

II.5

Sistematika Penulisan
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat kerangka teori, definisi konsep, dan
sistematika penulisan.

BAB III

METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab

ini

berisi

gambaran

umum

mengenai

tempat

dilakukannya penelitian yang meliputi lokasi penelitian,
keadaan lokasi penelitian, dan lain-lain.
BAB V

PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh di
lapangan.

BAB VI

ANALISIS DATA
Bab ini memuat analisis data-data yang diperoleh saat
penelitian dilakukan dan memberikan intrerpretasi atas
permasalaahan yang diajukan.

BAB VII

PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran yang dianggap
perlu dari hail penelitian yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara