Analisis Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi

(1)

ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA

DI KABUPATEN DAIRI

TESIS

Oleh

DAUD SUHARIO LUMBAN TOBING 127018003/EP

MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA

DI KABUPATEN DAIRI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Oleh

DAUD SUHARIO L TOBING 127018003/EP

MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Judul Tesis : ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD)

BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA DI KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Daud Suhario L Tobing Nomor Pokok : 127018003

Program Studi : Magister Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, MS) (Dr. Abdul Kadir, SH, MSi Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof.Dr.Azhar Maksum,M.Ec,Ac,Ak,CA)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, MS

Anggota : 1. Dr.Abdul Kadir, SH, MSi 2. Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin, MEc 3. Prof.Dr.Ir.Setiaty Pandia 4. Dr. Rahmanta, M. Si


(5)

ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA DI KABUPATEN DAIRI

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA DI KABUPATEN DAIRI” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2014

Daud Suhario L Tobing 127018003/EP


(6)

ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA DI KABUPATEN DAIRI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat simulasi perhitungan atau formula alokasi dana desa (ADD) berdasarkan karakteristik desa di kabupaten Dairi yang dominan, yang perlu mendapatkan pembiayaan dalam menggerakkan perekonomian desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang memberikan keadilan bagi desa. Karakteristik desa yang dominan yang terdapat pada desa-desa di kabupaten Dairi yaitu pengangguran, sarana kesehatan, pendidikan dasar, keterjangkauan daerah, koperasi unit desa dan kepadatan penduduk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 2010-2013 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Dairi, Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-Pemdes), Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Dairi dan Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Dairi. Selain data sekunder, Data primer juga dilakukan oleh peneliti berbentuk angket dan melakukan wawancara langsung dan pencatatan kepada kepala desa atas pemberian nilai bobot karakteristik desa di kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi dana desa di kabupaten Dairi belum berdasarkan karakteristik desa yang dominan yang jadi kebutuhan setiap desa. Perhitungan alokasi dana desa sepihak dari pemerintah kabupaten dairi menjadikan realisasi alokasi dana desa tidak adil.

Kata kunci : Alokasi dana desa, pengangguran, sarana kesehatan, keterjangkauan daerah, pendidikan dasar, koperasi unit desa, kepadatan penduduk dan kabupaten Dairi.


(7)

THE ANALYSIS OF ADI (VILLAGE FUND ALLOCATION), BASED ON VILLAGE CHARACTERISTICS IN DAIRI DISTRICT

ABSTRACT

The Objective of the research was to make the simulation of calculation or formula of ADD (Village Fund Allocation), based on the dominant village characteristics in Dairi District which needs to obtain funds in generating village economy and people empowerment for its even allocation. The dominant village characteristics in every village in Dairi District are Unemployment, Health Facility, Reachable Area, Elementary Education, Village Unit Cooperative, Population Density. The data consisted of secondary data in the period of 2010-2013, obtained from the BPS (Central Bureau of Statistics) of Dairi District, the Village Assets and Finance Management and Revenues Service, BPM-Pemdes (Village Administration and People Empowerment Board), the Social and Manpower Service of Dairi District, and the Cooperative and Industry Service of Dairi District. The primary data were gathered by conducting in-depth interviews and distributing questionnaires and a set of records to the village heads on giving the characteristic values of the village in Dairi District. The result of the research showed that village fund allocation in Dairi District had not been based on the dominant village characteristics which were needed by every village, the calculation of the allocation of village funds were not evenly allocated by Dairy City Administration so that the realization of the village fund allocation was not evenly allocated.

Keywords: Village Fund Allocation, Unemployment, Health Facility, Reachable Area, Elementary Education, Village Unit Cooperative, Population Density and Dairi District.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan kerinduan dan kerendahan hati, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Untuk itu pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih sebagai rasa hormat atas dukungan ataupun dorongan melalui perhatian (bimbingan moril) dan materil serta doa bagi penulis kepada Ayahanda tercinta Humehe P Lumban Tobing dan Ibunda tercinta Flora Sianturi, serta nenek tercinta Tinne Ria Hutahaean, dan Kakak Bintang, Kakak Endang, Bang Paul, dan Adik Rutmana yang saya kasihi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Abdul Kadir, SH,MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin, M.Ec, Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia dan Bapak Dr. Rahmanta, M. Si selaku komisi pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

4. Bapak Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec,Ac,Ak,CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(9)

7. Sahabat Terkasih Christina Panjaitan dan teman-teman Mahasiswa Magister Ekonomi Pembangunan angkatan dua puluh tiga (MEP-23) yang telah memberikan saran dan juga kritikan.

8. Seluruh pegawai di lingkungan Badan Pusat Statsitik, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dan Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Dairi atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama ini.

9. Kementrian Pendidikan dan Kementrian Luar Negeri bekerjasama dengan Universitas Sumatera Utara yang telah memberiakan Beasiswa Unggulan bagi Penulis dan Semua Kepala Desa (161 Kepala Desa) di Kabupaten Dairi

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangaN dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermafaat kepada seluruh pembaca. Akhirnya kepada Allah Bapa jualah penulis berserah diri karena Dia-lah Yang Maha Sempurna dan Maha Mengetahui. Amin.

Medan, 2014 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Daud Suhario Lumban Tobing

Tempat/ Tanggal Lahir : Sidikalang, 11 September 1986 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Nama Orang Tua

Ayah : Humehe Lumban Tobing

Ibu : Flora Boru Sianturi

Alamat : JL. Damai No. 64 Sidikalang Kabupaten Dairi Pendidikan

1. Tahun 1993-1999 : SD Negeri 034782 Sidikalang Kabupaten Dairi

2. Tahun 1999-2002 : SMP Negeri 2 Sidikalang

Kabupaten Dairi

3. Tahun 2002-2005 : SMA Negeri 1 Sidikalang

Kabupaten Dairi

4. Tahun 2005-2009 : Strata Satu (S1) Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Desa ... 12

2.1.1. Sejarah Desa ... 12

2.1.2. Pengertian Desa ... 14

2.1.3. Karakteristik Desa ... 16

2.1.4. Dasar Hukum Berdirinya Desa ... 20

2.1.5. Pembentukan dan Perubahan Status Desa ... 21

2.1.6. Ruang Lingkup Desa ... 22

2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 24

2.3. Keuangan Desa ... 26

2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) ... 27

2.5. Alokasi Dana Desa (ADD) ... 30

2.5.1. Latar Belakang Alokasi Dana Desa ... 30

2.5.2. Dasar Hukum Alokasi Dana Desa ... 31

2.5.3. Pedoman Alokasi Dana Desa Dari Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Pemerintah Desa ... 32

2.5.4. Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 33

2.5.5. Penyusunan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Tentang Alokasi Dana Desa (ADD) ... 33

2.5.6. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 34

2.5.7. Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) . 35 2.5.8. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 35

2.5.9. Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 36

2.5.10. Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD) ... 37

2.5.11. Organisasi Pengelola Alokasi Dana Desa (ADD) ... 38


(12)

2.7. Penduduk ... 42

2.8. Koperasi ... 43

2.9. Penelitian Terdahulu ... 45

2.10. Kerangka Konseptual Penelitian ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 52

3.2. Runtun Waktu ... 53

3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 53

3.4. Pengolahan Data ... 53

3.5. Metode Analisis ... 53

3.5.1. Penentuan Variabel Independen ... 54

3.5.2. Penentuan Bobot Variabel ... 57

3.5.3. Penentuan Koefisien Variabel ... 59

3.5.4. Penghitungan Bobot Desa ... 60

3.5.5. Penggunaan Rumus Alokasi Dana Desa (ADD) ... 61

3.5.6. Analisis Simulasi ... 62

3.6. Defenisi Operasional Variabel ... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Dairi ... 68

4.1.1. Luas dan letak ... 71

4.2. Kependudukan ... 71

4.3. Pendidikan ... 73

4.4. Kesehatan ... 75

4.5. Keterjangkauan Daerah ... 76

4.6. Pengangguran ... 76

4.7. Koperasi Unit Desa (KUD) ... 78

4.8. Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi ... 79

4.9. Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Dairi ... 81

4.9.1. Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 85

4.9.2. Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 87

4.9.3. Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 90

4.9.4. Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 92

4.10. Analisis Simulasi Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Dairi ... 95

4.11. Analisis Simulasi I Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 96

4.12. Analisis Simulasi II Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 98

4.13. Analisis Simulasi III Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 99

4.14. Analisis Simulasi I Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 103


(13)

4.15. Analisis Simulasi II Alokasi Dana Desa (ADD)

Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 104

4.16. Analisis Simulasi III Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 106

4.17. Analisis Simulasi I Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 110

4.18. Analisis Simulasi II Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 111

4.19. Analisis Simulasi III Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 113

4.20. Analisis Simulasi I Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 116

4.21. Analisis Simulasi II Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 118

4.22. Analisis Simulasi III Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

5.1. Kesimpulan ... 125

5.2. Saran ... 126


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2012 di Kabupaten Dairi ... 6

3.1 Kriteria Pembobotan ... 58

3.2 Pemberian bobot nilai oleh kepala desa terhadap karakteristik desa Kabupaten Dairi ... 59

3.3 Kriteria Pembobotan Karakteristik Desa ... 63

3.4 Angka Bobot dengan Simulasi pertama ... 63

3.5 Angka Bobot dengan Simulasi kedua ... 64

3.6 Angka Bobot dengan Simulasi Ketiga ... 65

3.7 Angka Bobot dengan simulasi I, II, III ... 65

4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 69

4.2 Jumlah Desa Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi ... 71

4.3 Kepadatan Penduduk berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 72

4.4 Jumlah Penduduk Usia 7-12 tahun Menurut Status Pendidikan dan Kecamatan Tahun 2013 ... 74

4.5 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 75

4.6 Jarak Kecamatan ke Ibukota Kabupaten ... 77

4.7 Jumlah Pengangguran Menurut Kecamatan Tahun 2013 di Kabupaten Dairi ... 78

4.8 Jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) perkecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 79

4.9. Dana Perimbangan Kabupaten Dairi Tahun 2010 -2013 ... 81

4.10. Total Anggaran Alokasi Dana Desa Kabupaten Dairi Tahun 2010-2013 ... 81

4.11. Belanja Pegawai Kabupaten Dairi Tahun 2010-2013 ... 82

4.12. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Terkecil dan Terbesar per Kecamatan Tahun 2010 Kabupaten Dairi ... 86

4.13. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Terkecil dan Terbesar per Kecamatan Tahun 2011 Kabupaten Dairi ... 88

4.14. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Terkecil dan Terbesar per Kecamatan Tahun 2012 Kabupaten Dairi ... 91

4.15. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Realisasi Terkecil dan Terbesar per Kecamatan Tahun 2013 Kabupaten Dairi ... 93

4.16. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Terkecil dan Terbesar Simulasi satu (1) perKecamatan Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 97


(15)

4.17. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD) Terkecil dan Terbesar Simulasi dua (2) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 98 4.18. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi tiga (3) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 100 4.19. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi satu (1) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 103 4.20. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi dua (2) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 104 4.21. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi tiga (3) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 107 4.22. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi satu (1) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 110 4.23. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi dua (2) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 112 4.24. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi tiga (3) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 113 4.25. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi satu (1) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 117 4.26. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi dua (2) perKecamatan

Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 118 4.27. Perbandingan Desa Penerima Alokasi Dana Desa (ADD)

Terkecil dan Terbesar Simulasi tiga (3) perKecamatan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 50

4.1 Peta Kabupaten Dairi ... 69

4.2 Luas Wilayah Kabupaten Dairi ... 70

4.3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 73


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 131

2 Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 136

3 Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 141

4 Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 146

5 Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi Tahun 2010 ... 151

6 Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi Tahun 2011 ... 156

7 Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi Tahun 2012 ... 161

8 Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi Tahun 2013 ... 166

9 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi I 2010 ... 171

10 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi II 2010 ... 180

11 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi III 2010 ... 189

12 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi I 2011 ... 198

13 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi II 2011 ... 207

14 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi III 2011 ... 216

15 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi I 2012 ... 224

16 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi II 2012 ... 233

17 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi III 2012 ... 241

18 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi I 2013 ... 250

19 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi II 2013 ... 259

20 Perhitungan Alokasi Dana Desa (ADD) Simulasi III 2013 ... 268

21 Hasil Pemberian (Bobot Nilai) Oleh Kepala Desa terhadap Karakteristik Desa Kabupaten Dairi... 277

22 Rekapitulasi Pemberian Bobot Nilai oleh Kepala Desa terhadap Karakteristik Desa Kabupaten Dairi ... 280


(18)

DAFTAR SINGKATAN

ADD = Alokasi Dana Desa

ADDM = Alokasi Dana Desa Minimal ADDP = Alokasi Dana Desa Proporsional

Ap = Angka Bobot Pengangguran

Ask = Angka Bobot Sarana Kesehatan

Akd = Angka Bobot Keterjangkauan Daerah

Apd = Angka Bobot Pendidikan Dasar (usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah)

Akud = Angka Bobot Koperasi Unit Desa Akp = Angka Bobot Kepadatan Penduduk APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBDesa = Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

BD = Bobot Desa

BOS = Bantuan Operasional Sekolah BPD = Badan Permusyawaratan Desa BPKD = Badan Pengelola Keuangan Daerah

BPS = Badan Pusat Statistik

BPU = Balai Pengobatan Umum

BKIA = Balai Kesehatan Ibu dan Anak

DAU = Dana Alokasi Umum

DIPPEKA = Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset DISNAKERSOS = Dinas Tenaga Kerja dan Sosial

DISPERINDAGKOP = Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

KUD = Koperasi Unit Desa

PAD = Pendapatan Asli Daerah

PASIMAS = Program Sanitasi Air Bersih Masyarakat PNPM = Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat POSYANDU = Pos Pelayanan Terpadu

POSKESDES = Pos Kesehatan Desa POLINDES = Pondok Bersalin Desa PUSKESMAS = Pusat Kesehatan Masyarakat

PUSTU = Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu

SD = Sekolah Dasar

SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah

SMP = Sekolah Menengah Pertama


(19)

ANALISIS ALOKASI DANA DESA (ADD) BERDASARKAN KARAKTERISTIK DESA DI KABUPATEN DAIRI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membuat simulasi perhitungan atau formula alokasi dana desa (ADD) berdasarkan karakteristik desa di kabupaten Dairi yang dominan, yang perlu mendapatkan pembiayaan dalam menggerakkan perekonomian desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang memberikan keadilan bagi desa. Karakteristik desa yang dominan yang terdapat pada desa-desa di kabupaten Dairi yaitu pengangguran, sarana kesehatan, pendidikan dasar, keterjangkauan daerah, koperasi unit desa dan kepadatan penduduk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 2010-2013 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Dairi, Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-Pemdes), Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Dairi dan Dinas Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Dairi. Selain data sekunder, Data primer juga dilakukan oleh peneliti berbentuk angket dan melakukan wawancara langsung dan pencatatan kepada kepala desa atas pemberian nilai bobot karakteristik desa di kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi dana desa di kabupaten Dairi belum berdasarkan karakteristik desa yang dominan yang jadi kebutuhan setiap desa. Perhitungan alokasi dana desa sepihak dari pemerintah kabupaten dairi menjadikan realisasi alokasi dana desa tidak adil.

Kata kunci : Alokasi dana desa, pengangguran, sarana kesehatan, keterjangkauan daerah, pendidikan dasar, koperasi unit desa, kepadatan penduduk dan kabupaten Dairi.


(20)

THE ANALYSIS OF ADI (VILLAGE FUND ALLOCATION), BASED ON VILLAGE CHARACTERISTICS IN DAIRI DISTRICT

ABSTRACT

The Objective of the research was to make the simulation of calculation or formula of ADD (Village Fund Allocation), based on the dominant village characteristics in Dairi District which needs to obtain funds in generating village economy and people empowerment for its even allocation. The dominant village characteristics in every village in Dairi District are Unemployment, Health Facility, Reachable Area, Elementary Education, Village Unit Cooperative, Population Density. The data consisted of secondary data in the period of 2010-2013, obtained from the BPS (Central Bureau of Statistics) of Dairi District, the Village Assets and Finance Management and Revenues Service, BPM-Pemdes (Village Administration and People Empowerment Board), the Social and Manpower Service of Dairi District, and the Cooperative and Industry Service of Dairi District. The primary data were gathered by conducting in-depth interviews and distributing questionnaires and a set of records to the village heads on giving the characteristic values of the village in Dairi District. The result of the research showed that village fund allocation in Dairi District had not been based on the dominant village characteristics which were needed by every village, the calculation of the allocation of village funds were not evenly allocated by Dairy City Administration so that the realization of the village fund allocation was not evenly allocated.

Keywords: Village Fund Allocation, Unemployment, Health Facility, Reachable Area, Elementary Education, Village Unit Cooperative, Population Density and Dairi District.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada sistem pemerintahan yang ada dan berlaku saat ini, desa mempunyai peran yang strategis dan penting dalam membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pembangunan. Semua itu dilakukan sebagai langkah nyata pemerintah daerah dengan kemandiriannya dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di wilayahnya. Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting dalam konteks pembangunan nasionl karena mencakup bagian terbesar wilayah nasional. Sekitar 65 % penduduk Indonesia bertempat tinggal di daerah pedesaan (Rahardjo Adisasmita, 11:2006). Oleh karena itu, pembangunan masyarakat pedesaan harus terus ditingkatkan melalui pengembangan kemampuan sumberdaya manusia yang ada di pedesaan sehingga kreativitas dan aktivitasnya dapat semakin berkembang serta kesadaran lingkungannya semakin tinggi.

Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah juga telah banyak bertujuan pada pemberdayaan dan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah serta masyarakat pedesaan. Hal tersebut ditandai semakin meningkatnya anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk kegiatan pembangunan pedesaan, baik menyangkut pembangunan fisik maupun pemberdayaan masyarakat pedesaan. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan wilayah pedesaaan adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


(22)

(APBD) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD).

Desa sebagai ujung tombak pemerintahan dalam hirarki susunan pemerintahan di negara Indonesia juga mengemban amanat otononomi sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah yang mulai diberlakukan semenjak tahun 1999. Dalam upaya peningkatan peran pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat dan pemberdayaan masyarakat maka pemerintahan desa perlu didukung dana dalam melaksanakan tugas-tugasnya baik di bidang pemerintahan maupun bidang pembangunan.

Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah diatur mengenai pelaksanaan sistem desentralisasi di Negara Indonesia, dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan. Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan secara intens. Meskipun titik berat otonomi diletakkan pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian tersebut harus dimulai dari level pemerintahan di tingkat paling bawah, yaitu Desa. Inilah yang menggambarkan pemerintahan yang ideal dan terstruktur nyata.


(23)

Pada saat ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat diprediksi demikian halnya terjadi di Kabupaten Dairi. Dengan adanya peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa sangat jelas mengatur tentang pemerintahan desa, termasuk di dalamnya tentang kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh pemerintah kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang dilakukan. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah adanya kepastian untuk pembiayaannya.

Dengan bergulirnya dana-dana perimbangan tersebut melalui Alokasi Dana Desa (ADD) harus menjadikan desa benar-benar sejahtera. Untuk itu, seharusnya proses tranformasi ke arah pemberdayaan desa terus dilaksanakan dan didorong semua elemen untuk menuju Otonomi Desa.

Ada beberapa program bantuan dari pemerintah pusat ke kabupaten Dairi sebagai bentuk kepedulian untuk memajukan dan mengembangkan Kabupaten Dairi yaitu Dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) yang bertujuan untuk memajukan pendidikan bagi anak-anak sekolah mulai dari SD, SMP sampai dengan SMA, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin berbasis pemberdayaan masyarakat secara mandiri. Program Sanitasi Air Bersih Masyarakat ( PASIMAS ), dimana pada praktek di lapangan tujuannya untuk membangun, memperbaiki air bersih pada desa-desa di Kabupaten Dairi.


(24)

Dasar hukum Alokasi Dana Desa (ADD) ini yaitu Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, Peraturan menteri dalam negeri nomor 37 tahun 2007 tentang pengelolaan keuangan desa, Surat edaran menteri dalam negeri Nomor 140/640/SJ tanggal 22 maret tahun 2005 tentang pedoman alokasi dana desa dari pemerimtah Kabupaten/Kota kepada pemerintah Desa, Surat edaran menteri dalam negeri nomor 140/286/SJ tanggal 17 tahun 2006 perihal pelaksanaan alokasi dana desa dan Surat edaran menteri dalam negeri nomor 140/1784/2006 tanggal 3 oktober tahun 2006 perihal atas tanggapan pelaksanaan alokasi dana desa (ADD) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Menindaklanjuti peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Dairi telah merealisasikan kebijakan pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) kepada setiap desa. Hal ini mengingat bahwa desa yang dulunya sebelum melaksanakan pembangunan hanya mendapat bantuan keuangan yang terbatas dan pengelolaannya masih sangat sentralistis oleh satuan instansi pemerintahan, akan tetapi setelah kebijakan alokasi dana desa diberlakukan sekarang ini, desa mendapatkan alokasi anggaran yang cukup besar dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri, sehingga keraguan terhadap kemampuan desa secara internal untuk mengelola alokasi dana tersebut masih dipertanyakan.

Dengan kedudukannya tersebut, saatnya pemerintah Desa berupaya melakukan pembenahan menuju arah kemandirian desa. Pasal 215 ayat (1) undang-undang nomor 32 tahun 2004 pun secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga, harus mengikut sertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Hal


(25)

ini menunjukkan bahwa fungsi desa telah didudukkan sebagai komponen pelaksana pembangunan yang sangat penting. Pengelolaan keuangan desa pun menjadi wewenang desa yang mesti terjabarkan dalam peraturan desa (Perdes) tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes). Dengan sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa seperti dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotongroyong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Selanjutnya bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%, yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa (ADD).

Pemerintah Kabupatenlah yang berkewajiban untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya. Pendapatan itu bisa bersumber lagi dari bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat. Selanjutnya regulasi juga membolehkan desa untuk mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Artinya desa sesungguhnya telah didorong, diupayakan dan diharapkan menjadi mandiri dan berdikari. Apalagi bergulirnya dana-dana perimbangan tersebut melalui Alokasi Dana Desa (ADD) harusnya menjadikan desa benar-benar sejahtera.


(26)

Dari data yang diperoleh dari Badan Pemberdayaan Masyarakata Desa (BAPPEMAS) diketahui bahwa Alokasi dana desa di Kabupaten Dairi tahun 2012 tersebar pada 15 Kecamatan dengan jumlah 161 desa. Pengalokasian Dana Desa di Kabupaten Dairi dibagi dalam dua tahap. Jumlah keseluruhan alokasi dana desa pada 161 desa di 15 Kecamatan di Kabupaten Dairi sebesar Rp.16.804.484.000 (enam belas milyard delapan ratus empat juta empat ratus delapan puluh empat ribu rupiah) dengan perincian alokasi untuk tahap I sebesar Rp.8.402.242.000 (delapan milyard empat ratus dua juta dua ratus empat puluh dua ribu rupiah) dan tahap II sebesar Rp. 8.402.242.000 (delapan milyard empat ratus dua juta dua ratus empat puluh dua ribu rupiah).

Tabel 1.1. Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2012 di Kabupaten Dairi

No Nama Kecamatan

Alokasi Dana Desa Tahap I

(Rupiah)

Alokasi Dana Desa Tahap II

(Rupiah)

Jumlah (Rupiah) 1 Sidikalang 313.924.700 313.924.700 627.849.400 2 Silima Pungga Pungga 842.189.000 842.189.000 1.684.378.000 3 Siempat Nempu 667.299.400 667.299.400 1.334.598.800 4 Tigalingga 743.457.400 743.457.400 1.486.914.800 5 Tanah Pinem 928.213.550 928.213.550 1.856.427.100 6 Parbuluan 542.125.350 542.125.350 1.084.250.700 7 Pegagan Hilir 698.459.900 698.459.900 1.396.919.800 8 Siempat Nempu Hulu 624.148.900 624.148.900 1.248.297.800 9 Siempat Nempu Hilir 564.022.800 564.022.800 1.128.045.600 10 Gunung Sitember 404.301.350 404.301.350 808.602.700 11 Berampu 251.500.650 251.500.650 503.001.300 12 Sitinjo 152.639.100 152.639.100 305.278.200 13 Sumbul 942.703.000 942.703.000 1.885.406.000 14 Silahisabungan 239.300.150 239.300.150 1.885.406.000 15 Lae Parira 487.956.750 487.956.750 975.913.500

Total 8.402.242.000 8.402.242.000 16.804.484.000 Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Dairi

Setiap desa memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda baik dari segi mata pencaharian, pendidikan, pengangguran, sarana kesehatan, jumlah koperasi unit desa, kepadatan penduduk, luas wilayah desa dan keterjangkauan desa ke


(27)

pusat ibu kota kecamatan. Adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap desa di Kabupaten Dairi tentunya menjadi ukuran atau tolak ukur bagi pemerintah daerah dalam memberikan alokasai dana desa pada desa di Kabupaten Dairi. Hal ini juga menjadi acuan atau dasar bagi pemerintah Kabupaten Dairi dalam menghitung Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai dengan rumus yang telah diatur di dalam Surat edaran menteri dalam negeri nomor 140/640/SJ tanggal 22 maret tahun 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa. Sehingga ada perbedaan alokasi dana desa pada desa-desa di Kabupaten Dairi. Namun apakah sudah sesuai penilaian tersebut dengan karakteristik yang menonjol dan yang dibutuhkan setiap desa yang menjadi acuan alokasi dana desa sesuai peraturan pemerintah yang dilakukan pemerintah Kabupaten Dairi. Sehingga tidak ada desa yang merasakan ketidak adilan yang berujung pada pemberdayaan masyarakat desa dan pembangunan wilayah desa yang berbeda di desa-desa di Kabupaten Dairi.

Hal ini sesuai pendapat dari kepala desa Juma Teguh, Dame Nababan yang mewakili sebahagian besar pendapat kepala desa di Kabupaten Dairi yang menyatakan bahwa “dalam pelaksanaannya sering kali anggaran Alokasi Dana Desa dirasakan oleh Desa masih kurang adil, karena pembagiannya tidak berdasarkan kebutuhan, karakteristik serta sosial budaya desa. Desa yang memiliki jumlah pengangguran yang lebih sedikit memperoleh Alokasi Dana Desa yang hampir sama dengan desa yang penganggurannya besar. Atau bahkan Desa yang memiliki kepadatan penduduk yang lebih besar memperoleh bagian Alokasi Dana Desa yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan desa yang memiliki kepadatan penduduk lebih kecil. Dan ada juga desa yang memiliki


(28)

sarana kesehatan yang jumlahnya banyak malah sedikit menerima alokasi dana desa dibanding desa yang memiliki sarana kesehatan yang sedikit. Sehingga pihak desa sering mempertanyakan bagaimana Pemerintah Daerah menghitung besaran anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) khususnya terhadap alokasi dana desa proporsional”.

Selain itu, menurut pendapat kepala desa hutarakyat Hasiholan ujung, mewakili beberapa pendapat kepala desa yang memiliki pernyataan yang sama, “bahwa cara perhitungan alokasi dana desa tidak dimerngerti dan tidak diberikan kejelasan secara terperinci tentang penetapan karakteristik desa dan pemberian nilai bobot karakteristik desa, desa hanya tinggal menerima jumlah alokasi dana desa”. Hal ini juga yang menjadi batasan masalah yang akan penulis teliti.

Dari sisi penganggran , Menurut pendapat Hotlan Situmorang, Kepala seksi pemberdayaan masyarakat desa Bappemas Kabupaten Dairi, “bahwa dalam penyusunan kegiatan yang didanai dari Alokasi Dana Desa (ADD) sebelum disahkan oleh Pemerintah Kabupaten Dairi, cenderung mengalami perubahan, hal ini terjadi saat dilakukannya musyawarah pembangunan desa (musrembang-desa). Ini menunjukkan ketidaksiapan dan kurangnya keahlian, kecakapan dan pengetahuan sumber daya manusia dari perangkat desa yang memahami tentang Alokasi Dana Desa (ADD)”. Penggunaan Anggaran Alokasi Dana Desa adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa dan sebesar 70% (tujuhpuluh persen) untuk biaya pemberdayaan masyarakat, bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil, penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa, biaya untuk pengadaan ketahanan pangan, perbaikan lingkungan dan pemukiman,


(29)

teknologi tepat guna, perbaikan kesehatan dan pendidikan dan pengembangan sosial budaya. Adanya perbedaan nilai alokasi dana desa di setiap desa di Kabupaten Dairi tentu akan menjadikan pembangunan desa di desa-desa di Kabupaten dairi akan berbeda.

Evaluasi dan pengawasan atas pengelolaan dan penyaluran Alokasi Dana Desa pada desa di Kabupaten Dairi ini perlu dilakukan, karena dari hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan terhadap perencanaan dan pelaksanaaan kegiatan serta sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pada masa yang akan datang. Selain dairi sisi penganggaran, Menurut pendapat Hotlan Situmorang, Kepala seksi pemberdayaan masyarakat desa Bappemas Kabupaten Dairi, “bahwa jika dilihat dari sisi pertanggungjawaban, pihak desa belum mampu menyusun laporan pertanggungjawaban alokasi dana desa, sehingga sering mendapat bantuan dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan pemerintahan Desa. Partisipasi masyarakat dairi tentunya sangat diperlukan dalam pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD) ini, apa memang sudah tepat sasaran sebagaimana tujuan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pembangunan desa di Kabupaten Dairi. Untuk itu perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan pedesaan yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Dairi, perlu didukung suatu studi evaluasi kinerja sebagai bagian terpadu dengan sistem perencanaan dan manajemen pembangunan daerah yang pro rakyat.

Dikarenakan adanya masalah-masalah yang ada dalam penyaluran alokasi dana desa (ADD), maka penulis menawarkan simulasi perhitungan alokasi dana desa (ADD) berdasarkan karakteristik desa yang dominan yang ada pada


(30)

desa-desa atau karakteristik apa yang perlu mendapat bantuan anggaran dari setiap desa-desa Kabupaten Dairi. Sehingga memberikan keadilan dalam hal penyaluran alokasi dana desa (ADD) pada setiap desa di Kabupaten Dairi. Simulasi dalam penelitian ini tetap berpedoman pada surat edaran menteri dalam negeri nomor 140/640/SJ tanggal 22 maret 2005 perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa dan jumlah keseluruhan alokasi dana desa tetap dan tidak diubah. Hal ini sangat perlu sebagai pedoman bagi pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyalurkan alokasi dana desa pada setiap desa pada tahun berikutnya.

Berdasarkan penjelasan dan pernyataan-pernyataan masalah yang ada, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam sebuah judul tesis yaitu "Analisis Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasi suatu rumusan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana alokasi dana desa (ADD) realisasi dan alokasi dana desa (ADD) simulasi berdasarkan karakteristik desa pada desa-desa di Kabupaten Dairi ? ”


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui Alokasi Dana Desa (ADD) simulasi berdasarkan karakteristik desa yang menjadi kebutuhan desa pada desa-desa di Kabupaten Dairi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu pengetahuan juga bagi mahasiswa dan peneliti lainnya yang ada kaitannya dengan Alokasi Dana Desa (ADD).

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan Alokasi Dana Desa (ADD) khususnya pemerintah Kabupaten Dairi.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desa

2.1.1. Sejarah Desa

Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tertanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan dikemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Soetardjo, 1984:36).

Terbentuknya suatu desa tidak terlepas dari insting manusia, yang secara naluriah ingin hidup bersama keluarga suami/ istri dan anak, serta sanak familinya, yang kemudian lazimnya memilih suatu tempat kediaman bersama. Tempat kediaman tersebut dapat berupa suatu wilayah dengan berpindah-pindah terutama terjadi pada kawasan tertentu hutan atau areal lahan yang masih memungkinkan keluarga tersebut berpindah-pindah. Hal ini masih dapat ditemukan pada beberapa suku asli di Sumatera seperti kubu, suku anak dalam, beberapa warga melayu asli, juga di pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara, Kalimantan dan Papua. (sumardjo, 2010).


(33)

Setidaknya ada tiga alasan pokok dari semula orang-orang membentuk masyarakat adalah (Kartohadikoesoemo, 1965): (1) untuk hidup, yaitu mencari makan, pakaian dan perumahan; (2) untuk mempertahankan hidupnya terhadap berbagai ancaman dari luar; dan (3) untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya. Desa pertanian merupakan gejala desa pertama-tama dibentuk, setelah membuka hutan dan mengolah lahan untuk ditanami tumbuhan yang menghasilkan makanan dan bahan kebutuhan lainnya. Di tepi laut dan sungai-sungai besar terbentuk desa-desa perikanan dan pelayaran (masyarakat pesisir) yang mendapat pencahariannya dari menangkap ikan, tambak dan jasa pelayaran.

Fakta sejarah menunjukan bahwa dari abad ke abad desa telah berkembang menjadi kesatuan hukum yang melindungi kepentingan bersama atas penduduknya dilindungi dan dikembangkan menurut ketentuan hukum adat setempat. Hukum itu memuat dua hal, yaitu: (1) hak untuk mengurus daerahnya sendiri, yang kemudian dikenal istilah “hak otonomi”, dan (2) hak memilih kepala desanya sendiri. Di masa lalu hak otonomi itu mencakup banyak aspek, seperti hukum kekerabatan, hukum waris, hukum tanah, hukum perdata, dan hukum pidana pun termasuk di dalamnya. Antara otonomi desa di Jawa, Madura, dan Bali dengan desa lain bias saja berbeda, misalnya di Sumatera Barat dikenal istilah desa ini dengan wilayah “nagari” yang mempunyai hukum adat yang berbeda dalam hal hak otonomi tersebut. (sumardjo, 2010).

Desa pasar (jasa) tumbuh di sekitar tempat orang-orang bertemu satu sama lain untuk bertransaksi (di era modern disebut jual beli), sehingga terjadilah sebuah pasar yang terbentuk oleh masyarakat sekelilingnya. Di sekitar pasar tersebut kemudian berkembang menjadi desa perdagangan (jasa). Desa-desa


(34)

tradisional juga sering terbentuk terkait dengan keberadaan sumber air atau sumber-sember pencaharian lainnya, seperti pertambangan, pertambakan, dan sebagainya. Kadang-kadang alasan terbentuknya desa tercantum dalam nama desa, dari nama desa dapat diketahui alasan terbentuknya suatu masyarakat desa tertentu (Kartohadikoesoemo, 1965).

Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di

dengan istilah gampong, di

dengan istila Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

2.1.2. Pengertian Desa

Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas (Soetardjo, 1984:15, Yuliati, 2003:24). Sesuai batasan definisi tersebut, maka di Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati di Maluku, Nagari di Minang atau Wanua di Minahasa. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa juga memiliki berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata pencaharian maupun adat istiadatnya.


(35)

Menurut defenisi umum, desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di wilayah perdesaan (Hardjatno, 2007). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administrative di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Menurut Poerwadarminta (1976) Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota) dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan dari kota). Beradasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota); dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan dari kota) (Poerwadarminta, 1976). Desa merupakan suatu daerah hukum yang merupakan wilayah masyarakat hokum terbentuk atas dasar ikatan tertentu, antara lain: (1) bentuk genealogis, (2) bentuk “teritorial” dan (3) bentuk campuran keduanya.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama


(36)

lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 18B ayat 1 dan 2, serta dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor 32 tahun 2004, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini kemudian ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2.1.3. Karakteristik Desa

Di Indonesia, wilayah yang disebut desa seharusnya dilihat dalam tahapan yang tidak sama. Masyarakat yang telah mulai menetap juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, antara Jawa dengan luar Jawa, antara desa dekat kota dengan desa yang jauh dari kota, antara wilayah dataran tinggi dengan dataran rendah, demikian pula antara pantai dan pedalaman. Di Indonesia kelihatannya belum ada kajian mendalam tentang hal ini. Secara umum masyarakat yang telah mulai menetap yang disebut dengan desa, istilah sebutannya sangat beragam di berbagai suku bangsa. Di Jawa disebut desa, di Aceh disebut Gapong, di Papua disebut kampong dan masih banyak berbagai istilah tentangnya. Sangatlah penting mengklasifikasikan penduduk yang telah mulai menetap. Kalau digolongkan menurut sistem produksinya, ada penduduk desa yang digolongkan dengan desa subsistensi. Sistem produksi yang


(37)

dikembangkan adalah berproduksi untuk kepentingan hidup diri mereka sendiri dan pemenuhan penduduk desa itu sendiri. Kebudayaan produksi bukan mengubah alam akan tetapi mengadaptasi alam. Artinya apa yang di dalam alam sekitarnya itulah sumber kehidupan mereka. Karakter sistem sosialnya bersifat komunal. Ikatan antar hubungan personal dan pemilikan diatur atas dasar pemilikan komunal. Contoh jelas akan hal ini adalah tanah, adat. Bagi desa yang belum mengenal ekonomi uang, aktivitas ekonominya dilakukan dengan cara barter (susetiawan, 2010).

Desa merupakan bentukan dan pengembangan konsep asli bangsa Indonesia, meskipun ada kemiripan dengan desa di India yang bernuansa Hindu. Kehidupan masyarakat desa terikat pada nilai-nilai budaya asli yang sudah diwariskan secara turun menurun dan melalui proses adaptasi yang sangat panjang dari interaksi intensif dengan perubahan lingkungan biofisik masyarakat. Kearifan lokal merupakan salah satu aspek karakteristik masyarakat, yang terbentuk melalui proses adaptasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat, sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seyogianya dipahami sebagai dasar dalam pembangunan pertanian dan pedesaan (sumardjo,2010).

Kondisi masyarakat perdesaan di Indonesia pada saat ini sangat beragam, mulai dari perilaku berladang berpindah, bertani menetap, desa industri, desa dengan mata pencaharian dominan sektor jasa sampai desa yang dengan fasilitas modern (semi urban dan urban) dapat ditemukan di wilayah Indonesia di era milenium ini.


(38)

Pada tahun 1952 (Hadikoesoemo, 1965) terkait dengan desa terungkap bahwa norma-norma daerah hukum masyarakat itu menurut hukum adat: (1) berhak mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah, (2) berhak mengurus dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri, (3) berhak mengangkat pimpinan atau majelis pemerintahannya sendiri, (4) berhak memiliki harta benda dan sumber keuangannya sendiri, (5) berhak atas tanahnya sendiri, (6) berhak memungut pajak sendiri. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut terdapat keberagaman hukum asli di masing-masing desa yang tersebar di seluruh nusantara ini. Di Sumatera Barat misalnya, ada nagari yang mempunyai tata aturan adat yang khas, demikian juga di tempat lain.

Desa mengandung sejumlah kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang apabila dicermati nilai yang terkandung dalam kearifan tersebut maka dapat menjadi suatu kekuatan untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana suatu masyarakat berdomisili di suatu wilayah desa. Kearifan tersebut dapat dicermati dari aturan-aturan, norma, tata krama/ tata susila, bahasa, kelembagaan, nama dan gelaran, teknologi yang digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik irigasi, teknik pengolahan tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/ jembatan, teknik perahu dan sebagainya). Sekiranya nilai (value) yang terkandung di dalam aspek-aspek tersebut diperhatikan dalam pengembangan teknologi di era modern ini, meski menggunakan bahan yang mungkin berbeda, maka keserasian lingkungan dan daya adaptasi tampaknya menjadi tetap tinggi.

Infrastruktur itu alat penting bagi kemajuan perkembangan masyarakat desa, namun masyarakat paham arti pentingnya infrastruktur itu jauh lebih penting sebab orang akan bertindak dengan alat yang dimilikinya karena mereka


(39)

mengetahui arti pentingnya alat yang dipunyai. Meskipun infrastuktur perdesaan banyak ditemui di desa, pertanyaannya apakah infrastuktur yang ada telah dipahami arti pentingnya bagi kehidupan masyarakat perdesaan. Data statistik tentangnya seperti jalan desa, gedung SD, Polindes (Poliklinik Desa), kantor pemerintah desa, kendaraan umum dan infrastuktur lainnya, dapat ditemukan dengan mudah. Jika dilihat dari jumlah yang ada maka penyebaran infrastuktur tidak merata antardesa di Jawa, apalagi dibandingkan dengan desa di luar Jawa. Pembangunan infrastuktur buka sekedar ada dan menyebarkan secara merata tentang pengadaannya, akan tetapi perlu analisis infrastuktur mana yang paling penting bagi desa dengan tipologi tertentu, seberapa besar jumlah yang harus dibutuhkan (susetiawan,2010).

Infrastuktur pendidikan perdesaan seperti gedung SD harus menjadi perhatian utama. Kurang nya gedung SD dan kalau toh ada kualitas bangunan yang ada sangat buruk mudah rusak bahkan ambruk. Dalam waktu yang singkat barangkali Jawa tidak banyak membutuhkan infrastuktur itu, akan tetapi bagaimana pemeliharaan infrastuktur tersebut. Luar Jawa keadaanya tidak hanya pada pengadaan infrastuktur bangunan gedung sekolah akan tetapi tenaga pengajar akan siap melayani pendidikan di pelosok desa pedalaman jauh lebih penting untuk diperhatikan.

Kesehatan dan Gizi masyarakat harus dilihat pada tipologi desa macam apa. Desa menetap dan berbudidaya di mana penduduk nya kreatif, ada pertanian yang maju dan ada industri perdesaan yang berkembang, mereka tidak kesulitan untuk memenuhi gizi. Bagi masyarakat yang telah memiliki pengetahuan pemenuhan gizi tidak menjadi problematik. Ini terutama dapat dilihat di desa di Jawa. Desa


(40)

lain yang berada di luar Jawa juga tidak bisa dilihat secara kuantitatif semata akan tetapi juga harus dilihat dari sifat kualitatif penyelenggaraan kesehatan dan gizi. Keadaan seperti itu perlu dilihat lebih teliti desa mana yang mengalami tingkat kesehatan rendah dan kekurangan gizi. Bagi masyarakat desa yang telah menetap lama sebagai masyarakat desa persoalan ini sudah tidak menjadi persoalan serius.

Karakteristik wilayah perdesaan sangat berbeda tipologinya baik karakteristik sosial budaya, keadaan infrasturkur yang ada, keadaan di wilayah perdesaan, tingkat kesehatan dan gizi sampai dengan karakteristik kondisi kemiskinannya. Tipologi desa seharusnya mempertimbangkan keadaan yang berbeda antar masyarakat di Jawa antara Jawa dan luar Jawa. Kerumitan tipologi dan karakteristik ini tidak mungkin digeneralisasikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, desentralisasi menjadi prinsip utama dalam proses pembangunan agar pembangunan lebih cepat untuk menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan (susetiawan, 2010).

2.1.4. Dasar Hukum Berdirinya Desa

Berikut merupakan dasar hukum berdirinya desa :

1. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 5 tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Undang-Undang Repubklik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.


(41)

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.1.5. Pembentukan dan Perubahan Status Desa

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa sebagaimana harus memenuhi syarat :

a. Jumlah penduduk; b. Luas wilayah;


(42)

c. Bagian wilayah kerja; d. Perangkat desa; dan

e. Sarana dan prasarana pemerintahan.

Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.

Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Perubahan status desa menjadi kelurahan memperhatikan persyaratan:

a. Luas wilayah; b. Jumlah penduduk;

c. Prasarana dan sarana pemerintahan; d. Potensi ekonomi; dan

e. Kondisi sosial budaya masyarakat.

Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.

2.1.6. Ruang Lingkup Desa

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: a.Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

b.Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;


(43)

c.Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

d.Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan diserahkan kepada desa.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Penyelengaraan Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. Perangkat Desa lainnya terdiri atas :

a. Sekretariat desa;

b. Pelaksana teknis lapangan; c. Unsur kewilayahan.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai wewenang:

a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa;


(44)

d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa;

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan danmenyalurkan aspirasi masyarakat; dan

f. Menyusun tata tertib BPD.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai hak : a. Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa; b. Menyatakan pendapat.

2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran merupakan variabel penting dalam mendukung kualitas kinerja pemerintah, mencerminkan kemampuan keuangan yang dimiliki daerah. Karena itu anggaran sebagai satu di antara indikator penting untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro di daerah, maka format anggaran mesti disusun berdasarkan kemampuan dan kebutuhan obyektif (Pheni chalid, 2005).

Anggaran merupakan rencana kerja pemerintah dalam bentuk uang dalam periode tertentu. Dengan demikian, anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam satu tahun. Anggaran daerah tersebut disusun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menjadi istrumen utama kebijakan pemerintah daerah, terutama dalam mengembangkan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Sebagai alat ukur bagi pendapatan dan pengeluaran keuangan daerah, APBD sangat membantu pemerintah daerah dalam mengambil keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran, pengembangan ukuran-ukuran untuk evaluasi kinerja pemerintah. Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yang dapat


(45)

dipakai untuk memotivasi para pegawai dan alat bagi semua unit kerja dalam mengkoordinasikan semua aktivitas (Mardiasmo, 2002).

APBD memiliki posisi strategis bagi kemampuan keuangan pemerintah daerah, seperti halnya portofolio suatu perusahaan yang mencerminkan

performance kinerja perusahaan. Oleh karena itu penyusunan arah dan kebijakan umum APBD merupakan bagian dari upaya pencapain visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Renstrada, Rencana Strategis Daerah (Kuntandi, 2002). Tingkat pencapaian yang direncanakan dalam satu tahun anggaran menunjukkan tahapan dan perkembangan tingkat pencapaian yang diharapkan pada rencana jangka panjang dan jangka menengah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, terdiri atas

a.

b. Bagia

c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah ata

2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.


(46)

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

2.3. Keuangan Desa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Sumber pendapatan desa terdiri atas :

a. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;

c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang


(47)

pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;

d. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

2.4. Anggaran Pendapatan danBelanja Desa (APBDesa)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APB Desa ) terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB Desa) dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Pedoman penyusunan APB Desa, perubahan APB Desa, perhitungan APB Desa, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.

Penyelenggaraan pemerintah desa yang output nya berupa pelayanan public, pembangunan, dan perlindungan masyarakat harus disusun perencanaannya setiap tahun dan dituangkan dalam APBDesa. Dalam APBDesa inilah terlihat apa yang akan dikerjakan pemerintah desa dalam tahun berjalan.

Pemerintah desa wajib membuat APBDesa. Melalui APBDesa kebijakan desa yang dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan sudah ditentukan anggarannya. Dengan demikian, kegiatan pemerintah desa berupa pemberian pelayanan, pembangunan, dan perlindungan kepada warga dalam tahun berjalan sudah dirancang anggarannya sehingga sudah dipastikan dapat dilaksanakan.


(48)

Tanpa APBDesa, pemerintah desa tidak dapat melaksanakan program dan kegiatan pelayanan publik. Berikut Struktur APBDesa :

a. Pendapatan Desa

Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas:

1) Pendapatan asli desa (PADesa) 2) Bagi hasil pajak kabupaten/ kota 3) Bagian dari retribusi kabupaten/ kota 4) Alokasi dana desa (ADD)

5) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, dan desa lainnya

6) Hibah

7) Sumbangan pihak ketiga b. Belanja desa

Belanja desa meliputi semua pengeluaran dan rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa terdiri atas:

1) Belanja langsung yang terdiri atas: a) Belanja pegawai

b) Belanja barang dan jasa c) Belanja modal

2) Belanja tidak langsung yang terdiri atas: a) Belanja pegawai/ penghasilan tetap


(49)

b) Belanja subsidi

c) Belanja hibah (pembatasan hibah) d) Belanja bantuan social

e) Belanja bantuan keuangan f) Belanja tak terduga c. Pembiayaan Desa

Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri dari:

1) Penerimaan pembiayaan, yang mencakup:

a) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya b) Pencairan dana cadangan

c) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan d) Penerimaan pinjaman

2) Pengeluaran pembiayaan yang mencakup: a) Pembentukan dana cadangan

b) Penyertaan modal desa c) Pembayaran utang


(50)

2.5. Alokasi Dana Desa (ADD)

2.5.1. Latar Belakang Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan Kabupaten dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang sesuai maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki pemerintah desa. Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa maka desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan Otonomi Desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan mayarakat.

Alokasi dana desa dalam APBD kabupaten/ kota dianggarkan pada bagian pemerintah desa. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran alokasi dana desa kepada bupati c.q kepala bagian pemerintah desa secretariat daerah kabupaten/ kota melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan. Bagian pemerintah desa pada setda kabupaten/ kota akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada kepala bagian keuangan setda kabupaten/ kota atau kepala badan pengelola keuangan daerah (BPKD) atau kepala badan pengelola keuangan dan kekayaan asset daerah (BPKKAD). Kepala bagian keuangan setda atau kepala BPKD atau kepala


(51)

BPKKAD akan menyalurkan alokasi dana desa langsung dari kas daerah ke rekening desa. Mekanisme pencairan alokasi dana desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/ kota.

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaan nya bersumber dari ADD dalam APBDesa sepenuhnya dilakukan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada peraturan bupati/ wali kota. Penggunaan anggaran alokasi dana desa adalah sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk:

a) Biaya perbaikan sarana public dalam skala kecil

b) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui badan usaha milik desa (BUMDesa)

c) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan d) Perbaikan lingkungan dan pemukiman e) Teknologi tepat guna

f) Perbaikan kesehatan dan pendidikan g) Pengembangan social budaya h) Kegiatan lain yang dianggap penting 2.5.2. Dasar Hukum Alokasi Dana Desa

a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa;


(52)

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;

d. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tanggal 22 Maret 2005 perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa ;

e. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/286/SJ Tanggal 17 Pebruari 2006 perihal Pelaksanaan Alokasi Dana Desa ;

f. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1784/2006 Tanggal 3 Oktober 2006 perihal Tanggapan atas Pelaksanaan ADD;

2.5.3. Pedoman Alokasi Dana Desa Dari Pemerintah Kabupaten/Kota Kepada Pemerintah Desa

Landasan Pemikiran Alokasi Dana Desa sebagai berikut :

1. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan-kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta, peningkatan prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.

2. Undang Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.

3. Hasil penelitian Tim Studi Alokasi Dana Desa di beberapa Kabupaten menunjukkan bahwa pelaksanaan alokasi dana desa dapat meningkatkan peran pemerintah desa dalam memberikan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.


(53)

4. Dalam rangka meningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa mempunyai hak untuk memperoleh bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota.

5. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten/kota selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui Kas Desa.

6. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

2.5.4. Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya.

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa.

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.

2.5.5. Penyusunan Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota Tentang Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Proses penyusunan kebijakan ADD, diprakarsai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersama DPRD, dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap kemandirian desa, seperti wakil dari pemerintah


(54)

desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan di Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi.

2. Dalam rangka menyiapkan kebijakan daerah tentang ADD, Pemerintah Kabupaten/Kota membentuk suatu Tim yang keanggotannya berasal dari aparat pemerintah daerah, kecamatan, dan desa; perwakilan DPRD dan BPD; serta organisasi kemasyarakatan yang memiliki pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat dan desa.

3. Tim tersebut dalam angka 2 di atas bertugas untuk mempersiapkan berbagai hal yang terkait dengan ADD sesuai dengan kebijakan daerah.

4. Kebijakan daerah tentang ADD ditetapkan melalui Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah.

5. Proses penetapan Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan Daerah tentang ADD dilakukan secara transparan dan partisipatif.

6. Pemerintah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan para pelaku terkait, perlu menyiapkan pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan didesa dalam mengelola, memanfaatkan dan mengembangkan hasil-hasil ADD (surat edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22 maret tahun 2005 perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa).

2.5.6. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

1. Pengelolaan keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDesa.


(55)

2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di desa.

3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum.

4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali.

2.5.7. Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mekanisme penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan dana untuk ADD beserta untuk pengelolaannya dianggarkan dalam APBD setiap tahunnya.

2. Pengajuan ADD dapat dilakukan oleh pemerintah desa apabila sudah ditampung dalam APBDesa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

3. Mekanisme penyaluran secara teknis yang menyangkut penyimpanan,nomor rekening, transfer, Surat Permintaan Pembayaran, mekanisme pengajuan dan lain-lain diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di daerah.

2.5.8. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan Alokasi Dana Desa dimusyawarahkan antara Pemerintah Desa dengan masyarakat dan dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun yang bersangkutan.


(56)

2. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang dibantu oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.

3. Kegiatan – kegiatan yang dapat didanai oleh ADD adalah sesuai dengan ketentuan penggunaan belanja APBDesa.

4. Bagian dari ADD yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, sekurang-kurangnya adalah sebesar 60%.

5. Peraturan lebih lanjut tentang teknis pelaksanaannya dapat diatur dalam Keputusan Kepala Desa.

6. Perubahan penggunaan ADD yang tercantum dalam APBDesa dapat diatur sesuai dengan kebijakan yang berlaku di daerah.

7. Guna kepentingan pengawasan, maka semua penerimaan dan pengeluaran keuangan sebagai akibat diberikannya Alokasi Dana Desa dicatat dan dibukukan sesuai dengan kebijakan daerah tentang APBDesa.

2.5.9. Pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan ADD adalah sebagaiberikut: 1. Pelaporan diperlukan dalam rangka pengendalian dan untuk mengetahui

perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan ADD. Adapun jenis pelaporan mencakup:

a. Perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana. b. Masalah yang dihadapi.

c. Hasil akhir penggunaan ADD.

2. Laporan ini dilaksanakan melakui jalur struktural yaitu dari tim pelaksana tingkat Desa diketahui oleh Kepala Desa ke tim pendamping tingkat Kecamatan secara bertahap. Selanjutnya tim pendamping tingkat Kecamatan


(57)

membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desadi wilayahnya secara bertahap melaporkan kepada Bupati melalui tim fasilitasi tingkat Kabupaten.

3. Berbagai jenis laporan tersebut tersedia di kantor Kepala Desa untuk dapat diakses dengan mudah oleh mereka yang membutuhkannya.

2.5.10. Pengawasan Alokasi Dana Desa (ADD)

Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran alokasi dana desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/ kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan ADD adalah sebagai berikut: 1. Pengawasan terhadap ADD beserta kegiatan pelaksanaanya dilakukan secara

fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan ADD, maka penyelesaiannya secara berjenjang, mulai dari ditingkat desa kemudian kecamatan.

3. Beberapa indikator yang dapat diberlakukan dalam menilai keberhasilan pengelolaan dan penggunaan ADD, yaitu:

a. Pengelolaan

1. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang adanya ADD.

2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan tingkat Desa.

3. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pertanggungjawaban penggunaan ADD oleh pemerintah desa.


(58)

1. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam APBDesa.

2. Daya serap (realisasi) keuangan sesuai yang ditargetkan. 3. Tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi.

4. Besarnya jumlah penerima manfaat (terutama dari kelompok miskin). 5. Tingginya kontribusi masyarakat dalam mendukung penggunaan ADD. 6. Terjadi peningkatan Pendapatan Asli Desa.

7. Mampu bersinergi dengan program-program pemerintah yang adadi desa tersebut (surat edaran menteri dalam negeri nomer 140/640/SJ/ tanggal 22 maret tahun 2005 perihal pedoman alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa).

2.5.11. Organisasi Pengelola Alokasi Dana Desa (ADD)

Organisasi atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memonitoring jalannya alokasi dana desa pada setiap desa di Kabupaten dairi dari mulai penyusunan anggaran, penatausahaan (pencairan dana ) sampai dengan pertanggung jawabannya yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan semua kecamatan yang ada di Kabupaten dairi. Pertanggungjawaban alokasi dana desa (ADD) terintegrasi dengan pertanggung jawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggung jawabannya adalah pertanggung jawaban APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD adalah, sebagai berikut:

a. Laporan berkala, artinya laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD.


(59)

b. Laporan akhir penggunaan ADD, yang mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi, dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.

Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural, yaitu dari tim pelaksana tingkat desa dan diketahui kepala desa ke tim pendamping tingkat kecamatan secara bertahap. Tim pendamping tingkat kecamatan membuat laporan/ rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah dan secara bertahap melaporkannya kepada bupati cq. Tim fasilitas tingkat kabupaten/ kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan tim pendamping dibebankan kepada APBD kabupaten/ kota diluar dana Alokasi Dana Desa (ADD).

2.6. Pengangguran

Pengangguran adalah masalah yang seringkali menghantui baik negara maju maupun negara berkembang. Tingkat penganggruran yang terlalu tinggi tidak hanya dapat mengganggu stabilitas keamanan namun juga stabilitas politik. Karenya pemerintah di semua negara selalu berusaha agar pengangguran yang terjadi berada pada tingkat yang “wajar”. Sebaliknya penganggur adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (payaman simanjuntak, 1985).


(1)

Lampiran 22 Rekapitulasi Pemberian Bobot Nilai Oleh Kepala Desa Terhadap Karakteristik Desa Kabupaten Dairi

No Variabel ( Karakteristik Desa ) Bobot Nilai Jumlah Pemilih

(Kepala Desa)

1 Pengangguran 4 87

2 Sarana Kesehatan ( Pustu, Poskedes dan Puskesmas) 4 69

3 Keterjangkauan daerah (Akses Jarak desa ke ibukota kecamatan) 4 56

4 Pendidikan Dasar 4 52

5 Kepadatan Penduduk 4 19

6 Koperasi Unit Desa (KUD) 4 15

No Variabel ( Karakteristik Desa ) Bobot Nilai Jumlah Pemilih

(Kepala Desa)

1 Pengangguran 3 35

2 Sarana Kesehatan ( Pustu, Poskedes dan Puskesmas) 3 46

3 Keterjangkauan daerah (Akses Jarak desa ke ibukota kecamatan) 3 40

4 Pendidikan Dasar 3 46

5 Kepadatan Penduduk 3 24

6 Koperasi Unit Desa (KUD) 3 26

No Variabel ( Karakteristik Desa ) Bobot Nilai Jumlah Pemilih

(Kepala Desa)

1 Pengangguran 2 20

2 Sarana Kesehatan ( Pustu, Poskedes dan Puskesmas) 2 34

3 Keterjangkauan daerah (Akses Jarak desa ke ibukota kecamatan) 2 36

4 Pendidikan Dasar 2 38

5 Kepadatan Penduduk 2 59

6 Koperasi Unit Desa (KUD) 2 71

No Variabel ( Karakteristik Desa ) Bobot Nilai Jumlah Pemilih

(Kepala Desa)

1 Pengangguran 1 19

2 Sarana Kesehatan ( Pustu, Poskedes dan Puskesmas) 1 12

3 Keterjangkauan daerah (Akses Jarak desa ke ibukota kecamatan) 1 29

4 Pendidikan Dasar 1 25

5 Kepadatan Penduduk 1 59


(2)

Lampiran 23 Angket Pemberian Nilai Bobot Karakteristik Desa KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN Jalan Sivitas Akademika Kampus USU Telp.(061) 8212453-8225465 Fax.(061) 8212453

MEDAN – INDONESIA

Nama Responden :

Alamat Responden :

Pekerjaan/Jabatan Responden : Tanda Tangan,

... Petunjuk Pengisian :

Mohon diberikan tanda centang "√" pada kotak kecil sebelah kanan berdasarkan jawaban Bapak/ Ibu dan memberikan keterangan atau pendapat yang mendukung jawaban Bapak/Ibu di dalam kotak di bawah ini :

Nomor

1. Apakah Bapak/Ibu Mengetahui Apa itu Alokasi Dana Desa yang diberikan Pemerintah Kabupaten Dairi?

ya

Tidak Pendapat Bapak/Ibu :


(3)

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui Peraturan atau Undang-Undang yang menjadi pedoman atau dasar Alokasi Dana Desa yang diberikan Pemerintah Kabupaten Dairi ?

Ya

Tidak

Pendapat Bapak/Ibu :

3. Apakah Bapak/Ibu Mengetahui Tujuan Alokasi Dana Desa yang diberikan Pemerintah Kabupaten Dairi ?

Ya

Tidak Pendapat Bapak/Ibu :

4. Apakah Bapak/Ibu Mengetahui dan Merasakan Manfaat Alokasi Dana Desa yangdiberikan Pemerintah Kabupaten Dairi ?

Ya

Tidak Pendapat Bapak/Ibu :


(4)

5. Apakah Bapak/Ibu Mengetahui Perhitungan Alokasi Dana Desa yang diberikanPemerintah Kabupaten Dairi ?

Ya

Tidak Pendapat Bapak/Ibu :

6. Apakah Bapak/Ibu Sudah Merasakan Keadilan atau ketidakadilan dalam hal besarnyajumlah Alokasi Dana Desa yang diberikan Pemerintah Kabupaten Dairi ?

Ya

Tidak Pendapat Bapak/Ibu :

7. Dengan adanya Alokasi Dana Desa yang diberikan Pemerintah Kabupaten Dairi selama ini,Keberhasilan Apa yang sudah Bapak/ibu Lakukan ( Bangunan irigasi, saluran air Minum, Kamar Mandi, pelatihan masyarakat desa ,

penerangan / lampu jalan ) ?


(5)

8. Adakah Hubungan Alokasi Dana Desa dengan Koperasi Unit Desa sebagai dua hal yangmempunyai tujuan yang sama yaitu pemberdayaan masyarakat desa dan perekonomiandesa di Kabupaten Dairi?

Ya Tidak Pendapat Bapak/Ibu :

9. Berikan Nilai atau angka untuk kriteria variabel (karakteristik desa) yang perlu mendapat perhatian atau bantuan dari pemerintah kabupaten dairi dalam hal penyaluran alokasi dana desa (ADD).

1. Pengangguran 2. Sarana Kesehatan

3. Keterjangkauan daerah ( Jarak desa ke ibukota kecamatan)

4. Pendidikan Dasar

5. Koperasi Unit Desa (KUD) 6. Kepadatan Penduduk

Dengan kriteria nilai atau angka sebagai berikut :

Sangat Penting 4

Penting 3

Cukup Penting 2


(6)

10. Apa Saran Bapak/Ibu kepada Pemerintah Kabupaten Dairi tentang besarnya Alokasi Dana Desayang diterima Desa Bapak/Ibu ke depannya ?

Dapat saya jelaskan bahwa segala informasi yang Bapak/ Ibu sampaikan saya pergunakan untuk penyusunan Tugas Akhir saya dalam bentuk Tesis. Untuk kelengkapan dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul " Analisis Alokasi Dana Desa Berdasarkan Karakteristik Desa di Kabupaten Dairi. Saya mengucapkan terimakasih dan mengapresiasi atas informasi yang Bapak/Ibu sampaikan. Kiranya informasi ini membantu dalam penulisan Tesis saya. Sekian dan Terima Kasih.

Salam Membangun Untuk Masyarakat Desa Horas....

Hormat Saya,

Nama Mahasiswa : Daud Suhario L Tobing

Nomor Induk Mahasiswa : 127018003 Magister Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Pekerjaan : PNS

Instansi : Dinas Pertanian Kabupaten Dairi

Alamat : JL. Damai Nomor 64 Sidikalang Kabupaten Dairi

Tanda Tangan,