BOOK Mediamorfosa Hanna N Dua Sisi Mata Uang

Dua Sisi Mata Uang Media Sosial : Ekonomi Politik
Facebook sebagai Inovasi Teknologi
dan Kuasa Politik
Hanna Nurhaqiqi
Universitas Gadjah Mada
� hannanurhaqiqi@yahoo.com

Pendahuluan
Facebook merupakan media sosial yang sangat populer di berbagai
kalangan usia. Hal ini menjadikannya sebagai media paling dominan
dalam tersebarnya arus informasi yang bergulir pada masa modern ini.
Melihat pada gambar di bawah menunjukkan bahwa Facebook memiliki
visi yang sangat kuat dalam mengembangkan inovasi teknologi. Dalam
melakukan akses Facebook, para pengguna tidak dikenakan biaya
alias gratis. Sehingga semakin banyak pengguna-pengguna baru yang
berbondong untuk membuat akun dan membagi informasi- informasi
terbaru kehidupan pribadinya. Atau memanfaatkannya sebagai sarana
komunikasi kepada kolega, keluarga, dan kawan lainnya. Semakin
mudah akses dan itur Facebook dikembangkan secara cuma-Cuma,
semakin tinggi pula para pengguna baru yang menggunakan Facebook.
Ketika Facebook tidak meminta biaya sepeserpun kepada para

pengguna, dan satu- satunya yang diberikan oleh pengguna adalah
informasi. Maka bisa menjadi salah satu indikasi, bahwa nilai tukar dari
nilai gratis itu ialah informasi. Jika memang terjadi transaksi informasi
dengan “gratis” sebagai sisi lain Facebook dalam melakukan kuasa
informasi. Akan tetapi Facebook justru semakin berkembang pesat,
lantas apa yang kemudian sedang dikejar oleh Mark sebagai Founder
Facebook? Ketika ekspansi semakin menguat akan tetapi akses
Facebook tetap gratis? Melalui sudut pandang ekonomi politik, penulis
akan mencoba untuk mengulik sisi lain Facebook dalam penguasaan
informasinya.

351

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Perkembangan laju informasi masa modern kini tidak terlepas dari
peran teknologi informasi yang terus mengalami inovasi. Ruang publik
pada masa abad pertengahan lampau masih terbatas pada warungwarung kopi pinggir jalan atau pusat-pusat keramaian. Hal tersebut
mengalami pergeseran, seiring dengan berkembangnya teknologi

informasi dari masa ke masa. Kini ruang publik tidak hanya hadir di
dunia nyata, namun telah hadir di dunia virtual.
Dunia virtual ini menyajikan sebuah ruang publik yang lebih
luas dan dinamis. Karena didalamnya memberikan ruang yang lebih
aksesibel, baik dari segi waktu, kecepatan interaksi, dan lebih spesiik
mengenai isu yang dibahas, karena ruang yang ditawarkan pun begitu
beragam.
Ruang publik pada ranah virtual kini yang semakin dinamis
ialah media sosial. Diantara berbagai macam aplikasi media
sosial yang muncul, Facebook dianggap yang paling bisa bertahan
menerpa goncangan tren dan mampu melakukan inovasi-inovasi
untuk terus memutakhirkan iturnya. Hal ini dilakukan Facebook
dalam mempertahankan eksistensinya sebagai ruang publik di ranah
virtual. Berawal dari kelahiran Facemash yang diluncurkan oleh Mark
Zuckerberg pada 28 Oktober 2003 yang pada saat itu menginjak tahun
kedua sebagai mahasiswa Harvard. Kemudian mengalami respon yang
sangat kuat hampir sebagian mahasiswa Harvard. Meski dianggap
melanggar hak privasi oleh pihak kampus karena menampilkan prolproil pribadi. Namun dalam perjalanannya, Facebook terbukti mampu
menjawab kebutuhan interaksi para netizen. Bahkan terus meluas ke
seluruh penjuru dunia dalam waktu yang sangat cepat. Maka fenomena

pergeseran ruang publik ini perlu menjadi sorotan sebagai fenomena
komunikasi. Baik secara fungsional serta dampak laten yang tanpa
disadari memberikan kontrol dibawah sadar kepada para penggunanya
melalui agenda setting politik yang terjadi.
Merunut Antonio Gramsci (dikutip Mosco, 2009: 206) hegemoni
merupakan sebuah strategi dalam mengkombinasikan norma sosial,
relasi kuasa, dan kuasa kapital secara sistematis. Dalam kondisi
ini, Facebook hegemoni yang begitu dominan. Perannya sebagai
sebuah aplikasi media sosial, menjadikannya peluang strategis dalam
memberikan ruang yang diperlukan bagi para netizen. Sudut pandang

352

Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

hegemoni informasi ekonomi politik akan lebih jauh diulas dalam
bahasan selanjutnya melalui pemikiran Graham Murdock dan Peter
Golding dalam “Political Economy of Media”.
Analisis Masalah : Ekonomi Politik dalam Kuasa Informasi Facebook
New Media - Rather than starting with the technology and asking

what is its likely impact, critical analysis starts from the prevailing
distribution of power and inequality and asks whose interests will be
best served by these new potentialities. (Wasko, dkk, 2011:5).
Melalui pintu strukturasi, tulisan ini mencoba mengulik lebih
dalam mengenai tindakan kuasa informasi yang dilakukan oleh
Facebook. Menurut Murdock (2011), keberadaan media baru akan
memberikan efek berbeda secara signiikan jika dibandingkan dengan
media konvensional. Karena dengan kecanggihan teknologi dan akses
informasi yang tidak berbatas, maka semakin tidak kentara siapa yang
paling diuntungkan karena sifatnya yang cuma-cuma.
Tidak hanya itu, dalam pintu strukturasi juga perlu memahami
keberadaan Facebook sebagai media sosial yang telah mengglobal
secara masif. Hal ini perlu dipahami bahwa dalam memandang
ekonomi politik suatu fenomena, juga tidak terlepas dari sisi
ekonomi moral (Murdock, 2011). Memperkenalkan ekonomi moral
dimana dalam setiap transaksi ataupun aktivitas ekonomi tidak akan
terlepas dari hubungan sosial dan tanggungjawab sosial. Sehingga
dinamika ekonomi yang terjadi akan memberikan dampak kepada
sosial dan berpengaruh pada tanggungjawab sosial yang melekat pada
entitas tersebut, yakni Facebook.

Hal yang paling nyata dalam dunia Facebook ialah tidak lagi jelas
antara informasi pribadi dan informasi publik (Jordan, 2015). Sekali
informasi pribadi yang diunggah ke laman Facebook telah dilakukan,
maka informasi tersebut bukan lagi sepenuhnya milik kita. Karena
dengan sangat mudah untuk di akses oleh banyak kalangan selama
mengakses secara langsung pada laman pribadi pengguna Facebook
lainnya. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa antar sesama
pengguna pun dapat menembus batas privasinya, bagaimana dengan
Facebook itu sendiri? Tanpa kita sadari apa yang sudah Facebook
akses dalam setiap pembaruan informasi yang dilakukan oleh miliaran
pengguna di seluruh dunia.
353

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Berdasarkan fenomena Facebook, Giddens memaparkan bahwa
peran struktur besar yang terjadi terdiri atas enam unsur, Agen,
Agensi; Agensi dan Kekuasaan; Struktur, Strukturasi; Dualitas Struktur;
Bentuk-Bentuk Insitusi; dan Waktu, Tubuh, Perjumpaan (Giddens,

2011:1-46). Perusahaan Facebook sebagai agen dalam hegemoni ruang
publik. Agensi mengacu bukan pada maksud-maksud yang dimiliki
orang dalam melakukan sesuatu, melainkan pada kemampuannya
melakukan hal-hal itu yang menyiratkan kekuasaan dan memberi
efek (Giddens, 2011).
Dominasi memiliki peran utama dalam menciptakan hegemoni.
Facebook memberikan inovasi itur yang terus berkembang, untuk dapat
bersaing dengan pemain-pemain baru seperti Instagram, Path, Whatsapp,
Telegram, dan lain sebagainya. Dilansir melalui laman berita nasional
online1, Facebook telah mengakuisisi lebih dari 40 perusahaan diantaranya
ialah Whatsapp dan Instagram. Perusahaan lain yang dibeli Facebook,
rata-rata merupakan perusahaan Bigdata yang memiliki kapasitas dalam
mengakses data proil serta akses informasi. Perspektif dan realitas yang
diciptakan Facebook memberikan jejaring yang luas ke seluruh dunia.
Melalui akun resminya, Mark Zuckerberg mengakui bahwa ia
juga mengagumi buku Mukaddimah yang ditulis oleh Ibnu Khaldun,
sosiolog muslim terkemuka pada abad 14 Masehi2. Perkembangan
dunia sebagai tempat tersebarkan dan terkumpulkannya informasi
menjadi kunci penting dalam membidik rencana strategis
pembaruan hegemoninya Ibnu Khaldun memaparkan bahwa dalam

sebuah peradaban yang jaya, pada masa itu ialah Andalusia, akan
mengalami keruntuhan jika terjerumus dalam kemewahan3. Pemikiran
Ibnu Khaldun cukup relevan jika dikaitkan dengan carut-marutnya
perkembangan globalisasi yang semakin hegemoni. Relasi kuasa yang
menguat dan fokus pada target, menjadikan sebuah perusahaan dapat
kokoh dan terus berjaya. Hingga pada saatnya nanti, jika mengalami
transisi idealisme perusahaan maka tidak dipungkiri, perusahaan
sebesar Facebook dapat runtuh. Akan tetapi Mark Zuckerberg memberi
ruang releksi Mukaddimah dalam pemikirannya.
1

2
3

www.liputan6.com/bisnis/read/2014624/5-perusahaan-yang-pernah-dibelifacebook-dengan-biaya-mahal diakses pada 10 Juli 2017
www.facebook.com/zuck/posts/10102158767549321 diakses pada 10 Juli 2017
Dalam diskusi “Jatuh Bangunnya Peradaban: Muqaddimah Ibnu Khaldun”
diselenggarakan oleh Ar-Rahman Quran Learning Centre, Yogyakarta 20 Maret 2017

354


Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

Dalam riset “Social Media, Delinguistiication and Colonization of
Lifeworlds: Changing Faces of Facebook” Rob Heyman dan Jo Pierson
(2015) menganalisis perbaruan wajah yang dialami Facebook, yakni
EdgeRank, Advertising dan Sponsored Stories, dan Gatekeeper.
Konsep EdgeRank yang dimaksud ialah kemampuan Facebook dalam
algoritmanya. Fitur media sosial ini secara jitu mampu menebak
sekaligus menyajikan kebutuhan informasi yang diperlukan oleh para
penggunanya. Tanpa melakukan usaha keras oleh para pengguna
akun Facebook, dengan sendiri secara otomatis Facebook mampu
menyajikan berita, video, dan informasi lainnya sesuai dengan proil
yang dibagi oleh para pengguna. Semakin pengguna Facebook
aktif dan “terbuka” memberikan akses pribadinya pada Facebook,
maka EdgeRank pada Facebook semakin berfungsi dengan baik.
Kemudian Facebook sebagai laman iklan dan sponsor berbayar sesuai
dengan karakter penggunanya. Menariknya, Facebook juga menjadi
Gatekeeper. Seperti halnya jurnalisme sebagai kontrol atas pemerintah
dan menjadi wajah dari publik. Pun Facebook memiliki peran strategis

sebagai “anjing penjaga”, ruang publiknya yang begitu luas dan bebas
menjadi begitu buas ketika terjadi gejolak sosial ataupun ekonomi.
Pemamparan di atas menjelaskan peran Facebook sebagai media
sosial yang terlihat. Kemudian melalui pintu masuk Strukturasi
mencoba memahami perkembangan ekonomi politik Facebook yang
tersirat dalam perkembangannya sebagai media global yang sangat
pesat dan strategis. Facebook mengalami dualisme struktur, dimana
Facebook sejak tahun 2003 mengalami Dualisme struktur, ia mengalami
bias dalam fungsi struktur nya. Facebook sebagai aplikasi media sosial
yang juga memiliki kuasa atas informasi yang terkumpul didalamnya.
Apakah kemudian Facebook memiliki peran dalam agenda-setting
pergerakan politik, ekonomi dan sosial dalam ruang publik yang
diciptanya akan menjadi pembahasan selanjutnya dalam paper ini.
Faktor Non-Moneter: Ekonomi Reputasi dan Ekonomi Perhatian
Dalam berkembang pesatnya Facebook sebagai media sosial
yang adidaya, perlu dipahami bahwa ada keunggulan utama dalam
perjalanannya. Facebook giat dalam memperbarui itur-itur nya, seperti
berintegrasi dengan Whatsapp (berbagi informasi di laman Facebook
ke Whatsapp), Virtual Reality (http://facebook360.com), Live Video
355


Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

yang menyediakan itur video langsung kepada dua pengguna sesame
Facebook, serta yang paling mutakhir ialah Facebook Drone4. Drone
ini memiliki keunggulan dalam memberikan sinyal internet khusus
untuk Facebook di wilayah-wilayah yang susah mendapatkan sinyal
internet dari satelit swasta lainnya. Hal ini menunjukkan kesungguhan
Facebook dalam mencapai para pengguna-pengguna baru dan
memperbanyak akses gratis informasi kepada siapapun, dimanpun,
dan kapanpun.
Dalam dunia yang kaya dengan informasi, kekayaan informasi
berarti berkurangnya sesuatu yang lain: kelangkaan dari apa pun
yang dikonsumsi oleh informasi itu. Apa yang dikonsumsi oleh
informasi
sudah jelas: informasi mengonsumsi perhatian dari para
penerimanya. Jadi kekayaan informasi menciptakan kemiskinan
perhatian. (Simon dalam Anderson, 2010)
Seperti yang diungkapkan oleh Simon, melimpahnya informasi

menciptakan kelangkaan perhatian. Maka dengan kata lain,
melimpahnya informasi yang ada di Facebook justru menciptakan
peluang ada kemiskinan perhatian di kalangan para penggunanya.
Sekarang mari kita lihat pada logika sesame pengguna Facebook.
Anderson (2010) memaparkan bahwa kemiskinan perhatian
ini memunculkan faktor moneter bukan lagi satu-satunya hal yang
dicari oleh para pengguna. Melainkan perhatian dan reputasi. Mengapa
begitu? Sekarang kita lihat, ketika arus informasi di Facebook begitu
deras dan melimpahnya, mengapa banyak pengguna yang masih banyak
bertahan untuk memproduksi dan mengonsumsi informasi yang
bersamaan di dalamnya. Ketika banyak orang menawarkan jasa dengan
harga miring atau bahkan gratis. Saat ini semakin banyak produk dan
jasa yang ditawarkan secara gratis. Pelatihan dan sekolah online gratis
beserta bahan pembelajaran yang menjanjikan kualitasnya. Hal ini
mengakibatkan para pengguna aktif internet semakin berduyunduyun dalam mengakses internet untuk mendapatkan produk dan jasa
yang diinginkannya secara gratis.
Lantas apa yang menjadikan aktivitas gratis ini sebagai tren
ekonomi yang paling dominan di internet khususnya Facebook? Hal ini
4

Diakses pada http://theverge.com/a/mark-zuckerberg-future-of-facebook/aquiladrone-internet pada 10 Juli 2017

356

Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

terjadi karena orang-orang tidak lagi mencari uang isik didalamnya.
Hal itu disebabkan karena para pengguna mencari reputasi atau image
yang berupaya dihadirkan dalam akunnya. Tentu saja ini bisa berlaku
dalam penjualan suatu produk, dan ingat bahwa produk itu tidak hanya
berbatas pada benda isik saja. Bisa jadi pengguna menjadikan dirinya
sebagai produk untuk dikenalkan kepada publik.
Facebook sebagai media sosial, namun dalam perkembangannya
Facebook menjadi media global yang telah mengakuisisi berbagai
perusahaan informasi strategis. Menggunakan pintu masuk Teori
Strukturasi Anthony Giddens, dalam memahami pergerakan ekonomi
politik yang terjadi dalam perkembangannya kini. Facebook mengalami
dualisme struktur, yakni keberadaan fungsi struktur Facebook sebagai
media sosial telah mengalami bias. Adanya ambigu yang mulai muncul
dalam perkembangannya yang semakin pesat. Pergerakannya tidak
hanya sebatas sebagai ruang publik bagi pemilik akun Facebook.
Namun menjadi ruang sosial aktif yang dapat memberikan pengaruh
cukup signiikan sesuai dengan target yang disasar. Kebenaran tidak lagi
soal siapa yang berbicara, akan tetapi kebenaran ialah seberapa banyak
kebenaran itu sendiri mulai banyak diperbincangkan individu dan
kelompok. Konsep ini sudah jauh berbeda dengan media mainstream
yang sudah dianggap tidak lagi relevan dalam menyuarakan aspirasi
publik. Tendensi dan konglomerasi media bukan lagi menjadi hal tabu
di kalangan khalayaknya.
Namun hegemoni yang dilakukan Facebook terlalu ideal jika
direspon secara positif. Dampak laten dari berpindahnya ruang
publik di dunia nyata bergeser pada dunia maya menjadikan, isikisik individu harus diperkenalkan kepada komputer yang dilakukan
dengan pemberian data proil pribadi kepada komputer. Hal inilah
yang perlu menjadi sorotan khusus yang layak untuk ditinjau ulang.
Apakah terdapat kontrol yang lebih kuat di atas kontrol yang dilakukan
oleh Facebook itu sendiri dalam mengakses informasi pribadi para
pengguna? Ataukah justru, baik dari pemerintahan dan perusahaanperusahaan turut mengakses informasi melalui Facebook dalam rangka
sebagai relasi jaringan yang strategis dan lebih leksibel?
Jika menggunakan sistem ekonomi pasar bebas, maka Facebook
memerlukan teman pesaing yang setara dalam rangka memberi

357

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

imbangan yang sesuai. Perbandingan diperlukan untu mengurangi
kepercayaan yang semakin menguat. Selama beberapa tahun terakhir,
aplikasi-aplikasi yang hampir menyaingi Facebook justru diakuisisi dan
secara konten mengalami perbaruan itur yng terintegrasi. Hasilnya,
Facebook semakin menguat tanpa batas. Seperti halnya FOX Inc.
yang pada tahun 1985 mulai didirikan dengan saluran kabelnya.
Kelahirannya yang hanya sebagai televisi berlangganan tidaklah di
anggap sebagai pesaing, oleh tiga saluran televisi ternama di amerika
pada saat itu. Yakni CBS, Viacom dan Filmways (Kimmel, 2004). Justru
hanya dalam kurun waktu tiga tahu, Fox mampu mengungguli pada
acara-acara primetime show. Kimmel menuliskan bahwa Fox sebagai
“he Fourth Network” , bagaimana secara bertahap dan efektif Fox
mampu menduduki posisi yang sama sebagai saluran televisi yang baru
muncul di tengah-tengah tiga saluran televisi dominan di Amerika pada
saat itu. Kemampuan persaingan yang ajaib seperti ini, tentunya
diperlukan dalam persaingan yang lebih ideal. Khususnya Facebook,
dalam aplikasi media sosial yang mampu memberikan daya saing baru
tanpa mendapatkan pengaruh akuisisi dari Facebook itu sendiri.
Facebook pada dasarnya telah memberikan batasan yang begitu
leluasa dalam memberikan akses informasi bagi penggunanya. Lantas
bagian mana lagi yang dapat diimbangi oleh pengaruh kuat dari
Facebook. Dalam berkembangnya suatu media yang semakin dominan,
diperlukannya tiga pendekatan khusus dalam mengatasinya yakni
kekuasaan (power), partisipasi (participation), dan regulasi (policy)
(Manyozo, 2012). Melalui tiga pendekatan tersebut, kekuasaan dan
partisipasi telah secara dominan dimiliki oleh Facebook. Memiliki
kuasa atau pengaruh sekaligus memberikan ruang partisipasi di
dalamnya yang membuatnya semakin kuat. Pendekatan regulasi
menjadi peran sentral dalam mengimbangi gerak cepat Facebook ini.
Dengan konteks Indonesia, melalui Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik No.11 tahun 2008 masih belum memberikan
batasan yang jelas dalam melakukan akses informasi pada media sosial.
Justru UU lebih berfokus untuk melindungi kepentingan Negara,
swasta, dan publik dari kejahatan siber (cyber crime)55. Tetapi kini alihalih melindungi kepentingan publik, UU ITE menjadi sarana dalam
5

www.hukumonline,com/berita/baca/lt5863cf3cc4d7/uu-ite-baru-dan-risikohukum-bagi-pengguna-sosial diakses pada 10 Juli 2017

358

Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

mengkriminalisasikan kebebasan beropini di ruang publik duni
maya, baik itu media sosial, blog, dan laman online lainnya. Dapat
disimpulkan bahwa hingga hari ini, belum ada regulasi yang mengatur
secara spesiik mengenai Facebook di Indonesia. Bisa jadi hal ini
ditengarai karena pemerintah menganggap Facebook “hanya” sebagai
media sosial, dan bukan pada sisi lain yang potensi ekonomi politik
yang siap membobardir kuasa dan akses informasi kepada seluruh
rakyat Indonesia. Pun dalam perubahan UU ITE yang resmi luncur
pada tahun 2016 No 19 belum memberkan efek yang signiikan dalam
memberikan ruang akses informasi yang lebih dewasa dan eisien.
Awal pada suatu akhir, tidak dapat dipungkiri Facebook memiliki
hegemoni yang begitu dominan baik di Indonesia maupun di dunia,
kecuali negara yang membatasi akses Facebook seperti Cina, Arab
Saudi, Kongo dan beberapa negara konlik. Clay Shirky (2008)
memberikan pemikirannya yang begitu cemerlang, bahwa keberadaan
internet tidak bisa tidak akan memberikan ombak informasi yang begitu
dahsyat. Lantas apa yang menjadi peluang sekaligus solusi? Disinilah
istimewanya, internet dan didalamnya terdapat Facebook menjadikan
polarisasi massa sebagai peluang kuat dalam memberikan pengaruh
yang signiikan bertahan atau tidaknya suatu program di internet.
Revolution doesn’t happen when society adopts new technology, it happens
when society adopts new behaviors (Shirky, 2008) subjudul pada buku
Shirky memberi penjelasan bahwa individu atau netizen justru bagian
dari media itu sendiri. Membiarkan Facebook sebagai ranah publik
virtual yang kemudian memberikan kesadaran baru kepaa netizen
bahwa tsunami informasi yang terjadi tidak hanya memberikan berita
positif. Namun pada akhirnya akan memberikan kejenuhan nyata dan
tindakan baru. Mencari alternatif gerakan dalam memberikan kritik
dan diskusi publik yang terus menerus berkembang.

Kesimpulan
Facebook : Siapa Menang, Siapa Kalah?
Facebook memiliki dua sisi mata uang, yakni inovasi teknologi
yang selalu terbarukan serta penguasaan informasi secara bersamaan.
Namun perlu ditelisik lebih jauh pada sisi penguasaan informasinya,
dimana Facebook secara leluasa dapat melakukan akses informasi

359

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

serta penguasaan opini publik di dalamnya. Melalui 65 perusahaan
informasi strategis di seluruh penjuru dunia, menjadikan Facebook
sebagai media sosial yang begitu adidaya.
Seperti dalam Prisoner’s Dillemma, untuk mengukur siapa
yang akan diuntungkan dan dirugikan antara Mark sebagai pemilik
Facebook dengan para pengguna. Dalam hal ini, para pengguna berada
dibawah teritori pemerintah. Sehingga secara tidak langsung yang
berhadapan ialah pemerintah dengan Facebook. Facebook melakukan
akses informasi secara bebas di berbagai penjuru dunia. Khsususnya
di Indonesia, belum ada aturan pembatasan akses atas Facebook
sehingga ini merupakan peluang besar bagi Mark atau Facebook untuk
melebarkan sayap dalam mengumpulkan informasi demi informasi.
Lantas apa yang terjadi dengan terkumpulnya informasi? Maka
merunut pada konsep Anderson (2011), jika melimpahnya informasi
itu menciptakan kelangkaan perhatian. Maka kelangkaan perhatian
itu akan berada di bawah arus informasi Facebook. Jika hal itu terjadi,
maka sudah menjadi hal yang lazim ketika arus opini publik mudah
dilakukan di Facebook.
Facebook menjadi pihak yang menang, sedangkan pemerintah
dengan para pengguna sebagai turunannya sebagai pihak yang
kalah. Karena semakin para pengguna tidak menyadari bahwa akses
informasinya sangat menguntungkan bagi Facebook secara gratis
maka semakin menunjukkan bahwa para pengguna sangat dirugikan
tanpa disadari.
User Consciousness
Bagaimana jika penguasaan informasi dilakukan secara terus
menerus oleh Facebook tanpa ada upaya tandingan dari pihak
pemerintah atau para pengguna? Maka yang dapat menjadi solusi
paling strategis ialah penyadaran publik. Perlunya edukasi secara serius
atau literasi media secara masif kepada para pengguna Facebook, tidak
hanya itu, para netizen untuk lebih bijak dalam menggunakan media
sosial. Jika saja tidak bisa menandingi kuasa informasi yang dilakukan
oleh Facebook dan tidak bisa lepas dari penggunaan Facebook. Maka
hal yang paling realistis ialah pemanfaatan Facebook semaksimal
mungkin untuk memperlancar kehidupan sehari-hari. Mengatasi
adiksi akan teknologi komunikasi menjadi sarana positif untuk dapat
360

Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

memanfaatkannya kepada hal-hal yang bermanfaat dan pengembangan
diri yang lebih baik.
Membuat lawan tandingan terhadap adikuasa informasi oleh
Facebook, maka pemerintahan khususnya Kemenkominfo sudah
selayaknya untuk terus memperbarui kemampuan dalam menahan
laju informasi yang terus masuk ke Indonesia. Tidak hanya melihat
Facebook sebagai Media Sosial semata. Melainkan sebagai Mega
Perusahaan Media Global yang dapat melihat laju arus opini publik
yang berkembang di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Maka sudah
barang tentu menjadi keharusan bagi pemerintah untuk memberikan
edukasi dan akses informasi kepada para pengguna Facebook mengenai
keadaan yang sebenarnya.

361

Mediamorfosa :
Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Datar Pustaka
Buku
Anderson, Chris ( 2010). Gratis: Harga Radikal yang Mengubah Masa
Depan. Jakarta, Gramedia
Coyne, Christopher J dan Leeson, Peter T. ( 2009). Media, Development,
and Institutional Change. UK, Edward Elgar Publishing Ltd
Giddens, Anthony (2011) Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial.
Yogyakarta, Topprint
Golding, P. dan Murdock, G (1997). he Political Economy of Media Vol.2.
UK, Edward Elgar Publishing Ltd.
Kimmel, D.M. (2004). he Fourth Network: How Fox Broke the Rules and
Reinvented Television. Chicago, Ivan R. Dee.
Manyozo, Linje. (2012) Media, Communication and Development. UK,
Sage Publication
Mosco, Vincent. (2009) he Political Economy (2nd ed.) .Sage Publication
Shirky, Clay (2008). Here Comes Everybody. USA, Penguin Books
Wasko, J., Murdock, G. dan Souse, H. (2011). he Handbook of
Political Economy of Communications. USA, Blackwell Publishing.
Jurnal
Aiello, G dan Pauwels, L (2014). Special Issue: Diference and
Globalization. Sage Publication
Bolario, C dan Vieira, E (2015). he Political Economy of the Internet:
Social Networking Sites and a Reply to Fuchs. SAGE Publication
Cottle, Simon (2014) Rethinking Media and Disasters in a Global Age:
What’s Changed and Why It Matters. Sage Publication
De Feyter, dkk (2013). Facebook: A Literature Review. SAGE Publication
Ellison, dkk (2010) Connection strategies: Social capital implications
of Facebook-enabled communication practices. SAGE Publication
Friedlander, Larry (2011) Friending the Virgin: Some houghts on the
Prehistory of Facebook. SAGE Publication
Heyman, R dan Pierson, J (2015) Social Media, Delinguistiication
and Colonization of Lifeworld: Changing Faces of Facebook. Sage
Publication.
362

Hanna Nurhaqiqi, Dua Sisi Mata Uang...

Hofmann, dkk (2016) “Making the world more open and connected”:
Mark Zuckerberg and the discursive construction of Facebook and
its users. SAGE Publication
Inayati, A.A. (2015) Epitemologi Ekonomi Islam: Studi Pemikiran
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. Artikel Publikasi Ilmiah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jordan, Tim (2015) Why I Joined Facebook and Still Regret It. SAGE
Publication
Wilson, dkk (2012) A Review of Facebook Research in the Social Sciences.
SAGE Publication
Website :
Liputan6 (2014) www.liputan6.com/bisnis/read/2014624/5-perusahaanyang-pernah-dibeli- facebook-dengan-biaya-mahal diakses pada 21
Maret 2017
Zuckerberg,
Mark
(2015)
www.facebook.com/zuck/
posts/10102158767549321 diakses pada 21 Maret 2017
Diskusi :
Dalam diskusi “Jatuh Bangunnya Peradaban: Muqaddimah Ibnu
Khaldun” diselenggarakan oleh Ar-Rahman Quran Learning
Centre, Yogyakarta 20 Maret 2017

363