BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Bank a. Pengertian Bank - PENGARUH CAR, NIM, LDR, NPL, dan BOPO TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERBANKAN (Studi Empiris Perusahaan Sektor Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014 – 2016) - UMBY re

BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Bank a. Pengertian Bank Bank adalah suatu badan usaha yang bergerak di bidang keuangan

  atau jasa keuangan. Produk utama yang biasa dilayani berupa simpanan giro, tabungan maupun deposito. Bank juga digunakan sebagai tempat untuk simpan pinjam atau kredit bagi warga masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman. Fungsi lain dari bank adalah sebagai tempat pertukaran mata uang, perpindahan uang (transfer), sebagai tempat pembayaran maupun setoran.

  Bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca, yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum, bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) dan atau bentuk lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak.

b. Fungsi Bank

  Sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank memiliki fungsi utama dan sampingan, yaitu :

1) Fungsi Utama

  a) Menghimpun dana dari masyarakat.

  b) Menyalurkan dana kepada masyarakat.

2) Fungsi Sampingan

  a) Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran.

  b) Mendukung kelancaran transaksi internasional.

  c) Penciptaan uang.

  d) Sarana investasi.

  e) Penyimpanan barang berharga. Adapun menurut Sigit dan Budisantoso (2006) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan

  agent of services .

  a) Agent of Trust

  Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana.

  Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

  b) Agent of Development

  Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling memengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi- distribusikonsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat. Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

  c. Jenis – Jenis Bank 1) Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

  a) Bank Sentral

  Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengarahan dana- dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan percetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia. Contohnya adalah Bank Indonesia.

  b) Bank Umum

  Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.

c) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

  Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kredit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dalam sertifikat bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat, tabungan, dan lain sebagainya.

2) Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

  a) Bank Pemerintah

  Bank pemerintah adalah bank dimana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula.

  b) Bank Swasta Nasional

  Bank jenis ini, seluruh atau sebagai besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Akte pendiriannya menunjukan kepemilikan swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk pihak swasta.

  c) Bank Pembangunan Daerah

  Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh pemerintah daerah provinsi.

  d) Bank milik Campuran

  Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Saham bank campuran secara mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia.

  e) Bank Asing

  Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.

  Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.

3) Jenis Bank dilihat dari Segi Status

  Pengklasifikasian ini berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari jumlah produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteris tertentu. Status bank yang dimaksud adalah :

a) Bank Devisa

  Adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, traveller cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of

  Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

b) Bank Non-Devisa

  Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti halnya bank devisa. Jadi bank non-devisa hanya dapat melakukan transaksi dalam batas- batas negara.

4) Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

  a) Bank Konvensional

  Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro, menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek, dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya.

  b) Bank Syariah

  Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Kegiatan bank syariah dalam hal penetuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.

  Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.

2. Laporan Keuangan Bank Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.

  Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh harga. Dari pengertian tersebut laporan keuangn dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggujawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada manajemen. (Taswan, 2010 dalam Chandra Chintya Putri, 2015) menyatakan bahwa laporan keuangan bank dimaksudkan untuk memberikan informasi berkala mengenai kondisi bank secara menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja bank. Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan bank kepada publik dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan sebagai bentuk pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja bank yang dicapai selama periode tertentu. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan.

  Menurut (Harmono, 2009 dalam Kuntari Dasih, 2014), laporan keuangan merupakan alat analisis bagi manajemen keuangan perusahaan yang bersifat menyeluruh, dapat digunakan untuk mendeteksi/ mendiagnosis tingkat kesehatan perusahaan, melalui kondisi arus kas atau kinerja operasional perusahaan baik yang bersifat parsial maupun kinerja organisasi secara keseluruhan.

  Secara umum tujuan dari laporan keuangan menurut (Veithzal Rivai, 2007 dalam Dewi Nur Hayati, 2012) adalah sebagai berikut: 1)

  Memberikan informasi kas mengenai posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu.

  2) Memberikan informasi keuangan mengenai hasil usaha perusahaan selama periode akuntansi tertentu.

  3) Memberikan informasi yang dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk menilai kondisi dan potensi suatu perusahaan.

  4) Memberikan informasi penting lainnya yang relevan dengan kebutuhan pihak pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan.

3. Kesehatan Bank

  Kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Triandaru dan Budisantoso, 2006:51).

  Menurut Mudrajad dan Suhardjono (2006) untuk menilai kesehatan bank dapat diukur dengan analisis CAMEL. Unsur-unsur dalam analisis CAMEL adalah sebagai berikut: a.

  Capital Adequacy

   Capital Adequacy adalah kecukupan modal yang menunjukkan

  kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.

  b.

   Assets Quality Assets Quality menunjukkan kualitas aset berhubungan dengan

  risik kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Management c.

  Management quality

   Management quality menunjukkan kemampuan manajemen bank

  untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko- risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target.

  d.

  Earning (Rentabilitas)

   Earning (Rentabilitas) menunjukkan tidak hanya kuantitas dan trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi

  ketersediaan dan kualitas earning.

  e.

  Liquidity (Likuiditas)

   Liquidity menunjukkan ketersediaan dana dan sumber dana bank pada saat ini dan akan datang.

4. Kinerja Keuangan Bank

  Penilaian kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan melakukan analisis laporan keuangan. Laporan keuangan bank berupa neraca memberikan informasi kepada pihak diluar bank, misalnya bank sentral, masyarakat umum, dan investor mengenai gambaran posisi keuangannya, dapat juga digunakan oleh pihak eksternal untuk menilai besarnya risiko yang ada pada suatu bank. Sedangkan laporan keuangan laba rugi memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha bank yang bersangkutan. Laporan keuangan tersebut juga menunjukan kinerja bank pada suatu periode tertentu.

  (Menurut Kidwell, 1982 dalam Bambang Sudiyatno, 2010), kinerja perbankan dapat diukur dengan mengunakan rata

  • –rata tingkat bunga pinjaman, rata –rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan.

  Ketiga ukuran tersebut bisa diinterprestasikan secara berbeda, tergantung pada sudut pandang analisisnya, apakah dari sudut pandang pemilik ataukah dari sudut sosial. Misalkan tingkat bunga yang rendah akan dinilai baik oleh pemerintah karena analisisnya dari sudut pandang sosial, tetapi hal tersebut belum tentu baik jika dilihat dari sudut pandang pemilik. Dari contoh tersebut bisa diartikan bahwa private performance berkaitan dengan kepentingan pemegang saham atau owners , yaitu memaksimumkan keuntungan dalam jangka panjang. Sedangkan sosial

  

performance berarti memaksimumkan kesejahteraan masyarakat secara

menyeluruh.

  (Gilbert, 1984 dalam Bambang Sudiyatno, 2010), dalam surveynya terhadap beberapa penelitian mengambil kesimpulan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah, dan menimbulkan masalah. Apabila tingkat bunga pinjaman yang digunakan sebagai ukuran kinerja, kemungkinan ukuran tersebut akan bias, karena rata

  • –rata tingkat bunga pinjaman akan tergantung pada portofolio pinjaman bank. Begitu juga dengan rata
  • –rata tingkat bunga simpanan karena tergantung pada distribusi jatuh temponya berm
  • –macam simpanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka menurut Gilbert, ukuran kinerja yang tepat adalah profitabilitas.

5. Rasio Keuangan

  Rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan. Rasio keuangan atau financial ratio ini sangat penting gunanya untuk melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Tujuannya adalah menunjukkan perubahan dalam prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan tren pola perusahaan tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan (Irham Fahmi, 2012: 46).

  Ada 4 macam rasio yang digunakan di Indonesia, yaitu: a.

  Rasio Likuiditas Rasio yang mengatur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini terdiri dari : 1)

  Cash Ratio 2)

  Current Ratio 3)

  Reserve Requirement 4)

  Loan to Deposit Ratio 5)

  Loan to Asset Ratio 6)

  Rasio Kewajiban Bersih Call Money b. Rasio Solvabilitas

  Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini terdiri dari : 1)

  Capital Adequacy Ratio

  2) Debt to Equity Ratio

  3) Long Term Debt to Asset Ratio c.

  Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas). Rasio ini terdiri dari: 1)

  ROA (Return on Assets) 2)

  ROE (Return on Equity) 3)

  NIM (Net Interest Margin) 4)

  BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Rasio keuangan dan kinerja perusahaan mempunyai hubungan yang erat. Rasio keuangan ada banyak jumlahnya dan setiap rasio itu mempunyai kegunaannya masing-masing. Jadi, untuk menilai kondisi dan kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan rasio yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

6. Return on Assets (ROA)

  Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan ROA dimana ROA mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset-asetnya guna memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Tujuan dasar dari manajemen suatu unit usaha bisnis adalah untuk memaksimalkan nilai dari investasi yang ditanamkan oleh pemilik modal terhadap unit usaha bisnis tersebut dalam hal ini adalah perusahaan yang dibangun oleh pemilik modal.

  ROA atau sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai rentabilitas ekonomi mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis mengenai ROA kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa mendatang. ROA mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total

  

asset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan

biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut.

  Return on Assets (ROA) atau dalam bahasa Indonesia juga sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).

  Dapat dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah menghasilkan pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan itu sendiri. Rasio Return on Assets (ROA) ini dapat membantu manajemen dan investor untuk melihat seberapa baik suatu perusahaan mampu mengkonversi investasinya pada aset menjadi keuntungan atau laba (profit). Tingkat Pengembalian Aset atau Return on

  

Assets ini sebenarnya juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi

  (return on investment) bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) seringkali merupakan investasi terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Dengan kata lain, uang atau modal diinvestasikan menjadi aset modal dan tingkat pengembaliannya atau imbal hasilnya diukur dalam bentuk laba atau keuntungan (profit) yang diperolehnya.

  Sesuai dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yakni SE No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, ketentuan untuk ROA minimal yang ideal bagi bank adalah 1.5%. Artinya bahwa jika bank memperoleh keuntungan di bawah nilai yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka bank tersebut dinyatakan masih belum optimal dalam mengelola asetnya. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan ROA adalah sebagai berikut :

  ROA = x 100%

  Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat,

  Return on Asset

  sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.

7. Capital Adequacy Ratio (CAR)

  Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh untuk menanggung risiko dari setiap kredit / aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.

  Peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai

  “buffer” untuk menyerap

  kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal. Masalah kecukupan modal merupakan hal penting dalam bisnis perbankan. Bank yang memiliki tingkat kecukupan modal yang baik, menunjukkan indikator sebagai bank yang sehat. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, kecukupan modal minimum yang wajib dipenuhi oleh setiap bank adalah sebesar 8%.

  CAR merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui berapa jumlah modal yang memadai untuk menunjang kegiatan operasionalnya dan cadangan untuk menyerap kerugian yang mungkin terjadi. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan CAR adalah sebagai berikut:

  

CAR = x 100%

  Semakin tinggi CAR maka semakin tinggi modal sendiri yang dapat digunakan untuk mendanai aktiva produktifnya atau menutup risiko kerugian dari penanaman aktiva, sehingga semakin rendah biaya dana yang dikeluarkan oleh bank. Dengan demikian, semakin rendah biaya dana yang dikeluarkan maka laba bank akan semakin meningkat.

8. Net Interest Margin (NIM)

   Net Interest Margin (NIM) adalah ukuran perbedaan antara pendapatan

  bunga yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.

  Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva). Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih, namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan NIM adalah sebagai berikut:

  NIM = x 100%

  Ratio ini sangat dibutuhkan dalam pengelolaan bank dengan baik sehingga bank-bank yang bermasalah dan mengalami masalah bisa diminimalisir. Semakin besar ratio maka hal ini akan mempengaruhi pada peningkatan pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola oleh pihak bank dengan baik. Dengan demikian, resiko yang seringkali menimbulkan masalah dalam bank bisa dihindari.

  Bagaiamanapun juga, pengelolaan dan manajemen yang baik disetiap kegiatan operasional bank memang sangat dibutuhkan sehingga bank bisa berada dalam kondisi yang lebih aman.

9. Loan to Deposit Ratio (LDR)

   Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh

  volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Pengertian lainnya LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas.

   Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Peraturan Bank Indonesia

  Nomor 15/7/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada Bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar Bank.

  Rasio LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan LDR adalah sebagai berikut:

  

LDR = x 100%

  Rasio ini memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio ini menggambarkan kurang baiknya likuiditas bank. Oleh karena itu, Bank Indonesia membatasi tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 bahwa batas aman Loan to Deposit Ratio (LDR) berkisar antara 78% sampai dengan 92%. Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai peranan penting sebagai indikator yang menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang dilakukan bank sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) juga dapat digunakan untuk mengukur berjalan tidaknya fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat pula digunakan untuk menilai strategi manajemen suatu bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya memiliki kecenderungan yang relatif rendah, sebaliknya manajemen yang agresif memiliki Loan to Deposit Ratio (LDR) yang tinggi atau melebihi batas toleransi.

10. Net Performing Loan (NPL)

  Dalam melakukan pemberian kredit kepada nasabah, bank akan dihadapkan pada risiko kredit yang tidak mampu dibayar oleh debitur sehingga menimbulkan kredit bermasalah. Kredit bermasalah yang dimaksud adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Net Performing Loan (NPL) merupakan kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja bank. Ini artinya NPL merupakan indiakasi adanya masalah dalam bank tersebut yang mana jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak bahaya pada bank. Meningkatnya NPL jika dibiarkan secara terus menerus akan memberikan pengaruh negatif pada bank. Dampak negatif tersebut salah satunya adalah mengurangi jumlah modal yang dimiliki oleh bank. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

  NPL = x 100% Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit

  yang dihadapi bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula resiko kolektibilitas dari kredit yang diberikan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui besarnya cadangan minimum pemghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup kemungkinan kerugian yang terjadi. NPL yang tinggi akan berakibat pada menurunnya pendapatan bunga yang akan diterima bank, bahkan jika terjadi kredit macet maka akan berdampak pada timbulnya kerugian bank.

11. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)

  BOPO merupakan rasio antara biaya operasi terhadap pendapatan operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangkamenjalankan aktivitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya pemasaran,biaya tenaga kerja, dan biaya operasi lainnya. Pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasi diukur dengan BOPO.

  BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan BOPO adalah sebagai berikut:

  BOPO = x 100%

  BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan resiko operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank. Resiko operasional kemungkinan berasal dari kerugian operasional bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank, dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa

  • – jasa dan produk
  • – produk yang ditawarkan. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Semakin kecil rasio beban operasionalnya akan lebih baik, karena bank yang bersangkutan dapat menutup beban operasional dengan pendapatan operasionalnya.

B. Penelitian Sebelumnya

  Sebagai referensi, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian sebelumnya yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian sebelumnya tersebut adalah :

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No Judul Penulis Hasil Penelitian

  1. Analisis Pengaruh Rasio Pandu CAR, NIM, dan CAR, BOPO, NPL, NIM, Mahardian, S.T. LDR berpengaruh dan LDR terhadap Kinerja (2008). positif terhadap

  Keuangan Perbankan di ROA sedangkan BEJ tahun 2002-2007. BOPO dan NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.

  2. Pengaruh CAR, NPL, dan Hardiyanti CAR dan LDR LDR terhadap ROA pada (2012). berpengaruh positif Bank BUMN yang Go- terhadap ROA Public di Indonesia tahun sedangkan NPL 2006-2010. berpengaruh negatif terhadap ROA.

  3. Analisis Pengaruh Rasio Dewi Nur CAR, BOPO, dan CAR, BOPO, NIM, LDR, Hayati (2012). LDR berpengaruh dan NPL terhadap positif terhadap Perbankan di BEI tahun ROA, sementara 2008-2010. NIM dan NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.

  4. Analisis Rasio Keuangan Hutagalung, dkk CAR berpengaruh terhadap Kinerja Bank (2013). positif dan tidak Umum. signifikan terhadap

  ROA, dan NPL, LDR, dan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA sedangkan NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA.

  5. Pengaruh Rasio Keuangan Kuntari Dasih CAR dan LDR terhadap ROA Perbankan (2014). berpengaruh positif pada Bank Umum di BEI terhadap ROA tahun 2007-2013. sedangkan NPL dan

  BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

  6. Pengaruh CAR,NPL, Yonira Bagiani CAR dan LDR BOPO, dan LDR terhadap Alifah (2014). berpengaruh positif Profitabilitas Bank (ROA) terhadap ROA pada Perusahaan sedangkan NPL dan Perbankan di BEI tahun BOPO tidak 2009-2012. berpengaruh terhadap ROA.

  7. Pengaruh NPL, LDR, Chandra NPL berpengaruh CAR terhadap Chintya Putri signifikan terhadap

  Profitabilitas (ROA) Bank (2015). profitabilitas (ROA) Umum Swasta Nasional sedangkan LDR dan Devisa yang terdapat di CAR tidak Indonesia periode 2008- mempunyai 2013. pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas (ROA).

  8. Pengaruh BOPO, CAR, Hardi Novian CAR, LAR, dan LAR, dan Firm Size (2015). Firm Size terhadap Kinerja berpengaruh positif Keuangan Perbankan di terhadap ROA BEI tahun 2010-2012. sedangkan BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

  9. Pengaruh CAR, BOPO, Anggria Maya CAR tidak dan NPL terhadap Kinerja Matindas, dkk berpengaruh Keuangan Perbankan di (2015). terhadap ROA, Indonesia periode 2008- BOPO berpengaruh 2010. signifikan terhadap ROA, dan NPL tidak berpengaruh terhadap ROA.

  10. Pengaruh CAR, NPL, Nyimas Vila CAR berpengaruh

  NIM, dan BOPO terhadap Dewi, dkk negatif tidak Profitabilitas Perbankan (2017). signifikan terhadap yang terdaftar di BEI ROA, NPL periode 2012-2015. berpengaruh negatif signifikan terhadap

  ROA, NIM berpengaruh positif signifikan terhadap ROA, dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap ROA.

  Sumber : Data yang diolah

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  Capital Adequacy Ratio (CAR) Net Interest Margin

  (NIM)

  Loan to Deposit Ratio (LDR) Net Performing Loan

  (NPL) Biaya Operasional terhadap Pendapatan

  Operasional (BOPO) Kinerja Keuangan

  (ROA) H

  1 H

  2 H

  4 H

  3 H

  5

D. Hipotesis 1. Pengaruh CAR terhadap Kinerja Keuangan (ROA)

  Menurut Wibowo (2013), menjelaskan bahwa semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasionalnya dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Modal yang cukup besar dari bank dapat melindungi deposan dan akan meningkatkan kepercayaan deposan terhadap bank, sehingga juga akan dapat meningkatkan profitabilitas bank bersangkutan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008), Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati (2012), Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014), Yonira Bagiani Alifah (2014), dan Hardi Novian (2015) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  1 H : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

  2. Pengaruh NIM terhadap Kinerja Keuangan (ROA)

  Dewi Saryani (2015), menyatakan bahwa NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Semakin tinggi NIM menunjukan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008), Hutagalung, dkk (2013), dan Nyimas Vila Dewi, dkk (2017) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh positif terhadap ROA.

  Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  2 H : Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

  3. Pengaruh LDR terhadap Kinerja Keuangan (ROA)

  Puspitasari (2009), menjelaskan bahwa semakin tinggi LDR maka laba perusahaan akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya kecil). Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008), Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati (2012), Kuntari Dasih (2014), dan Yonira Bagiani Alifah (2014) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  H 3 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

  4. Pengaruh NPL terhadap Kinerja Keuangan (ROA)

  Puspitasari (2009), menjelaskan bahwa semakin tinggi rasio NPL maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah jika semakin rendah NPL maka laba atau profitabilitas bank akan semakin meningkat. Dengan demikian semakin tinggi NPL maka berakibat semakin kecilnya nilai laba suatu bank. Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008), Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati (2012), Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014), Yonira Bagiani Alifah (2014), Anggria Maya Matindas, dkk (2015), dan Nyimas Vila Dewi, dkk (2017) yang menyatakan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.

  Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  4 H : Net Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

  5. Pengaruh BOPO terhadap Kinerja Keuangan (ROA) Dewi Saryani (2015), menyatakan bahwa rasio BOPO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya. Rasio yang sering disebut rasio efisien ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.

  Semakin kecil BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank bersangkutan. Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008), Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014), Yonira Bagiani Alifah (2014), dan Hardi Novian (2015) yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

  H

5 : Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ukuran dan Kepemilikan Bank Terhadap Kemampulabaan Bank pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 29 84

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013)

0 7 17

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-2012)

0 2 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 2 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Fundamental - Analisis CAMEL untuk Menilai Tingkat Kesehatan Bank pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 – 2011

0 2 52

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Rasio Keuangan Bank terhadap Tingkat Penyaluran Kredit Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bank - Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Melalui Analisis Rasio Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2012

0 0 17

PENGARUH DPK, NPL, CAR, ROA, LDR, DAN BOPO TERHADAP PENYALURAN KREDIT (Studi Kasus Bank Umum Go Public di Indonesia Periode 2010 - 2014) SKRIPSI

0 0 14

14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Tentang Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank

0 0 31

BAB II LANDASAN TEORI A. Kinerja Keuangan Bank dan Pengukurannya 1. Rasio Keuangan Sebagai Indikator Penilaian Kinerja Perbankan - ANALISIS CAR, NPL, LDR, DAN BOPO TERHADAP PROFITABILITAS BANK (PERBANDINGAN BANK UMUM SYARIAH DAN BANK UMUM KONVENSIONAL DI

0 0 31