INFLAMASI DAN ANALGESIK SARI BUAH BELIMBING Averrhoa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH BETINA

  UJI EFEK ANTI-INF (Averrhoa

INFLAMASI DAN ANALGESIK SARI BUA

UAH BELIMBING BETINA

  Di M

  oa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH B

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Nugraheni Dwiari Kristanti

  NIM : 068114127

  at .)

  UJI EFEK ANTI-INF (Averrhoa

INFLAMASI DAN ANALGESIK SARI BUA

UAH BELIMBING BETINA

  Di M

  oa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH B

  SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  Oleh : Nugraheni Dwiari Kristanti

  NIM : 068114127

  at .)

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Bapak dan ib seb

  Ku persembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus sumber kehidupanku dan ibuku sebagai tanda cinta dan kasih y sebanding dengan kasih yang diberikan

  Kakak dan adikku tercinta Almamaterku Tuhanlah yang m mampu untuk ters kita sedang sedi untuk bertahan merasa hendak mampu untuk b kita kehabisan mampu untuk m tidak satupun yan memberi arti. Se menjadi mungk Tuhanlah yang m mampu untuk m itu. Semuanya ringan karena Tu memberi kekuata kita mampu menanggun asih yang tidak ikan membuat kita tersenyum saat edih, mampu han saat kita ak menyerah, k berdoa saat an kata-kata, mengerti saat yang kelihatan arti. Segalanya gkin ,karena membuat kita k melakukan ya menjadi

  Tuhanlah yang atan sehingga pu untuk gungnya.

  

PRAKATA

  Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Efek Anti-Inflamasi Dan Analgesik Sari Buah Belimbing (Averrhoa

  

carambola L.) Pada Mencit Putih Betina dengan baik dan lancar. Skripsi ini ditulis

  sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, dukungan dan pengarahan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menghaturkan terimakasih kepada:

  1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku pembimbing utama skripsi ini atas bimbingan, masukan dan motivasi sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

  4. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

  6. Bapak Drs. Mulyono, Apt., yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan sripsi ini.

  7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku pimpinan laboratorium Farmasi yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian sripsi ini.

  8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuono dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung.

  9. Bapak, Ibu, Kakak dan Adik atas semua dukungan, kasih sayang dan doa yang tak putus-putusnya diberikan kepada penulis selama ini.

  10. Pramudito Adhi yang telah menemani dan memberikan pertahatian yang tulus serta semangat pada penulis.

  11. Teman-teman penelitian, Jeffry, Dewi, Ricky, Felix dan Gun atas bantuan dan kerjasama suka duka penelitian.

  12. Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan skripsi ini Simbok, Cita, Fea, Ciput, Della, Esti, Helen, Henny dan Riri serta semangat yang selalu diberikan dalam persahabatan kami.

  13. Teman-teman FKK B angkatan 2006 atas kebersamaan selama ini.

  14. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas C, Yoki, Yacob dan Windra Semoga Tuhan selalu menyertai dan memberikan sukacita yang melimpah di dalam kehidupan mereka.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala masukan, saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dalam penulisan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca, perkembangan ilmu pengetahuan serta masyarakat.

  Yogyakarta, Maret 2010 Penulis

  

INTISARI

  Telah dilakukan penelitian tentang uji efek anti-inflamasi dan analgesik sari buah belimbing (Averrhoa carambola L.) pada mencit putih betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sari buah belimbing sebagai analgetika dan anti-inflamasi serta mengetahui seberapa besar daya analgesik dan daya anti- inflamasi sari buah belimbing pada mencit putih betina. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang dimodifikasi untuk uji efek anti-inflamasi sedangkan untuk menguji efek analgesiknya digunakan metode rangsang kimia.

  Penelitian ini dilakukan mengikuti rancangan penelitian eksperimental murni dengan pola acak lengkap satu arah. Variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis sari buah belimbing (Averrhoa carambola L.) dan variabel tergantung yaitu efek anti-inflamasi dan analgesik sari buah belimbing (Averrhoa

  carambola

  L.). Data kuantitatif pengamatan yang didapat dianalisis dengan

  Komogorov-Smirnov test

  untuk melihat distribusi data. Setelah diketahui data terdistribusi normal, maka analisis dilanjutkan dengan one-way Anova test dan

  Scheffe test dengan taraf kepercayaan 95%.

  Hasil penelitian membukikan bahwa sari buah belimbing (Averrhoa carambola L.) memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik. Efek anti-inflamasi yang dinyatakan oleh daya anti-inflamasi sari buah belimbing pada dosis 8,33 ml/kgBB; 16,67 ml/kgBB; dan 33,33 ml/kgBB berturut-turut adalah 7,78%; 3,50%; dan 51,51% sedangkan daya analgesiknya berturut-turut adalah 22,69%; 51,06%; dan 57,56%.

  Kata kunci : anti-inflamasi, analgesik, sari buah belimbing, Averrhoa carambola L.

  

ABSTRACT

  Anti-infammatory and analgesic assay of star fruit (Averrhoa carambola L.) extract on white female mice has been done. This research aims to prove the potency of star fruit as analgesic and anti-inflammatory and also to find out how big the potencies are. Modified Langford method is used for the anti-inflammatory effect test meanwhile for the analgesic effect test using the chemical stimulation method.

  This is a pure experimental research with one-way pattern, random and complete research design. The main variable used in this study is dosage of star fruit extract (Averrhoa carambola L.) and the dependent variable is the anti-inflammatory and analgesic effect of star fruit extract (Averrhoa carambola L.). The quantitative data from the study analyzed with Kolmogrov-Smirnov test to find out the distributions of the data. After the data distribution discovered normal, analysis continued with one-way Anova test and Scheffe test with level of confidence 95%.

  The results of study shown that star fruit extract (Averrhoa carambola L.) have both anti-inflammatory and analgesic effects. The anti-inflammatory effects are expressed by anti-infammatory potency of star fruit extract at dose 8,33 ml/kgBW; 16,67 ml/kgBW and 33,33 ml/kg BW respectively are 7,78%; 3,50%; and 51,51% while the analgesic potencies are 22,69%; 51,06% and 57,56% (respectively).

  Keywords: anti-inflammatory, analgesic, star fruit extract, Averrhoa carambola L.

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………... i i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………. iii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………………. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................... vi

PRAKATA……………………………………………………………………………... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………………. xi

  

INTISARI……………………………………………………………………………… xii

ABSTRACT ……………………………………………………………………………... xiii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… xiv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………………… xvi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………... xix

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………... xxi

BAB I. PENGANTAR…………………………………………………………………

  1 A. Latar Belakang………………………………………………………………………

  1

  1. Permasalahan……………………………………………………………………

  2 2. Keaslian penelitian……………………………………………………………...

  3 3. Manfaat penelitian……………………………………………………………….

  4 B. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………

  5

  BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA…………………………………………………

  13 D. Nyeri………………………………………………………………………………...

  1. Golongan analgetika narkotik……………………………………………………

  28

  25 J. Metoda Pengujian Efek Analgesik…………………………………………………..

  23 I. Metoda Pengujian Efek Anti-inflamasi……………………………………………...

  22 H. Parasetamol………………………………………………………………………….

  21 G. Diklofenak…………………………………………………………………………...

  20 F. Analgetika……………………………………………………………………………

  16 E. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid……………………………………………………

  11 3. Mekanisme peradangan………………………………………………………….

  6 A. Tanaman Belimbing…………………………………………………........................

  10 2. Gejala……………………………………………………………………….......

  10 1. Definisi……………………………………………………………………........

  7 C. Inflamasi……………………………………………………………………………..

  7 B. Flavonoid…………………………………………………………………………….

  7 5. Khasiat penggunaan……………………………………………………………...

  7 4. Kandungan kimia………………………………………………………………...

  6 3. Nama daerah……………………………………………………………………..

  6 2. Morfologi tumbuhan……………………………………………………………..

  6 1. Keterangan botani………………………………………………………………..

  28

  I. Hipotesis……………………………………………………………………………..

  66 D. Uji Daya Analgesik………………………………………………………………….

  89 LAMPIRAN…………………………………………………………………………….

  88 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..

  88 B. Saran…………………………………………………………………………………

  88 A. Kesimpulan………………………………………………………………………….

  85 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………….

  83 F. Perbandingan Daya Anti-inflamasi dan Analgesik Sari Buah Belimbing…………...

  75 E. Perbandingan Profil Parasetamol Dengan Sari Buah Belimbing……………………

  50 C. Uji Daya Anti-Inflamasi……………………………………………………………..

  35 BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………………….

  50 B. Uji Pendahuluan……………………………………………………………………..

  50 A. Identifikasi Buah Belimbing………………………………………………………...

  39 BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..

  38 E. Tata Cara Penelitian....................................................................................................

  36 D. Alat dan Bahan Penelitian…………………………………………………………...

  36 C. Variabel dan Definisi Operasional…………………………………………………..

  36 B. Metode Uji yang Digunakan………………………………………………………...

  36 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………………………..

  94 BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………………………. 128

  DAFTAR TABEL

  Tabel I Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki...........................................................................................................

  52 Tabel II Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki......................................................................................

  53 Tabel III Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis diklofenak..........................

  54 Tabel IV Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada orientasi dosis pemberian diklofenak................................................................................................

  55 Tabel V Rata-rata bobot udema pada orientasi waktu pemberian diklofenak................................................................................................

  56 Tabel VI Hasil uji Scheffe bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian diklofenak................................................................................................

  57 Tabel VII Rata-rata jumlah geliat pada orientasi dosis asam asetat........................................................................................................

  60 Tabel VIII Hasil Uji Scheffe data geliat mencit pada uji pendahuluan penentuan dosis asam asetat......................................................................................

  61 Tabel IX Rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu pemberian asam asetat........................................................................................................

  62

  Tabel XII Hasil uji Scheffe jumlah geliat pada penetapan dosis parasetamol...........................................................................................

  65 Tabel XIII Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan................................

  66 Tabel XIV Rata-rata persen daya anti-inflamasi pada kelompok perlakuan..........

  68 Tabel XV Uji Scheffe persen daya anti-inflamasi pada kelompok perlakuan...............................................................................................

  71 Tabel XVI Rata-rata persen daya anti-inflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan dibandingkan dengan diklofenak.........................................

  72 Tabel XVII Rata-rata jumlah geliat pada kelompok perlakuan................................

  75 Tabel XVIII Persen penghambatan nyeri pada kelompok perlakuan........................

  77 Tabel XIX Hasil Uji Scheffe persen penghambatan rangsang nyeri pada kelompok perlakuan..............................................................................

  78 Tabel XX Perubahan persen proteksi geliat kelompok perlakuan terhadap kontrol positif........................................................................................

  81 Tabel XXI Hasil uji daya anti-inflamasi dan proteksi nyeri sari buah belimbing..............................................................................................

  85

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur kerangka flavonoid..................................................................

  8 Gambar 2. Struktur katekin…………….................................................................

  10 Gambar 3. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aksinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi..........................

  15 Gambar 4. Mediator yang dapat menimbulkan rangsang nyeri setelah kerusakan jaringan..................................................................................................

  17 Gambar 5. Sruktur diklofenak………....................................................................

  23 Gambar 6. Sruktur N-asetil-4-aminofenol..............................................................

  24 Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki...................................................................................

  52 Gambar 8. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis pemberian diklofenak..............................................................................................

  55 Gambar 9. Grafik rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemberian diklofenak sebelum pemberian karagenin.............................................

  57 Gambar 10. Diagram batang rata-rata jumlah geliat pada orientasi penentuan dosis pemberian asam asetat............................................................................

  60 Gambar 11. Grafik rata-rata jumlah geliat pada orientasi selang waktu pemberian

  Gambar 13. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan..............................................................................................

  67 Gambar 14. Diagram batang persen daya anti-inflamasi kelompok perlakuan........

  69 Gambar 15. Kemungkinan mekanisme reaksi penangkapan radikal bebas oleh suatu flavonoid katekin........................................................................

  74 Gambar 16. Diagram batang rata-rata kumulatif jumlah geliat kelompok perlakuan...............................................................................................

  76 Gambar 17. Diagram batang persen penghambatan nyeri kelompok uji..................

  77 Gambar 18. Diagram batang perubahan persen penghambatan rangsang nyeri kelompok perlakuan..............................................................................

  81 Gambar 19. Grafik profil kelompok perlakuan sari buah belimbing dan parasetamol…………………………………………………………....

  84 Gambar 20. Histogram perbandingan daya anti-inflamasi dan analgesik sari buah belimbing pada berbagai peringkat dosis …………………………..

  86

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Keterangan determinasi buah belimbing.............................................94 Lampiran 2. Foto buah belimbing............................................................................95 Lampiran 3. Potongan buah belimbing.................................................................... 95 Lampiran 4. Foto juice extractor .............................................................................95 Lampiran 5. Foto sari buah belimbing..................................................................... 96 Lampiran 6. Foto geliat mencit yang memenuhi syarat...........................................96 Lampiran 7. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis statistiknya........................................................................................... 97

  Lampiran 8. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan waktu pemberian diklofenak dan hasil analisis statistiknya ............................................99 Lampiran 9. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis diklofenak dan hasil analisis statistiknya............................................................. 101 Lampiran 10. Data jumlah geliat pada penetapan dosis asam asetat berserta hasil analisis statistiknya............................................................................103 Lampiran 11. Data jumlah geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat dan hasil analisis statistiknya .................................................. 106

  Lampiran 13. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek anti-inflamasi dan hasil analisis statistiknya............................................................................112 Lampiran 14. Tabel % daya anti-inflamasi dan potensi relatif ................................115 Lampiran 15. Contoh cara perhitungan % daya anti-inflamasi dan potensi relatif.. 115 Lampiran 16. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya.........................................................................................117 Lampiran 17. Data persen proteksi geliat pada uji efek analgesik berserta hasil analisis statistiknya............................................................................120 Lampiran 18. Data perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif pada uji efek analgesik ....................................................................................122 Lampiran 19. Perhitungan penetapan peringkat dosis sari buah belimbing pada kelompok perlakuan ..........................................................................124

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon biologis dari jaringan-jaringan vaskular

  yang kompleks terhadap rangsangan yang dapat membahayakan seperti patogen, iritan, dan kerusakan sel (Denko, 1992). Peradangan sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1995). Namun inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, dan salah satu gejala yang ditimbulkan akibat adanya peradangan adalah nyeri. Oleh karena itu dibutuhkan suatu obat guna mengatasi inflamasi sehingga diharapkan juga dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari proses inflamasi.

  Dengan pengetahuan dan peralatan yang sederhana para orang tua dan nenek moyang masyarakat Indonesia telah mampu mengatasi problem kesehatan. Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat diobati dengan memanfaatkan ramuan dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar pekarangan rumah dan hasilnya pun cukup memuaskan. Salah satu obat tradisional yang digunakan secara turun temurun adalah buah belimbing manis. Beberapa senyawa tentang isolasi dan identifikasi senyawa aktif dari sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn) menemukan bahwa isolat merupakan senyawa flavonoid golongan katekin. Secara empiris buah belimbing manis berkhasiat sebagai analgesik, diuretik, dan peluruh air liur (Sukadana, 2009).

  Berdasarkan uraian di atas, diduga dengan adanya kandungan senyawa golongan katekin dan vitamin C dalam buah belimbing memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik. Katekin dan vitamin C sebagai antioksidan diduga dapat melindungi tubuh dari kerusakan jaringan dengan menangkap radikal bebas. Oleh karena itu, peneliti ingin menguji apakah sari buah belimbing memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik dari beberapa peringkat dosis. Cara pengujian yang digunakan adalah dengan metode Langford yang dimodifikasi karena metode ini cukup spesifik untuk menguji efek anti-inflamasinya, sedangkan untuk menguji efek analgesiknya digunakan metode rangsang kimia yang cocok digunakan untuk skrining awal adanya efek analgesik.

1. Permasalahan

  a. Apakah sari belimbing memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik terhadap mencit putih betina? b. Seberapa besar persentase daya anti-inflamasi dan daya analgesik yang dimiliki sari buah belimbing pada mencit putih betina? Adapun penelitian-penelitian yang pernah dilakukan tentang buah Belimbing adalah sebagai berikut : a. Pengujian Beberapa Efek Farmakologi Buah Averrhoa carambola Linn pada

  Hewan Percobaan (Andreanus, Rianti, dan Padmawinata, 1978). Hasilnya efek analgesik pada dosis 5, 10, dan 20 ml/kgBB, efek diuretik dan hipoglikosemik pada dosis 5 dan 10 ml/kgBB. Sari buah pada dosis 2,5; 5; dan 10ml/kgBB tidak menunjukkan efek antipiretik pada tikus. Ekstrak kloroform pada dosis 40 mg/kgBB (setara dengan 25,4 g buah segar) hanya menunjukkan efek hipoglikosemik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah dosis yang digunakan penulis tidak sama dengan penelitian sebelumnya. Selain itu, pada penelitian ini digunakan finilkinon 0,02 % sebagai penginduksi nyeri dan asetosal sebagai pembanding, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan penulis digunakan asam asetat sebagai penginduksi nyeri dan parasetamol sebagai pembanding.

  b. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid Dari Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn) (Sukadana, 2009). Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom terhadap ekstrak air diperoleh fraksi F B positif flavonoid dengan berat sekitar 0,2027 g yang berwarna orange. Hasil identifikasi c. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Dengan Metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Maya, 2008).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan nilai IC

  50 sebesar 28,82 ±

  0,04 µg/mL. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing tergolong antioksidan kuat, karena nilai IC kurang dari 200

  50 μg/mL.

  d. Uji Efek Antiinflamasi Dan Analgesik Jus Buah Belimbing (Averrhoa

  carambola

  L.) Pada Mencit Putih Betina Galur Swiss (Susanti, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus buah belimbing dosis 3,34 g/kgBB dan 6,67 g/kgBB terbukti memiliki efek antiinflamasi dan analgesik.

3. Manfaat penelitian

  Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu kefarmasian dan kedokeran serta obat tradisional dengan memberikan informasi baru mengenai efek analgesik dan anti-inflamasi sari buah belimbing (Averrhoa carambola L.).

  b. Manfaat praktis anti-inflamasi serta mengetahui seberapa banyak jumlah belimbing yang dapat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai khasiat sari buah belimbing (Averrhoa carambola L.) terutama sebagai anti-inflamasi dan analgesik.

  2. Tujuan khusus

  a. Mengetahui apakah sari buah belimbing memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik.

  b. Mengetahui seberapa besar daya anti-inflamasi dan daya analgesik sari buah belimbing.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Belimbing

  1. Keterangan botani

  Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Geraniales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Spesies : Averrhoa carambola L.

  (Backer dan Backhuizen van den Brink, 1965)

  2. Morfologi tumbuhan

  Tinggi 5-12 m, tanda bekas daun bentuk tonjolan. Anak daun bulat telur memanjang, meruncing , 1,5-9 kali 1-4,5 cm, ke arah ujung poros semakin besar, bawah hijau biru. Malai bunga kebanyakan terkumpul rapat, panjangnya 1,5-7,5 cm. Bunga sebagian dengan benang sari panjang dan tangkai putik pendek. Kelopak tinggi 4 mm, daun mahkota di tengah bergandengan, bulat telur terbalik memanjang, tajam, kuning muda, panjang 4-13 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang-kadang menjadi liar (Steenis, 1947).

  3. Nama daerah

  Belimbing manis (Indonesia), Belimbing manih (Minangkabau), Belimbing legi (Jawa), Belimbing amis (Sunda), Bhalimbing manes (Madura), Balirang (Bugis) (Haryanto, 2009).

  4. Kandungan kimia

  Beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam buah belimbing manis adalah senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin A, B

  1 dan vitamin C (Wiryowidagdo dan Sitanggang,

  2002). Menurut Sukadana (2009) pada belimbing manis (Averrhoa carambola Linn) mengandung senyawa flavonoid golongan katekin.

  5. Khasiat penggunaan

  Buah belimbing mempunyai rasa yang asam, manis dan menetralkan. Buah belimbing juga mempunyai efek antibakteri dari senyawa flavonoid katekin (Sukadana, 2009). Berkhasiat pula sebagai anti-inflamasi, analgesik dan diuretik, selain itu dapat digunakan sebagai obat batuk, demam, kencing manis, kolesterol tinggi serta sakit tenggorokan. (Soedibyo, 1998). terhadap macam-macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Penghambatan siklooksigenase oleh flavonoid dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena reaksi lipooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Karena flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, maka mereka menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim.

  Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995).

  Menurut Robinson (1995), golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubtitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon :

  C C C

  Gambar 1. Struktur kerangka flavonoid (Robinson, 1995) Flavonoid termasuk ke dalam kelompok antioksidan polifenolik yang aktivitas antioksidannya ditampilkan dalam uji in vitro dan in vivo. Flavonoid yang terdiri dari flavonols, flavons, flavonons, katekin, dan antosianidin, telah diketahui memiliki efek Beberapa senyawa golongan flavonoid dilaporkan dapat menghambat peroksidasi lipid. Secara invivo, dilaporkan bahwa peroksidasi lipid melibatkan reaksi rantai radikal terdiri dari permulaan, perbanyakan, dan pengakhiran (Middleton dkk, 2000). Tahap permulaan peroksidasi lipid dapat diperantarai oleh radikal hidroksil (·OH). Dilaporkan juga bahwa penangkapan radikal hidroksil oleh flavonoid dapat menghambat terjadinya peroksidasi lipid.

  Induksi peroksidasi lipid dapat terjadi sebagai berikut: Permulaan LH + ·OH → H O + L·

  2 Perbanyakan L· + O → LOO·

2 LOO· + LH → LOOH + L·

  Pengakhiran LOO· + LOO· → produk nirradikal L· + L· → produk nirradikal LOO· + L· → produk nirradikal

  Peroksidasi lipid dapat dicegah pada tahap permulaan oleh penangkal radikal bebas sedangkan tahap perbanyakan dapat diputuskan oleh penangkal radikal peroksil, seperti antioksidan fenolik. Aktivitas antioksidan flavonoid sebagai pemutus rantai reaksi dapat ditunjukkan sebagai berikut:

  LOO· + FL-OH → LOOH + FL-O· di mana FL-OH merupakan senyawa flavonoid. Terminasi radikal lipid (L·), radikal di mana A-OH merupakan antioksidan fenolik (misal, α-tokoferol, flavonoid) dan AO· merrupakan radikal fenoksil (Middleton dkk, 2000). OH OH

  HO O OH OH

  Gambar 2. Struktur katekin (Nakanishi, Ozawa, dan Ikota, 2002) Tentang aktivitas antioksidannya, katekin telah terbukti sebagai penangkap radikal yang paling kuat di antara senyawa golongongan flavonoid lainnya.

  Kemampuannya untuk menetralkan oksigen singlet tampaknyanya terkait dengan sruktur kimia katekin, kehadiran gugus katekol pada cincin B dan kehadiran gugus hidroksil mengaktifkan ikatan rangkap pada cincin C.

C. Inflamasi

1. Definisi

  Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.

  Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang

  Secara umum respon inflamasi dibagi 3 fase: inflamasi akut, inflamasi sub akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap adanya gangguan pada jaringan, yang ditandai dengan pelepasan beberapa mediator kimia yang biasanya mendahului respon imun. Inflamasi akut biasanya berlangsung cepat, singkat serta bersifat berat. Sedangkan pada fase sub akut sel-sel imuno kompeten teraktivasi oleh substansi antigenik yang terlepas selama respon inflamasi akut berlangsung. Respon imun ini tentunya bertujuan melindungi tubuh dengan cara memfagosit atau menetralisir substansi antigenik yang lepas dari sel yang meradang, namun adakalanya respon ini merugikan bila berlanjut pada inflamasi kronis tanpa adanya penyelesaian atau penyembuhan peradangan dan kerusakan jaringan. Pada inflamasi kronis terjadi pelepasan mediator lain yang tidak menonjol pada inflamasi akut (Masjoer, 2002).

2. Gejala

  Radang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh yang merusak (noksi) dari berbagai jenis, jaringan ikat pembuluh bereaksi dengan cara yang sama pada tempat kerusakan dengan menyebabkan suatu radang. Gejala reaksi meradang yaitu rubor,

  calor, tumor, dolor dan functiolaesa (Mutschler, 1986).

  a. Rubor

  Rubor

  atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah b. Calor Panas atau calor, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi radang akut.

  Sebenarnya, panas hanyalah merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 ºC, yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah (pada suhu 37 ºC) yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37ºC, dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Price & Wilson, 1992).

  c. Tumor Yaitu benjolan akibat penimbunan cairan abnormal di jaringan interstitial atau rongga tubuh, yang dinamakan dengan oedema. Karena radang akut selalu diikuti oleh extravasasi cairan ke jaringan interstitial maka disebut juga radang exudatif (Sander, 2003).

  d. Dolor

  Dolor

  atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara, antara lain perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi lokal ion-ion tertentu, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya

  Functiolaesa e.

  Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit, pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Mutschler, 1986).

3. Mekanisme terjadinya peradangan

  Reaksi peradangan sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasi dengan baik secara dinamis dan kontinyu. Reaksi peradangan akan timbul bila jaringan itu hidup dan memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan mengalami nekrosis berat, maka reaksi peradangan tidak ditemukan di tengah jaringan tetapi pada pinggirannya yaitu diantara jaringan mati dan jaringan hidup dengan sirkulasi utuh (Price & Wilson, 1992).

  Proses inflamasi ini melibatkan zat kimia toksik mengalir kemana-mana, sel darah putih yang sangat teraktivasi memakan segala sesuatu yang ditemukannya, dan semua patogen yang ada di daerah tersebut melawan dengan zat kimianya sendiri. Jika proses tidak dibatasi, jaringan sehat disekelilingnya dapat tertarik ke dalam peperangan. Mereka melindungi dirinya sendiri dengan melepaskan zat kimia yang membatasi penyebaran inflamasi (Pizzorno, 1998). ini disimpan atau tersedia sebagai bentuk ester dari struktur fosfolipida di membran sel dari kebanyakan jaringan, tetapi dapat juga asam arakhidonat ini berasal dari ester trigliserida atau ester kolesterol. Prostaglandin tidak disimpan secara intraseluler. Prostaglandin ini hanya baru terbentuk bila telah ada pelepasan asam arakhidonat dari membran sel.

  Asam arakhidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur yaitu:

  1. Metabolisme oleh siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk yaitu

  COX-1

  dan COX-2. Enzim ini akan menginisiasi biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

  2. Metabolisme oleh lipoksigenase yang akan menginisiasi sintesis leukotrien dan eikosanoid lain (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

  Keterangan : PG = prostaglandin PGI = prostacyclin

2 TX = thromboxane

  LT = leukotriene HETE = hydroxyecosatetraenoic acid HPETE = hydroperoxyeicosatetraenoic acid

  PAF = platelet-activating factor NSAIDs = non-steroidal anti-inflammatory drugs

  Gambar 3. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aksinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003)

  Kerusakan sel karena inflamasi menyebabkan pelepasan enzim lisosom dari leukosit melalui aksinya pada membran sel. Dilepas juga kemudian asam arakhidonat

  Lipoksigenase adalah enzim yang mengkatalis perubahan asam arakhidonat menjadi leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eusinofil, neutrofil dan makrofag serta mendorong terjadinya bronkokontriksi dan perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan radikal bebas derivat oksigen. Anion superoksida dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain yang reaktif seperti hidrogen peroksida dan hidroksil radikal. Interaksi substansi- substansi ini dengan asam arakhidonat menyebabkan munculnya substansi kemotaktif, sehingga melestarikan proses inflamasi (Wibowo dan Gofir, 2001).