APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH

ABSTRAK

APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN
MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH
Oleh

Agnia Pradipta Sari

Buah belimbing merupakan salah satu buah nonklimakterik yang mudah
mengalami kerusakan sehingga memiliki masa simpan relatif pendek. Untuk
mengatasi kerusakan buah belimbing tersebut perlu dilakukan penanganan
pascapanen yang tepat diantaranya adalah pelapisan dan pengemasan sehingga
mampu mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa simpan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh aplikasi konsentrasi
kitosan; untuk mempelajari pengaruh aplikasi volume kemasan; dan untuk
memperoleh volume kemasan dan konsentrasi kitosan yang efektif dalam
teknologi kemasan aktif untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa
simpan buah.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen Hortikultura, Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan September

sampai dengan November 2013. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan perlakuan yang disusun secara faktoral 4x4. Faktor

Agnia Pradipta Sari

pertama adalah dengan 4 tingkat konsentrasi kitosan yaitu 0, 1, 2, dan 3%. Faktor
kedua adalah kemasan aktif dengan 4 volume kemasan yaitu 1.5, 3.0, 4.0, dan 5.0
liter. Faktor-faktor tersebut diterapkan ke dalam teknologi MAP aktif. Masingmasing kombinasi perlakuan terdiri atas 3 ulangan. Pengamatan yang dilakukan
adalah masa simpan buah, susut bobot buah, kandungan padatan terlarut buah
(oBrix), asam bebas buah dan kekerasan buah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kitosan secara statistik tidak
berpengaruh nyata terhadap masa simpan buah belimbing dibandingkan dengan
kontrol; (2) Penanganan pascapanen belimbing dengan penggunaan kemasan aktif
berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan dan penurunan susut
bobot buah belimbing, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah
lainnya; (3) Kombinasi perlakuan kitosan dan kemasan aktif tidak berpengaruh
nyata secara statistik terhadap masa simpan buah belimbing, tetapi kombinasi
perlakuan kitosan 3% dan volume kemasan 1,5 liter dapat memperpanjang masa
simpan hingga 29 hari.


Kata kunci : belimbing, kemasan, kitosan, masa simpan, mutu

ABSTRACT

CHITOSAN APPLICATION ON STAR FRUIT (Averrhoa carambola L.) IN
ACTIVE PACKAGING TO MAINTAIN THE QUALITY AND EXTEND
THE FRUIT SHELF-LIFE
By

Agnia Pradipta Sari

Star fruit is one of nonclimateric fruits, easy to be damaged, so that star fruit has a
short shelf-life. To overcome such defect, it is needed to do good postharvest,
such as coating the fruit with chitosan and packaging. The treatments are expected
to maintain the quality and prolong the shelf-life of the fruits. The purpose of this
research were to study the effects of (I) chitosan concentrations; (II) packaging
volumes; and (III) interaction effects of packaging volume and chitosan
concentration in the active packaging technology to maintain the quality and
extend the shelf-life of the fruit.
This reseach was conducted in the Horticulture Postharvest Laboratory,

Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture University of Lampung
during September-November 2013. This research used completely randomized
design (CRD) with treatments arranged in 4 x 4 factorials . The first factor was
chitosan coating of 0, 1, 2, and 3% concentrations. The second factor was
packaging volumes of 1.5, 3.0, 4.0, and 5.0 L . These factors were applied into the

Agnia Pradipta Sari
active MAP technology. Each treatment combination consist of 3 replications.
The observed variables were fruit shelf-life, fruit weight loss, fruit soluble solids,
free acid contents and fruit hardness.
The results showed that (1) chitosan statistically did not affect starfruit shelf-life
significantly compared to the control; (2) postharvest handling of starfruit with
active packaging statistically affected to prolong starfruit shelf-life and less
weight loss with, other fruit qualities unaffected (3) combination of chitosan and
active packaging statistically did not affect the shelf- life, but combination of 3%
chitosan with 1,5 liters of active packaging could prolong shelf-life was 29 days.

Keyword: chitosan, packaging, star fruit, shelf-life, quality

APLIKASI KITOSAN PADA BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)

DALAM KEMASAN AKTIF UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN
MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH

(Skripsi)

Oleh
AGNIA PRADIPTA SARI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 4 November 1991. Penulis adalah anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Agus Moch Arief dan Eny Suryanti,
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari SDN 2 Rajabasa pada tahun
2003. Pada tahun 2006, Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah
pertama di SMP Negeri 8 Bandar Lampung, sedangkan pendidikan sekolah

menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2009.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).

Pada bulan Januari-Februari 2012, Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di
Koperasi Peternakan Bandung Selatan, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat
dengan judul Mempelajari Neraca Massa Dan Neraca Energi Pada Pengolahan
Susu Pasteurisasi Prepack Di Koperasi Peternakan Bandung Selatatan (KPBS)
Pangalengan. Pada bulan Juni sampai Agustus 2012, Penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Tanggamus Desa Kedaloman.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil alamiin. Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Aplikasi Kitosan pada Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dalam
Kemasan Aktif untuk Mempertahankan Mutu dan Memperpanjang Masa Simpan

Buah” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Zulferiyenni, M.T.A. selaku Pembimbing I atas bantuan penelitian,
saran, motivasi, bimbingan, nasihat, serta kesabaran yang diberikan selama
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Soesiladi Esti Widodo, M.Sc. selaku Pembimbing II
atas bantuan penelitian, saran, nasihat, dan bimbingannya selama
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;
3. Ibu Ir. Susilawati, M.S. selaku Pembahas atas saran yang diberikan;
4. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik, atas saran
dan bimbingan yang diberikan;

iii
5. Bapak Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung;
6. Kedua Orang Tua tercinta, Icha, om Maman, tante Endar, dan Nenek
yang telah memberikan dukungan, motivasi, nasihat dan yang selalu

menyertai Penulis dalam doa;
7. Keluarga angkatan 2009 atas bantuan, keceriaan, persahabatan, dukungan
yang diberikan;
8. Teman seperjuangan selama penelitian atas kerjasama dan bantuan yang
diberikan;
9. Mbak-mbak, Kakak-kakak, Adik-adik THP yang telah membuat hidup
Penulis di kampus menjadi penuh warna, yang tidak bisa dituliskan satu
persatu.
Penulis berharap semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas segala kebaikan
yang telah diberikan dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandarlampung, Mei 2014
Penulis

Agnia Pradipta Sari

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................


vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

vii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah ..........................................................

1

1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................

3

1.3. Kerangka Pemikiran .......................................................................

3


1.4. Hipotesis .........................................................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Belimbing ...........................................................................

7

2.2. Kitosan .........................................................................................

8

2.3. Modified Atmosphere Packaging (MAP) .....................................

10

2.4. Asam L- Askorbat ........................................................................

11


2.5. Kalium Permanganat ....................................................................

13

III. METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................

15

3.2. Bahan dan Alat Penelitian .........................................................

15

3.3. Metode Penelitian ......................................................................

16

3.4. Pelaksanaan penelitian ...............................................................


16

3.5. Pengamatan ................................................................................
3.5.1. Masa simpan buah .......................................................
3.5.2. Susut bobot buah .........................................................
3.5.3. Kandungan padatan terlarut buah (oBrix) ....................
3.5.4. Kandungan asam bebas buah ......................................
3.5.5. Kekerasan buah ...........................................................

17
18
18
18
19
19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Masa Simpan Buah .....................................................................

20

4.2. Susut Bobot Buah .......................................................................

22

4.3. Kandungan Padatan Terlarut Buah (oBrix) .................................

25

4.4. Kandungan Asam Bebas Buah ...................................................

27

4.5. Kekerasan Buah ..........................................................................

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................

32

5.2. Saran ..........................................................................................

32

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

33

LAMPIRAN ..............................................................................................

37

Hasil analisis SAS ..............................................................................

37

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap
masa simpan buah belimbing (Averrhoa carambola L.) .....................
2.

3.

21

Pengaruh konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap susut bobot
buah belimbing (Averrhoa carambola L.) .........................................

23

Pengaruh pelakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap
kandungan padatan terlarut buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ..

26

4.

Pengaruh pelakuan konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap asam
bebas buah belimbing (Averrhoa carambola L.) ..................................... 28

5.

Pengaruh konsentrasi kitosan dan volume kemasan terhadap kekerasan buah
belimbing (Averrhoa carambola L.) ......................................................... 30

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Pengemasan aktif buah belimbing .........................................................

17

2. Kondisi buah belimbing pada saat pengamatan dihentikan ...................

18

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga
memiliki kadar vitamin C yang tinggi. Buah belimbing memiliki manfaat sebagai
antioksidan dan anti bakteri (Sukadana, 2009). Buah belimbing banyak disukai
oleh masyarakat, akan tetapi ketersediaan buah belimbing di pasar sangat terbatas
karena buah belimbing mudah rusak sehingga masa simpannya menjadi relatif
pendek. Kerusakan buah belimbing ditandai dengan terdapatnya bintik-bintik
coklat pada permukaan buah serta pencoklatan pada sirip buah. Kerusakan ini akan
semakin parah seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Akibat lain dari
kerusakan buah belimbing tersebut adalah harga jual buah belimbing akan menjadi
rendah.

Kerusakan pada buah belimbing terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi yang
masih berlangsung setelah buah dipanen, sehingga menyebabkan penurunan mutu
cepat terjadi dan menyebabkan masa simpan buah belimbing menjadi pendek. Hal
tersebut dapat diatasi dengan perlakuan pascapanen yang tepat di antaranya adalah
pelapisan buah belimbing menggunakan kitosan dan pengemasan.

2
Kitosan merupakan bahan pelapis yang populer di bidang pertanian. Kitosan
berasal dari kulit Chrustaceae seperti udang-udangan, kepiting dan rajungan.
Kitosan mampu membentuk lapisan tipis permeabel. Jika dilapiskan pada buah
maka kitosan mampu menghambat proses transpirasi dan respirasi. Pada
penelitian sebelumnya diketahui bahwa kitosan mampu memperpanjang masa
simpan buah jambu biji. Aplikasi kitosan dengan konsentrasi 2,5% mampu
memperpanjang masa simpan buah jambu biji 7-8 hari lebih lama bila
dibandingkan tanpa kitosan (Widodo et al., 2010). Kitosan juga mampu
memperpanjang masa simpan buah sawo 2-3 hari dengan konsentrasi kitosan yang
paling optimum adalah 2,6% ( Kurniawan et al., 2013).

Teknik pengemasan yang sering dilakukan adalah Modified Atmosphere
Packaging (MAP). Penggunaan teknologi MAP ditujukan untuk memodifikasi
kondisi atmosfir dalam kemasan, sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan
umur simpan buah segar (Rosalina, 2011). Prinsip MAP ialah memodifikasi
komposisi O2 dan CO2 di dalam kemasan (Vermeiren et al., 1999). MAP terbagi
dua, yaitu pengemasan pasif dan aktif. Dalam pengemasan pasif hanya dilakukan
pelapisan kitosan pada buah tanpa tambahan bahan aditif didalam kemasan dan
buah langsung dimasukkan ke dalam kemasan, sedangkan pada pengemasan aktif
selain dilakukan pelapisan kitosan juga ada penambahan bahan aditif dalam
kemasan agar komposisi udara di dalam kemasan dapat dimodifikasi. Bahan aditif
yang dimasukkan ke dalam kemasan antara lain senyawa KMnO4 dan asam Laskorbat (Widodo, 2005).

3
Pelapisan kitosan pada buah belimbing diaplikasikan pada kemasan aktif. Hasil
yang diharapkan pada perlakuan tersebut adalah menghambat O2 yang akan
masuk ke dalam buah belimbing dan juga menghambat pergerakan CO2 dan H2O
yang akan keluar dari kemasan yang pada akhirnya akan mempertahankan mutu
dan memperpanjang masa simpan buah belimbing.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari pengaruh aplikasi beberapa konsentrasi kitosan dalam
teknologi kemasan aktif;
2. Mempelajari pengaruh aplikasi berbagai volume kemasan dalam teknologi
kemasan aktif;
3. Memperoleh volume kemasan dan konsentrasi kitosan yang efektif dalam
teknologi pengemasan aktif untuk mempertahankan mutu dan
memperpanjang masa simpan buah belimbing.

1.3 Kerangka Pemikiran

Buah belimbing memiliki masa simpan yang pendek. Belimbing merupakan buah
tropis yang digolongkan ke dalam buah non-klimaterik berkulit tipis. Kulit buah
yang tipis dan menempel pada daging buah adalah penyebab buah belimbing
mudah rusak secara fisik. Kulit buah belimbing yang tipis menyebabkan
kehilangan air atau yang biasa disebut transpirasi mudah terjadi. Air yang ada
pada buah akan cepat menguap karena buah belimbing hanya memiliki
penghalang yang tipis. Kehilangan air dapat menyebabkan susut bobot,

4
kenampakan yang kurang menarik karena kelayuan (Rachmawati, 2010).
Kehilangan air yang menyebabkan susut bobot tersebut dapat diatasi dengan
pelapisan kitosan. Pada penelitian oleh Karina et al. (2011) diketahui bahwa buah
stroberi yang dilapisi kitosan memiliki susut bobot lebih kecil dibandingkan
dengan buah stroberi yang tidak dilapisi kitosan. Kitosan juga diketahui mampu
mengurangi terjadinya proses transpirasi sehingga penurunan susut bobot tomat
dapat ditekan, susut bobot tomat dengan pelapisan kitosan lebih rendah
dibandingkan susut bobot tomat tanpa kitosan (Novita et al., 2012). Penggunaan
bahan pelapis juga ditujukan agar dapat menghambat pergerakan O2 ke dalam
buah dan CO2 ke luar buah masuk ke ruang antara di dalam kemasan sehingga
respirasi dapat dihambat dan masa simpan buah dapat diperpanjang. Menurut
Karina et al. (2011) buah stroberi yang diberi pelapis kitosan mampu
memperpanjang masa simpan 3 hari lebih lama dan juga mampu mempertahankan
mutu buah stroberi dibandingkan buah stroberi tanpa pelapisan.

Laju respirasi pada buah belimbing dapat diturunkan atau diperlambat dengan
metode pascapanen yang tepat. Metode pascapanen yang biasa dilakukan untuk
menurunkan atau memperlambat laju respirasi adalah pengemasan dengan
modifikasi atmosfir atau MAP (Ahmed et al., 2007). Teknologi MAP merupakan
salah satu cara menurunkan laju respirasi, umumnya MAP mampu menurunkan
konsentrasi O2 di dalam kemasan hingga mencapai 0,2-0,3% (Vermeiren et
al.,1999). Dalam pengemasan aktif komposisi udara di dalam ruang kemasan
dapat dimodifikasi dengan menurunkan konsentrasi O2 dan menaikkan
konsentrasi CO2 sehingga mampu menunda laju pemasakan dan mengurangi
produksi etilen yang mempercepat kematangan buah (Rothan et al., 1997).

5
Penurunan konsentrasi O2 di sekitar kemasan aktif dilakukan dengan memasukkan
oxygen scavenger berupa senyawa asam L-askorbat, sedangkan untuk
pengurangan gas etilen di sekitar kemasan digunakan KMnO4 sebagai ethylene
scavenger . Penambahan bahan aditif asam L-askorbat dan KMnO4 diketahui
dapat memperpanjang masa simpan buah duku hingga 8-11 hari dibandingkan
dengan buah duku tanpa pengemasan aktif (Widodo, 2005). Kemasan yang
digunakan pada penelitian adalah kemasan dengan plastik polypropilen.
Penggunaan plastik polipropilen diketahui dapat mempertahankan kesegaran buah
rambutan sampai hari ke-12 (Widjanarko et al., 2000).

Aplikasi pengemasan aktif dan pelapisan kitosan yang telah dilakukan
sebelumnya diketahui mampu memperpanjang masa simpan buah duku hingga
11,23 hari lebih lama dibandingkan kontrol (Widodo dan Zulferiyenni, 2008),
buah jambu biji selama 21,50-22,00 hari masa simpan (Prasetyo, 2011) dan buah
pisang sampai 9 hari masa simpan (Herista, 2010). Namun, untuk buah belimbing
belum banyak informasi yang dapat ditemukan tentang aplikasi pengemasan aktif
dan kitosan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh aplikasi pengemasan aktif dan kitosan terhadap mutu dan masa simpan
buah belimbing.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat konsentrasi kitosan yang efektif dalam mempertahankan mutu dan
memperpanjang masa simpan buah belimbing;

6
2. Terdapat volume kemasan yang efektif dalam mempertahankan mutu dan
memperpanjang masa simpan buah belimbing;
3. Terdapat pengaruh antara konsentrasi kitosan dengan ukuran volume
kemasan dalam mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa
simpan buah belimbing.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Belimbing

Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)
dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk
seperti bintang, berlekuk-lekuk jika dilihat dari penampang melintangnya dan
permukaannya licin seperti lilin. Rasa manis bervariasi sesuai dengan kultivarnya.
Beberapa kultivar belimbing manis, yaitu belimbing ‘Kunir’ berasal dari Demak,
rasanya sangat manis, berair banyak, bobotnya mencapai 200-300 gram/ buah
dengan warna buahnya kuning merata. Belimbing ‘Penang’ berasal dari Malaysia
, rasanya manis, berair sedang dan beratnya 250-350 gram/buah, warnanya oranye
saat masak. Belimbing ‘Bangkok’ berasal dari Thailand rasanya manis, agak kesat
bobotnya sekitar 150-200 gram/buah, warnanya merah. Belimbing ‘Wulan’
berasal dari Pasar minggu, Jakarta, rasanya manis, berair banyak dengan bobot
300-600 gram/buah, warnanya merah mengkilap. Belimbing yang banyak
dibudidayakan adalah belimbing ‘Dewi Baru’ yang berasal dari Depok, Jakarta
Selatan, rasanya manis, berair banyak, bobotnya 300-450 gram/buah, dengan
warna kuning kemerahan pada saat masak (Alwiyah, 2011).

Buah belimbing adalah salah satu contoh dari buah non-klimaterik. Buah ini
berasal dari India, namun saat ini belimbing sudah menyebar ke penjuru Asia

8
Tenggara dan beberapa daerah di Eropa dan Amerika. Kandungan gizi dalam 100
gram belimbing adalah energi 35,00 kal, 7,70 gram karbohidrat, vitamin A 18,00
RE; vitamin B1 0,03 miligram, 33,00 mg vitamin C. Selain itu, buah ini kaya akan
serat dan zat antioksidan (Alwiyah, 2011).

Belimbing manis adalah salah satu produk hortikultura unggulan yang terkenal
sebagai sumber vitamin C dan serat, namun memiliki umur simpan yang pendek.
Pada suhu ruang berpendingin sekitar 20 oC dengan kelembaban 60%, umur
simpan belimbing hanya 3 – 4 hari. Umur simpan dapat menjadi 30 hari jika
disimpan dalam suhu 5 oC dengan RH 90% - 95 % (Mardiana,2008). Umur
simpan yang pendek mengakibatkan kerusakan yang juga cepat pada buah
belimbing. Kerusakan pada buah belimbing dapat dikurangi dengan penanganan
pascapanen yang tepat, yaitu pengemasan dan pelapisan kitosan untuk
mempertahankan mutu buah dan memperpanjang masa simpan. Pemakaian
kemasan dengan volume 4 Liter dapat memperpanjang masa simpan dan
mempertahankan mutu buah pisang ‘Muli’ (Herista, 2010).

2.2

Kitosan

Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari kitin. Kitin umumnya
diperoleh dari kerangka hewan invertebrata. Sebagai sumber utama kitin ialah
cangkang Crustaceae sp., yaitu udang, lobster, dan kepiting (Hawab, 2005).
Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin yaitu produk samping
(limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan.
Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari total berat udang. Kadar kitin dalam

9
limbah kepala udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menjadi kitosan
menghasilkan 15-20% (Novita et al., 2012) . Kitin mudah mengalami degradasi
secara biologis,tidak beracun, tidak larut dalam air, asam organik lemah dan
asam- asam organik, alkali pekat, aseton, akan tetapi larut pada asam asetat dan
formiat (Trisnawati et al., 2013)
Kitosan merupakan bahan kimia yang berbentuk kristal, bubuk atau padatan
berupa lembaran tipis, berwarna putih atau kuning dan tidak berbau. Kitosan
sangat cocok sebagai bahan pelapis (coating) karena memiliki sifat antimikroba
yang hampir sama dengan sifat antibakteri dari desinfektan. Kitosan tersebut telah
terbukti sebagai anti mikroba sehingga dapat diaplikasikan sebagai pelapis pada
berbagai makanan yang aman. Sifat lain dari kitosan adalah dapat menginduksi
enzim kitinase pada jaringan tanaman. Enzim kitinase dapat mendegradasi kitin,
yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan
sebagai fungisida. Penggunaan kitosan sebagai pelapis dalam buah-buahan dapat
menghambat difusi oksigen ke dalam buah sehingga proses respirasi dapat
dihambat. Kitosan efektif untuk mengontrol difusi dari berbagai jenis gas seperti
CO2 dan O2, sehingga mempunyai potensi yang cukup baik sebagai pelapis buahbuahan, misalnya pada tomat (El-Ghaouth et al., 1992).

Pada berbagai penelitian pelapisan kitosan diketahui mampu untuk dapat
menghambat peningkatan susut bobot, padatan terlarut total dan penurunan total
asam pada buah apel (Nurrachman, 2010) dan pada penelitian Herista (2010)
diketahui bahwa pelapisan kitosan dengan taraf konsentrasi 4% mampu untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu buah pisang muli .

10
2.3. Modified Atmosphere Packaging (MAP)

MAP adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang
dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan
berubah. Hal ini menurunkan laju respirasi, mengurangi pertumbuhan mikroba,
mengurangi kerusakan oleh enzim, serta memperpanjang umur simpan. MAP
banyak digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar
serta bahan-bahan pangan yang siap santap (Julianti dan Nurminah, 2006). Prinsip
dasar dari pengemasan atmosfir termodifikasi adalah menurunkan laju respirasi
sehingga menunda laju kemasakan buah. Keadaan itu dapat dicapai dengan
mengurangi konsentrasi O2 yang dibutuhkan dalam respirasi dan menaikkan atau
menambah CO2 sebagai gas penghambat respirasi (Shewfelt, 1986).
Saat ini MAP telah berkembang dengan sangat pesat. Hal ini didorong oleh
kemajuan fabrikasi film kemasan yang dapat menghasilkan kemasan dengan
permeabilitas gas yang luas serta tersedianya adsorber untuk O2, CO2, etilen, dan
air. MAP merupakan satu dari bentuk kemasan aktif, karena banyak metode
kemasan aktif juga memodifikasi komposisi udara di dalam kemasan bahan
pangan. Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan
dari segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru
dalam industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif
adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah
lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem
distribusi (Julianti dan Nurminah, 2006).

11
MAP terbagi menjadi dua, yaitu pengemasan aktif dan pasif. Perbedaan dari
pengemasan aktif dan pasif adalah, pengemasan aktif dilakukan dengan
mengubah komposisi udara di dalam bahan kemasan dengan menggunakan bahan
aditif sedangkan pada pengemasan pasif tidak. Bahan aditif yang biasa digunakan
pada pengemasan aktif yaitu senyawa KMnO4 dan asam L-askorbat (Widodo,
2005). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa teknologi MAP
mampu meningkatkan masa simpan produk segar hasil pertanian. Penggunaan
teknologi MAP mampu memperpanjang masa simpan buah jambu biji (Prasetyo,
2011), buah pisang ‘Muli’ (Herista, 2010) lebih panjang daripada produk yang
tidak dikemas. Penggunaan MAP ditujukan untuk menjaga kondisi atmosfer
dalam kemasan tetap terjaga (Rosalina, 2011), diharapkan mutu dari buah segar
dapat dipertahankan dan masa simpannya dapat diperpanjang.

2.4. Asam L-askorbat

Asam askorbat atau vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan
penting untuk kehidupan. Vitamin C adalah vitamin yang berbentuk kristal putih
agak kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air, terasa asam, mencair suhu
190ºC -192ºC, merupakan suatu asam organik, dan mudah rusak oleh oksidasi
yang dipercepat pada suhu tinggi, pemanasan yang terlalu lama, pengeringan dan
lama penyimpanan tetapi dalam bentuk larutan vitamin C mudah rusak karena
oksidasi oleh oksigen dari udara. Rumus molekul vitamin C adalah C6H8O6 dan
berat molekulnya adalah 176,13. Vitamin C mempunyai dua bentuk molekul
aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam
dehidro askorbat) (Kumala, 2010).

12
Pada umumnya teknologi penyerapan oksigen menggunakan satu atau lebih
konsep berikut ini: oksidasi asam askorbat, oksidasi serbuk Fe, oksidasi pewarna
peka-cahaya, oksidasi enzimatik (misalnya enzim glukosaoksidase dan
alkoholoksidase), asam lemak tak jenuh (misalnya asam oleat atau linolenat, dan
ragi (yeast). Diantara bahan tambahan tersebut, asam askorbat (vitamin C) di
anggap yang paling luas penerimaannya oleh konsumen (Rozana, 2013).

Adapun reaksi yang akan terjadi dengan asam askorbat adalah :
asam L-askorbat + O2

asam dehidro L-askorbat + H2O,

(Widodo, 2005). Reaksi ini menunjukkan bahwa dengan keberadaan asam Laskorbat aktif dan O2 di dalam kemasan akan menurun karena digunakan untuk
mengoksidasi asam L-askorbat, berkurangnya O2 menyebabkan proses respirasi
pada buah berjalan lambat, sehingga akan memperpanjang masa simpan. Selain
sebagai pengikat dan pereduksi O2, asam askorbat juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan, pro antioksidan, dan pengikat logam di dalam sel hidup (Barus dalam
Napitupulu 2013).

Pada penelitian sebelumnya asam askorbat diketahui dapat memperpanjang masa
simpan buah duku hingga 8-11 hari lebih panjang dibandingkan buah duku tanpa
pengemasan (Widodo, 2005), dan berdasarkan penelitian Widodo et al (2007)
bobot asam L-askorbat yang paling efektif pada pengemasan aktif buah duku
adalah 6 mg (konsentrasi 40%, volume 15 ml) yang mampu memperpanjang masa
simpan buah duku hingga 9 hari di dalam kemasa kedap dengan volume 2.064,59
cm3.

13
2.5. Kalium Permanganat

Kalium permanganat atau KMnO4 adalah salah satu bahan aditif penjerap etilen.
Produksi etilen dapat menyebabkan masa simpan buah menjadi singkat, sehingga
kualitasnya cepat menurun. Mekanisme penyerapan atau pengikatan etilen yang
dihasilkan buah-buahan terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksida dapat bereaksi
atau mengikat etilen dengan memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa
etilen menjadi bentuk etilen glikol dan mangan dioksida (Abeles et al. dalam
Napitupulu, 2013).

Sholihati (2004) menyatakan bahwa secara umum perlakuan bahan penyerap
etilen, KMnO4 10, 20, dan 30 g memberikan pengaruh terhadap penghambatan
pemasakan, yaitu dapat dipertahankannya warna hijau, tekstur, serta aroma pisang
buah raja selama 15 hari pada suhu 28 °C, dan 45 hari pada suhu 13 °C. KMnO4
bersifat efektif jika diberikan sampai sebanyak total 200 mg KMnO4 per 368,59 g
duku per 2064,59 cm3 ruang kemasan, yang mampu memperpanjang masa simpan
buah duku dari 3 hari (tanpa kemasan) atau 5 hari (tanpa KMnO4 tetapi dalam
chamber) menjadi 8,67 hari. Peningkatan pemberian KMnO4 melebihi 200 mg
KMnO4 tidak mampu meningkatkan masa simpan buah duku (Widodo et al.,
2007).

Perlakuan penjerap KMnO4 terhadap penekanan produksi etilen adalah dengan
memecah ikatan rangkap etilen menjadi etilen glikol dan mangan dioksida, serta
memperlambat proses perubahan fisik dan kimia pisang ‘Raja’ yang ditandai
dengan warna tetap hijau sampai pada akhir penyimpanan dan kekerasan yang

14
dapat dipertahankan serta tingginya kadar pati, rendahnya kadar gula, dan susut
bobot yang cenderung rendah (Sholiati, 2004). Prinsipnya, KMnO4 yang ada di
dalam bahan penjerap akan menyerap etilen yang berada di sekitar produk.
Reaksi pengikatan etilen oleh KMnO4 sebagai berikut : 2 KMnO4 + 3 C2H4 + 4
H2O  2 MnO2 + 3 CH2OHCH2OH + 2 KOH (Widodo, 2005).

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen Hortikultura, Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan September
sampai dengan November 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah buah belimbing manis
(Averrhoa carambola L.), kultivar Wulan, yang berasal dari perkebunan
belimbing di Desa Sukabakti, Simpang Palas, Kalianda, Lampung Selatan. Buah
belimbing dibawa langsung ke laboratorium Hortikultura, disortir berdasarkan
keseragaman ukuran dan tingkat kemasakan, kemudian diperlakukan sesuai
dengan perlakuan yang diberikan. Bahan lain yang digunakan adalah kitosan,
jeruk orange, NaOH 0.1 N, phenolpthalein, aquades, KMnO4, asam askorbat dan
asam asetat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemasan (chamber) PP
dengan volume 1,5, 3.0, 4.0, 5.0 L, cawan petri, alumunium foil, penetrometer
FHM-5 (Takemura Electric Work, Ltd), hand refraktometer ‘Atago’, jus

16
ekstraktor, buret, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pipet gondok, pisau, botol
sampel, dan selotip.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan
yang disusun secara faktorial 4 x 4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2
faktor, faktor pertama adalah 4 konsentrasi kitosan, yaitu 0, 1, 2, 3 %. Faktor
kedua adalah kemasan aktif dengan 4 volume 1.5, 3.0, 4.0, dan 5.0 liter. Masingmasing perlakuan dilakukan 3 kali pengulangan. Semua data dianalisis dengan
ANOVA. Analisis data dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada
taraf nyata 5% menggunakan SAS System For Windows 9.3.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Buah belimbing disortir agar mendapatkan ukuran yang seragam, kemudian diberi
perlakuan dengan konsentrasi kitosan 0, 1, 2, 3%. Sebelumnya dibuat larutan
kitosan dengan cara melarutkan 10, 20, 30 gram serbuk kitosan dengan asam
asetat 0,5% sampai 1000 ml. Pembuatan larutan asam asetat dilakukan dengan
melarutkan 5 ml asam asetat dengan aquades hingga 1000 ml. Buah belimbing
dicelupkan kedalam larutan kitosan hingga permukaan kulit buah terlapisi secara
merata lalu buah dikering-anginkan.
Selanjutnya buah belimbing dimasukkan ke dalam chamber dengan volume 1.5,
3.0, 4.0, 5.0 L yang telah berisikan bahan aditif berupa 15 ml asam askorbat
konsentrasi 0,04% dan 10 ml KMnO4 konsentrasi 2%. Pembuatan larutan asam
askorbat dilakukan dengan melarutkan asam askorbat 0,4 gram dengan aquades
hingga 1000 ml. Pembuatan larutan KMnO4 dengan melarutkan 20 gram KMnO4

17
dengan aquades sampai 1000 ml. Pada larutan asam askorbat diteteskan ekstrak
jeruk orange sebanyak 2 tetes untuk mengaktifkan reaksi oksidasi asam askorbat
(Widodo, 2004; Widodo et al., 2007). Setelah itu kemasan ditutup rapat dengan
menggunakan selotip. Sebagai pembanding, langsung diamati buah belimbing
tanpa perlakuan sebagai kontrol.

Gambar 1. Pengemasan aktif buah belimbing

3.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada peubah masa simpan, bobot buah, kekerasan buah,
kandungan padatan terlarut, dan asam bebas. Pengamatan dihentikan apabila
terjadi 50% pencoklatan pada buah belimbing dimana penampakan mengarah
pada pembusukan yang berarti buah tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Tingkat kekerasan buah diukur dengan alat penetrometer.

18
3.5.1. Masa simpan buah
Buah belimbing yang telah diberi perlakuan diamati perubahan fisiknya setiap
hari, dimulai pada pagi hari pukul 09.00. Masa simpan buah tersebut ditentukan
dari hari pertama buah disimpan ke dalam kemasan (chamber) hingga buah harus
dihentikan karena telah mengarah pada pembusukan seperti pada Gambar 1.

Gambar 2. Buah belimbing yang sudah dihentikan perlakuannya
3.5.2. Susut bobot buah
Susut bobot dihitung dari selisih bobot awal buah sebelum buah diberi perlakuan
dengan bobot akhir buah setelah perlakuan dihentikan. Selisih bobot buah
kemudian dibagi dengan bobot awal dan dikalikan dengan 100% (AOAC, 1984).
3.5.3. Kandungan padatan terlarut buah (o Brix)
Penentuan kandungan padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan
refraktometer ‘Atago’ pada sari buah belimbing yang telah diekstrak tanpa
pengenceran (Widodo et al., 1996).

19
3.5.4. Kandungan asam bebas buah (asam sitrat)
Buah belimbing diekstrak dengan menggunakan jus ekstraktor. Sampel sari buah
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan dibekukan di freezer
sambil menunggu analisis berikutnya. Analisis asam bebas dilakukan dengan
mengambil 1 ml hasil ekstraksi sari buah ditambah 9 ml aquades dan 1 tetes
indikator phenolpthalein, kemudian sampel tersebuat dititrasi dengan
menggunakan NaOH 0.1 N (Widodo et al., 1996).
3.5.5. Kekerasan buah
Kekerasan buah diukur menggunakan alat penetrometer ‘fruit hardness’ (tipe
FHM-5 Takemura Electric Work, Lt.d, Jepang, dengan ujung tumpul berdiameter
0,5 cm dan tekanan maksimal 5 kg), masing-masing unit dan ulangannya
dilakukan pengukuran pada bagian tepi juring belimbing dengan 3 juring yang
berbeda (Widodo et al., 2012 yang telah dimodifikasi) .

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapat kesimpulan sebagai berikut.
1.

Perlakuan kitosan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap masa
simpan buah belimbing dibandingkan dengan kontrol.

2.

Penanganan pascapanen belimbing dengan penggunaan kemasan aktif
berpengaruh nyata secara statistik terhadap masa simpan dan penurunan susut
bobot buah belimbing, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah
lainnya (asam bebas, kandungan padatan terlarut dan kekerasan buah).

3.

Kombinasi perlakuan kitosan dan kemasan aktif tidak berpengaruh nyata
secara statistik terhadap masa simpan buah belimbing, tetapi kombinasi
perlakuan kitosan 3% dan volume kemasan 1,5 liter dapat memperpanjang
masa simpan hingga 29 hari.

5.2. Saran

Jika ingin dilakukan penelitian lanjutan sebaiknya ditambahkan bahan
penjerap uap air untuk mengendalikan kelembapan di dalam kemasan
sehingga dapat menghambat pertumbuhan jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,U, Yulianingsih, dan M.Lintang. 2010. Aplikasi film edibel dan kemasan
atmosfir termodifikasi untuk meningkatkan umur simpan buah salak terolah
minimal. Jurnal llmu Pertanian Indonesia. 15 (3) : 163-171.
Ahmed, D.M., F. M. Ahmed, A. El-Mongkey, B. Abu-Aziz, dan A. R Youssef.
2007. Postharvest storage of Hass and Fuerte avocados under modified
atmosphere conditions. Journal Application Science. 4 (3) : 267-274.
Alwiyah. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Belimbing Dewa pada
Kondisi Risiko di Kota Depok (Skripsi). IPB. Bogor. 139 Hlm.
AOAC, 1984. Methods of Analysis. Association of official Analytical Chemist,
Washington D. C. 1130 PP.
El-Ghaouth A, R.Ponnampalan, F.Castaigne, and J.Arul. 1992. Chitosan coating
to extend storage life of tomatoes. Journal HortScience. 27 : 1016-1018.
El-Ghaouth A, R.Ponnampalan, F.Castaigne, and J.Arul. 1992.Antifugal activity
of chitosan on two postharvest pathogens of strawberry fruits. Journal Amer
Phyto. Soc. 82(4) : 398-402.
Hawab H.M. 2006. Toksisitas dan kendala penggunaan kitin dan kitosan pada
bahan makanan dan makanan. Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan
Bogor 16 Maret 2006. Hlm 65-73.
Herista, M.I.S. 2010. Aplikasi Kitosan pada Buah Pisang (Musa paradica L.) cv.
‘Muli’ dalam Kemasan Aktif pada Berbagai Volume Kemasan Untuk
Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah. (Skripsi).
UNILA. Bandar Lampung. 33 Hlm.
Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi pengemasan.
Universitas Sumatra Utara. Medan. 157 Hlm.
Karina, A.R, S. Trisnowati dan D.Indradewa. 2011. Pengaruh macam dan kadar
kitosan terhadap umur simpan dan mutu buah stroberi (Fragaria x ananassa
Duch.). Jurnal Teknologi Pangan USU. 1 (3):1-7.

34
Kester JJ dan O.R.Fennema. 1996. Edible film and coatings: A view. Journal
Food Technology. 40(12) : 47-59.
Kumala, K.R. 2010. Identifikasi Polifenol pada Ekstrak Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Stenis).(Tesis). Unimus.72Hlm
Kurniawan, D, S.Trisnowati, dan S.Muhartini. 2013. Pengaruh macam dan kadar
kitosan terhadap pematangan dan mutu buah sawo (Manilkara zapota (L.)
Van Royen). Jurnal Vegetalika 2 (2) : 21-30.
Mardiana, K.2008. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya Sebagai Edible Coating Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) (Skripsi). IPB. Bogor. 78 Hlm.
Napitupulu. 2013. Kajian beberapa bahan penunda kematangan terhadap mutu
buah pisang barangan selama penyimpanan. Journal Horticulture. 23(3)
:263- 275.
Novita, M., Satriana, Martunis , S. Rohaya, dan E. Hasmarita. 2012. Effects of
chitosan coating on physico-chemical characteristics of fresh tomatoes
(Lycopersicum pyriforme) in different maturity stages. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia 4(3) : 1-8.
Nurrachman. 2010. Pelapisan chitosan mempengaruhi sifat fisiko kimia buah apel
(Malus sylvestris L.). Jurnal Program Studi Hortikultura, Faperta UNRAM.
4(2) : 1-4.
Nurjanah, S. 2002. Kajian laju respirasi dan produksi etilen sebagai dasar
penentuan waktu simpan sayuran dan buah-buahan. Jurnal Bionatura 4(3) :
148 – 156.
Prasetyo. B. 2011. Aplikasi Chitosan Pada Buah Jambu Biji (Psidium guava L.)
cv. ‘Mutiara’ dalam kemasan Aktif Pada Berbagai Volume Kemasan untuk
Memperpanjang Masa Simpan dan Mempertahankan Mutu Buah (Skripsi).
UNILA. Bandar Lampung. 69 Hlm.
Rachmawati, M.2010. Pelapisan chitosan pada buah salak pondoh (Salacca Edulis
Reinw.) sebagai upaya memperpanjang umur simpan dan kajian sifat
fisiknya selama penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas
Mulawarman. 6(2) : 45-49.
Rosalina, Y. 2011. Analisis konsentrasi gas sesaat dalam kemasan melalui lubang
berukuran micro untuk mengemas buah segar dengan sistim kemasan
atmosfir termodifikasi. Jurnal Agrointek, 5(1) : 53-58.
Rothan, C., S. Duret, C. Chevalier, dan P. Raymond. 1997. Suppression of
ripening-associated gene expression in tomato fruits subjected to a high CO2
concentration. Journal Plant Physiol. 11 (4) : 255-263.

35
Rozana. 2013. Aplikasi penyerap oksigen (Oxygen Scavangers) dalam teknologi
pengemasan. Review Jurnal IPB Bogor. 3(1) : 1-10.
Shewfelt, R. L. 1986. Postharvest treatment for extending the shelf life of fruit
and vegetable. Journal Food Technology. 40(5) : 70-78.
Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat
untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja (Musa paradisiaca var.
Sapientum L.). (Tesis). IPB.. Bogor. 114 Hlm.
Sukadana, I.M. 2009. Senyawa antibakteri golongan flavonoid dari buah
belimbing manis (Averrhoa Carambola Linn.). Jurnal Kimia 3 (2) : 109116.
Trisnawati,E , D. Andesti dan A.Saleh. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah
cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama
pengawetan. Jurnal Teknik Kimia 19 (2) : 1-10.
Vermeiren, L. F. Devlieghere, M.Van Beest, N. De Kruijf, dan J. Debevere.
1999. Development in the active packaging of food. Journal Trends in Food
Science and Technology. 10 : 77-86.
Widodo, S.E., M.Shiraisi dan S.Shiraisi. 1996. On the interpretation of obrix value
for the juice of acid citrus extract. Journal Far Agr. Kyushu Univ 41(1-2) :
35-38.
Widodo, S.E. 2004. Asam L-Askorbat sebagai bahan aditif dalam pengemasan
aktif buah duku ( Lansium domesticum Corr.). Journal Agrotropika 9 (1) :
13-18.
Widodo, S. E. 2005. Bahan penjerap KMnO4 dan Asam L-askorbat dalam
pengemasan aktif (active packaging) untuk memperpanjang masa simpan
dan mempertahankan mutu buah duku (Lansium domesticum Corr). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan 16 (2) : 113-118.
Widodo, S. E., D. K. Abdullah, K. Setiawan, dan Zulferiyenni. 2007. Teknologi
modified atmosphere packaging buah duku berkitosan. Prosiding Seminar
Nasional Hortikultura. Universitas Nasional Sebelas Maret, Surakarta, 17
November. Hlm 639-644.
Widodo, S.E, Y.C.Ginting dan Zulferiyenni. 2007. Teknologi pengemasan aktif
(active packaging) buah duku: I.Asam L-Askorbat sebagai bahan aditif pada
pengemasan aktif buah duku (Lansium domesticum Corr.). Seminar
Nasional Holtikultura Indonesia. Universitas sebelas Maret, Surakarta, 17
November. Hlm 86-91.
Widodo, S. E. dan Zulferiyenni. 2008. Aplikasi chitosan dalam teknologi
pengemasan beratmosfir buah duku dalam pengemasan beratmosfirtermodifikasi buah duku. Prosiding Seminar Nasional Pangan 2008:

36
Peningkatan Keamanan Pangan Menuju Pasar Global. Perhimpunan ahli
Teknologi Pangan Indonesia dan Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian UGM Yogyakarta, 17 Januari 2008. Hlm TP278-TP287.
Widodo, S.E, Zulferiyenni dan I. Maretha. 2012. Pengaruh penambahan Indole
Acetic Acid (Iaa) pada pelapis kitosan terhadap mutu dan masa simpan buah
jambu biji (Psidium Guajava L.) ‘Crystal’. Jurnal Agrotropika 17(1) : 1418.
Widjanarko S.B, C.Y. Trisnawati dan T. Susanto. 2000. Changes respiration,
composition and sensory characteristic of rambutan packed with plastic
films during storage at low temperature. Journal of Agricultural Technology
vol 1 (3) : 1-8.