Uji potensi antifungsi infusa daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz - USD Repository

  

UJI POTENSI ANTI FUNGI INFUSA DAUN SIRIH MERAH

(Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP Candida albicans ATCC 10231

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Widaningrum NIM : 048114028

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

  SKRIPSI

  UJI POTENSI ANTI FUNGI INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP Candida albicans ATCC 10231 SECARA IN VITRO

  Yang diajukan oleh : Widaningrum

  NIM : 048114028 Telah disetujui oleh

  Pembimbing Erna Tri Wulandari M. Si. Apt Tanggal : 4 Agustus 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Kita tau sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu

”

untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yangmengasihi Dia,

  V yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah

  = (Roma 6 : 28) œ

  ♥ = Yesterday is history ♥

  • Tomorrow is a secret
  • Today is a gift

  

That’s why we call it present

  Kupersembahkan buat :

  ”

  Ibu-bapakku untuk semua doa yang mengalir untukku

  œ

  Adikku irfan Andrianto

  ♥

  My Lovely untuk segenap perhatian dan dukunganmu

  Š

  Teman-teman dan almamaterku

  

PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Potensi Antifungi Infusa Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Candida

  

albicans ATCC 10231 Secara In Vitro”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah

  satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma.

  Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Erna Tri Wulandari M.si, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan skripsi ini.

  3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan banyak masukan.

  4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan banyak masukan dan saran.

  5. Bapak Ign. Y Kristio B, M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam identifikasi dan determinasi tumbuhan.

  6. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas bantuannya selama ini.

  7. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.J atas bantuan dan penjelasan dalam pengolahan data selama penyusunan skripsi ini.

  8. Mas Sarwanto selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi, mas Sigit dan mas Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia yang telah banyak membantu di Laboratorium dalam penelitian skripsi ini.

  9. Orang tua dan adikku irfan tersayang, atas segala dukungan dan doa yang mengantarku sampai pada hari ini.

  10. Herman Yosef Wiwit Saptono Hadi yang selalu memberi dukungan, perhatian, kasih sayang, cinta, dan waktu yang selalu ada untuk mendengar keluh kesahku selama penyusunan skripsi ini.

  11. Bapak Mujiman dan Bapak Manteb yang telah bersedia menyiapkan daun sirih merah untuk penelitian ini.

  12. Siska, Ana, Rudi, Marta Setiani dan Riawan atas dukungan, canda tawa,dan waktu yang selalu kalian luangkan untuk mendengarkan semua keluh kesahku dan terima kasih untuk persahabatan kita yang indah.

  13. Nur, Rina , Made, Amanda, Novi, Risa, Reni, Sisil, Fila, Novita cahyadi, Bosco, Fajar, Atin dan semua teman-teman angkatan 2004, terima kasih atas segala semangat dan kebersamaan kita yang indah.

  14. Mas Erit dan mbak wewen atas bantuannya selama penelitian di Laboratorium dan kebersamaannya.

  15. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

  Atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis juga menyadari sepenuhnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perbendaharaan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 4 Agustus 2008 Penulis Widaningrum

  

INTISARI

  Rebusan daun sirih merah dapat digunakan untuk mengobati penyakit keputihan baik kronis dan akut yang sulit disembuhkan (Sudewo, 2005). Candida

  

albicans merupakan jamur yang merupakan agen penyebab keputihan. Penelitian

  ini bertujuan untuk mengetahui potensi antifungi infusa daun sirih merah terhadap ATCC 10231 dan mengetahui senyawa yang terkandung dalam

  Candida albicans infusa daun sirih merah.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Pengujian daya antifungi terhadap

  

Candida albicans ATCC 10231 dengan difusi paper disk dan dilusi padat.

  Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 80%, 60%, 40%. Daya antifungi ditunjukkan dengan adanya zona hambat disekitar paper disk dan tingkat kekeruhan pada metode dilusi padat. Data yang diperoleh dianalisis secara ANOVA one way dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) dengan taraf kepercayaan 95%.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231. Analisis kualitatif secara KLT dan uji tabung menunjukkan infusa daun sirih merah mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri.

  Kata kunci: Daya anti fungi, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, infusa daun sirih merah.

  

ABSTRACT

  Decoction of Piper crocatum can be used to cure Fluor Albus or Leukore (Sudewo, 2005). Candida albicans is a kind of fungus, the causal agent of fluor albus. The aim of this study is to find out the antifungus capacity potential of

  

Piper crocatum toward Candida albicans ATCC 10231 and to find out the

compounds of Piper crocatum infusa.

  This research is a pure experimental research method by using one way pattern complete random plan. The testing of antifungus capacity toward Candida

  

albicans ATCC 10231 by using paper disk diffusion and solid dilusion. The

  concentrations of infusa used in this research are 80%, 60%, 40%. Antifungus capacity is shown by the blocked zone around the paper disk and the turbidity level on the solid dilusion method. The data is analyzed by using ANOVA one way and continued by Least Significant Different (LSD) test at α = 95%.

  The result of this experiment shows that Piper crocatum infusa has antifungus activity toward Candida albicans ATCC 10231. Qualitative analysis by using KLT and test tube. It shows that Piper crocatum infusa consist of flavonoid, tannin, alkaloid, and volatile oil.

  Key term : antifungus capacity, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, Piper crocatum leaf infusa.

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................... .. i

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv

  PRAKATA.................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... viii

  INTISARI...................................................................................................... ix

  

ABSTRACT .................................................................................................... x

  DAFTAR ISI................................................................................................. xi DAFTAR TABEL......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi

  DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvii

  BAB I PENGANTAR……………………………………………………… 1 A. Latar Belakang………………………………………………… 1

  1. Rumusan Masalah....................…………………………….. 2

  2. Keaslian Penelitian................................................................... 3

  3. Manfaat penelitian…………………………………………... 3

  B. Tujuan Penelitian……………………………………………... 3

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………… 4 A. Sirih Merah…………………………………………………… 4

  1. Keterangan Botani............................................................ 4

  3. Ekologi dan penyebaran.................................................. 4

  4. Kandungan Kimia............................................................. 5

  5. Kegunaan........................................................................... 5

  B. Uraian Tentang Kandungan Kimiawi........................................... 5

  1. Alkaloid………………………………………………….... 5

  2. Flavonoid………………………………………………….. 6

  3. Tanin……………………………………………………… 7

  4. Minyak Atsiri……………………………………………… 7

  C. Candida albicans …………………………………………….. .. 8 1.

   Klasifikasi Candida albicans…………………………... 8

  2. Diskripsi…..…………………………………………….. 8

  3. Keputihan………………………………………………. 8

  D. Ketokonazole………………………………………………... 9

  E. Penyarian………………….….. .. ........................................... 10

  1. Definisi dan Ruang Lingkup Penyarian.......................... 10

  2. Metode-metode penyarian.............................................. 11

  F. Kromatografi Lapis Tipis.....…………………….…………… 14

  G. Uji Potensi Antifungi………………………………............... 15

  1. Metode dilusi…………………………………………. 15 2.

   Metode difusi agar……………………………………. . 15

  H. Mekanisme Kerja Antifungi………..........................………… . 16

  I. Media…………………………………….................................. . 17 J. Sterilisasi…………………………………………................… . 18

  K. Landasan Teori……………………………………..........….... 19 L. Hipotesis………………………………….................................. 20

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 21 A. Jenis Penelitian dan Rancangan Eksperimental........................ 21 B. Variabel Penelitian.................................................................... 21 C. Definisi Operasional................................................................. 22 D. Bahan........................................................................................ 23 E. Alat........................................................................................... 23 F. Tata Cara Penelitian.................................................................. 24

  1. Determinasi Tanaman...................................................... 24

  2. Pengumpulan Bahan......................................................... 24

  3. Pembuatan infusa.............................................................. 24

  4. Uji Kandungan Kimia dengan Uji tabung....................... 25

  5. Uji Kandungan Kimia dengan KLT................................ 27

  6. Uji Antifungi................................................................... 29 G.

   Tata Cara Analisa Data............................................................ 32

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 34 A. Determinasi tanaman............................................................... 34 B. Pengumpulan bahan................................................................. 34 C. Pengeringan dan pembuatan serbuk........................................... 35 D. Identifikasi kandungan senyawa aktif daun sirih merah dengan uji tabung........................................................................................ 36 E. Ekstraksi daun sirih merah........................................................... 39

  F. Identifikasi kandungan senyawa aktif daun sirih merah dengan Kromatografi Lapis Tipis.................................................................39

  G. Hasil uji potensi antifungi............................................................... 51

  H. Pengukuran KHM dan KHM dengan metode dilusi padat.............. 56

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 59 A. Kesimpulan..................................................................................... 59 B. Saran............................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… … 60 LAMPIRAN………………………………………………………………........ 63 BIOGRAFI PENULIS…...…………………………………………………….. 78

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel I. Pembuatan tingkatan konsentrasi larutan uji dengan pengenceran............................................................................ 30 Tabel II. Hasil uji tabung infusa daun sirih merah………………………….... 37 Tabel III. Hasil identifikasi senyawa flavonoid dari infusa daun sirih merah dengan fase gerak n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) ………………………. 41 Tabel IV. Hasil identifikasi senyawa alkaloid dari infusa daun sirih merah dengan fase gerak tertier butanol-kloroform-dietil amina (2:7:1)………….... 44 Tabel V. Hasil identifikasi senyawa Tanin dari infusa daun sirih merah dengan fase gerak n-butanol-asam asetat-air (5:1:4)………………………… 46 Tabel VI. Hasil identifikasi senyawa Minyak Atsiri dari infusa daun sirih merah dengan fase gerak toluena-etil asetat (93:7)…………………………. 49 Tabel VII. Hasil pengukuran daya hambat pada metode difusi paper disk……. 52 Tabel VIII. Uji Anova diameter zona hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 …….....…. 54 Tabel IX. Hasil uji LSD diameter zona hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 .............…… 55 Tabel X. Hasil pengukuran daya hambat pada metode dilusi padat…………… 56

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Struktur kimia ketokonazole…………………………………….. 10 Gambar 2. Profil KLT senyawa flavonoid yang terkandung pada infusa daun sirih merah……………………….. 42 Gambar 3. Profil KLT senyawa alkaloid yang terkandung pada infusa daun sirih merah……………………….. 45 Gambar 4. Profil KLT senyawa tanin yang terkandung pada infusa daun sirih merah……………………….. 47 Gambar 5. Profil KLT senyawa minyak atsiri yang terkandung pada infusa daun sirih merah……………………….. 50

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman sirih merah (Piper crocatum)……… 63 Lampiran 2. Hasil determinasi jamur Candida albicans ATCC 10231 ……... 64 Lampiran 3. Foto tanaman sirih merah (Piper crocatum)……………………. 65 Lampiran 4. Foto daun sirih merah…………………………………………… 65 Lampiran 5. Foto hasil pengamatan difusi paper disk……………………...... 66 Lampiran 6. Foto hasil pengamatan tanpa perlakuan pada dilusi padat ........... 66 Lampiran 7. Foto hasil pengamatan kontrol positif pada dilusi padat.............. 67 Lampiran 8. Foto hasil pengamatan kontrol negatif pada dilusi padat............. 67 Lampiran 9. Foto hasil pengamatan konsentrasi 80% pada dilusi padat.......... 68 Lampiran 10. Foto hasil pengamatan konsentrasi 60% pada dilusi padat.......... 68 Lampiran 11. Foto hasil pengamatan konsentrasi 40% pada dilusi padat.......... 69 Lampiran 12. Foto hasil pengamatan KBM konsentrasi 80%.......................... 69 Lampiran 13. Foto profil KLT senyawa flavonoid 3………………………………………….. secara vis setelah disemprot AlCl

  70 3…. Lampiran 14. Foto profil KLT senyawa alkaloid setelah disemprot FeCl

  71 Lampiran 15. Foto profil KLT senyawa tanin secara vis setelah disemprot Dragendorff……………………. 72 Lampiran 16. Foto profil KLT senyawa minyak atsiri 2 4…………………………. secara vis setelah disemprot vanillin-H SO

  73 Lampiran 17. Hasil perhitungan Rerata dan SD............................................ 74 Lampiran 18. Hasil perhitungan Statistik...................................................... 77

BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan bahan alam. Banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di Indonesia, termasuk tumbuhan

  yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat misalnya adalah sirih merah.

  Masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan tanaman obat. Hal ini dikarenakan merebaknya kecenderungan atau trend hidup kembali ke alam (back to nature) sehingga semakin menambah keingintahuan masyarakat tentang khasiat tanaman obat.

  Rebusan daun sirih merah dapat digunakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan organ kewanitaan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengatasi keputihan akut yang sulit disembuhkan dan kronis (Sudewo, 2005). Keputihan dapat disebabkan karena adanya infeksi oleh fungi. Salah satu fungi yang menyebabkan keputihan adalah Candida albicans.

  Wanita Indonesia yang mengalami penyakit keputihan sangat besar, 75% wanita usia subur pasti mengalami keputihan minimal 1 kali dalam hidupnya.

  Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja. Wanita Indonesia banyak yang mengalami keputihan karena hawanya lembab sehingga mudah terinfeksi jamur Candida albicans, penyebab keputihan. Sedangkan di Eropa berhawa dingin (Anonim , 2007b). Indonesia beriklim tropis dan mempunyai curah hujan yang tinggi. Hal inilah menyebabkan kelembaban udara tinggi sehingga dapat mempermudah pertumbuhan jamur.

  Dalam penelitian ini digunakan infusa daun sirih merah. Hal ini didasarkan pada penggunaan di masyarakat. Dalam mengobati keputihan mereka menggunakan daun sirih merah dengan cara direbus. Dimana prinsip penyarian dengan infusa hampir sama dengan penggunaan di masyarakat yakni dengan cara merebus.

  Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi aktivitas infusa daun sirih merah dalam mengatasi keputihan yang umumnya disebabkan oleh Candida . Sehingga diharapkan masyarakat akan mendapat pengetahuan mengenai

  albicans

  kemampuan infusa daun sirih merah dalam mengatasi keputihan. Selain itu, dapat memberikan pengetahuan dalam perkembangan ilmu kefermasian untuk mencari antifungi baru. Hal ini dimaksudkan karena fungi dapat membentuk sistem kekebalan baru pada antifungi-antifungi yang sudah ada sehingga dapat menyebabkan terjadinya resisten.

1. Rumusan masalah

  a. Apakah infusa daun sirih merah memiliki daya antifungi pada Candida

  albicans ATCC 10231?

  b. Apakah dalam infusa daun sirih merah terdapat kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri?

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai uji potensi antifungi infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap Candida albicans ATCC 10231 secara in vitro.

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bahwa infusa daun sirih merah dapat digunakan sebagai antifungi terhadap

  Candida albicans ATCC 10231.

  b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan infusa daun sirih merah untuk mengobati keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans ATCC 10231.

B. Tujuan Penelitian

  a. Mengetahui daya antifungi infusa daun sirih merah terhadap Candida

  albicans ATCC 10231.

  b. Mengetahui keberadaan kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri dalam infusa daun sirih merah.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

  1. Keterangan Botani Familia : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper crocatum

  (Anonim , 2007a)

  2. Nama Daerah Sirih merah (Jawa) (Sudewo, 2005)

  3. Ekologi dan Penyebarannya Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari. Jika terkena sinar matahari langsung pada siang hari secara terus-menerus warna merah daunnya bisa menjadi pudar, buram, dan kurang menarik (Sudewo, 2005).

  Sirih merah tidak dapat tumbuh subur di daerah panas. Sementara itu, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat tumbuh dengan baik. Tanaman sirih merah akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan 60-75% cahaya matahari (Sudewo, 2005).

4. Kandungan Kimia

  Daun sirih merah mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, senyawa polifenolat dan minyak atsiri (Sudewo, 2005).

  5. Kegunaan Sirih merah memiliki efek antikejang, antiseptik, analgetik, antiketombe, antidiare, antidiabetes, mempertahankan kekebalan tubuh, merangsang saraf pusat dan daya pikir, penghilang bengkak, pencegah ejakulasi dini, hepatitis, TBC, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukaemia, ambeien, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat. Daun sirih merah juga mampu mengatasi radang pada gusi, radang pada payudara, hidung berdarah, batuk berdarah, keputihan menahun (kronis) dan akut yang sulit disembuhkan (Sudewo, 2005).

B. Uraian Tentang Kandungan Kimiawi

  1. Alkaloid Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu sehingga metabolit sekunder ini banyak digunakan sebagai obat, sedangkan perannya bagi tumbuhan penghasilnya diantaranya sebagai racun untuk melindungi tumbuhan dari gangguan serangga dan hewan (Mursyidi, 1990).

  Alkaloid berasa pahit dan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kloroform, eter dan pelarut organik lain yang relatif nonpolar dan tidak campur dengan air (Mursyidi, 1990). Alkaloid dapat dipisahkan dengan cara KLT dengan pelat berlapiskan silika gel dan dideteksi dengan pereaksi Dragendorff. Fase gerak yang digunakan n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) v/v. Dan deteksi UV yang digunakan adalah 254 nm dan 365nm (Harborne, 1987). Pada UV 254 nm bercak akan berfluoresensi dan pada UV 365 nm bercak berwarna biru/ kuning. Sedangkan dengan pereaksi semprot Dragendorff akan terjadi warna coklat/ orange (Wagner, 1984)

  2. Flavonoid Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan dari bangsa Algae hingga Gymnospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga sebagai pigmen bunga (Robinson, 1991).

  Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid baik dalam bentuk aglikon maupun glikosida dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak (Harborne, 1987).

  Flavonoid dapat dipisahkan dengan cara KLT dengan pelat berlapiskan selulosa. Pengembangan yang umum digunakan adalah BAW (n-butanol, asam asetat, air; 4:1:5 v/v) dan asam asetat 5%. Pembanding baku yang digunakan adalah rutin (Markham, 1988). Flavonoid dapat dideteksi dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. Pada deteksi UV 254 nm akan terjadi warna biru tua sedangkan pada UV 365 nm terjadi warna kuning, biru, atau hijau.

  Senyawa flavonoid mempunyai aktivitas biologi sebagai antihelmintik, diuretika, hipotensi, hipertensi, antihistamin, estrogenik, bakterisidal dan antifungi (Harborne, 1987).

3. Tanin

  Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma (Harborne, 1987). Tanin dapat larut dalam pelarut organik yang nonpolar seperti benzen, kloroform. Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam (Robinson, 1991).

  Campuran tanin yang terdapat dalam ekstrak kasar dapat dipantau dengan KLT, memakai fase pengembang butanol-asam asetat-air (5:1:4 v/v). Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak

  3

  lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi semprot FeCl dan memberikan warna biru kehitaman (Harborne, 1987).

  4. Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang berasal dari tumbuhan dan terdistribusi pada bagian-bagian tumbuhan seperti daun, bunga, akar, dan batang. Minyak atsiri disebut volatile oils karena mudah menguap pada suhu kamar dan disebut essential oils karena minyak dari tumbuhan dengan bau yang kuat. Minyak atsiri juga mudah teroksidasi apabila terkena sinar matahari jadi warnanya akan semakin gelap karena teroksidasi. Minyak atsiri larut dalam lipid dan pelarut organik.

  Minyak atsiri dapat dipisahkan dengan cara KLT menggunakan pengembang toluena: etil asetat (93:7 v/v). Dan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Untuk deteksinya digunakan vanilin- H

  2 SO

  4

  . Pada deteksi UV 254 nm dan 365 nm akan berfluoresensi berwarna hijau (Wagner, 1984).

C. Candida Albicans

  1. Klasifikasi Candida Albicans : Familia : Moniliaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans

  (Frobisher, 1974)

  2. Diskripsi Pada sediaan apus eksudat, Candida tampak sebagai yeast lonjong, bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm, dan sel-sel bertunas menyerupai hifa (pseudohifa) (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).

  3. Keputihan Keputihan atau dalam istilah medisnya disebut Flour albus (flour = cairan kental, albus = putih) atau Leukorhoea. Secara umum keputihan adalah keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau, atau tidak merasa apa-apa. Penyebabnya dapat secara non patologis (stress, saat menjelang atau setelah menstruasi, rangsangan seksual saat wanita hamil) maupun secara patologis (Infeksi jamur, bakteri, dan parasit)(Anonim , 2007c).

  Vagina dalam keadaan normal tidak mengeluarkan cairan. Vagina mempunyai sistem perlindungan alam yaitu keasaman yang lebih tinggi dari jaringan lainnya. Didalam vagina juga terdapat mikroba pelindung yang menguntungkan tubuh kita, yaitu Doderleins yang hidup menjaga keseimbangan ekosistem vagina sekaligus membuat lingkungan bersifat asam (pH 3,8-4,5) (Anonim, 2007c).

D. Ketokonazole

  Ketokonazole merupakan obat antijamur pertama yang efektif pada mikosis sistemik yang dapat diberikan per oral. Absorpsi akan lebih baik selama atau setelah makan dibandingkan dengan keadaan puasa. Karena penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada pH lambung yang tinggi (Katzung, 1995).

  Ketokonazole berupa serbuk berwarna putih. Ketokonazole tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, larut dalam metil alkohol, sangat larut dalam metil klorida (Anonim, 1996).

  N N H 2 C O O H 2 C Cl

Cl

O N N C

  O CH 3 Gambar 1. Struktur kimia ketokonazole

  Agen antifungi azole mencegah sintesis ergosterol (komponen utama membrane plasma fungi) dengan menghambat sitokrom P450 enzim lanosterol 14 α-demetilase. Pemberian azol pada fungi menyebabkan penghilangan ergosterol dan pengumpulan sterol 14

  α-demetilase. Sitokrom P450 dibutuhkan untuk membantu pembentukan ergosterol fungi. Dengan dihambatnya sitokrom P450 maka pembentukan ergosterol tidak terjadi (Nester, dkk, 2004).

  E. Penyarian 1.

  Definisi dan Ruang Lingkup Penyarian Penyarian merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut.

  Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Anonim, 2000). Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, Maserasi, Perkolasi dan Destilasi uap (Anonim, 1986).

  Cairan penyari yang digunakan untuk pembuatan infusa adalah air. Air merupakan penyari universal yang bersifat polar. Keuntungan digunakan menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah. Sedangkan kerugian penggunaan air sebagai penyari adalah tidak selektif, sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak, dan untuk pengeringan diperlukan waktu lama. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang, dan khamir (Anonim, 1986).

2. Metode-metode penyarian

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dari massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000). Ragam ektraksi yang tepat sudah tentu tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne, 1987).

  Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibedakan menjadi : a. Cara dingin

  1) Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Anonim, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaan yang lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986). 2) Perkolasi

  Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip dari perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).

  b. Cara panas 1)

  Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2) Soxlet

  Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  3) Digesti

  Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 °C. 4)

  Infusa Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia nabati dengan air pada suhu 90

  °C selama 15 menit. Infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia (Anonim, 1995).

  Infusa merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan- bahan nabati. Proses infusa ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang karena air bisa menjadi media pertumbuhan kuman dan kapang. Sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Keuntungan dari infusa adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana (Anonim, 1986).

  5) Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (

  ≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air.

  6) Destilasi Uap

  Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondesasi fase uap sempurna (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Anonim, 2000). Destilasi uap digunakan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya (Anonim, 1986).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Kromatografi lapis tipis terdiri dari fase diam dan fase gerak. Fase diam yang umum digunakan dan banyak dipakai adalah silika gel yang dicampur dengan kalsium sulfat (gips) untuk menambah daya lengket partikel silika gel pada pelat. Adsorben lain yang banyak digunakan adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk selulosa, serbuk poliamida, kanji dan sephadex (Suharman dan Mulja, 1995). Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Sampel bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.

  Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.

  Jarak titi k pusat bercak dari titik awal Rf = garis depan dari titik awal

  Jarak

  (Stahl, 1985) G.

   Uji Potensi Antifungi 1.

  Metode dilusi Prinsip dari cara ini adalah larutan uji diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Tiap konsentrasi larutan uji ditambahkan suspensi mikroorganisme ke dalam media. Dengan metode ini akan didapat hasil secara kuantitatif. KHM dan KBM dalam media dapat ditentukan dengan mengukur kekeruhan setelah inkubasi (Hugo & Russel, 1987). Kelebihan dari metode dilusi (pengenceran) adalah dapat diketahui KHM dan KBM yang dapat diamati dari tidak adanya pertumbuhan fungi uji pada media kultur (Bonang & Koeswardono, 1982).

  2. Metode difusi agar Pengukuran potensi antifungi menggunakan metode difusi agar yaitu metode yang mengukur aktivitas antifungi berdasarkan pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan fungi uji karena berdifusinya obat dari titik awal pemberian ke daerah difusi (Jawetz dkk, 1996). Metode difusi dikenal dengan beberapa cara yaitu : a.

  Cara Kirby-Bauwer Prinsip kerja metode difusi berdasarkan kemampuan obat untuk optimal, dengan meletakkan cakram kertas atau paper disk yang mengandung antibiotik atau zat uji diatas agar. Besarnya daerah difusi sesuai dengan pertumbuhan atau hambatan mikroba uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan (Hugo dan Russel, 1987).

  b. Cara tuang (pour plate) Metode ini dilakukan dengan cara menginokulasikan suspensi mikroba uji ke tabung reaksi yang mengandung agar cair yang telah didinginkan pada suhu 45

  °C. Isi dalam tabung reaksi diaduk untuk memencarkan mikroba uji ke seluruh media. Campuran dituang ke dalam cawan Petri steril dan dibiarkan menjadi padat (Volk dan Wheeler, 1990).

  c. Cara sumuran Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby-Bauwer. Pada agar yang telah ditanami mikroba uji, dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu.

  Ke dalam sumuran diberi larutan uji dan diinkubasikan pada 37 °C selama 18-24 jam. Kemudian hasilnya dibaca dengan mengukur daerah hambatan yang terbentuk (Ristanto, 1989).

H. Mekanisme Kerja antifungi

  Mekanisme kerja antifungi dibagi menurut target/ sasaran dari agen, yakni:

  1. Merusak membran sel Obat-obat golongan antibiotik poliena terikat kuat ke membran sel jamur dan berikatan dengan ergosterol tertentu serta akan mengganggu sifat permeabilitas dan transport membran itu. Hal ini akan menyebabkan hilangnya makromolekul serta ion dari sel serta menghasilkan kerusakan tak reversible.

  2. Penghambatan Sintesis DNA Sel akan rentan bila ia merubah flusitosin menjadi fluorourasil yang akhirnya menghambat timidilat sintase dan sintesis DNA.

  3. Penghambatan biosintesis lipid Imidazole antifungi sintetik ini menghambat jamur oleh penghambatan biosintesis lipid jamur terutama ergosterol didalam membran sel, dan mungkin dengan mekanisme tambahan (Katzung, 1995).

  I. Media

  Media adalah suatu bahan atau substrat yang mengandung unsur-unsur makanan, dan digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan mikroba.

  Unsur-unsur makanan tersebut dapat berupa garam-garam anorganik dan senyawa-senyawa organik seperti protein, pepton, asam-asam amino, dan vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan.

  Berdasarkan konsistensinya, media dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu: 1. Media padat, dengan contoh media kentang, nasi, wortel.

2. Media cair, yaitu media yang berbentuk cair, misalnya media susu, nutrien broth (kaldu daging), glukosa, pepton.

  3. Media semi padat (semi solid media), yaitu media yang dapat berbentuk padat, apabila suhunya dingin dan dapat berbentuk cair apabila suhunya panas.

  Media ini merupakan media yang dibubuhi atau ditambah agar-agar sebgai bahan pemadat (Tarigan, 1988).

  J. Sterilisasi

  Yang dimaksud dengan sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda baik alat maupun bahan-bahan. Ada dua macam cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu sterilisasi fisik dan sterilisasi kimia. Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah atau lembab, tetapi bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering.

  1. Sterilisasi Fisik a.

  Sterilisasi basah Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklav atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan dengan suhu 121 °C selama 15 menit. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110 °C dan 121

  °C. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan, air suling, peralatan laboratorium, biakan yang akan dibuang, medium tercemar, dan bahan-bahan dari karet (Hadioetomo, 1993). b.

  Sterilisasi kering Pemanasan kering biasanya untuk alat-alat gelas dengan suhu

  160 °C-180°C selama 1,5-2 jam dengan sistem udara statis. Proses sterilisasi akan lebih cepat jika dilengkapi dengan sirkulasi udara panas

  (Fardiaz, 1992).

  c. Sterilisasi dengan penyaringan Proses sterilisasi lain yang juga dilakukan pada suhu kamar ialah penyaringan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua mikroorganisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecil (0,45 atau 0,22µ) sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung didalam wadah yang steril (Hadioetomo, 1993).

2. Sterilisasi Kimia

  Pelaksanaanya dilakukan dengan menggunakan gas atau cairan pembunuh kuman yang khusus diterapkan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan, sediaan atau barang yang jika dipanaskan sekali atau berulang kali sedikit banyak akan mengalami perubahan. Sterilisasi secara kimia dapat menggunakan etilen oksida, asam perasetat, dan formaldehide (Hadioetomo, 1993).

  K. Landasan Teori Candida albicans

  adalah anggota flora normal selaput lendir saluran pernapasan, saluran cerna dan genitalia wanita. Jamur ini dapat menyebabkan penyakit progresif pada penderita yang lemah atau kekebalan menurun. Penyakit oleh jamur ini dapat diobati dengan obat yang bersifat fungisida. Contohnya adalah ketokonazole, imidazole.