Uji potensi antifungsi infusa daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz.
Rebusan daun sirih merah dapat digunakan untuk mengobati penyakit keputihan baik kronis dan akut yang sulit disembuhkan (Sudewo, 2005). Candida albicans merupakan jamur yang merupakan agen penyebab keputihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antifungi infusa daun sirih merah terhadap
Candida albicans ATCC 10231 dan mengetahui senyawa yang terkandung dalam infusa daun sirih merah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Pengujian daya antifungi terhadap
Candida albicans ATCC 10231 dengan difusi paper disk dan dilusi padat. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 80%, 60%, 40%. Daya antifungi ditunjukkan dengan adanya zona hambat disekitar paper disk dan tingkat kekeruhan pada metode dilusi padat. Data yang diperoleh dianalisis secara ANOVA one way dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231. Analisis kualitatif secara KLT dan uji tabung menunjukkan infusa daun sirih merah mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri.
Kata kunci: Daya anti fungi, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, infusa daun sirih merah.
(2)
ABSTRACT
Decoction of Piper crocatum can be used to cure Fluor Albus or Leukore (Sudewo, 2005). Candida albicans is a kind of fungus, the causal agent of fluor albus. The aim of this study is to find out the antifungus capacity potential of
Piper crocatum toward Candida albicans ATCC 10231 and to find out the compounds of Piper crocatum infusa.
This research is a pure experimental research method by using one way pattern complete random plan. The testing of antifungus capacity toward Candida albicans ATCC 10231 by using paper disk diffusion and solid dilusion. The concentrations of infusa used in this research are 80%, 60%, 40%. Antifungus capacity is shown by the blocked zone around the paper disk and the turbidity level on the solid dilusion method. The data is analyzed by using ANOVA one way and continued by Least Significant Different (LSD) test at α = 95%.
The result of this experiment shows that Piper crocatum infusa has antifungus activity toward Candida albicans ATCC 10231. Qualitative analysis by using KLT and test tube. It shows that Piper crocatum infusa consist of flavonoid, tannin, alkaloid, and volatile oil.
Key term : antifungus capacity, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, Piper crocatum leaf infusa.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
(Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP Candida albicans ATCC 10231 SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Widaningrum NIM : 048114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
(4)
SKRIPSI
UJI POTENSI ANTI FUNGI INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP Candida albicans ATCC 10231
SECARA IN VITRO
Yang diajukan oleh : Widaningrum NIM : 048114028
Telah disetujui oleh
Pembimbing
Erna Tri Wulandari M. Si. Apt Tanggal : 4 Agustus 2008
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
(6)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kita tau sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yangmengasihi Dia,
V
yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah
♥
=
(Roma 6 : 28)
= Yesterday is history
♥
•
Tomorrow is a secret
Today is a gift
•
That’s why we call it present
♥
Kupersembahkan buat :
Ibu-bapakku untuk semua doa yang mengalir untukku
Adikku irfan Andrianto ♥My Lovely untuk segenap perhatian dan dukunganmu
Teman-teman dan almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(7)
(8)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Potensi Antifungi Infusa Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Secara In Vitro”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Erna Tri Wulandari M.si, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan banyak masukan.
4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan banyak masukan dan saran.
5. Bapak Ign. Y Kristio B, M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam identifikasi dan determinasi tumbuhan.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
Dharma, terima kasih atas bantuannya selama ini.
7. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanto, S.J atas bantuan dan penjelasan dalam pengolahan data selama penyusunan skripsi ini.
8. Mas Sarwanto selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi, mas Sigit dan mas Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi Fitokimia yang telah banyak membantu di Laboratorium dalam penelitian skripsi ini. 9. Orang tua dan adikku irfan tersayang, atas segala dukungan dan doa yang
mengantarku sampai pada hari ini.
10.Herman Yosef Wiwit Saptono Hadi yang selalu memberi dukungan, perhatian, kasih sayang, cinta, dan waktu yang selalu ada untuk mendengar keluh kesahku selama penyusunan skripsi ini.
11.Bapak Mujiman dan Bapak Manteb yang telah bersedia menyiapkan daun sirih merah untuk penelitian ini.
12.Siska, Ana, Rudi, Marta Setiani dan Riawan atas dukungan, canda tawa,dan waktu yang selalu kalian luangkan untuk mendengarkan semua keluh kesahku dan terima kasih untuk persahabatan kita yang indah.
13.Nur, Rina , Made, Amanda, Novi, Risa, Reni, Sisil, Fila, Novita cahyadi, Bosco, Fajar, Atin dan semua teman-teman angkatan 2004, terima kasih atas segala semangat dan kebersamaan kita yang indah.
14.Mas Erit dan mbak wewen atas bantuannya selama penelitian di Laboratorium dan kebersamaannya.
15.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.
(10)
Atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis juga menyadari sepenuhnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perbendaharaan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 Agustus 2008 Penulis
Widaningrum
(12)
INTISARI
Rebusan daun sirih merah dapat digunakan untuk mengobati penyakit keputihan baik kronis dan akut yang sulit disembuhkan (Sudewo, 2005). Candida albicans merupakan jamur yang merupakan agen penyebab keputihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antifungi infusa daun sirih merah terhadap
Candida albicans ATCC 10231 dan mengetahui senyawa yang terkandung dalam infusa daun sirih merah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Pengujian daya antifungi terhadap
Candida albicans ATCC 10231 dengan difusi paper disk dan dilusi padat. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 80%, 60%, 40%. Daya antifungi ditunjukkan dengan adanya zona hambat disekitar paper disk dan tingkat kekeruhan pada metode dilusi padat. Data yang diperoleh dianalisis secara ANOVA one way dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mempunyai aktivitas antifungi terhadap Candida albicans ATCC 10231. Analisis kualitatif secara KLT dan uji tabung menunjukkan infusa daun sirih merah mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri.
Kata kunci: Daya anti fungi, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, infusa daun sirih merah.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
Decoction of Piper crocatum can be used to cure Fluor Albus or Leukore (Sudewo, 2005). Candida albicans is a kind of fungus, the causal agent of fluor albus. The aim of this study is to find out the antifungus capacity potential of
Piper crocatum toward Candida albicans ATCC 10231 and to find out the compounds of Piper crocatum infusa.
This research is a pure experimental research method by using one way pattern complete random plan. The testing of antifungus capacity toward Candida albicans ATCC 10231 by using paper disk diffusion and solid dilusion. The concentrations of infusa used in this research are 80%, 60%, 40%. Antifungus capacity is shown by the blocked zone around the paper disk and the turbidity level on the solid dilusion method. The data is analyzed by using ANOVA one way and continued by Least Significant Different (LSD) test at α = 95%.
The result of this experiment shows that Piper crocatum infusa has antifungus activity toward Candida albicans ATCC 10231. Qualitative analysis by using KLT and test tube. It shows that Piper crocatum infusa consist of flavonoid, tannin, alkaloid, and volatile oil.
Key term : antifungus capacity, Piper crocatum, Candida albicans ATCC 10231, Piper crocatum leaf infusa.
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... .. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
INTISARI... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN……… xvii
BAB I PENGANTAR……… 1
A. Latar Belakang……… 1
1. Rumusan Masalah...……….. 2
2. Keaslian Penelitian... 3
3. Manfaat penelitian………... 3
B. Tujuan Penelitian………... 3
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……… 4
A. Sirih Merah……… 4
1. Keterangan Botani... 4
2. Nama Daerah... 4
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
4. Kandungan Kimia... 5
5. Kegunaan... 5
B. Uraian Tentang Kandungan Kimiawi... 5
1. Alkaloid……….... 5
2.Flavonoid……….. 6
3. Tanin……… 7
4. Minyak Atsiri……… 7
C. Candida albicans……….. .. 8
1. Klasifikasi Candida albicans………... 8
2. Diskripsi…..……….. 8
3. Keputihan………. 8
D. Ketokonazole………... 9
E. Penyarian……….….. .. ... 10
1. Definisi dan Ruang Lingkup Penyarian... 10
2. Metode-metode penyarian... 11
F. Kromatografi Lapis Tipis...……….……… 14
G. Uji Potensi Antifungi………... 15
1. Metode dilusi………. 15
2. Metode difusi agar………. . 15
H. Mekanisme Kerja Antifungi………...………… . 16
I. Media………... . 17
J. Sterilisasi………...… . 18
(16)
K. Landasan Teori………...….... 19
L. Hipotesis………... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 21
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Eksperimental... 21
B. Variabel Penelitian... 21
C. Definisi Operasional... 22
D. Bahan... 23
E. Alat... 23
F. Tata Cara Penelitian... 24
1. Determinasi Tanaman... 24
2. Pengumpulan Bahan... 24
3. Pembuatan infusa... 24
4. Uji Kandungan Kimia dengan Uji tabung... 25
5. Uji Kandungan Kimia dengan KLT... 27
6. Uji Antifungi... 29
G. Tata Cara Analisa Data... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 34
A. Determinasi tanaman... 34
B. Pengumpulan bahan... 34
C. Pengeringan dan pembuatan serbuk... 35
D. Identifikasi kandungan senyawa aktif daun sirih merah dengan uji tabung... 36
E. Ekstraksi daun sirih merah... 39
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(17)
Kromatografi Lapis Tipis...39
G. Hasil uji potensi antifungi... 51
H. Pengukuran KHM dan KHM dengan metode dilusi padat... 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 59
A. Kesimpulan... 59
B. Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA……… … 60
LAMPIRAN………... 63
BIOGRAFI PENULIS…...……….. 78
(18)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Pembuatan tingkatan konsentrasi larutan uji
dengan pengenceran... 30 Tabel II. Hasil uji tabung infusa daun sirih merah……….... 37 Tabel III. Hasil identifikasi senyawa flavonoid
dari infusa daun sirih merah dengan
fase gerak n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) ………. 41 Tabel IV. Hasil identifikasi senyawa alkaloid
dari infusa daun sirih merah dengan
fase gerak tertier butanol-kloroform-dietil amina (2:7:1)………….... 44 Tabel V. Hasil identifikasi senyawa Tanin
dari infusa daun sirih merah dengan
fase gerak n-butanol-asam asetat-air (5:1:4)……… 46 Tabel VI. Hasil identifikasi senyawa Minyak Atsiri
dari infusa daun sirih merah
dengan fase gerak toluena-etil asetat (93:7)………. 49 Tabel VII. Hasil pengukuran daya hambat pada metode difusi paper disk……. 52 Tabel VIII. Uji Anova diameter zona hambat
terhadap pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 ……...…. 54 Tabel IX. Hasil uji LSD diameter zona hambat
terhadap pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 ...…… 55 Tabel X. Hasil pengukuran daya hambat pada metode dilusi padat……… 56
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(19)
Halaman Gambar 1. Struktur kimia ketokonazole……….. 10 Gambar 2. Profil KLT senyawa flavonoid yang
terkandung pada infusa daun sirih merah……….. 42 Gambar 3. Profil KLT senyawa alkaloid yang
terkandung pada infusa daun sirih merah……….. 45 Gambar 4. Profil KLT senyawa tanin yang
terkandung pada infusa daun sirih merah……….. 47 Gambar 5. Profil KLT senyawa minyak atsiri yang
terkandung pada infusa daun sirih merah……….. 50
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman sirih merah (Piper crocatum)……… 63
Lampiran 2. Hasil determinasi jamur Candida albicans ATCC 10231 ……... 64
Lampiran 3. Foto tanaman sirih merah (Piper crocatum)………. 65
Lampiran 4. Foto daun sirih merah……… 65
Lampiran 5. Foto hasil pengamatan difusi paper disk………... 66
Lampiran 6. Foto hasil pengamatan tanpa perlakuan pada dilusi padat ... 66
Lampiran 7. Foto hasil pengamatan kontrol positif pada dilusi padat... 67
Lampiran 8. Foto hasil pengamatan kontrol negatif pada dilusi padat... 67
Lampiran 9. Foto hasil pengamatan konsentrasi 80% pada dilusi padat... 68
Lampiran 10. Foto hasil pengamatan konsentrasi 60% pada dilusi padat... 68
Lampiran 11. Foto hasil pengamatan konsentrasi 40% pada dilusi padat... 69
Lampiran 12. Foto hasil pengamatan KBM konsentrasi 80%... 69
Lampiran 13. Foto profil KLT senyawa flavonoid secara vis setelah disemprot AlCl3……….. 70
Lampiran 14. Foto profil KLT senyawa alkaloid setelah disemprot FeCl3…. 71
Lampiran 15. Foto profil KLT senyawa tanin secara vis setelah disemprot Dragendorff………. 72
Lampiran 16. Foto profil KLT senyawa minyak atsiri secara vis setelah disemprot vanillin-H2SO4………. 73
Lampiran 17. Hasil perhitungan Rerata dan SD... 74
Lampiran 18. Hasil perhitungan Statistik... 77
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(21)
PENGANTAR
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan bahan alam. Banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup di Indonesia, termasuk tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat misalnya adalah sirih merah.
Masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan tanaman obat. Hal ini dikarenakan merebaknya kecenderungan atau trend hidup kembali ke alam (back to nature) sehingga semakin menambah keingintahuan masyarakat tentang khasiat tanaman obat.
Rebusan daun sirih merah dapat digunakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan organ kewanitaan. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mengatasi keputihan akut yang sulit disembuhkan dan kronis (Sudewo, 2005). Keputihan dapat disebabkan karena adanya infeksi oleh fungi. Salah satu fungi yang menyebabkan keputihan adalah Candida albicans.
Wanita Indonesia yang mengalami penyakit keputihan sangat besar, 75% wanita usia subur pasti mengalami keputihan minimal 1 kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja. Wanita Indonesia banyak yang mengalami keputihan karena hawanya lembab sehingga mudah terinfeksi jamur Candida albicans, penyebab keputihan. Sedangkan di Eropa berhawa dingin (Anonim , 2007b). Indonesia beriklim tropis dan mempunyai
(22)
2
curah hujan yang tinggi. Hal inilah menyebabkan kelembaban udara tinggi sehingga dapat mempermudah pertumbuhan jamur.
Dalam penelitian ini digunakan infusa daun sirih merah. Hal ini didasarkan pada penggunaan di masyarakat. Dalam mengobati keputihan mereka menggunakan daun sirih merah dengan cara direbus. Dimana prinsip penyarian dengan infusa hampir sama dengan penggunaan di masyarakat yakni dengan cara merebus.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi aktivitas infusa daun sirih merah dalam mengatasi keputihan yang umumnya disebabkan oleh Candida albicans.Sehingga diharapkan masyarakat akan mendapat pengetahuan mengenai kemampuan infusa daun sirih merah dalam mengatasi keputihan. Selain itu, dapat memberikan pengetahuan dalam perkembangan ilmu kefermasian untuk mencari antifungi baru. Hal ini dimaksudkan karena fungi dapat membentuk sistem kekebalan baru pada antifungi-antifungi yang sudah ada sehingga dapat menyebabkan terjadinya resisten.
1. Rumusan masalah
a. Apakah infusa daun sirih merah memiliki daya antifungi pada Candida albicans ATCC 10231?
b. Apakah dalam infusa daun sirih merah terdapat kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(23)
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai uji potensi antifungi infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap Candida albicans ATCC 10231 secara in vitro.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bahwa infusa daun sirih merah dapat digunakan sebagai antifungi terhadap
Candida albicans ATCC 10231. b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan infusa daun sirih merah untuk mengobati keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans ATCC 10231.
B. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui daya antifungi infusa daun sirih merah terhadap Candida albicans ATCC 10231.
b. Mengetahui keberadaan kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri dalam infusa daun sirih merah.
(24)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 1. Keterangan Botani
Familia : Piperaceae Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum
(Anonim , 2007a) 2. Nama Daerah
Sirih merah (Jawa) (Sudewo, 2005) 3. Ekologi dan Penyebarannya
Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari. Jika terkena sinar matahari langsung pada siang hari secara terus-menerus warna merah daunnya bisa menjadi pudar, buram, dan kurang menarik (Sudewo, 2005).
Sirih merah tidak dapat tumbuh subur di daerah panas. Sementara itu, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat tumbuh dengan baik. Tanaman sirih merah akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan 60-75% cahaya matahari (Sudewo, 2005).
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(25)
4. Kandungan Kimia
Daun sirih merah mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, senyawa polifenolat dan minyak atsiri (Sudewo, 2005).
5. Kegunaan
Sirih merah memiliki efek antikejang, antiseptik, analgetik, antiketombe, antidiare, antidiabetes, mempertahankan kekebalan tubuh, merangsang saraf pusat dan daya pikir, penghilang bengkak, pencegah ejakulasi dini, hepatitis, TBC, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukaemia, ambeien, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat. Daun sirih merah juga mampu mengatasi radang pada gusi, radang pada payudara, hidung berdarah, batuk berdarah, keputihan menahun (kronis) dan akut yang sulit disembuhkan (Sudewo, 2005).
B. Uraian Tentang Kandungan Kimiawi 1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu sehingga metabolit sekunder ini banyak digunakan sebagai obat, sedangkan perannya bagi tumbuhan penghasilnya diantaranya sebagai racun untuk melindungi tumbuhan dari gangguan serangga dan hewan (Mursyidi, 1990).
Alkaloid berasa pahit dan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kloroform, eter dan pelarut organik lain yang relatif nonpolar dan
(26)
6
tidak campur dengan air (Mursyidi, 1990). Alkaloid dapat dipisahkan dengan cara KLT dengan pelat berlapiskan silika gel dan dideteksi dengan pereaksi Dragendorff. Fase gerak yang digunakan n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) v/v. Dan deteksi UV yang digunakan adalah 254 nm dan 365nm (Harborne, 1987). Pada UV 254 nm bercak akan berfluoresensi dan pada UV 365 nm bercak berwarna biru/ kuning. Sedangkan dengan pereaksi semprot Dragendorff akan terjadi warna coklat/ orange (Wagner, 1984) 2. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam
hampir semua tumbuhan dari bangsa Algae hingga Gymnospermae. Pada
tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga sebagai pigmen bunga (Robinson, 1991).
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid baik dalam bentuk aglikon maupun glikosida dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak (Harborne, 1987).
Flavonoid dapat dipisahkan dengan cara KLT dengan pelat berlapiskan selulosa. Pengembangan yang umum digunakan adalah BAW (n-butanol, asam asetat, air; 4:1:5 v/v) dan asam asetat 5%. Pembanding baku yang digunakan adalah rutin (Markham, 1988). Flavonoid dapat dideteksi dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 365
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(27)
nm. Pada deteksi UV 254 nm akan terjadi warna biru tua sedangkan pada UV 365 nm terjadi warna kuning, biru, atau hijau.
Senyawa flavonoid mempunyai aktivitas biologi sebagai antihelmintik, diuretika, hipotensi, hipertensi, antihistamin, estrogenik, bakterisidal dan antifungi (Harborne, 1987).
3. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma (Harborne, 1987). Tanin dapat larut dalam pelarut organik yang nonpolar seperti benzen, kloroform. Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam (Robinson, 1991).
Campuran tanin yang terdapat dalam ekstrak kasar dapat dipantau dengan KLT, memakai fase pengembang butanol-asam asetat-air (5:1:4 v/v). Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi semprot FeCl3 dan memberikan warna biru kehitaman (Harborne, 1987).
4. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang berasal dari tumbuhan dan terdistribusi pada bagian-bagian tumbuhan seperti daun, bunga, akar, dan batang. Minyak atsiri disebut volatile oils karena mudah
menguap pada suhu kamar dan disebut essential oils karena minyak dari
(28)
8
apabila terkena sinar matahari jadi warnanya akan semakin gelap karena teroksidasi. Minyak atsiri larut dalam lipid dan pelarut organik.
Minyak atsiri dapat dipisahkan dengan cara KLT menggunakan pengembang toluena: etil asetat (93:7 v/v). Dan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Untuk deteksinya digunakan vanilin- H2SO4. Pada deteksi UV 254 nm dan 365 nm akan berfluoresensi berwarna hijau (Wagner, 1984).
C. Candida Albicans
1. Klasifikasi Candida Albicans :
Familia : Moniliaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
(Frobisher, 1974) 2. Diskripsi
Pada sediaan apus eksudat, Candida tampak sebagai yeast lonjong,
bertunas, gram positif, berukuran 2-3 x 4-6 µm, dan sel-sel bertunas menyerupai hifa (pseudohifa) (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).
3. Keputihan
Keputihan atau dalam istilah medisnya disebut Flour albus (flour = cairan kental, albus = putih) atau Leukorhoea. Secara umum keputihan adalah keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau, atau tidak merasa apa-apa. Penyebabnya dapat secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(29)
non patologis (stress, saat menjelang atau setelah menstruasi, rangsangan seksual saat wanita hamil) maupun secara patologis (Infeksi jamur, bakteri, dan parasit)(Anonim , 2007c).
Vagina dalam keadaan normal tidak mengeluarkan cairan. Vagina mempunyai sistem perlindungan alam yaitu keasaman yang lebih tinggi dari jaringan lainnya. Didalam vagina juga terdapat mikroba pelindung yang
menguntungkan tubuh kita, yaitu Doderleins yang hidup menjaga
keseimbangan ekosistem vagina sekaligus membuat lingkungan bersifat asam (pH 3,8-4,5) (Anonim, 2007c).
D. Ketokonazole
Ketokonazole merupakan obat antijamur pertama yang efektif pada mikosis sistemik yang dapat diberikan per oral. Absorpsi akan lebih baik selama atau setelah makan dibandingkan dengan keadaan puasa. Karena penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada pH lambung yang tinggi (Katzung, 1995).
Ketokonazole berupa serbuk berwarna putih. Ketokonazole tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, larut dalam metil alkohol, sangat larut dalam metil klorida (Anonim, 1996).
(30)
10
N N
H2C
O O
H2 C Cl
Cl
O N N C
O
CH3
Gambar 1. Struktur kimia ketokonazole
Agen antifungi azole mencegah sintesis ergosterol (komponen utama membrane plasma fungi) dengan menghambat sitokrom P450 enzim lanosterol 14α-demetilase. Pemberian azol pada fungi menyebabkan penghilangan ergosterol dan pengumpulan sterol 14α-demetilase. Sitokrom P450 dibutuhkan untuk membantu pembentukan ergosterol fungi. Dengan dihambatnya sitokrom P450 maka pembentukan ergosterol tidak terjadi (Nester, dkk, 2004).
E. Penyarian 1. Definisi dan Ruang Lingkup Penyarian
Penyarian merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Anonim, 2000). Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, Maserasi, Perkolasi dan Destilasi uap (Anonim, 1986).
Cairan penyari yang digunakan untuk pembuatan infusa adalah air. Air merupakan penyari universal yang bersifat polar. Keuntungan digunakan bahan penyari air adalah murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(31)
menguap dan tidak mudah terbakar, tidak beracun, alamiah. Sedangkan kerugian penggunaan air sebagai penyari adalah tidak selektif, sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak, dan untuk pengeringan diperlukan waktu lama. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang, dan khamir (Anonim, 1986).
2. Metode-metode penyarian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dari massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000). Ragam ektraksi yang tepat sudah tentu tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne, 1987).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibedakan menjadi : a. Cara dingin
1) Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (Anonim, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
(32)
12
sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaan yang lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).
2) Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip dari perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2) Soxlet
Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(33)
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
4) Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrasi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia (Anonim, 1995).
Infusa merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses infusa ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang karena air bisa menjadi media pertumbuhan kuman dan kapang. Sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Keuntungan dari infusa adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana (Anonim, 1986).
5) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air.
6) Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air
(34)
14
berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondesasi fase uap sempurna (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Anonim, 2000). Destilasi uap digunakan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya (Anonim, 1986).
F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Kromatografi lapis tipis terdiri dari fase diam dan fase gerak. Fase diam yang umum digunakan dan banyak dipakai adalah silika gel yang dicampur dengan kalsium sulfat (gips) untuk menambah daya lengket partikel silika gel pada pelat. Adsorben lain yang banyak digunakan adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk selulosa, serbuk
poliamida, kanji dan sephadex (Suharman dan Mulja, 1995). Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Sampel bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(35)
Rf =
awal titik dari depan garis
awal titik dari bercak pusat
k Jarak titi
Jarak
(Stahl, 1985)
G. Uji Potensi Antifungi
1. Metode dilusi
Prinsip dari cara ini adalah larutan uji diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Tiap konsentrasi larutan uji ditambahkan suspensi mikroorganisme ke dalam media. Dengan metode ini akan didapat hasil secara kuantitatif. KHM dan KBM dalam media dapat ditentukan dengan mengukur kekeruhan setelah inkubasi (Hugo & Russel, 1987). Kelebihan dari metode dilusi (pengenceran) adalah dapat diketahui KHM dan KBM yang dapat diamati dari tidak adanya pertumbuhanfungiuji pada media kultur (Bonang & Koeswardono, 1982).
2. Metode difusi agar
Pengukuran potensi antifungi menggunakan metode difusi agar yaitu metode yang mengukur aktivitas antifungi berdasarkan pengamatan luas daerah hambatan pertumbuhan fungi uji karena berdifusinya obat dari titik awal pemberian ke daerah difusi (Jawetz dkk, 1996). Metode difusi dikenal dengan beberapa cara yaitu :
a. Cara Kirby-Bauwer
Prinsip kerja metode difusi berdasarkan kemampuan obat untuk berdifusi kedalam media tempat mikroba uji dapat berkembangbiak secara
(36)
16
optimal, dengan meletakkan cakram kertas atau paper disk yang
mengandung antibiotik atau zat uji diatas agar. Besarnya daerah difusi sesuai dengan pertumbuhan atau hambatan mikroba uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan (Hugo dan Russel, 1987).
b. Cara tuang (pour plate)
Metode ini dilakukan dengan cara menginokulasikan suspensi mikroba uji ke tabung reaksi yang mengandung agar cair yang telah didinginkan pada suhu 45°C. Isi dalam tabung reaksi diaduk untuk memencarkan mikroba uji ke seluruh media. Campuran dituang ke dalam cawan Petri steril dan dibiarkan menjadi padat (Volk dan Wheeler, 1990).
c. Cara sumuran
Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby-Bauwer. Pada agar yang telah ditanami mikroba uji, dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu. Ke dalam sumuran diberi larutan uji dan diinkubasikan pada 37°C selama 18-24 jam. Kemudian hasilnya dibaca dengan mengukur daerah hambatan yang terbentuk (Ristanto, 1989).
H. Mekanisme Kerja antifungi
Mekanisme kerja antifungi dibagi menurut target/ sasaran dari agen, yakni:
1. Merusak membran sel
Obat-obat golongan antibiotik poliena terikat kuat ke membran sel jamur dan berikatan dengan ergosterol tertentu serta akan mengganggu sifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(37)
permeabilitas dan transport membran itu. Hal ini akan menyebabkan hilangnya makromolekul serta ion dari sel serta menghasilkan kerusakan tak reversible.
2. Penghambatan Sintesis DNA
Sel akan rentan bila ia merubah flusitosin menjadi fluorourasil yang akhirnya menghambat timidilat sintase dan sintesis DNA.
3. Penghambatan biosintesis lipid
Imidazole antifungi sintetik ini menghambat jamur oleh penghambatan biosintesis lipid jamur terutama ergosterol didalam membran sel, dan mungkin dengan mekanisme tambahan (Katzung, 1995).
I. Media
Media adalah suatu bahan atau substrat yang mengandung unsur-unsur makanan, dan digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan mikroba. Unsur-unsur makanan tersebut dapat berupa garam-garam anorganik dan senyawa-senyawa organik seperti protein, pepton, asam-asam amino, dan vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Berdasarkan konsistensinya, media dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu: 1. Media padat, dengan contoh media kentang, nasi, wortel.
2. Media cair, yaitu media yang berbentuk cair, misalnya media susu, nutrien
broth (kaldu daging), glukosa, pepton.
3. Media semi padat (semi solid media), yaitu media yang dapat berbentuk padat, apabila suhunya dingin dan dapat berbentuk cair apabila suhunya panas.
(38)
18
Media ini merupakan media yang dibubuhi atau ditambah agar-agar sebgai bahan pemadat (Tarigan, 1988).
J. Sterilisasi
Yang dimaksud dengan sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda baik alat maupun bahan-bahan. Ada dua macam cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu sterilisasi fisik dan sterilisasi kimia. Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah atau lembab, tetapi bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering.
1. Sterilisasi Fisik a. Sterilisasi basah
Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoklav atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan dengan suhu 121°C selama 15 menit. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar 110°C dan 121°C. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan, air suling, peralatan laboratorium, biakan yang akan dibuang, medium tercemar, dan bahan-bahan dari karet (Hadioetomo, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(39)
b. Sterilisasi kering
Pemanasan kering biasanya untuk alat-alat gelas dengan suhu 160°C-180°C selama 1,5-2 jam dengan sistem udara statis. Proses sterilisasi akan lebih cepat jika dilengkapi dengan sirkulasi udara panas (Fardiaz, 1992).
c. Sterilisasi dengan penyaringan
Proses sterilisasi lain yang juga dilakukan pada suhu kamar ialah penyaringan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua mikroorganisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecil (0,45 atau 0,22µ) sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan diatasnya, sedangkan filtratnya ditampung didalam wadah yang steril (Hadioetomo, 1993).
2. Sterilisasi Kimia
Pelaksanaanya dilakukan dengan menggunakan gas atau cairan pembunuh kuman yang khusus diterapkan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan, sediaan atau barang yang jika dipanaskan sekali atau berulang kali sedikit banyak akan mengalami perubahan. Sterilisasi secara kimia dapat menggunakan etilen oksida, asam perasetat, dan formaldehide (Hadioetomo, 1993).
K. Landasan Teori
Candida albicans adalah anggota flora normal selaput lendir saluran
(40)
20
penyakit progresif pada penderita yang lemah atau kekebalan menurun. Penyakit oleh jamur ini dapat diobati dengan obat yang bersifat fungisida. Contohnya adalah ketokonazole, imidazole.
Infundasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati (Anonim, 1986). Penyarian ini dilakukan dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk (Anonim, 2000). Dengan penyarian secara infusa, senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri dapat larut dalam cairan penyari. Karena flavonoid mudah larut dalam air. Tanin termasuk dalam senyawa fenol sehingga tanin dapat larut pula dalam air (Harborne, 1987). Alkaloid dapat berada dalam bentuk garam sehingga alkaloid kemungkinan dapat larut juga dalam air. Selain itu, minyak atsiri kemungkinan juga dapat larut dalam air karena minyak atsiri juga dapat larut dalam pelarut polar (Robinson, 1995).
Menurut Sudewo (2005), tanaman sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri. Flavonoid berfungsi sebagai antifungi dan mencegah infeksi atau luka. Alkaloid dapat digunakan sebagai antifungi. Tanin berfungsi sebagai antifungi dan bersifat sebagai bakteriostatik. Sedangkan minyak atsiri juga dapat berfungsi menghambat pertumbuhan jamur (Robinson, 1995).
L. Hipotesis
Infusa daun sirih merah diduga memiliki aktivitas antifungi terhadap
Candida albicans.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(41)
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Eksperimental
Penelitian tentang uji potensi infusa daun sirih merah terhadap Candida albicans ATCC 10231 ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
Infusa daun sirih merah dengan berbagai macam konsentrasi. b. Variabel tergantung
Diameter zona hambat, KHM, KBM. c. Variabel pengacau terkendali
Media pertumbuhan mikroba uji, waktu inkubasi 24 jam, suhu inkubasi 37°C, kepadatan suspensi Candida albicans ATCC 10231 setara dengan larutan standar Mc Farland II (6.108 CFU/ml), volume larutan uji, suhu pengeringan daun sirih merah 50oC, dan tempat tumbuh tanaman.
d. Variabel pengacau tak terkendali Umur tanaman.
(42)
22
C. Definisi Operasional
1. Potensi antifungi adalah kemampuan infusa daun sirih merah untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh jamur Candida albicans ATCC 10231.
2. Candida albicans ATCC 10231 adalah fungi uji gram positif yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
3. Infusa daun sirih merah konsentrasi 100% adalah sediaan yang berbentuk cair yang dibuat dengan mengekstraksi serbuk daun sirih merah kering sebanyak 10 gram dalam aquadest 100 ml pada suhu 90°C selama 15 menit.
4. Infusa daun sirih merah konsentrasi 80%, 60%, dan 40% adalah sediaan yang berbentuk cair yang dibuat dengan melakukan pengenceran dari konsentrasi 100% dengan memipet sebanyak 0,8ml; 0,6ml; dan 0,4ml infusa daun sirih merah lalu ditambahkan aquadest sampai diperoleh volume 10 ml.
5. Zona hambat adalah zona jernih yang sama sekali tidak dijumpai pertumbuhan
Candida albicans ATCC 10231 atau zona yang masih memperlihatkan pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 dalam jumlah sedikit.
6. KHM adalah konsentrasi minimal dari infusa daun sirih merah yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231.
7. KBM adalah konsentrasi minimal dari infusa daun sirih merah yang mampu membunuh Candida albicans ATCC 10231.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(43)
D. Bahan
1. Daun sirih merah yang diperoleh dari daerah Pekunden Rt.02/Rw.09, Ngluar, Magelang.
2. Kultur murni Candida albicans ATCC 10231 yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
3. Medium SDA, aquadest steril untuk penyari, injeksi ketokonazole, metanol, selulosa, silika gel GF 254, n-butanol, asam asetat, air, kloroform, toluene, eter, etanol, natrium karbonat, tertier butanol, dietil amina, toluena, etil asetat, pereaksi Lieberman-Burchard. Pereaksi semprot : Dragendorff, Mayer, dan vanilin-asam sulfat. Pembanding : asam tanat, rutin, HCl, NaCl 2%, besi (III) klorida, AlCl3.
E. Alat
Panci, inkubator (Memmert, type BE 40, GmbH+Co KG-D91126, Swahaban FRG, Germany), Mycrobiologycal Safety Cabinet (MSC), Rotary evaporator (Janke & Kunkel, Ika-labotechnik, RV05-ST), autoklaf (Metode KT-40, ALP co, Ltd, Hamurashi, Tokyo, Japan), lampu UV 254 nm dan UV 365 nm, oven (Memmert, Germany), penyerbuk (Retsch bv), Electric Sieve Shaker (IML Indotest Multi LAB), Laminar Air Flow (LAF), Lemari pendingin (Sharp), Glass beaker (pyrex), cawan petri, tabung reaksi (pyrex), Erlenmeyer (pyrex), flakon, pipet volume (pyrex), batang pengaduk, gelas ukur (pyrex), jarum ose, Mikropipet (Ependrof-Netler-Hinz), kertas payung, allumunium foil, kompor listrik, vortex,
(44)
24
KLT, pipa kapiler, penyemprot reagen tampak, bejana, neraca analitik (Mettler PC 2000).
F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman sirih merah dilakukan oleh Laboratorium Farmakognosi, Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Determinasi dilakukan terhadap tanaman segar dengan menggunakan acuan Flora of Java (Backer dan Van den Brink, 1965).
2. Pengumpulan bahan
Bahan yang digunakan berupa daun sirih merah, diambil dari tanaman sirih merah di daerah Pekunden Rt.02/Rw.09, Ngluar, Magelang pada bulan November. Daun yang diambil adalah daun yang tidak terlalu muda ataupun terlalu tua. Daun tersebut dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat. Daun dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C. Setelah kering, lalu diserbuk dengan blender sampai halus dan diayak menggunakan ayakan.
3. Pembuatan Infusa
Infusa dibuat dengan mengekstraksi sebanyak 10 gram serbuk kering daun sirih merah lalu dimasukkan dalam panci dengan air sebanyak 100 ml, panaskan diatas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-kali diaduk. Kemudian setelah dingin diserkai melalui kain flannel lalu ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki kurang lebih 25 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(45)
4. Uji Kandungan Kimia dengan Uji Tabung a. Uji Alkaloid
Infusa dari serbuk daun sirih merah sebanyak 2 gram dipanaskan dalam tabung reaksi besar dengan asam klorida 1% 10 ml selama 30 menit diatas penangas air mendidih. Larutan disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan B sama banyak. Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu kedalam larutan A-1 ditambah dengan pereaksi Dragendorf (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes). Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya alkaloid
b. Uji Tanin
Infusa dari serbuk daun sirih merah sebanyak 2 gram dipanaskan dengan air sebanyak 10 ml selama 30 menit diatas tangas air. Disaring dan filtrat sebanyak 5ml ditambahkan larutan natrium klorida 2% sebanyak 1 ml. Bila terjadi suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring. Kemudian filtrat ditambah larutan gelatin 1% sebanyak 5 ml. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin.
c. Uji flavonoid
Infusa dari serbuk daun sirih sebanyak 2 gram dipanaskan dengan air sebanyak 10 ml selama 10 menit diatas penangas air mendidih. Kemudian disaring panas-panas, setelah dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya flavonoid.
(46)
26
d. Uji Minyak Atsiri
Serbuk daun sirih merah ditambahkan 20 ml eter, kocok dan disaring. Kemudian filtrat dikeringuapkan. Bila sedikit berbau aromatik, larutan residu dengan sedikit etanol maka uapkan lagi sampai kering. Bila terjadi bau aromatik spesifik, menunjukkan adanya minyak atsiri.
e. Uji Antrakinon
Infusa daun sirih merah dididihkan selama 2 menit dengan Kalium hidroksida 0,5N (10ml) dan larutan hidrogen peroksida (1ml). Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas. Filtrat (5ml) ditambah asam asetat (10 tetes) sampai pH 5, lalu ditambahkan toluena (10ml). Lapisan atas (5ml) dipisahkan dengan cara dipipet dan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah kalium hidroksida 0,5N, warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa antrakinon. f. Uji Kardenolida
Infusa dari serbuk daun sirih sebanyak 2 gram dipanaskan dengan air sebanyak 10 ml selama 10 menit diatas penangas air mendidih. Kemudian ditambah asam 3,5-dinitratbenzoat (0,4ml) dan kalium hidroksida 1N (0,6ml) dalam metanol. Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida jantung). Untuk penegasan lebih lanjut, filtrat yang lain (2ml) dicampur dengan kloroform (2 ml). Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambah asam 3,5- dinitrobenzoat (0,5 ml). Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(47)
g. Uji Saponin
Tambahkan air suling (10ml) kedalam tabung reaksi yang berisi serbuk (100mg), tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik. Biarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit. Apabila buihh setinggi kurang lebih 3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukkan adanya saponin.
Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1 mm, panjang 12,5 cm). Larutan hasil pemanasan serbuk daun sirih merah (2 g) dengan air (10 ml) selama 30 menit diatas tangas air, setelah disaring, filtrat dimasukkan kedalam pipa kapiler penuh-penuh. Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan mengalir bebas. Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling yang diperlakukan sama. Bila tinggi cairan yang diuji separo atau kurang dari tinggi air suling maka adanya saponin akan diperhitungkan.
5. Uji Kandungan Kimia dengan Kromatografi Lapis Tipis a. Uji Flavonoid
Proses pemisahan dilakukan dengan menotolkan infusa daun sirih merah dengan konsentrasi 100% menggunakan pipa kapiler berukuran 5μl pada lempeng KLT. Fase diam yang digunakan adalah selulosa, fase gerak n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) v/v. Sampel yang digunakan adalah infusa daun sirih merah dan pembandingnya rutin. Selanjutnya adalah pengelusian lempeng dengan jarak rambat 10 cm. Pengamatan dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm dan dideteksi dengan pereaksi AlCl3. Harga Rf dan warna bercak uji dibandingkan dengan harga rf dan
(48)
28
warna bercak pembanding. Adanya harga rf dan warna bercak yang hampir serupa menunjukkan bahwa bahan uji mengandung senyawa Flavonoid.
b. Alkaloid
Proses pemisahan dilakukan dengan menotolkan infusa daun sirih merah dengan konsentrasi 100% menggunakan pipa kapiler berukuran 5μl pada lempeng KLT. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254, fase gerak tertier butanol: kloroform: dietil amina (2:7:1) v/v. Sampel yang digunakan infusa daun sirih merah dan pembandingnya skopolamin. Untuk pembuatan pembanding digunakan 5 mg skopolamin dalam 10 ml metanol.
Selanjutnya adalah pengelusian lempeng dengan jarak rambat 10 cm. Pengamatan dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm dan dideteksi dengan pereaksi Dragendorff. Harga Rf dan warna bercak uji dibandingkan dengan Rf dan warna bercak pembanding. Adanya harga Rf yang hampir serupa menunjukkan bahwa bahan uji mengandung senyawa alkaloid.
b. Uji Tanin
Proses pemisahan dilakukan dengan menotolkan infusa daun sirih merah dengan konsentrasi 100% menggunakan pipa kapiler berukuran 5μl pada lempeng KLT. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254, fase gerak n-butanol: asam asetat: air (5:1:4) v/v. Pembanding yang digunakan adalah asam tanat 0,05% dalam etanol 70%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(49)
Selanjutnya adalah pengelusian lempeng dengan jarak rambat 10 cm. Pengamatan dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm dan dideteksi dengan pereaksi FeCl3. Harga Rf dan warna bercak uji
dibandingkan dengan Rf dan warna bercak pembanding. Adanya harga Rf yang hampir serupa menunjukkan bahwa bahan uji mengandung senyawa tanin.
c. Minyak atsiri
Proses pemisahan dilakukan dengan menotolkan infusa daun sirih merah menggunakan pipa kapiler berukuran 5μl pada lempeng KLT. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254, fase gerak toluena: etil asetat (93:7) v/v. Pembanding yang digunakan adalah eugenol. Selanjutnya adalah pengelusian lempeng dengan jarak rambat 10 cm. Pengamatan dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm dan dideteksi dengan pereaksi vanillin-asam sulfat pekat. Harga Rf dan warna bercak uji dibandingkan dengan Rf dan warna bercak pembanding. Adanya harga Rf dan warna bercak yang hampir sama menunjukkan bahwa bahan uji mengandung senyawa minyak atsiri.
6. Uji antifungi
a. Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dari konsentrasi 100% yakni 10g serbuk daun sirih merah dalam aquadest 100ml. Selanjutnya dibuat konsentrasi larutan 80%, 60%, dan 40% dengan melakukan
(50)
30
pengenceran sampai 10 ml dengan menggunakan aquadest. Sebagai kontrol positif digunakan ketokonazole dan kontrol negatif Aquades.
Tabel I. Pembuatan tingkatan konsentrasi larutan uji dengan pengenceran
Konsentrasi infusa (%)
Volume infusa (ml) Pelarut aquadest (ml)
80 8 2 60 6 4 40 4 6 b. Sterilisasi alat-alat dan bahan
Alat-alat seperti cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, dan medium SDA yang akan digunakan untuk pemeriksaan aktivitas antifungi disterilisasi dengan autoklaf, pada suhu 121°C selama 15 menit.
c. Pembuatan media SDA
Sebanyak 65 gram SDA dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan dengan 1 liter aguadest dan dipanaskan hingga mendidih. Kemudian ditutup dengan menggunakan kapas, dan dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
d. Pembuatan stok Candida albicans ATCC 10231
Media SDA yang sudah steril dicairkan kemudian dituang dalam tabung reaksi dan dimiringkan, biarkan hingga membeku. Setelah membeku diambil 1 ose fungi dari pertumbuhan dan diinokulasikan secara streak plate. Inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C dan digunakan sebagai stok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(51)
e. Pengujian potensi antifungi dengan metode difusi paper disk
Dalam Laminar Air Flow Work Station, hasil inkubasi jamur selama 24 jam dalam media cair diambil 0,1ml menggunakan pipet volume dan diteteskan kedalam cawan petri yang berisi SDA yang telah dibekukan dan diratakan dengan menggunakan spreader. Selanjutnya didiiamkan selama kurang lebih 15 menit, kemudian dibagi menjadi lima bagian dan masing-masing bagian diberi paper disk (Anonim, 1993).
Setiap paper disk pada media yang telah diinokulasi diteteskan 10µl infusa dengan kadar masing-masing 80%, 60%, 40%. Sebagai kontrol negatifnya digunakan aquadest dan kontrol positifnya adalah ketokonazole. Media yang telah ditetesi infusa dan kontrol diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37˚C. Hasil dibaca dengan luas daerah hambatan (Jawetz dkk, 1996). Lalu diukur dengan menggunakan penggaris. Pengulangan pengukuran masing-masing diameter sebanyak lima kali.
f. Pengujian potensi antifungi dengan metode dilusi padat
Diambil 1 ose fungi Candida albicans ATCC 10231 dari stok fungi, kemudian disuspensikan kedalam 5 ml media cair lalu campur rata dan inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Hasil suspensi dibandingkan dengan Standard Mc. Farland II (6.108 CFU/ml) ingá kekeruhannya sama lalu diambil 0,5 ml.
(52)
32
Kemudian 0,5 ml infusa daun sirih merah dengan kadar tertentu ditambahkan dalam 0,5 ml suspensi fungi dan dicampur rata dengan 15 ml SDA yang dicairkan menggunakan vortex. Setelah itu, dituang dalam cawan petri secara pour plate. Selanjutnya diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Setelah masa inkubasi, kekeruhan yang menunjukkan pertumbuhan Candida albicans ATCC 10231 dalam media diamati dan diberi penilaian menggunakan notasi (+) untuk media yang tampak keruh. Hal ini berlaku untuk tiap infusa daun sirih merah, kontrol negatif (aquades) dan kontrol positif (ketokonazole). Hasil pengamatan dianalisis untuk mendapatkan Konsentrasi Hambat Minimun (KHM) senyawa uji dengan mengamati kekeruhannya (Hugo & Russel, 1987). Setelah ditentukan Kadar Hambat Minimum (KHM), kemudian dilakukan streak plate pada media SDA yang telah dibekukan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Jika sudah tidak terdapat pertumbuhan jamur uji pada media maka konsentrasi tersebut menunjukkan KBMnya (Konsentrasi Bunuh Mikroba) (Larry & Judy, 1996).
G. Tata Cara Analisa Data
Penentuan daya antifungi dengan metode difusi agar ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar paper disk. Besarnya diameter zona hambat yang terbentuk dianalisis dengan Kolmogorof Smirnov Z untuk mengetahui distribusinya. Selanjutnya dilakukan analisis dengan Anova one way dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(53)
dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95 %. Sedangkan pada metode dilusi, dengan membandingkan kekeruhan dengan kontrol negatif sehingga akan diperoleh Konsentrasi Hambat Minimal dan Konsentrasi Bunuh Minimal.
Analisis hasil KLT dilakukan dengan menghitung harga Rf dari bercak yang timbul dan mengamati warna bercak tersebut. Kemudian nilai Rfnya dibandingkan dengan Rf pembanding.
(54)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti benar-benar merupakan tanaman yang diharapkan, yakni tanaman sirih merah dengan spesies Piper crocatum Ruiz & Pav.
Berdasarkan penelusuran secara makroskopik, menurut Sudewo (2005) tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian ujung meruncing, bertepi rata, dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar. Hal ini sesuai dengan tanaman sirih merah yang digunakan dalam penelitian.
B. Pengumpulan Bahan
Daun sirih merah yang digunakan dalam penelitian ini diambil pada bulan November dan dilakukan pada pukul 09.00WIB. Pengambilan bahan dari satu tanaman dengan lokasi tumbuh yang sama dan dalam sekali waktu
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(55)
pemanenan saja untuk menghindari adanya perbedaan kualitas kandungan kimia dalam daun. Dipilih daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua, sehingga diharapkan mempunyai kandungan senyawa aktif yang optimal. Daun yang dikumpulkandibersihkan dari debu, serangga, serta benda asing yang terbawa saat pengumpulan daun sirih merah.
C. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk
Sebelum dilakukan pengeringan daun terlebih dahulu dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat. Pengeringan dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik, menghindari pembusukan dan penjamuran serta mengurangi kadar air yang terkandung karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme karena dapat menguraikan zat kimia yang terkandung. Hal ini dapat menyebabkan khasiat dari daun sirih merah menjadi berkurang.
Daun dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C. Pengeringan dihentikan jika ditandai dengan mudah patahnya simplisia jika diremas dengan tangan. Simplisia yang telah kering kemudian diserbuk menggunakan blender. Menurut Anonim (1986), tujuan dari penyerbukan adalah untuk mendapat serbuk yang halus sehingga dapat mempermudah proses penyarian. Karena daun dalam bentuk serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan daun dalam bentuk utuh. Bila permukaan serbuk makin luas maka penyarian akan bertambah baik karena simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas.
(56)
36
Selanjutnya bahan diayak menggunakan ayakan berukuran 24 mesh. Digunakan ayakan dengan ukuran 24 mesh karena dengan ayakan ini didapatkan ukuran serbuk yang tidak terlalu besar ataupun terlalu halus. Menurut Anonim (1995), dengan ayakan ukuran 24 mesh serbuk yang dapat melalui ayakan mempunyai ukuran diameter maksimal 0,173 mm. Serbuk yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses penyarian, karena butir-butir halus tadi akan membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian. Jadi hasil penyarian tidak murni lagi tetapi tercampur dengan partikel-partikel halus tadi. Berat basah daun sebelum dikeringkan adalah 700 gram, berat kering 128,180 gram dan berat serbuk kering yang diperoleh 128 gram.
D. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Infusa Daun Sirih Merah dengan Uji Tabung
Uji tabung dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia suatu tumbuhan melalui pengamatan warna yang terbentuk oleh karena adanya reaksi antara zat aktif yang ada dengan pereaksi yang digunakan. Masing-masing zat akan memberikan warna yang spesifik terhadap pereaksi tertentu (Tabel II).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(57)
Tabel II. Hasil Uji Tabung Infusa Daun Sirih Merah
No. Pengujian Pengamatan Hasil
1. Uji Alkaloid
Filtrat A1 + Dragendorff LP Filtrat A2 + Mayer LP
Ada endapan coklat merah Ada endapan putih kekuningan
+ +
2. Uji Tanin
Filtrat + NaCl 2% + gelatin 1%
Terbentuk endapan hijau kecoklatan
+ 3. Uji Minyak Atsiri
Filtrat + etanol, lalu dikering uapkan
Timbul bau aromatik +
4. Uji Antrakinon
Lapisan basa Warna kecoklatan -
5. Uji Flavonoid
Filtrat + besi (III) klorida Warna kehijauan
+ 6. Uji Saponin
Serbuk + aquadest, dikocok Tidak timbul buih
- 7. Uji Kardenolida
Filtrat + asam 3,5-dinitrobenzoat + KOH 1N
Filtrat + Kloroform
Warna kuning kecoklatan Warna kuning kehijauan
- - Keterangan : + : bereaksi positif terhadap pereaksi yang digunakan
- : bereaksi negatif terhadap pereaksi yang digunakan
Pemeriksaan terhadap adanya alkaloid dilakukan dengan menambahkan asam klorida 1% pada infusa daun sirih merah. Hal ini bertujuan untuk menggaramkan alkaloid yang terdapat dalam bentuk basa. Adanya alkaloid dapat dipertegas dengan reaksi pengendapan, yaitu dengan penambahan Dragendorff dan Mayer. Hasil uji menunjukkan adanya pengendapan pada penambahan Dragendorff dan Mayer. Hal ini disebabkan adanya pasangan elektron bebas dari atom nitrogen alkaloid yan berikatan dengan ion-ion logam pada pereaksi yang digunakan sehingga terbentuk endapan.
Uji terhadap senyawa flavonoid, filtrat ditambah dengan pereaksi besi (III) klorida. Sebagai cairan penyari digunakan air karena senyawa flavonoid
(58)
38
cenderung mudah larut dalam air. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya flavonoid. Dari hasil uji ini pada infusa daun sirih merah diperoleh larutan berwarna kehijauan. Hal ini berarti dalam infusa daun sirih merah terdapat kandungan senyawa flavonoid.
Pada uji tanin, filtrat ditambahkan natrium klorida 2% untuk mengendapkan campuran tanin. Apabila terjadi endapan disaring melalui kertas saring. Dari hasil uji infusa daun sirih merah diperoleh endapan berwarna hijau kecoklatan. Karena dengan penambahan NaCl menyebabkan terjadinya salting out
atau penggaraman sehingga akan terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk selanjutnya disaring. Lalu dilakukan penambahan larutan gelatin 1% pada filtrat. Adanya tanin dapat diketahui jika pada larutan terbentuk endapan. Dari hasil uji didapatkan endapan berwarna hijau kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mengandung tanin.
Pemeriksaan terhadap adanya minyak atsiri dilakukan dengan menambahkan eter pada infusa daun sirih merah untuk mengisolasi minyak atsiri sehingga pada saat dipanaskan tercium bau khas daun sirih. Dari hasil percobaan didapatkan hasil positif. Lalu ditambahkan sedikit etanol dan dikeringuapkan lagi. Dari uji pada serbuk daun sirih merah menghasilkan bau aromatik. Bau aromatik ini diduga adanya kandungan terpenoid yang terdapat dalam minyak atsiri. Ini berarti dalam infusa daun sirih merah diduga terdapat kandungan minyak atsiri.
Dari data yang diperoleh pada uji tabung maka dapat diketahui bahwa pada infusa daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(59)
E. Ekstraksi Daun Sirih Merah
Pada penelitian ini, metode penyarian yang dilakukan adalah dengan cara infusa. Penyarian ini dibuat dengan mengekstrasi simplisia pada suhu 90°C selama 15 menit. Pemanasan dilakukan pada suhu 90°C dimaksudkan supaya senyawa kimia yang terdapat dalam daun sirih merah dapat tersari semua dan senyawa kimia yang terkandung tidak rusak.
Infusa diserkai dengan menggunakan kain flannel. Penyerkaian ditunggu setelah dingin. Hal ini dimaksudkan supaya minyak atsiri yang terkandung dalam daun sirih merah juga dapat tersari. Karena jika diserkai selagi panas maka kemungkinan minyak atsiri yang terkandung dalam infusa daun sirih merah akan menguap. Selanjutnya untuk mencukupi kekurangan air ditambah air mendidih melalui ampasnya. Menurut Anonim (1995), infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10% simplisia.
F. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Infusa Daun Sirih Merah dengan Kromatografi Lapis Tipis
Setelah dilakukan analisis kualitatif kandungan kimia infusa daun sirih merah dengan uji tabung, dilanjutkan dengan analisis kualitatif kandungan kimia secara KLT untuk memperoleh gambaran mengenai kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam infusa daun sirih merah. KLT bersifat sebagai analisis kualitatif karena parameter KLT terbatas pada persamaan nilai Rf dan intensitas warna yang dihasilkan. KLT termasuk kromatografi adsorbsi, dimana sebagai fase
(60)
40
diamnya digunakan zat padat dan fase geraknya zat cair. Analisis dengan KLT mempunyai keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan singkat, lebih murah, cuplikan dan pelarut yang digunakan sedikit. Analisis kualitatif kandungan kimia secara KLT dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa flavonoid, tanin, alkaloid, dan minyak atsiri.
Penelitian dilakukan dengan menotolkan larutan hasil infusa daun sirih merah dan pembanding sebanyak 3 totolan dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah penotolan dilakukan, lempeng KLT kemudian dielusi dalam bejana yang telah jenuh dengan fase gerak yang digunakan. Untuk mengetahui bejana telah jenuh diperlukan kertas saring sesuai dengan tinggi bejana. Kertas saring dimasukkan dalam bejana dan bejana dikatakan jenuh jika kertas saring telah terbasahi dengan sempurna oleh fase gerak. Penjenuhan bertujuan supaya perambatan optimal. Jarak rambat elusi yaitu 10 cm dan apabila fase gerak telah melampaui maka lempeng diangkat dan dibiarkan kering terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan deteksi pada sinar tampak (visibel), UV 254 nm dan 365 nm. Selain itu juga digunakan pereaksi-pereaksi spesifik yang dapat menunjukkan dengan jelas senyawa yang diidentifikasi.
Pada identifikasi flavonoid digunakan fase diam selulosa dan tidak digunakan silika gel GF 254 karena selulosa tidak mengandung unsur logam seperti silika. Dengan adanya unsur logam pada silika dapat menyebabkan terbentuknya ikatan antara senyawa uji dengan logam yang terkandung dalam silika. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya khelat yang tidak stabil sehingga senyawa uji akan terikat kuat pada fase diam sehingga dapat mengganggu elusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(61)
Sedangkan pada identifikasi alkaloid, tanin dan minyak atsiri digunakan fase diam silika gel GF 254.
Sebelum digunakan silika gel GF 254 diaktifkan terlebih dahulu dalam oven 100°C selama 10 menit dan untuk selulosa dioven pada suhu 40°C selama 10 menit Hal ini bertujuan untuk membuka pori-pori dalam fase diam sehingga adsorbsinya menjadi optimum.
1. Identifikasi flavonoid
Untuk uji adanya senyawa flavonoid digunakan fase gerak n-butanol – asam asetat – air (4 :1: 5) v/v dan yang digunakan adalah lapisan atas. Pembanding yang digunakan adalah rutin, yaitu suatu glikosida flavonol yang pada umumnya terdapat dalam tanaman (Harborne, 1984).
Tabel III. Hasil Identifikasi Kandungan Flavonoid Infusa Daun sirih Merah dengan fase gerak n-butanol – asam asetat – air (4 :1: 5)
Sebelum disemprot AlCl3 Setelah disemprot AlCl3 Senyawa
uji
Harga
Rf Vis UV 254 UV 365 Vis UV 254 UV 365 Sampel 0,71 Tidak
tampak Tidak tampak Ber- fluoresens i ungu Kuning kecoklat an Warna kuning ke- coklatan Ber-fluoresensi ungu Rutin 0,74 Tidak
tampak Tidak tampak Ber- fluoresens i ungu Warna kuning Berwarna kuning Ber-fluoresensi ungu
(62)
42
I II III
Rf Rf Rf
1,00 1,00 1,00
0,90 0,90 0,90
0,80 0,80 0,80
0,70 0,70 0,70
0,60 0,60 0,60
0,50 0,50 0,50
0,40 0,40 0,40
0,30 0,30 0,30
0,20 0,20 0,20
0,10 0,10 0,10
0,00 0,00 0,00
B S B S B S
Gambar 2. Profil KLT senyawa flavonoid yang terkandung pada infusa daun sirih merah setelah disemprot dengan AlCl3
Keterangan :
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol – asam asetat – air (4 :1: 5)
I : UV 254
II : UV 365
III : Vis
B : Baku (Rutin)
S : Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(63)
Senyawa flavonoid dideteksi pada UV 254 nm dan 365 nm karena flavonoid mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (gugus kromofor) sehingga dapat menyebabkan penyerapan pada sinar UV. Sesudah disemprot dengan AlCl3 pada pengamatan di UV 365 nm
terlihat bercak berfluoresensi ungu dan Rf sampel yang dihasilkan 0,71 sedangkan Rf pembandingnya 0,74. Rf antara sampel dengan pembanding hampir sama, hal ini berarti sampel mengandung flavonoid. Hal ini dipertegas lagi dengan timbulnya warna bercak yang sama antara sampel dengan pembanding sesudah disemprot dengan AlCl3. Dimana
sampel dan pembanding menghasilkan warna kuning pada pengamatan dengan sinar tampak. Menurut Wagner, adanya flavonoid akan menghasilkan warna kuning dengan pereaksi semprot AlCl3. Ini berarti
dari hasil KLT uji flavonoid menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mengandung flavonoid.
2. Identifikasi senyawa Alkaloid
KLT untuk senyawa alkaloid merupakan kromatografi fase normal karena fase diamnya adalah silika gel GF 254 yang bersifat polar. Fase geraknya adalah tertier butanol -kloroform – dietil amina (2 : 7 : 1). Fase gerak ini bersifat nonpolar sehingga diharapkan dapat mengelusi senyawa uji yang bersifat sama. Fase gerak yang digunakan harus memiliki sifat yang relatif sama dengan senyawa yang akan dipisahkan, namun sebaliknya harus memiliki sifat tidak campur dengan fase diam (Sastrohamidjojo, 1985). Pembanding yang
(64)
44
digunakan adalah skopolamin. Karena skopolamin juga merupakan alkaloid. Skopolamin merupakan tropan alkaloid.
Tabel IV. Hasil Identifikasi Kandungan Alkaloid Infusa Daun Sirih Merah dengan Fase Gerak Tertier butanol -Kloroform – Dietil amina
(2 : 7 : 1)
Sebelum disemprot Dragendorff Setelah disemprot Dragendorff Senyawa uji Harga
Rf Vis UV 254 UV 365 Vis UV 254 UV 365 0,96 Tidak
tampak Tidak tampak Ber-fluoresensi ungu Warna orange Warna ke-hijauan Ber- fluoresen si ungu Sampel 0,07 Tidak tampak Tidak tampak Ber-fluoresensi ungu Warna pink Tidak tampak Tidak tampak
0,97 Tidak tampak Tidak tampak Tidak tampak Warna orange Tidak tampak Ber- fluoresen si ungu Skopolamin 0,05 Tidak tampak Tidak tampak Tidak tampak Warna pink Tidak tampak Tidak tampak
Pada pengamatan di UV 365 terlihat bercak berfluoresensi ungu dan Rf sampel yang dihasilkan 0,96 dan 0,07 sedangkan Rf pembandingnya 0,97 dan 0,05. Harga Rf antara pembanding dengan sampel hampir sama. Hal ini berarti dalam sampel terdapat senyawa alkaloid. Untuk mempertegasnya dilakukan penyemprotan dengan pereaksi semprot Dragendorf. Pada pengamatan dengan sinar tampak, sampel dan pembanding menghasilkan 2 bercak dengan warna orange dan pink. Menurut Wagner, adanya senyawa alkaloid yang dideteksi dengan Dragendorff akan menghasilkan warna coklat/ orange. Dari hasil KLT uji alkaloid menunjukkan bahwa infusa daun sirih merah mengandung alkaloid. Hal tersebut dapat dilihat dari warna bercak yang timbul dan harga Rf yang hampir sama pada silika gel GF 254.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(65)
I II III
Rf Rf Rf
1,00 1,00 1,00
0,90 0,90 0,90
0,80 0,80 0,80
0,70 0,70 0,70
0,60 0,60 0,60
0,50 0,50 0,50
0,40 0,40 0,40
0,30 0,30 0,30
0,20 0,20 0,20
0,10 0,10 0,10
0,00 0,00 0,00
B S B S B S
Gambar 3. Profil KLT senyawa alkaloid yang terkandung dalam infusa daun sirih merah setelah disemprot dengan Dragendorff
Keterangan :
Fase diam : silika gel GF 254
Fase gerak : Tertier butanol -Kloroform – Dietil amina (2 : 7 : 1)
I : UV 254 nm
II : UV 365 nm
III : Vis
B : Baku (Skopolamin)
(66)
46
3. Identifikasi senyawa Tanin
Senyawa tanin dapat dideteksi dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl3) (Robinson, 1995). Setelah disemprot dengan FeCl3,
senyawa tanin akan memberikan warna biru kehitaman untuk terhidrolisis dan warna hijau untuk tanin tidak terhidrolisis (Robinson, 1995). Karena senyawa fenol dapat membentuk komplek berwarna dengan ion ferri yang terdapat dalam FeCl3. KLT untuk senyawa tanin
digunakan fase diam silika gel GF 254 yang bersifat polar sedangkan fase geraknya adalah n-butanol – Asam Asetat – Air (5:1:4) v/v. Pembanding yang digunakan adalah asam tanat.
Tabel V. Hasil Identifikasi Senyawa Tanin dengan Fase Gerak n-butanol –Asam asetat – Air (5 : 1 : 4) Dari Infusa Daun Sirih Merah
Sebelum disemprot FeCl3 Setelah disemprot FeCl3
Senya wa uji
Harga
Rf Vis UV 254 UV 365 Vis UV 254 UV 365 Sampel 0,73 Tidak
tampak Tidak tampak Ber-fluoresensi ungu Warna coklat kehitaman Ke-hijauan Ber-fluoresen si ungu Asam Tanat 0,69 Tidak tampak Tidak tampak Ber-fluoresensi ungu Warna coklat muda Ke-hijauan Ber-fluoresen si ungu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(67)
I II III
Rf Rf Rf
1,00 1,00 1,00
0,90 0,90 0,90
0,80 0,80 0,80
0,70 0,70 0,70
0,60 0,60 0,60
0,50 0,50 0,50
0,40 0,40 0,40
0,30 0,30 0,30
0,20 0,20 0,20
0,10 0,10 0,10
0,00 0,00 0,00
B S B S B S
Gambar 4. Profil KLT senyawa tanin yang terkandung dalam infusa daun sirih merah setelah disemprot dengan FeCl3
Keterangan :
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : n-butanol – Asam Asetat – Air (5 : 1 : 4)
I : UV 254
II : UV 365
III : Vis
B : Baku (Asam Tanat)
(68)
48
Pada pengamatan di UV 365 nm terlihat bercak berfluoresensi ungu yang sama dengan warna bercak pada pembanding setelah disemprot FeCl3 namun harga Rf nya berbeda dimana pada sampel
memiliki harga Rf 0,73 dan untuk pembandingnya memiliki harga Rf 0,69. Sedangkan pada pengamatan di UV 254 nm terlihat bercak berwarna kehijauan pada sampel dan pembanding. Dari hasil pengamatan diperoleh warna bercak yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam infusa daun sirih merah mengandung tanin.
4. Identifikasi senyawa Minyak Atsiri
Senyawa minyak atsiri dapat dideteksi dengan sinar UV. Karena minyak atsiri daun sirih merah mengandung senyawa yang mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi atau mempunyai cincin aromatis dan juga mempunyai gugus kromofor sehingga mampu berfluoresensi. Pada pengamatan, senyawa minyak atsiri dideteksi dengan UV 254 nm, UV 365 nm dan disemprot dengan pereaksi vanilin- asam sulfat. Vanilin-asam sulfat digunakan untuk identifikasi senyawa golongan terpen, fenol dan steroid (Harborne, 1987).
Fase gerak yang digunakan adalah toluena : etil asetat (93:7) yang bersifat nonpolar sehingga diharapkan dapat mengelusi minyak atsiri yang bersifat sama. Fase diam yang digunakan untuk KLT dipilih silika gel GF 254 karena silika gel GF 254 bersifat polar. Perbedaan sifat kelarutan dari silika gel GF 254 dan minyak atsiri tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(69)
diharapkan agar tidak terjadi pencampuran antara zat uji dengan fase diam sehingga zat uji dapat terelusi dengan baik dengan bantuan fase gerak yang sifatnya sama dengan zat uji.
Pembanding yang digunakan adalah eugenol. Karena dalam daun sirih merah terdapat kandungan eugenol (Anonim, 2008). Eugenol mempunyai khasiat mengurangi rasa sakit.
Tabel VI. Hasil Identifikasi Senyawa Minyak Atsiri dengan Fase Gerak Toluena –Etil asetat (93: 7) Dari Infusa Daun Sirih Merah
Sebelum disemprot vanilin-asam sulfat pekat
Setelah disemprot vanilin-asam sulfat pekat
Senyawa uji
Harga Rf
Vis UV 254 UV 365 Vis UV 254 UV 365 Sampel 0,37 Tidak
tampak Tidak tampak Ber-fluoresensi warna biru kehijauan Warna coklat Ke-coklatan Ber-fluoresensi warna biru kehijauan Eugenol 0,46 Tidak
tampak Tidak tampak Tidak tampak Warna coklat muda Tidak tampak Tidak tampak
Pada pengamatan di UV 365 terlihat bercak sampel berwarna biru kehijauan dengan harga Rf 0,37. Dengan jarak pengembangan 10 cm. Sesudah disemprot dengan vanilin-asam sulfat pekat, sampel berwarna coklat dan pembanding menghasilkan warna coklat muda. Namun harga Rf nya berbeda dimana pada sampel memiliki harga Rf 0,37 dan untuk pembandingnya memiliki harga Rf 0,46. Berdasarkan Wagner, terpen yang dideteksi dengan vanilin-asam sulfat memberikan warna bercak yaitu cokelat-merah/ violet, jingga ke merah- violet, biru / biru-violet dan abu-abu - biru. Warna bercak yang terlihat mengarah pada golongan terpen (Wagner, 1984), sehingga kemungkinan minyak atsiri ini mengandung golongan terpen.
(1)
Lampiran 16. Foto profil KLT Senyawa Minyak Atsiri yang terkandung dalam infusa daun sirih merah dengan deteksi secara visual setelah disemprot
vanilin-H2SO4
Keterangan :
Fase diam : Silika gel GF254
Fase gerak : Toluena : etil asetat (93:7) B : Baku (Eugenol)
A1 : Sampel 1
(2)
Lampiran 17. Hasil Perhitungan Rerata dan SD
Tabel XI. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat
Diameter Zona Hambat (cm) Keterangan
I II III IV V
Rerata
x ± SD Kontrol + 1,4 1,2 1,1 1,7 1,6 1,4 ± 0,25
Kontrol - - - -
Konsentrasi 80% 1,1 1,1 1,0 1,1 0,8 1,02 ± 0,13 Konsentrasi 60% 1,0 0,9 0,7 0,9 0,8 0,86 ± 0,11 Konsentrasi 40% 0,8 0,8 0,7 0,8 0,8 0,78 ± 0,04
Perhitungan x untuk masing-masing kontrol dan konsentrasi :
Kontrol + : + + + + =
5 6 , 1 7 , 1 1 , 1 2 , 1 4 , 1 1,4
Konsentrasi 80% : + + + + = 5 8 , 0 1 , 1 0 , 1 1 , 1 1 , 1 1,02
Konsentrasi 60% : + + + + = 5 8 , 0 9 , 0 7 , 0 9 , 0 0 , 1 0,86
Konsentrasi 40% : + + + + = 5 8 , 0 8 , 0 7 , 0 8 , 0 8 , 0 0,78
Perhitungan SD untuk masing-masing kontrol dan konsentrasi :
Kontrol + =
2 2 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ − Σ N x N x
= 2,012−1,96 = 0,052
(3)
Konsentrasi 80% =
2 2
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ − Σ
N x N
x
= 1,054−1,0404 = 0,0136
= 0,13
Konsentrasi 60% =
2 2
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ − Σ
N x N
x
= 0,75−0,7396 = 0,0104
= 0,11
Konsentrasi 40% =
2 2
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ − Σ
N x N
x
= 0,61−0,6084 = 0,0016
(4)
Lampiran 18. Hasil perhitungan Statistik
Oneway
Descriptives
Daya hambat
5 1.4000 .2550 .1140 1.0834 1.7166 1.10 1.70
5 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .00 .00
5 1.0200 .1304 5.831E-02 .8581 1.1819 .80 1.10
5 .8600 .1140 5.099E-02 .7184 1.0016 .70 1.00
5 .7800 4.472E-02 2.000E-02 .7245 .8355 .70 .80
25 .8120 .4850 9.701E-02 .6118 1.0122 .00 1.70
Kontrol positif Kontrol negatif Konsentrasi 80% Konsentrasi 60% Konsentrasi 40% Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances Daya hambat
5.958 4 20 .003
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA Daya hambat
5.258 4 1.315 67.763 .000
.388 20 1.940E-02
5.646 24
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
5 5 5 5 5
1.4000 .0000 1.0200 .8600 .7800
.2550 .0000c .1304 .1140 4.472E-02
.184 .330 .237 .473
.184 .270 .163 .327
-.184 -.330 -.237 -.473
.411 .738 .530 1.057
.996 .647 .941 .214
N
Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b
Absolute Positive Negative Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Kontrol positif
Kontrol negatif
Konsentrasi 80%
Konsentrasi 60%
Konsentrasi 40%
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
The distribution has no variance for this variable. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test cannot be performed. c.
(5)
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: Daya hambat
LSD
1.4000* .08809 .000 1.2162 1.5838 .3800* .08809 .000 .1962 .5638 .5400* .08809 .000 .3562 .7238 .6200* .08809 .000 .4362 .8038 -1.4000* .08809 .000 -1.5838 -1.2162 -1.0200* .08809 .000 -1.2038 -.8362 -.8600* .08809 .000 -1.0438 -.6762 -.7800* .08809 .000 -.9638 -.5962 -.3800* .08809 .000 -.5638 -.1962 1.0200* .08809 .000 .8362 1.2038 .1600 .08809 .084 -.0238 .3438 .2400* .08809 .013 .0562 .4238 -.5400* .08809 .000 -.7238 -.3562 .8600* .08809 .000 .6762 1.0438 -.1600 .08809 .084 -.3438 .0238 .0800 .08809 .375 -.1038 .2638 -.6200* .08809 .000 -.8038 -.4362 .7800* .08809 .000 .5962 .9638 -.2400* .08809 .013 -.4238 -.0562 -.0800 .08809 .375 -.2638 .1038 (J) Difusi
Kontorl negatif Konsentrasi 80% Konsentrasi 60% Konsentrasi 40% Kontrol positif Konsentrasi 80% Konsentrasi 60% Konsentrasi 40% Kontrol positif Kontorl negatif Konsentrasi 60% Konsentrasi 40% Kontrol positif Kontorl negatif Konsentrasi 80% Konsentrasi 40% Kontrol positif Kontorl negatif Konsentrasi 80% Konsentrasi 60% (I) Difusi
Kontrol positif
Kontorl negatif
Konsentrasi 80%
Konsentrasi 60%
Konsentrasi 40%
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level. *.
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Widaningrum yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1986 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Yohanes Heru Widagdo dan Ibu Cicilia Maryati. Tahun 1991 menempuh pendidikan di TK Kanisius Jetis Depok kemudian melanjutkan ke SD Kanisius Jetis Depok pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Tahun 1998 sampai tahun 2001 menempuh pendidikan di SLTP Pangudiluhur Moyudan. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2001 melanjutkan ke SMU Pangudiluhur Yogyakarta dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.