Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
BAB X
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM
PEMBAGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
10.1 Aspek Lingkungan
Kebijakan
nasional
penataan
ruang
secara
formal
ditetapkan
bersamaan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang (UU 24/1992), yang kemudian diperbaharui
dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UU 26/2007). Kebijakan
tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang
semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun
diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum
memenuhi
harapan.
Bahkan
cenderung
sebaliknya,
justru
yang
belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan
kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan
lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan
perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Isu-isu lingkungan hidup yang semakin menguat dewasa ini, termasuk
pada aras global, secara substantif merupakan suatu wacana korektif
terhadap paradigma pembangunan (developmentalism). Krisis lingkungan
hidup yang semakin luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena antara
lain perencanaan pembangunan yang bias pertumbuhan ekonomi
ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade
terakhir ini kita seperti menuai bencana lingkungan. Banjir, longsor,
kekeringan,
kebakaran
keanekaragaman hayati,
hutan
dan
lahan,
degradasi
hutan
dan
serta pencemaran sungai, laut dan udara,
datang silih berganti. Sebagai akibatnya, biaya (cost) dampak lingkungan
FINAL REPORT
X-1
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah jauh lebih
besar ketimbang manfaat (benefit) ekonomi yang diperoleh.
Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut,
maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata
ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena
itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur
dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus
diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang
bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.
Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang
wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic
Environmental Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu
melalui perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata
ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.
Pengarusutamaan (mainstreaming) pembangunan berkelanjutan telah
ditetapkan sebagai landasan operasional pelaksanaan pembangunan,
seperti tercantum dalam RPJP dan RPJM Nasional. Lebih dari itu, selain
UUD 45, UU tentang Lingkungan Hidup, UU tentang Penataan Ruang
serta UU Otonomi Daerah telah menegaskan arti pentingnya lingkungan
hidup. Secara filosofis maupun fenomena riel, pendekatan konsep
keruangan sangat identik dengan fenomena lingkungan hidup yang
dinamis dan sistemik.
Fenomena ini menjadi dasar argumentasi perhatian pada lingkungan
hidup dalam konstelasi pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah
melalui implementasi UU Penataan Ruang. Oleh karena itu, setiap proses
perumusan visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan sampai dengan
pelaksanaannya yang memerlukan alokasi kegiatan disuatu lokasi atau
kawasan tertentu akan senantiasa mengandung kepentingan pelestarian
lingkungan hidup.
FINAL REPORT
X-2
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Dalam konteks mekanisme implementasi strategi pembangunan,
perhatian pada lingkungan hidup ini seyogyanya ditempatkan sejak awal
proses penetapan strategi sampai dengan pelaksanaannya. Sejumlah
studi dan upaya untuk mengenalkan serta menerapkan kajian lingkungan
hidup strategis telah dilakukan sejak 5 (lima) tahun terakhir atas inisiatif
KLH, Bappenas, dan Depdagri. Orientasi kegiatan tidak saja menyangkut
pembangunan
regional
dan
pembangunan
daerah
tetapi
juga
pembangunan sektoral, serta pengujian konsep, kebijakan, metode, dan
teknis analisis.
Menyadari bahwa instrumen lingkungan hidup yang tersedia saat ini
baru pada tingkat proyek (pelaksanaan AMDAL), maka masih dibutuhkan
satu alat kaji pada tingkat strategis, setara dengan strategi pembangunan
nasional maupun daerah. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah tentang
AMDAL dinyatakan bahwa salah satu instrumennya yaitu AMDAL
Regional telah dihapuskan, sehingga sebuah format kajian mengenai
lingkungan hidup pada aras strategis dalam konteks pembangunan
semakin diperlukan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau yang secara
internasional dikenal sebagai Strategic Environmental Assessment (SEA),
dalam satu dekade terakhir dapat dikatakan masih dalam tahap awal
pengembangan di Indonesia. Yang dimaksud dengan tahap awal adalah
bahwa KLHS baru dalam tahap penapisan (screening) dan pelingkupan
(scoping) serta masih dalam bentuk kajian yang belum diimplementasikan
secara riel. Dengan kata lain, KLHS belum menjadi bagian dari kebijakan
pembangunan nasional. Namun dari pengalaman selama ini, dapat ditarik
satu kesimpulan bahwa KLHS sudah sampai pada taraf sangat
dibutuhkan, dan perlu segera diterapkan secara riel serta diformalkan
dalam konteks kebijakan nasional maupun daerah.
Sebagai satu konsep yang baru tetapi sangat dibutuhkan maka
sejumlah alternatif mekanisme penerapannya dalam konteks substansi,
FINAL REPORT
X-3
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
konstitusi, kelembagaan maupun pendekatan, metode, dan teknis
pelaksanaannya telah dicoba untuk dirumuskan. Tentunya alternatifalternatif ini perlu diujicoba pula, khususnya dalam konteks kebijakan
penyelenggaraannya.
Memahami permasalahan dan tantangan di atas, maka sasaran
pembangunan lingkungan hidup yang ditetapkan pemerintah dapat dirinci
sebagai berikut:
A. Meningkatkan kualitas air permukaan (sungai, danau, dan situ),
sekaligus pengendalian dan pemantauan terpadu antarsektor.
B. Terkendalinya
pencemaran
pesisir
dan
laut
melalui
usaha
konservasi tanah.
C. Meningkatkan kualitas udara, khususnya di daerah perkotaan,
melalui kebijakan transportasi yang ramah lingkungan.
D. Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon (BPO) secara
bertahap.
E. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim
global.
F. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara
berkelanjutan sesuai dengan IBSAP (Indonesian Biodiversity
Strategy and Action Plan) 2003–2020.
G. Meningkatkan upaya pengelolaan sampah perkotaan dengan
menempatkan faktor lingkungan sebagai penentu kebijakan.
H. Meningkatkan sistem pengelolaan limbah B3.
I.
Tersusunnya informasi dan peta wilayah yang rentan terhadap
kerusakan lingkungan dan bencana alam (banjir, kekeringan,
gempa bumi, tsunami, dan lainnya).
J.
Tersusunnya aturan pendanaan bagi pelestarian lingkungan hidup
yang inovatif.
K. Meningkatkan diplomasi internasional.
FINAL REPORT
X-4
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
L. Meningkatkan kesadaran rakyat akan pentingnya konservasi
lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Sementara itu, pembangunan lingkungan hidup secara khusus
diarahkan untuk:
A. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan.
B. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat
nasional dan daerah.
C. Meningkatkan
lingkungan
dan
upaya
harmonisasi
penegakannya
pengembangan
secara
konsisten
hukum
terhadap
pencemaran lingkungan.
D. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat
kegiatan pembangunan.
E. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik
di tingkat nasional maupun daerah, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang
musiman, dan bencana.
F. Membangun kesadaran rakyat agar peduli pada isu lingkungan
hidup dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau
kualitas lingkungan hidup; dan
G. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk
informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan
dan informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.
Selanjutnya, arah pembangunan di atas dijabarkan dalam programprogram pembangunan yang langsung terkait dengan urusan lingkungan
hidup dan pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 – 2009.
Program ini bertujuan untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya
sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
FINAL REPORT
X-5
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Kegiatan pokok yang tercakup antara lain penyusunan tata ruang dan
zonasi untuk perlindungan sumberdaya alam, terutama wilayah-wilayah
yang rentan terhadap gempa bumi tektonik dan tsunami, banjir,
kekeringan, serta bencana alam lainnya.
10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Mengacu pada UU SPPN, UU Lingkungan Hidup, dan RPJM
2004-2009
serta
UU
Otonomi
Daerah
berikut
arahan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dari Dirjen PUOD, konsep
KLHS secara filosofis dan konseptual sangat relevan menjadi
bagian pokok arah kebijakan pembangunan, dengan mengingat
bahwa
pembangunan
lingkungan
merupakan
dasar
bagi
pembangunan berkelanjutan. Konsep KLHS memiliki kapasitas
untuk menjadi payung yang mengintegrasikan permasalahan riel
dan
kebutuhan
pembangunan
dengan
proses
pengambilan
kebijakan pembangunan yang lebih bersifat holistik dan sistemik
bukan kepentingan pragmatis sektoral semata yang sarat dengan
konflik dan perilaku eksploitatif sumberdaya alam. Bahkan dari sisi
kepentingan politik, penerapan konsep KLHS memiliki potensi
sebagai integrator kekuatan-kekuatan politik yang berkembang
melalui mekanisme dinamika partai politik, yaitu kampanye politik
dan sistem pemilihan umum.
Tabel 10. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan
Bidang Cipta Karya
No
Kriteria Penapisan
Urain
Penilaian
Kesimpulan:
Pertimbangan
1.
Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan,
2.
dan/atau kepunahan
FINAL REPORT
(Signifikan/Tidak)
X-6
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana
3.
banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau
kebakaran
Penurunan
mutu danhutan dan
4.
kelimpahan sumber daya
Peningkatan alih fungsi
5.
kawasan hutan dan/atau
lahan,
Peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya
6.
keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat
Peningkatan risiko terhadap
7.
kesehatan dan keselamatan
*)Dalam Pendataan
Namun demikian, permasalahan yang muncul dan menjadi
perhatian untuk dicarikan terobosan solusinya dalam kondisi saat
ini adalah pada tatanan metode penerapannya, karena dalam
acuan struktur kebijakan khususnya dalam kaitannya dengan
institusionalisasinya masih ditemui inkonsistensi, serta belum
terdefinisi secara operasional dan sistematik. Belum lagi dengan
adanya kemungkinan ketidakserasian antarkebijakan sektoral yang
seringkali menimbulkan konflik, dimana masing-masing kebijakan
sektoral dipayungi oleh kekuatan hukum yang setara tingkatannya
(antar Undang-Undang, Peraturan Presiden hingga Peraturan
Daerah).
Mengingat kondisi di atas, terlihat perlunya dilakukan terobosanterobosan kreatif untuk menghasilkan inovasi dalam merancang
kebijakan strategis pembangunan melalui pemanfaatan instrumen
peraturan perundangan yang berlaku serta legitimasi kelembagaan,
FINAL REPORT
X-7
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dimana keterlibatan rakyat yang secara riel terkait langsung dengan
fenomena lingkungan hidup menjadi kuncinya. Pada prakteknya,
sesuai dengan definisi yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Tata Ruang (UU
No. 26 tahun 2007), di manapun ada kehidupan atau kegiatan
manusia pasti terkait secara sistem atau fungsional dengan
permasalalan lingkungan hidup. Oleh karena itu menjadi semakin
mendesak
untuk
dilakukan
terobosan
dalam
merumuskan
development administration KLHS (terkait dengan sistem politik,
sosial-budaya-ekonomi
dan
birokrasi)
mengikuti
konteks
perkembangan kepentingan pembangunan Indonesia masa kini
dan mendatang.
Menyadari banyaknya permasalahan lingkungan hidup yang
berskala regional ataupun nasional bahkan lintas negara, dan tidak
cukup memadainya instrumen AMDAL yang hanya berorientasi
pada skala proyek, kini telah dikembangkan satu instrumen yang
berskala regional sampai internasional pada tataran strategis.
Instrumen ini kemudian dipopulerkan dengan istilah Strategic
Environment Assessment (SEA), yang kemudian diterjemahkan
sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS kini tidak
hanya menjadi perhatian, tetapi juga telah ditetapkan sebagai
mandatory atau directive di sejumlah negara di Asia dan Afrika,
Australia, dan Selandia Baru, serta beberapa badan dunia seperti
Uni Eropa, World Bank, dan Asian Development Bank.
Mengikuti perkembangan ini, KLH telah berinisiatif untuk
mengembangkannya sejak lebih dari lima tahun lalu. Sebagaimana
tahap inisiasi pada umumnya, kegiatan yang terkait dengan
pemikiran KLHS ini masih lebih dikonsentrasikan pada studi dan
pengenalan. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan tersebut belum
dapat dikatakan sebagai kegiatan KLHS seutuhnya, sehingga dapat
FINAL REPORT
X-8
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dikatakan masih “nearly SEA”. Namun, sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran dan kebutuhan penyelesaian masalah
lingkungan hidup pada tataran regional dan strategis di Indonesia,
maka instrumen KLHS ini dituntut untuk segera menjadi acuan
dasar dalam mengkaji kebutuhan, perumusan tujuan, dan strategi
pembangunan nasional maupun daerah.
Tuntutan ini semakin kuat sejalan dengan UU SPPN (Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional) dan RPJM 2004 – 2009.
Sesuai dengan perannya masing-masing, maka KLH, Bappenas,
dan Depdagri semakin intensif bekerja untuk merumuskan KLHS ini
sebagai satu instrumen nasional dan regional. Bahkan KLHS ini
telah
diupayakan
untuk
menjadi
pegangan
utama
dalam
merumuskan setiap strategi pembangunan berikut monitoring dan
evaluasinya, baik dalam konteks kewilayahan maupun sektoral.
Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang
menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIAdriven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada
definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau
dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program
pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada
keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.
Definisi KLHS untuk Indonesia kemudian dirumuskan sebagai
proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup
dari, dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan
dalam, pengambilan keputusan yang bersifat strategis [SEA is a
systematic process for evaluating the environmental effect of, and
for ensuring the integration of sustainability principles into, strategic
decision-making.
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun,
mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap
FINAL REPORT
X-9
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren
dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada
pada relung pengambilan keputusan.
Oleh karena tidak ada
mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan
dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat
khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah
[RTRW].
KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa
memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa
dimanfaatkan
sebagai
instrumen
metodologis
pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran
RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi
diatas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan
lingkungan lainnya, menciptakan tata pengaturan yang lebih baik
melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan
yang strategis dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah
administrasi, serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem
dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region” dan/atau
“bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental, transformatif, dan
substantif.
Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang
diharapkan dari tiap jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW,
termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah
prosedural maupun teknik dan metodologinya.
Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada
kerangka bekerja dan metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur
terkait, sampai saat ini ada 4 (empat) model pendekatan KLHS
untuk penataan ruang, yaitu :
FINAL REPORT
X-10
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
A. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe)
KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL yaitu mendasarkan
telaah pada efek dan dampak yang ditimbulkan RTRW terhadap
lingkungan hidup.
Perbedaannya adalah pada ruang lingkup
dan tekanan analisis telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.
B. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan
Hidup (Environmental Appraisal)
KLHS ditempatkan sebagai environmental appraisal untuk
memastikan
KRP
RTRW
menjamin
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan sebagai sebuah
telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang aspek
lingkungan hidup.
C. KLHS
sebagai
Kajian
Terpadu/Penilaian
Keberlanjutan
(Integrated Assessment Sustainability Appraisal)
KLHS diterapkan sebagai bagian dari uji KRP untuk
menjamin
keberlanjutan
secara
holistik,
sehingga
sudut
pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS
kemudian lebih ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang
lebih luas yang menilai atau menganalisis dampak sosial,
ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu.
D. KLHS
sebagai
pendekatan
Pengelolaan
Berkelanjutan
Sumberdaya Alam (Sustainable Natural Resource
Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya
(Sustainable Resource Management) KLHS diaplikasikan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a) dilaksanakan
sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem
perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b)
sebagai bagian dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya
FINAL REPORT
X-11
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
alam.
Model a) menekankan pertimbanganpertimbangan
kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW,
sementara model b) menekankan penegasan fungsi RTRW
sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan
sumberdaya alam. Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat
diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan
jenis
RTRW
yang
akan
dihasilkan/ditelaah,
lingkup
isu
mengenai sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
menjadi
fokus,
konteks
kerangka
hukum
RTRW
yang
dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia
aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS,
serta tingkat kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap
RTRW.
Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka
untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan
hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR
Wilayah dan Kawasan. Berkat adanya pelingkupan ini, pokok
Bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau
konsekuensi lingkungan dimaksud.
Telah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi,
dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat
diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam
menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis
teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik
analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras
rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan
rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh
informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring.
Jenis-jenis
kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:
FINAL REPORT
X-12
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
A. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,
B. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi
ekosistem.
C. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim dan bencana lingkungan.
D. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi
pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b)
program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan
intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan
operasional
pengelolaan
efek
lingkungan
hidup
(misalnya:
penerapan kode bangunan yang hemat energi).
Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif
terbaik yang bisa dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan
tujuan penataan ruang dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin
terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai
metodologi yang lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan,
antara lain: compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefitcost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai
opini untuk menentukan prioritas, dll.
Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak
lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS
berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW
bagi wilayah
rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan
pemantauan efektivitas RTRW.
Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen
kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi
FINAL REPORT
X-13
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi
masyarakat sangat bervariasi bergantung pada aras (level of detail)
RTRW, peraturan perundangan yang mengatur
keterlibatan
masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan
organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat
nasional
atau
provinsi,
maka
keterlibatan
atau
partisipasi
masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada
tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat
kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat
atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif.
Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW
operasional
memiliki
ragam
penerapan
yang bersifat
yang
variatif
dan
bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat.
Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi
masyarakat
untuk
menelaah,
memberikan
masukan,
dan
mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga
mensyaratkan
adanya
tata
laksana
penyaluran
aspirasi
masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.
Komponen-komponen
kerja
KLHS
dilaksanakan
dengan
memperhatikan proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai
alternatif pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kekhususan
proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masingmasing RTRW. Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW
belum terbentuk atau dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS
bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah
pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir
sebagai
kebutuhan
untuk
mendukung
proses
pengambilan
keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa
terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara
FINAL REPORT
X-14
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa
komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada
tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua
komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu
tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.
Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan
tata ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan
ruang, yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena
itu, perbaikan kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak
dan sangat strategis untuk segera direalisasikan guna menghambat
laju penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan.
KLHS bisa menjadi pilihan alat bantu untuk memperbaiki kualitas
rencana tata ruang wilayah melalui perbaikan kerangka berfikir
perencanaan tata ruang, yang berimplikasi pada perbaikan
prosedur/proses dan metodologi/muatan perencanaan.
Tabel 10.2 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan
Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan
Pemangku
Contoh Lembaga
Kepentingan
a. Bupati/Walikota
Pembuat keputusan
Penyusun kebijakan,
rencana dan/atau program
Instansi
b. DPRD
Dinas PU-Cipta Karya
a. Dinas PU-Cipta
Karya b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki
a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian
penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok)
b. Asosiasi profesi
FINAL REPORT
X-15
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data
dan informasi berkaitan dengan
SDA
a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
Masyarakat terkena Dampak
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
Tabel 10.3 Proses Identifikasi Isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Penjelasan Singkat
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air
Kota ... mempunyai sumber
air baku dari sungai ... yang sudah
tercemar
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang
tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah
oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh
air limbah permukiman
FINAL REPORT
X-16
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap ualitas lingkungan
Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan
Ekonomi
Isu
4:
kemiskinan
berkorelasi
dengan
kerusakan
lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan
nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5:
Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah
penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman
kumuh
Tabel 10.4 Tabel Identifikasi KRP
Komponen kebijakan /
No.
rencana / program
Lokasi (Kecamatan /
Kegiatan
Kelurahan (jika ada))
Pengembangan Permukiman
1.
1).
2). Dst
2.
Penataan Bangunan
Lingkungan
dan
1).
2). Dst
Pengembangan Air Minum
3.
4.
1).
2). Dst
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1).
2). Dst
FINAL REPORT
X-17
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Tabel 10.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup diSuatu Wilayah
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan AspekAspek Pembangunan Berkelanjutan**
Bobot
No
1.
Komponen
Lingkungan
kebijakan, rencana
Hidup
dan/atau program*
Permukiman
Bobot
Bobot Sosial
Total
Ekonomi
Bobot
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
…
…
…
…
…
…
Pengembangan
Permukiman
1).
2). Dst
Penataan Bangun- an &
2.
Lingkungan
1).
2). Dst
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan
AspekBobot
No
3.
Komponen
Lingkungan
kebijakan, rencana
Hidup
dan/atau program*
Permukiman
Pengembangan
Air
Bobot Sosial
Bobot
Total
Ekonomi
Bobot
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
…
…
…
…
…
…
***
minum
1).
2). Dst
FINAL REPORT
X-18
***
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
4.
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
1).
2). Dst
Tabel 10.6
No.
1.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Komponen kebijakan, rencana
Alternatif
dan/atau program
Penyempurnaan KRP
Pengembangan Permukiman
1).
2.
2). Dst
Penataan
Bangunan
dan
Lingkungan
1).
2). Dst
3.
Pengembangan Air minum
1).
4.
2).
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1)
2)
Tabel 10.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian
Hasil KLHS
No.
Komponen Kebijakan,
Rekomendasi Perbaikan KRP dan
Rencana dan/atau Program
Pengintegrasian Hasil KLHS
1.
Pengembangan Permukiman
2.
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
FINAL REPORT
X-19
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
3.
Pengembangan Air minum
4.
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
10.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan
untuk pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses
AMDAL : aspek fisik-kimia, ekologi, sosial -ekonomi, sosial budaya,
dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan
untuk mel aksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di
sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini
dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting
terhadap lingk ungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak
positif yang akan
timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga
dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif
dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting
tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :
A. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan.
B. Banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena
dampak.
C. Sifat kumulatif dampak.
D. Berbalik
(reversible)
atau
tidak
berbaliknya
(irreversible)
dampak.
E. Luas wilayah penyebaran dampak.
FINAL REPORT
X-20
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
F. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
Menurut PP No. 27/1999 pasal 3 ayat 1 Usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
A. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
B. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun
yang tak terbaharu.
C. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, Pencemaran dan keru sakan lingkungan hidup,
serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
D. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya.
E. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempe ngaruhi
pelestarian
kawasan
konservasi
sumber
daya
dan/atau
perlindungan cagar budaya.
F. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad
renik.
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) di Indonesia
diberlakukan berdasar PP 51 tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun
1986) sebagai realisasi pelaksanaan UU no. 4 tahun 1982 tentang
Lingkungan Hidup yang saat ini telah direvisi menjadi UU no. 23
tahun 1997. AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan
yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkun gan dan
menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL merupakan
bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri.
Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif,
AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencan aan
kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, proses penyusunan dan
pengesahan AMDAL harus merupakan bagian dari proses perijinan
FINAL REPORT
X-21
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
satu proyek. Dengan cara ini proyek -proyek dapat disaring
seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain studi
AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya -upaya untuk
meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.
Dalam PP 51 Tahun 1993 ditetapkan 4 jenis studi AMDAL,
yaitu :
A. AMDAL Proyek , yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan
yang berada dalam kewenangan satu
instansi sektoral.
Misalnya rencana kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai
kewenangan
memberikan
ijin
dan
mengevaluasi
studi
AMDALnya ada pada Departemen Perindustrian.
B. AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku
bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat
terpadu, yaitu adanya keterkaitan dalam hal perencanaan,
pengelolaan dan proses produksi, serta berada dalam satu
kesatuan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu
instansi. Sebagai contoh adalah satu kesatuan kegiatan pabrik
pulp dan kertas yang kegiatannya terkait dengan proyek hutan
tanaman industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya,
pembangkit tenaga listrik uap (PLTU) untuk menyediakan
energi, dan pelabuhan untuk distribusi produksinya. Di sini
terlihat adanya keterlibatan lebih dari satu instansi, yaitu
Departemen
Perindustrian,
Departemen
kehutanan,
Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan.
C. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada satu
rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu
kesatua n hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan
satu
instansi.
Contohnya
adalah
rencana
kegiatan
pembangunan kawasan industri. Dalam kasus ini masing masing kegiatan di dalam kawasan tidak perlu lagi membuat
FINAL REPORT
X-22
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
AMDALnya, karena sudah tercakup dalam AMDAL seluruh
kawasan.
D. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan bagi
rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling
terkait dalam
hal perencanaan
dan
waktu
pelaksanaan
kegiatannya. AMDAL ini melibatkan kewenangan lebih dari satu
instansi, berada dal am satu kesatuan ekosistem, satu rencana
pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang
Daerah. Contoh AMDAL Regional adalah pembangunan kota kota baru.
Secara
teknis
instansi
yang
bertanggung
jawab
dalam
merumuskan dan memantau penyusunan AMDAL di In donesia
adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Sebagaimana diatur dalam PP 51 tahun 1993, kewenangan ini juga
dilimpahkan pada instansi -instansi sektoral serta BAPEDALDA
Tingkat I. Dengan kata lain BAPEDAL Pusat hanya menangani
studi -studi AMDAL yang dianggap mempunyai implikasi secara
nasional. Pada tahun 1999 diterbitkan lagi penyempurnaan ini
adalah untuk memberikan kewenangan proses evaluasi AMDAL
pada daerah. Materi baru dalam PP ini adalah diberikannya
kemungkinan partisipasi masyaraka t di dalam proses penyusunan
AMDAL Sebagaimana telah dievaluasi oleh banyak pihak, proses
AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan , yaitu :
A. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan
satu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak te rdapat
kejelasan apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau
menyetujui satu rencana kegiatan pembangunan.
B. Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal.
Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang -sidang komisi
FINAL REPORT
X-23
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima
didalam proses pengambilan keputusan.
C. Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa
berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta
UKL dan UPL akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.
D. Masih
lemahnya
metode
-metode
penyusunan
AMDAL,
khusunya aspek “sosial budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan
pembangunan yang implikasi sosial –budayanya penting,
kurang mendapat kajian yang seksama.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan teknologi
pembuatan perencanaan dan keputusan yang berasal dari barat,
negara industri yang demokratis dengan kondisi budaya dan sosial
berbeda, sehingga ketika program ini
berkembang
diterapkan di negara
dengan kondisi budaya dan sosiopolitik b erbeda,
kesulitanpun muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau
AMDAL di Indonesia telah lebih dari 15 tahun diterapkan. Meskipun
demikian berbagai hambatan atau masalah selalu muncul dalam
penerapan AMDAL, seperti juga yang terjadi pada penerapan
AMDAL di negara-negara berkembang lainnya. Hambatan tersebut
cenderung terfokus pada faktor-faktor teknis, seperti :
A. Tidak Memadainya Aturan Dan Hukum Lingkungan,
B. Kekuatan Institusi ,
C. Pelatihan Ilmiah Dan Profesional,
D. Ketersediaan Data.
Karakter budaya serta perilaku sosial dan politik orang
Indonesia sangat mempengaruhi bentuk penerapan AMDAL.
Inisiatif program dan kebijakan lingkungan di Indonesia sangat
bersifat “top down” oleh pemerintah sendiri. Inisiatif “top down”
tersebut muncul bukan karena adanya kebut uhan penganalisisan
FINAL REPORT
X-24
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dampak, tetapi sebagai tanggapan terhadapa perkembangan barat.
Tekanan
perkembangan
barat
untuk
menanggapi
masalah
lingkungan terutama melalui konferensi lingkungan internasional di
Stockholm tahun 1972 dan Rio De Janiero tahun 1992 . Berbeda
dengan di negara barat, program dan kebijakan lingkungan dibuat
karena adanya kebutuhan masyarakat, sehingga inisiatif bersifat “
bottom up ”.
Penerapan AMDAL di Indonesia tidak semudah di negara barat,
karena kondisi masyarakat yang berbeda, yang tidak dapat
sepenuhnya memberi dukungan terhadap tindakan pemerintah.
Walaupun banyak isu lingkungan dalam agenda sosial, tetapi isu
tersebut
masih
dianggap
kurang penting.
Masyarakat
juga
cenderung lebih mempertahankan hidup dengan menggantungkan
pada sum berdaya alam daripada melakukan tindakan untuk
melindungi kehidupan liar, spesies langka dan keanekaragaman
hayati. Agenda sosial untuk perlindungan lingkungan tersebut juga
lemah dan mempunyai sedikit kesempatan untuk diangkat menjadi
agenda politik. Kemi skinan, buta huruf, kurangnya informasi,
sangat berkuasanya elit politik dan ekonomi, rejim politik yang
terlalu mengontrol dan otoriter, merupakan faktor adanya situasi
tersebut.
Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang
dilakukan antar instansi , karena mencakup multi disiplin. Untuk
efektifitas AMDAL, seharusnya instansi lingkungan dan sektoral
pemerintah harus melakukan koordinasi, berbagi informasi dan
bekerjasama untuk menerapkan AMDAL dalam siklus proyek,
melakukan evaluasi terhadapa usaha penilaian dan perencanaan
lingkungan,
serta
mneyusun
rekomendasi.
Kerjasama
ini
tampaknya kurang terjadi pada pelaksanaan AMDAL di Indonesia.
Dalam penyusunan rancangan program, komisi AMDAL, yang
FINAL REPORT
X-25
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
berada di masing -masing sektor kementrian dan propin si bekerja
sendiri - sendiri. Komisi dapat menyetujui laporan AMDAL tanpa
adanya konsultasi dengan departemen lain yang bertanggung
jawab terhadap lokasi proyek, kontrol gangguan dan ijin egiatan.
Jadi program AMDAL hanya menyediakan sedikit atau tidak sama
sekali kesempatan secara resmi bagi staf pemerintah untuk
bekerjasama menghindari atau mengurangi dampak lingkungan
selama perancangan proyek dan selama proses kesepakatan
pelaksanaan proyek.
Pada umumnya pelaksanaan AMDAL tidak mengikutsertakan
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
proyek
dan
pengambilan keputusan. Konsultasi dengan masyarakat secara
resmi pada proyek-proyek yang diusulkan biasanya hanya
dilakukan pada waktu survei untuk mengumpulkan informasi.
Konsultasi masyarakat dianggap tidak penting, karena dianggap
semua telah sepakat. Kalaupun ada keinginan masyarakat untuk
menolak
usulan
proyek,
karakter
budaya
yang
ada
akan
menghambat pengungkapan keinginan tersebut. Sebaliknya di
negara barat, pemerintah justru mensponsori diadakannya konsult
asi masyarakat dalam setiap usulan pembangunan, yang mana
pertikaian dan perdebatan dapat terjadi, dan semuanya adalah
untuk tujuan atau kepentingan bersama.
Dalam kondisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia tersebut, faktor
budaya seharusnya menjadi perhatian
utama disamping faktor
teknis, ketika mengkaji kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan
kebijakan atau program seperti AMDAL, yang berasal dari Barat
dan diterapkan di negara dengan budaya yang berbeda.
Tidak adanya lagi Komisi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal)
sektoral dan ditetapkannya satu Komisi Amdal Pusat di bawah
Kementerian
FINAL REPORT
Negara
Lingkungan
Hidup
di
mana
semua
X-26
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
stakeholders (para pihak terkait) duduk di dalamnya, baik wakil dari
departemen terkait, pakar dari perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan wakil masyarakat-merupakan kemajuan
penting.
Demikian penegasan Menteri Negara Lingkungan
Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal)
Sonny Keraf saat membuka Workshop Nasional "Pengembangan
Kapasitas Desentralisasi Proses Amdal", Senin (31/7 /2000), di
Jakarta. Seiring desentralisasi, proses Amdal akan diserahkan ke
daerah. Di pusat hanya akan ada satu komisi Amdal yang menilai
kegiatan yang mempunyai potensi berdampak negatif secara
nasional.
Sementara
di
masing
-masing
propinsi
dan
kabupaten/kota akan dibentuk satu komisi Amdal yang menangani
proses Amdal di daerah bersangkutan.
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 27/1999, semua
kebijakan dan proses mengenai Amdal hanya satu pintu. Dengan
demikian tidak ada lagi egosektoral yang selama ini mungkin
terjadi, di mana sektor lebih menekankan kegiatan produksi dan
pertumbuhan ekonomi, sementara Amdal hanya dipandang sebagai
dokumen formal yang bisa digarap sambil jalan .
Dalam peraturan pemerintah yang akan diberlakukan November
2000 itu dinyatakan, penilaian Amdal menjadi syarat mutlak
pemberian izin usaha. Dengan demikian, tidak akan ada izin usaha
sebelum Amdal dianggap memenuhi syarat.
Dengan masuknya
pelbagai pakar terkait dari perguruan tinggi, diharapkan Amdal bisa
menjadi dokumen ilmiah yang berdasarkan kebenaran dan
kejujuran.
"Kepentingan
untuk
menjadikan
Amdal
sebagai
rekomendasi murni, tidak dibelenggu kepentingan politis dan
ekonomis, harus dikedepankan.
Pelibatan wakil LSM dan masyarakat sangat penting, sehingga
tidak ada lagi keluhan bahwa masyarakat harus menerima dampak
FINAL REPORT
X-27
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
suatu kegiatan tanpa memiliki suara untuk menyetujui atau
menolak. Hal ini dikuatkan dengan Keputusan Kepala Bapedal No
8/2000, yang mensyaratkan par tisipasi masyarakat dalam proses
penilaian Amdal. "Desentralisasi kewenangan Amdal merupakan
bentuk
penyelesaian
masalah
yang
paling
strategis
untuk
menyerap aspirasi masyarakat, penyederhanaan prosedur Amdal,
peningkatan efektivitas pelaksanaan dan keterp aduan serta
ketepatan perencanaan daerah.
Penyerahan wewenang proses Amdal dan perizinan ke daerah
menimbulkan pelbagai implikasi, antara lain masalah sumber daya
manusia. Karena itu, kelembagaan di daerah perlu diperkuat
khususnya di level pemerintah.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan
untuk
melakukan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL.
UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang wajib
dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, sehingga
bagi usaha dan/atau kegiatan yang UKL-UPLnya ditolak maka
pejabat pemberi izin wajib menolak penerbitan izin bagi usaha
dan/atau kegiatan bersangkutan. UKL-UPL dinyatakan berlaku
FINAL REPORT
X-28
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
sepanjang usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan perubahan
lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Bagi
UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai dengan isian formulir atau
layak, maka UKLUPL tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila
usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL diterbitkan.
Prosedur Operasional Standar (Standard Operating Procedure)
selanjutnya disingkat SOP adalah upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh usaha
dan/ atau kegiatan sesuai prosedur operasional yang berlaku.
Tabel 10.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi
a) Rujukan
Peraturan
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
i. UU 32 tahun 2009
i. UU
tentang Perlindungan dan
Perlindungan
Perundangan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup
32 tahun 2009 tentang
dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008
ii. Permen LH 09/2011
tentang jenis kegiatan bidang PU
tentang Pedoman umum
wajib UKL UPL
KLHS
iii. Permen LH 5/2012 tentang
jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
FINAL REPORT
X-29
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
b) Pengertian
Umum
Rangkaian
analisis
yang
Kajian mengenai dampak penting
sistematis, menyeluruh,
suatu usaha dan/atau
dan
untuk
kegiatan yang direncanakan pada
memastikan bahwa prinsip
lingkungan hidup yang diperlukan
pembangunan berkelanjutan
bagi proses pengambilan keputusan
telah menjadi dasar dan
tentang
terintegrasi
dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau
partisipatif
dalam
penyelenggaraan
pembangunan suatu wilayah
Kegiatan
dan/atau
aktivitas yang dapat
kebijakan,
rencana, dan/atau program.
adalah
perubahan
usaha
segala
bentuk
menimbulkan
terhadap
rona
lingkungan hidup serta menyebabkan
dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah
Pemrakarsa rencana usaha
Daerah
dan/atau kegiatan yang
masuk kriteria sebagai wajib AMDAL
(Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan
studi
i. Penyusunan atau
evaluasi RTRW, RPJP dan atau kegiatan
lingkungan
dengan:
Tahap perencanaan suatu usaha dan
RPJM
ii.Kebijakan,
rencana
dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau resiko
lingkungan
e) Mekanisme
pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh
kebijakan, rencana, dan/
atau program terhadap
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain
yang berkompeten sebagai
penyusun AMDAL
kondisi lingkungan
FINAL REPORT
X-30
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Deskripsi
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
hidup di suatu wilayah;
ii. perumusan
ii. Dokumen
komisi
alternatif
atau
rencana,
pengambilan iii.
i.keputusan
Isu
Strategis
kebijakan,
terkait
Lingkungan
yang
Pembangunan
Bupati/Walikota
sesuai
Tim Teknis.
iii. rekomendasi perbaikan
f) Muatan Studi
AMDAL
oleh
kewenangannya dan dibantu oleh
dan/atau program; dan
untuk
penilai
dinilai
dibentuk oleh Menteri, Gubernur,
penyempurnaan
kebijakan,
AMDAL
Komisi
penilai
AMDAL
menyampaikan
Kerangka
acuan
rekomendasi
menjadi
dasar
Berkelanjutan
penyusunan Andal dan RKL-RPL.
ii. Kajian pengaruh
Kerangka acuan wajib sesuai dengan
rencana/program dengan
rencana tata ruang wilayah dan/atau
isu-isu strategis terkait
rencana tata ruang kawasan.
pembangunan
berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi
g) Output
Deskripsi
h) Outcome
untuk rencana/program
Dasar bagi kebijakan,
Keputusan Menteri, gubernur dan
rencana,
bupati/walikota sesuai
dan/atau
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
i.
Rekomendasi
KLHS i.
Dasar
pertimbangan
digunakan sebagai alat
kelayakan
untuk
lingkungan
perbaikan
melakukan
kebijakan, ii.
rencana,
dan/atau
program pembangunan
yang melampaui daya iii.
dukung
FINAL REPORT
dan
daya
Jumlah
penetapan
atau ketidak layakan
dan
perlindungan
jenis
hidup
izin
yang
diwajibkan
Persyaratan
dan
kewajiban
pemrakarsa sesuai yang
X-31
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
i) Pendanaan
APBD Kabupaten/Kota
i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA,
ANDAL, RKLRPL) didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim
Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL
dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL
RPL oleh komisi AMDAL dan tim
teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan
dibebankan pada anggaran instansi
lingkungan
j) Partisipasi
Masyarakat
Masyarakat adalah salah
hidup
pusat,
provinsi
da
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
BAB X
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM
PEMBAGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
10.1 Aspek Lingkungan
Kebijakan
nasional
penataan
ruang
secara
formal
ditetapkan
bersamaan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang (UU 24/1992), yang kemudian diperbaharui
dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UU 26/2007). Kebijakan
tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang
semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun
diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum
memenuhi
harapan.
Bahkan
cenderung
sebaliknya,
justru
yang
belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan
kualitas dan daya dukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan
lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan
perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Isu-isu lingkungan hidup yang semakin menguat dewasa ini, termasuk
pada aras global, secara substantif merupakan suatu wacana korektif
terhadap paradigma pembangunan (developmentalism). Krisis lingkungan
hidup yang semakin luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena antara
lain perencanaan pembangunan yang bias pertumbuhan ekonomi
ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade
terakhir ini kita seperti menuai bencana lingkungan. Banjir, longsor,
kekeringan,
kebakaran
keanekaragaman hayati,
hutan
dan
lahan,
degradasi
hutan
dan
serta pencemaran sungai, laut dan udara,
datang silih berganti. Sebagai akibatnya, biaya (cost) dampak lingkungan
FINAL REPORT
X-1
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
hidup yang harus ditanggung oleh masyarakat dan pemerintah jauh lebih
besar ketimbang manfaat (benefit) ekonomi yang diperoleh.
Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut,
maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata
ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena
itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur
dalam UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus
diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang
bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.
Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang
wilayah maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic
Environmental Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu
melalui perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata
ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.
Pengarusutamaan (mainstreaming) pembangunan berkelanjutan telah
ditetapkan sebagai landasan operasional pelaksanaan pembangunan,
seperti tercantum dalam RPJP dan RPJM Nasional. Lebih dari itu, selain
UUD 45, UU tentang Lingkungan Hidup, UU tentang Penataan Ruang
serta UU Otonomi Daerah telah menegaskan arti pentingnya lingkungan
hidup. Secara filosofis maupun fenomena riel, pendekatan konsep
keruangan sangat identik dengan fenomena lingkungan hidup yang
dinamis dan sistemik.
Fenomena ini menjadi dasar argumentasi perhatian pada lingkungan
hidup dalam konstelasi pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah
melalui implementasi UU Penataan Ruang. Oleh karena itu, setiap proses
perumusan visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan sampai dengan
pelaksanaannya yang memerlukan alokasi kegiatan disuatu lokasi atau
kawasan tertentu akan senantiasa mengandung kepentingan pelestarian
lingkungan hidup.
FINAL REPORT
X-2
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Dalam konteks mekanisme implementasi strategi pembangunan,
perhatian pada lingkungan hidup ini seyogyanya ditempatkan sejak awal
proses penetapan strategi sampai dengan pelaksanaannya. Sejumlah
studi dan upaya untuk mengenalkan serta menerapkan kajian lingkungan
hidup strategis telah dilakukan sejak 5 (lima) tahun terakhir atas inisiatif
KLH, Bappenas, dan Depdagri. Orientasi kegiatan tidak saja menyangkut
pembangunan
regional
dan
pembangunan
daerah
tetapi
juga
pembangunan sektoral, serta pengujian konsep, kebijakan, metode, dan
teknis analisis.
Menyadari bahwa instrumen lingkungan hidup yang tersedia saat ini
baru pada tingkat proyek (pelaksanaan AMDAL), maka masih dibutuhkan
satu alat kaji pada tingkat strategis, setara dengan strategi pembangunan
nasional maupun daerah. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah tentang
AMDAL dinyatakan bahwa salah satu instrumennya yaitu AMDAL
Regional telah dihapuskan, sehingga sebuah format kajian mengenai
lingkungan hidup pada aras strategis dalam konteks pembangunan
semakin diperlukan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau yang secara
internasional dikenal sebagai Strategic Environmental Assessment (SEA),
dalam satu dekade terakhir dapat dikatakan masih dalam tahap awal
pengembangan di Indonesia. Yang dimaksud dengan tahap awal adalah
bahwa KLHS baru dalam tahap penapisan (screening) dan pelingkupan
(scoping) serta masih dalam bentuk kajian yang belum diimplementasikan
secara riel. Dengan kata lain, KLHS belum menjadi bagian dari kebijakan
pembangunan nasional. Namun dari pengalaman selama ini, dapat ditarik
satu kesimpulan bahwa KLHS sudah sampai pada taraf sangat
dibutuhkan, dan perlu segera diterapkan secara riel serta diformalkan
dalam konteks kebijakan nasional maupun daerah.
Sebagai satu konsep yang baru tetapi sangat dibutuhkan maka
sejumlah alternatif mekanisme penerapannya dalam konteks substansi,
FINAL REPORT
X-3
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
konstitusi, kelembagaan maupun pendekatan, metode, dan teknis
pelaksanaannya telah dicoba untuk dirumuskan. Tentunya alternatifalternatif ini perlu diujicoba pula, khususnya dalam konteks kebijakan
penyelenggaraannya.
Memahami permasalahan dan tantangan di atas, maka sasaran
pembangunan lingkungan hidup yang ditetapkan pemerintah dapat dirinci
sebagai berikut:
A. Meningkatkan kualitas air permukaan (sungai, danau, dan situ),
sekaligus pengendalian dan pemantauan terpadu antarsektor.
B. Terkendalinya
pencemaran
pesisir
dan
laut
melalui
usaha
konservasi tanah.
C. Meningkatkan kualitas udara, khususnya di daerah perkotaan,
melalui kebijakan transportasi yang ramah lingkungan.
D. Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon (BPO) secara
bertahap.
E. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim
global.
F. Pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara
berkelanjutan sesuai dengan IBSAP (Indonesian Biodiversity
Strategy and Action Plan) 2003–2020.
G. Meningkatkan upaya pengelolaan sampah perkotaan dengan
menempatkan faktor lingkungan sebagai penentu kebijakan.
H. Meningkatkan sistem pengelolaan limbah B3.
I.
Tersusunnya informasi dan peta wilayah yang rentan terhadap
kerusakan lingkungan dan bencana alam (banjir, kekeringan,
gempa bumi, tsunami, dan lainnya).
J.
Tersusunnya aturan pendanaan bagi pelestarian lingkungan hidup
yang inovatif.
K. Meningkatkan diplomasi internasional.
FINAL REPORT
X-4
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
L. Meningkatkan kesadaran rakyat akan pentingnya konservasi
lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Sementara itu, pembangunan lingkungan hidup secara khusus
diarahkan untuk:
A. Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan.
B. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat
nasional dan daerah.
C. Meningkatkan
lingkungan
dan
upaya
harmonisasi
penegakannya
pengembangan
secara
konsisten
hukum
terhadap
pencemaran lingkungan.
D. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat
kegiatan pembangunan.
E. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik
di tingkat nasional maupun daerah, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang
musiman, dan bencana.
F. Membangun kesadaran rakyat agar peduli pada isu lingkungan
hidup dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau
kualitas lingkungan hidup; dan
G. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk
informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan
dan informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.
Selanjutnya, arah pembangunan di atas dijabarkan dalam programprogram pembangunan yang langsung terkait dengan urusan lingkungan
hidup dan pengelolaan sumberdaya alam, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 – 2009.
Program ini bertujuan untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya
sebagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
FINAL REPORT
X-5
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Kegiatan pokok yang tercakup antara lain penyusunan tata ruang dan
zonasi untuk perlindungan sumberdaya alam, terutama wilayah-wilayah
yang rentan terhadap gempa bumi tektonik dan tsunami, banjir,
kekeringan, serta bencana alam lainnya.
10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Mengacu pada UU SPPN, UU Lingkungan Hidup, dan RPJM
2004-2009
serta
UU
Otonomi
Daerah
berikut
arahan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dari Dirjen PUOD, konsep
KLHS secara filosofis dan konseptual sangat relevan menjadi
bagian pokok arah kebijakan pembangunan, dengan mengingat
bahwa
pembangunan
lingkungan
merupakan
dasar
bagi
pembangunan berkelanjutan. Konsep KLHS memiliki kapasitas
untuk menjadi payung yang mengintegrasikan permasalahan riel
dan
kebutuhan
pembangunan
dengan
proses
pengambilan
kebijakan pembangunan yang lebih bersifat holistik dan sistemik
bukan kepentingan pragmatis sektoral semata yang sarat dengan
konflik dan perilaku eksploitatif sumberdaya alam. Bahkan dari sisi
kepentingan politik, penerapan konsep KLHS memiliki potensi
sebagai integrator kekuatan-kekuatan politik yang berkembang
melalui mekanisme dinamika partai politik, yaitu kampanye politik
dan sistem pemilihan umum.
Tabel 10. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan
Bidang Cipta Karya
No
Kriteria Penapisan
Urain
Penilaian
Kesimpulan:
Pertimbangan
1.
Perubahan Iklim
Kerusakan, kemerosotan,
2.
dan/atau kepunahan
FINAL REPORT
(Signifikan/Tidak)
X-6
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana
3.
banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau
kebakaran
Penurunan
mutu danhutan dan
4.
kelimpahan sumber daya
Peningkatan alih fungsi
5.
kawasan hutan dan/atau
lahan,
Peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya
6.
keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat
Peningkatan risiko terhadap
7.
kesehatan dan keselamatan
*)Dalam Pendataan
Namun demikian, permasalahan yang muncul dan menjadi
perhatian untuk dicarikan terobosan solusinya dalam kondisi saat
ini adalah pada tatanan metode penerapannya, karena dalam
acuan struktur kebijakan khususnya dalam kaitannya dengan
institusionalisasinya masih ditemui inkonsistensi, serta belum
terdefinisi secara operasional dan sistematik. Belum lagi dengan
adanya kemungkinan ketidakserasian antarkebijakan sektoral yang
seringkali menimbulkan konflik, dimana masing-masing kebijakan
sektoral dipayungi oleh kekuatan hukum yang setara tingkatannya
(antar Undang-Undang, Peraturan Presiden hingga Peraturan
Daerah).
Mengingat kondisi di atas, terlihat perlunya dilakukan terobosanterobosan kreatif untuk menghasilkan inovasi dalam merancang
kebijakan strategis pembangunan melalui pemanfaatan instrumen
peraturan perundangan yang berlaku serta legitimasi kelembagaan,
FINAL REPORT
X-7
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dimana keterlibatan rakyat yang secara riel terkait langsung dengan
fenomena lingkungan hidup menjadi kuncinya. Pada prakteknya,
sesuai dengan definisi yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Tata Ruang (UU
No. 26 tahun 2007), di manapun ada kehidupan atau kegiatan
manusia pasti terkait secara sistem atau fungsional dengan
permasalalan lingkungan hidup. Oleh karena itu menjadi semakin
mendesak
untuk
dilakukan
terobosan
dalam
merumuskan
development administration KLHS (terkait dengan sistem politik,
sosial-budaya-ekonomi
dan
birokrasi)
mengikuti
konteks
perkembangan kepentingan pembangunan Indonesia masa kini
dan mendatang.
Menyadari banyaknya permasalahan lingkungan hidup yang
berskala regional ataupun nasional bahkan lintas negara, dan tidak
cukup memadainya instrumen AMDAL yang hanya berorientasi
pada skala proyek, kini telah dikembangkan satu instrumen yang
berskala regional sampai internasional pada tataran strategis.
Instrumen ini kemudian dipopulerkan dengan istilah Strategic
Environment Assessment (SEA), yang kemudian diterjemahkan
sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS kini tidak
hanya menjadi perhatian, tetapi juga telah ditetapkan sebagai
mandatory atau directive di sejumlah negara di Asia dan Afrika,
Australia, dan Selandia Baru, serta beberapa badan dunia seperti
Uni Eropa, World Bank, dan Asian Development Bank.
Mengikuti perkembangan ini, KLH telah berinisiatif untuk
mengembangkannya sejak lebih dari lima tahun lalu. Sebagaimana
tahap inisiasi pada umumnya, kegiatan yang terkait dengan
pemikiran KLHS ini masih lebih dikonsentrasikan pada studi dan
pengenalan. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan tersebut belum
dapat dikatakan sebagai kegiatan KLHS seutuhnya, sehingga dapat
FINAL REPORT
X-8
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dikatakan masih “nearly SEA”. Namun, sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran dan kebutuhan penyelesaian masalah
lingkungan hidup pada tataran regional dan strategis di Indonesia,
maka instrumen KLHS ini dituntut untuk segera menjadi acuan
dasar dalam mengkaji kebutuhan, perumusan tujuan, dan strategi
pembangunan nasional maupun daerah.
Tuntutan ini semakin kuat sejalan dengan UU SPPN (Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional) dan RPJM 2004 – 2009.
Sesuai dengan perannya masing-masing, maka KLH, Bappenas,
dan Depdagri semakin intensif bekerja untuk merumuskan KLHS ini
sebagai satu instrumen nasional dan regional. Bahkan KLHS ini
telah
diupayakan
untuk
menjadi
pegangan
utama
dalam
merumuskan setiap strategi pembangunan berikut monitoring dan
evaluasinya, baik dalam konteks kewilayahan maupun sektoral.
Ada dua definisi KLHS yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang
menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIAdriven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada
definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau
dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program
pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada
keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya.
Definisi KLHS untuk Indonesia kemudian dirumuskan sebagai
proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup
dari, dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan
dalam, pengambilan keputusan yang bersifat strategis [SEA is a
systematic process for evaluating the environmental effect of, and
for ensuring the integration of sustainability principles into, strategic
decision-making.
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun,
mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap
FINAL REPORT
X-9
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren
dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada
pada relung pengambilan keputusan.
Oleh karena tidak ada
mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan
dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat
khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah
[RTRW].
KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa
memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa
dimanfaatkan
sebagai
instrumen
metodologis
pelengkap
(komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran
RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsi-fungsi
diatas.
Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk
meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan
lingkungan lainnya, menciptakan tata pengaturan yang lebih baik
melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan
yang strategis dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah
administrasi, serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem
dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region” dan/atau
“bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental, transformatif, dan
substantif.
Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang
diharapkan dari tiap jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW,
termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah
prosedural maupun teknik dan metodologinya.
Pendekatan KLHS dalam penataan ruang didasarkan pada
kerangka bekerja dan metodologi berpikirnya. Berdasarkan literatur
terkait, sampai saat ini ada 4 (empat) model pendekatan KLHS
untuk penataan ruang, yaitu :
FINAL REPORT
X-10
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
A. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe)
KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL yaitu mendasarkan
telaah pada efek dan dampak yang ditimbulkan RTRW terhadap
lingkungan hidup.
Perbedaannya adalah pada ruang lingkup
dan tekanan analisis telaahannya pada tiap hirarhi KRP RTRW.
B. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan
Hidup (Environmental Appraisal)
KLHS ditempatkan sebagai environmental appraisal untuk
memastikan
KRP
RTRW
menjamin
pelestarian
fungsi
lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan sebagai sebuah
telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang aspek
lingkungan hidup.
C. KLHS
sebagai
Kajian
Terpadu/Penilaian
Keberlanjutan
(Integrated Assessment Sustainability Appraisal)
KLHS diterapkan sebagai bagian dari uji KRP untuk
menjamin
keberlanjutan
secara
holistik,
sehingga
sudut
pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup. Dalam prakteknya, KLHS
kemudian lebih ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang
lebih luas yang menilai atau menganalisis dampak sosial,
ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu.
D. KLHS
sebagai
pendekatan
Pengelolaan
Berkelanjutan
Sumberdaya Alam (Sustainable Natural Resource
Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya
(Sustainable Resource Management) KLHS diaplikasikan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a) dilaksanakan
sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem
perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b)
sebagai bagian dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya
FINAL REPORT
X-11
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
alam.
Model a) menekankan pertimbanganpertimbangan
kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW,
sementara model b) menekankan penegasan fungsi RTRW
sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan
sumberdaya alam. Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat
diterapkan dalam bentuk kombinasi, sesuai dengan : hirarki dan
jenis
RTRW
yang
akan
dihasilkan/ditelaah,
lingkup
isu
mengenai sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
menjadi
fokus,
konteks
kerangka
hukum
RTRW
yang
dihasilkan/ditelaah, kapasitas institusi dan sumberdaya manusia
aparatur pemerintah selaku pelaksana dan pengguna KLHS,
serta tingkat kemauan politis atas manfaat KLHS terhadap
RTRW.
Pelingkupan merupakan proses yang sistematis dan terbuka
untuk mengidentifikasi isu-isu penting atau konsekuensi lingkungan
hidup yang akan timbul berkenaan dengan rencana KRP RTR
Wilayah dan Kawasan. Berkat adanya pelingkupan ini, pokok
Bahasan dokumen KLHS akan lebih difokuskan pada isu-isu atau
konsekuensi lingkungan dimaksud.
Telah dan analisis teknis adalah proses identifikasi, deskripsi,
dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek lingkungan akibat
diterapkannya RTRW; serta pengujian efektivitas RTRW dalam
menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Telaah dan analisis
teknis mencakup : a) pemilihan dan penerapan metoda, serta teknik
analisis yang sesuai dan terkini, b) penentuan dan penerapan aras
rinci (level of detail) analisis agar sesuai dengan kebutuhan
rekomendasi, dan c) sistematisasi proses pertimbangan seluruh
informasi, kepentingan dan aspirasi yang dijaring.
Jenis-jenis
kerangka telaah yang lazim dibutuhkan, antara lain:
FINAL REPORT
X-12
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
A. Telaah daya dukung dan daya tampung lingkungan,
B. Telaah hubungan timbal balik kegiatan manusia dan fungsi
ekosistem.
C. Telaah kerentanan masyarakat dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim dan bencana lingkungan.
D. Telaah ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Alternatif yang dikembangkan dapat mencakup : a) substansi
pokok/dasar RTRW (misalnya: pilihan struktur dan pola ruang), b)
program atau kegiatan penerapan muatan RTRW (misalnya: pilihan
intensitas pemanfaatan ruang), dan/atau c) kegiatan-kegiatan
operasional
pengelolaan
efek
lingkungan
hidup
(misalnya:
penerapan kode bangunan yang hemat energi).
Pengambilan keputusan dilakukan untuk memilih alternatif
terbaik yang bisa dilaksanakan yang dipercaya dapat mewujudkan
tujuan penataan ruang dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Alternatif terpilih tidak hanya dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan keadilan sosial akan tetapi juga dapat menjamin
terpeliharanya fungsi lingkungan secara terus menerus. Berbagai
metodologi yang lazim diterapkan dalam pengambilan keputusan,
antara lain: compatibility [internal dan eksternal] appraisal, benefitcost ratio, analisis skenario dan multikriteria, analisis risiko, survai
opini untuk menentukan prioritas, dll.
Sesuai dengan kebutuhannya, kegiatan pemantauan dan tindak
lanjut dapat diatur berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Pada dasarnya efektivitas penerapan rekomendasi KLHS
berkaitan langsung dengan efektivitas RTRW
bagi wilayah
rencananya, sehingga tata laksananya bisa mengikuti aturan
pemantauan efektivitas RTRW.
Seluruh rangkaian KLHS bersifat partisipatif. Semua komponen
kegiatan diwarnai berbagai bentuk partisipasi dan konsultasi
FINAL REPORT
X-13
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
masyarakat. Namun demikian, tingkat keterlibatan atau partisipasi
masyarakat sangat bervariasi bergantung pada aras (level of detail)
RTRW, peraturan perundangan yang mengatur
keterlibatan
masyarakat, serta komitmen dan keterbukaan dari pimpinan
organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara umum boleh dikatakan bila KLHS diaplikasikan pada tingkat
nasional
atau
provinsi,
maka
keterlibatan
atau
partisipasi
masyarakat harus lebih luas dan intens dibanding KLHS pada
tingkat kabupaten atau kota. Bila KLHS diaplikasikan untuk tingkat
kabupaten, kota, atau kawasan, maka proses pelibatan masyarakat
atau konsultasi publik harus dilakukan sedini mungkin dan efektif.
Hal ini disebabkan cakupan muatan RTRW
operasional
memiliki
ragam
penerapan
yang bersifat
yang
variatif
dan
bersinggungan langsung dengan kegiatan masyarakat.
Secara spesifik, harus ada ketersediaan waktu yang cukup bagi
masyarakat
untuk
menelaah,
memberikan
masukan,
dan
mendapatkan tanggapan dalam proses KLHS. Kegiatan ini juga
mensyaratkan
adanya
tata
laksana
penyaluran
aspirasi
masyarakat, termasuk pada tahap pengambilan keputusan.
Komponen-komponen
kerja
KLHS
dilaksanakan
dengan
memperhatikan proses formal yang berjalan. Kombinasi berbagai
alternatif pelaksanaannya sangat ditentukan oleh kekhususan
proses pengambilan keputusan yang sedang terjadi pada masingmasing RTRW. Dalam kasus dimana proses perencanaan RTRW
belum terbentuk atau dilaksanakan, seluruh komponen kerja KLHS
bisa dijadikan bagian yang tak terpisahkan dari langkah-langkah
pekerjaan penyusunan RTRW. Pada situasi dimana KLHS hadir
sebagai
kebutuhan
untuk
mendukung
proses
pengambilan
keputusan di tahap akhir proses perencanaan, proses kerjanya bisa
terpisah (stand alone). Banyak kondisi dimana kombinasi antara
FINAL REPORT
X-14
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
kedua hal diatas akan terjadi, misalnya pengintegrasian beberapa
komponen kerja di tahap-tahap tertentu dan memisahkannya pada
tahap yang lain. Dapat pula terjadi situasi dimana tidak semua
komponen kerja perlu dilaksanakan atas alasan-alasan tertentu
tanpa mengurangi nilai penting dari pelaksanaan KLHS itu sendiri.
Kecenderungan penurunan kualitas lingkungan terkait dengan
tata ruang wilayah sebagai produk dari rangkaian proses penataan
ruang, yang diawali tahapan perencanaan tata ruang, oleh karena
itu, perbaikan kuaitas rencana tata ruang wilayah menjadi mutlak
dan sangat strategis untuk segera direalisasikan guna menghambat
laju penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan.
KLHS bisa menjadi pilihan alat bantu untuk memperbaiki kualitas
rencana tata ruang wilayah melalui perbaikan kerangka berfikir
perencanaan tata ruang, yang berimplikasi pada perbaikan
prosedur/proses dan metodologi/muatan perencanaan.
Tabel 10.2 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan
Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan
Pemangku
Contoh Lembaga
Kepentingan
a. Bupati/Walikota
Pembuat keputusan
Penyusun kebijakan,
rencana dan/atau program
Instansi
b. DPRD
Dinas PU-Cipta Karya
a. Dinas PU-Cipta
Karya b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki
a. Perguruan tinggi atau lembaga
informasi dan/atau keahlian
penelitian lainnya
(perorangan/tokoh/ kelompok)
b. Asosiasi profesi
FINAL REPORT
X-15
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data
dan informasi berkaitan dengan
SDA
a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
Masyarakat terkena Dampak
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
Tabel 10.3 Proses Identifikasi Isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Penjelasan Singkat
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air
Kota ... mempunyai sumber
air baku dari sungai ... yang sudah
tercemar
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang
tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah
oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh
air limbah permukiman
FINAL REPORT
X-16
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap ualitas lingkungan
Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan
Ekonomi
Isu
4:
kemiskinan
berkorelasi
dengan
kerusakan
lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan
nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5:
Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah
penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman
kumuh
Tabel 10.4 Tabel Identifikasi KRP
Komponen kebijakan /
No.
rencana / program
Lokasi (Kecamatan /
Kegiatan
Kelurahan (jika ada))
Pengembangan Permukiman
1.
1).
2). Dst
2.
Penataan Bangunan
Lingkungan
dan
1).
2). Dst
Pengembangan Air Minum
3.
4.
1).
2). Dst
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1).
2). Dst
FINAL REPORT
X-17
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Tabel 10.5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup diSuatu Wilayah
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan AspekAspek Pembangunan Berkelanjutan**
Bobot
No
1.
Komponen
Lingkungan
kebijakan, rencana
Hidup
dan/atau program*
Permukiman
Bobot
Bobot Sosial
Total
Ekonomi
Bobot
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
…
…
…
…
…
…
Pengembangan
Permukiman
1).
2). Dst
Penataan Bangun- an &
2.
Lingkungan
1).
2). Dst
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan
AspekBobot
No
3.
Komponen
Lingkungan
kebijakan, rencana
Hidup
dan/atau program*
Permukiman
Pengembangan
Air
Bobot Sosial
Bobot
Total
Ekonomi
Bobot
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
Isu 1:
Isu 2:
…
…
…
…
…
…
***
minum
1).
2). Dst
FINAL REPORT
X-18
***
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
4.
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
1).
2). Dst
Tabel 10.6
No.
1.
Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Komponen kebijakan, rencana
Alternatif
dan/atau program
Penyempurnaan KRP
Pengembangan Permukiman
1).
2.
2). Dst
Penataan
Bangunan
dan
Lingkungan
1).
2). Dst
3.
Pengembangan Air minum
1).
4.
2).
Pengembangan
Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1)
2)
Tabel 10.7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian
Hasil KLHS
No.
Komponen Kebijakan,
Rekomendasi Perbaikan KRP dan
Rencana dan/atau Program
Pengintegrasian Hasil KLHS
1.
Pengembangan Permukiman
2.
Penataan Bangunan dan
Lingkungan
FINAL REPORT
X-19
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
3.
Pengembangan Air minum
4.
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
10.1.2 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan
untuk pengambilan keputusan. Hal -hal yang dikaji dalam proses
AMDAL : aspek fisik-kimia, ekologi, sosial -ekonomi, sosial budaya,
dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak
lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan
untuk mel aksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di
sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini
dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting
terhadap lingk ungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak
positif yang akan
timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga
dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif
dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting
tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :
A. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan.
B. Banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena
dampak.
C. Sifat kumulatif dampak.
D. Berbalik
(reversible)
atau
tidak
berbaliknya
(irreversible)
dampak.
E. Luas wilayah penyebaran dampak.
FINAL REPORT
X-20
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
F. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
Menurut PP No. 27/1999 pasal 3 ayat 1 Usaha dan/atau
kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
A. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
B. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun
yang tak terbaharu.
C. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, Pencemaran dan keru sakan lingkungan hidup,
serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
D. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya.
E. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempe ngaruhi
pelestarian
kawasan
konservasi
sumber
daya
dan/atau
perlindungan cagar budaya.
F. Introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad
renik.
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) di Indonesia
diberlakukan berdasar PP 51 tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun
1986) sebagai realisasi pelaksanaan UU no. 4 tahun 1982 tentang
Lingkungan Hidup yang saat ini telah direvisi menjadi UU no. 23
tahun 1997. AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan
yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkun gan dan
menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL merupakan
bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri.
Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif,
AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencan aan
kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, proses penyusunan dan
pengesahan AMDAL harus merupakan bagian dari proses perijinan
FINAL REPORT
X-21
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
satu proyek. Dengan cara ini proyek -proyek dapat disaring
seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain studi
AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya -upaya untuk
meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.
Dalam PP 51 Tahun 1993 ditetapkan 4 jenis studi AMDAL,
yaitu :
A. AMDAL Proyek , yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan
yang berada dalam kewenangan satu
instansi sektoral.
Misalnya rencana kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai
kewenangan
memberikan
ijin
dan
mengevaluasi
studi
AMDALnya ada pada Departemen Perindustrian.
B. AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku
bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat
terpadu, yaitu adanya keterkaitan dalam hal perencanaan,
pengelolaan dan proses produksi, serta berada dalam satu
kesatuan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu
instansi. Sebagai contoh adalah satu kesatuan kegiatan pabrik
pulp dan kertas yang kegiatannya terkait dengan proyek hutan
tanaman industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya,
pembangkit tenaga listrik uap (PLTU) untuk menyediakan
energi, dan pelabuhan untuk distribusi produksinya. Di sini
terlihat adanya keterlibatan lebih dari satu instansi, yaitu
Departemen
Perindustrian,
Departemen
kehutanan,
Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan.
C. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada satu
rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu
kesatua n hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan
satu
instansi.
Contohnya
adalah
rencana
kegiatan
pembangunan kawasan industri. Dalam kasus ini masing masing kegiatan di dalam kawasan tidak perlu lagi membuat
FINAL REPORT
X-22
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
AMDALnya, karena sudah tercakup dalam AMDAL seluruh
kawasan.
D. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan bagi
rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling
terkait dalam
hal perencanaan
dan
waktu
pelaksanaan
kegiatannya. AMDAL ini melibatkan kewenangan lebih dari satu
instansi, berada dal am satu kesatuan ekosistem, satu rencana
pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang
Daerah. Contoh AMDAL Regional adalah pembangunan kota kota baru.
Secara
teknis
instansi
yang
bertanggung
jawab
dalam
merumuskan dan memantau penyusunan AMDAL di In donesia
adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Sebagaimana diatur dalam PP 51 tahun 1993, kewenangan ini juga
dilimpahkan pada instansi -instansi sektoral serta BAPEDALDA
Tingkat I. Dengan kata lain BAPEDAL Pusat hanya menangani
studi -studi AMDAL yang dianggap mempunyai implikasi secara
nasional. Pada tahun 1999 diterbitkan lagi penyempurnaan ini
adalah untuk memberikan kewenangan proses evaluasi AMDAL
pada daerah. Materi baru dalam PP ini adalah diberikannya
kemungkinan partisipasi masyaraka t di dalam proses penyusunan
AMDAL Sebagaimana telah dievaluasi oleh banyak pihak, proses
AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan , yaitu :
A. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi dalam proses perijinan
satu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak te rdapat
kejelasan apakah AMDAL dapat dipakai untuk menolak atau
menyetujui satu rencana kegiatan pembangunan.
B. Proses partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal.
Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang -sidang komisi
FINAL REPORT
X-23
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima
didalam proses pengambilan keputusan.
C. Terdapatnya berbagai kelemahan didalam penerapan studi studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa
berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta
UKL dan UPL akan dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa.
D. Masih
lemahnya
metode
-metode
penyusunan
AMDAL,
khusunya aspek “sosial budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan
pembangunan yang implikasi sosial –budayanya penting,
kurang mendapat kajian yang seksama.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan teknologi
pembuatan perencanaan dan keputusan yang berasal dari barat,
negara industri yang demokratis dengan kondisi budaya dan sosial
berbeda, sehingga ketika program ini
berkembang
diterapkan di negara
dengan kondisi budaya dan sosiopolitik b erbeda,
kesulitanpun muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau
AMDAL di Indonesia telah lebih dari 15 tahun diterapkan. Meskipun
demikian berbagai hambatan atau masalah selalu muncul dalam
penerapan AMDAL, seperti juga yang terjadi pada penerapan
AMDAL di negara-negara berkembang lainnya. Hambatan tersebut
cenderung terfokus pada faktor-faktor teknis, seperti :
A. Tidak Memadainya Aturan Dan Hukum Lingkungan,
B. Kekuatan Institusi ,
C. Pelatihan Ilmiah Dan Profesional,
D. Ketersediaan Data.
Karakter budaya serta perilaku sosial dan politik orang
Indonesia sangat mempengaruhi bentuk penerapan AMDAL.
Inisiatif program dan kebijakan lingkungan di Indonesia sangat
bersifat “top down” oleh pemerintah sendiri. Inisiatif “top down”
tersebut muncul bukan karena adanya kebut uhan penganalisisan
FINAL REPORT
X-24
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
dampak, tetapi sebagai tanggapan terhadapa perkembangan barat.
Tekanan
perkembangan
barat
untuk
menanggapi
masalah
lingkungan terutama melalui konferensi lingkungan internasional di
Stockholm tahun 1972 dan Rio De Janiero tahun 1992 . Berbeda
dengan di negara barat, program dan kebijakan lingkungan dibuat
karena adanya kebutuhan masyarakat, sehingga inisiatif bersifat “
bottom up ”.
Penerapan AMDAL di Indonesia tidak semudah di negara barat,
karena kondisi masyarakat yang berbeda, yang tidak dapat
sepenuhnya memberi dukungan terhadap tindakan pemerintah.
Walaupun banyak isu lingkungan dalam agenda sosial, tetapi isu
tersebut
masih
dianggap
kurang penting.
Masyarakat
juga
cenderung lebih mempertahankan hidup dengan menggantungkan
pada sum berdaya alam daripada melakukan tindakan untuk
melindungi kehidupan liar, spesies langka dan keanekaragaman
hayati. Agenda sosial untuk perlindungan lingkungan tersebut juga
lemah dan mempunyai sedikit kesempatan untuk diangkat menjadi
agenda politik. Kemi skinan, buta huruf, kurangnya informasi,
sangat berkuasanya elit politik dan ekonomi, rejim politik yang
terlalu mengontrol dan otoriter, merupakan faktor adanya situasi
tersebut.
Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang
dilakukan antar instansi , karena mencakup multi disiplin. Untuk
efektifitas AMDAL, seharusnya instansi lingkungan dan sektoral
pemerintah harus melakukan koordinasi, berbagi informasi dan
bekerjasama untuk menerapkan AMDAL dalam siklus proyek,
melakukan evaluasi terhadapa usaha penilaian dan perencanaan
lingkungan,
serta
mneyusun
rekomendasi.
Kerjasama
ini
tampaknya kurang terjadi pada pelaksanaan AMDAL di Indonesia.
Dalam penyusunan rancangan program, komisi AMDAL, yang
FINAL REPORT
X-25
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
berada di masing -masing sektor kementrian dan propin si bekerja
sendiri - sendiri. Komisi dapat menyetujui laporan AMDAL tanpa
adanya konsultasi dengan departemen lain yang bertanggung
jawab terhadap lokasi proyek, kontrol gangguan dan ijin egiatan.
Jadi program AMDAL hanya menyediakan sedikit atau tidak sama
sekali kesempatan secara resmi bagi staf pemerintah untuk
bekerjasama menghindari atau mengurangi dampak lingkungan
selama perancangan proyek dan selama proses kesepakatan
pelaksanaan proyek.
Pada umumnya pelaksanaan AMDAL tidak mengikutsertakan
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
proyek
dan
pengambilan keputusan. Konsultasi dengan masyarakat secara
resmi pada proyek-proyek yang diusulkan biasanya hanya
dilakukan pada waktu survei untuk mengumpulkan informasi.
Konsultasi masyarakat dianggap tidak penting, karena dianggap
semua telah sepakat. Kalaupun ada keinginan masyarakat untuk
menolak
usulan
proyek,
karakter
budaya
yang
ada
akan
menghambat pengungkapan keinginan tersebut. Sebaliknya di
negara barat, pemerintah justru mensponsori diadakannya konsult
asi masyarakat dalam setiap usulan pembangunan, yang mana
pertikaian dan perdebatan dapat terjadi, dan semuanya adalah
untuk tujuan atau kepentingan bersama.
Dalam kondisi pelaksanaan AMDAL di Indonesia tersebut, faktor
budaya seharusnya menjadi perhatian
utama disamping faktor
teknis, ketika mengkaji kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan
kebijakan atau program seperti AMDAL, yang berasal dari Barat
dan diterapkan di negara dengan budaya yang berbeda.
Tidak adanya lagi Komisi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal)
sektoral dan ditetapkannya satu Komisi Amdal Pusat di bawah
Kementerian
FINAL REPORT
Negara
Lingkungan
Hidup
di
mana
semua
X-26
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
stakeholders (para pihak terkait) duduk di dalamnya, baik wakil dari
departemen terkait, pakar dari perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan wakil masyarakat-merupakan kemajuan
penting.
Demikian penegasan Menteri Negara Lingkungan
Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal)
Sonny Keraf saat membuka Workshop Nasional "Pengembangan
Kapasitas Desentralisasi Proses Amdal", Senin (31/7 /2000), di
Jakarta. Seiring desentralisasi, proses Amdal akan diserahkan ke
daerah. Di pusat hanya akan ada satu komisi Amdal yang menilai
kegiatan yang mempunyai potensi berdampak negatif secara
nasional.
Sementara
di
masing
-masing
propinsi
dan
kabupaten/kota akan dibentuk satu komisi Amdal yang menangani
proses Amdal di daerah bersangkutan.
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 27/1999, semua
kebijakan dan proses mengenai Amdal hanya satu pintu. Dengan
demikian tidak ada lagi egosektoral yang selama ini mungkin
terjadi, di mana sektor lebih menekankan kegiatan produksi dan
pertumbuhan ekonomi, sementara Amdal hanya dipandang sebagai
dokumen formal yang bisa digarap sambil jalan .
Dalam peraturan pemerintah yang akan diberlakukan November
2000 itu dinyatakan, penilaian Amdal menjadi syarat mutlak
pemberian izin usaha. Dengan demikian, tidak akan ada izin usaha
sebelum Amdal dianggap memenuhi syarat.
Dengan masuknya
pelbagai pakar terkait dari perguruan tinggi, diharapkan Amdal bisa
menjadi dokumen ilmiah yang berdasarkan kebenaran dan
kejujuran.
"Kepentingan
untuk
menjadikan
Amdal
sebagai
rekomendasi murni, tidak dibelenggu kepentingan politis dan
ekonomis, harus dikedepankan.
Pelibatan wakil LSM dan masyarakat sangat penting, sehingga
tidak ada lagi keluhan bahwa masyarakat harus menerima dampak
FINAL REPORT
X-27
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
suatu kegiatan tanpa memiliki suara untuk menyetujui atau
menolak. Hal ini dikuatkan dengan Keputusan Kepala Bapedal No
8/2000, yang mensyaratkan par tisipasi masyarakat dalam proses
penilaian Amdal. "Desentralisasi kewenangan Amdal merupakan
bentuk
penyelesaian
masalah
yang
paling
strategis
untuk
menyerap aspirasi masyarakat, penyederhanaan prosedur Amdal,
peningkatan efektivitas pelaksanaan dan keterp aduan serta
ketepatan perencanaan daerah.
Penyerahan wewenang proses Amdal dan perizinan ke daerah
menimbulkan pelbagai implikasi, antara lain masalah sumber daya
manusia. Karena itu, kelembagaan di daerah perlu diperkuat
khususnya di level pemerintah.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan
untuk
melakukan
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib
amdal atau UKL-UPL.
UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan yang wajib
dipenuhi dalam pelaksanaan penerbitan izin lingkungan, sehingga
bagi usaha dan/atau kegiatan yang UKL-UPLnya ditolak maka
pejabat pemberi izin wajib menolak penerbitan izin bagi usaha
dan/atau kegiatan bersangkutan. UKL-UPL dinyatakan berlaku
FINAL REPORT
X-28
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
sepanjang usaha dan/atau kegiatan tidak melakukan perubahan
lokasi, desain, proses, bahan baku dan/atau bahan penolong. Bagi
UKL-UPL yang telah dinyatakan sesuai dengan isian formulir atau
layak, maka UKLUPL tersebut dinyatakan kadaluarsa apabila
usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun sejak rekomendasi atas UKL-UPL diterbitkan.
Prosedur Operasional Standar (Standard Operating Procedure)
selanjutnya disingkat SOP adalah upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh usaha
dan/ atau kegiatan sesuai prosedur operasional yang berlaku.
Tabel 10.8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi
a) Rujukan
Peraturan
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
i. UU 32 tahun 2009
i. UU
tentang Perlindungan dan
Perlindungan
Perundangan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup
32 tahun 2009 tentang
dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008
ii. Permen LH 09/2011
tentang jenis kegiatan bidang PU
tentang Pedoman umum
wajib UKL UPL
KLHS
iii. Permen LH 5/2012 tentang
jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
FINAL REPORT
X-29
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
b) Pengertian
Umum
Rangkaian
analisis
yang
Kajian mengenai dampak penting
sistematis, menyeluruh,
suatu usaha dan/atau
dan
untuk
kegiatan yang direncanakan pada
memastikan bahwa prinsip
lingkungan hidup yang diperlukan
pembangunan berkelanjutan
bagi proses pengambilan keputusan
telah menjadi dasar dan
tentang
terintegrasi
dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau
partisipatif
dalam
penyelenggaraan
pembangunan suatu wilayah
Kegiatan
dan/atau
aktivitas yang dapat
kebijakan,
rencana, dan/atau program.
adalah
perubahan
usaha
segala
bentuk
menimbulkan
terhadap
rona
lingkungan hidup serta menyebabkan
dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah
Pemrakarsa rencana usaha
Daerah
dan/atau kegiatan yang
masuk kriteria sebagai wajib AMDAL
(Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan
studi
i. Penyusunan atau
evaluasi RTRW, RPJP dan atau kegiatan
lingkungan
dengan:
Tahap perencanaan suatu usaha dan
RPJM
ii.Kebijakan,
rencana
dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau resiko
lingkungan
e) Mekanisme
pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh
kebijakan, rencana, dan/
atau program terhadap
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain
yang berkompeten sebagai
penyusun AMDAL
kondisi lingkungan
FINAL REPORT
X-30
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
Deskripsi
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
hidup di suatu wilayah;
ii. perumusan
ii. Dokumen
komisi
alternatif
atau
rencana,
pengambilan iii.
i.keputusan
Isu
Strategis
kebijakan,
terkait
Lingkungan
yang
Pembangunan
Bupati/Walikota
sesuai
Tim Teknis.
iii. rekomendasi perbaikan
f) Muatan Studi
AMDAL
oleh
kewenangannya dan dibantu oleh
dan/atau program; dan
untuk
penilai
dinilai
dibentuk oleh Menteri, Gubernur,
penyempurnaan
kebijakan,
AMDAL
Komisi
penilai
AMDAL
menyampaikan
Kerangka
acuan
rekomendasi
menjadi
dasar
Berkelanjutan
penyusunan Andal dan RKL-RPL.
ii. Kajian pengaruh
Kerangka acuan wajib sesuai dengan
rencana/program dengan
rencana tata ruang wilayah dan/atau
isu-isu strategis terkait
rencana tata ruang kawasan.
pembangunan
berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi
g) Output
Deskripsi
h) Outcome
untuk rencana/program
Dasar bagi kebijakan,
Keputusan Menteri, gubernur dan
rencana,
bupati/walikota sesuai
dan/atau
Kajian Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak
Hidup Strategis (KLHS)
Lingkungan (Amdal)
i.
Rekomendasi
KLHS i.
Dasar
pertimbangan
digunakan sebagai alat
kelayakan
untuk
lingkungan
perbaikan
melakukan
kebijakan, ii.
rencana,
dan/atau
program pembangunan
yang melampaui daya iii.
dukung
FINAL REPORT
dan
daya
Jumlah
penetapan
atau ketidak layakan
dan
perlindungan
jenis
hidup
izin
yang
diwajibkan
Persyaratan
dan
kewajiban
pemrakarsa sesuai yang
X-31
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2JM) Kabupaten Barru
i) Pendanaan
APBD Kabupaten/Kota
i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA,
ANDAL, RKLRPL) didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim
Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL
dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL
RPL oleh komisi AMDAL dan tim
teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan
dibebankan pada anggaran instansi
lingkungan
j) Partisipasi
Masyarakat
Masyarakat adalah salah
hidup
pusat,
provinsi
da